Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PERADABAN ISLAM RASULULLAH PERIODE MADINAH

MATAKULIAH

SEJARAH PERADABAN ISLAM

DOSEN PEMBIMBING:

ARISMAN, Dr., S.H.I., M.Sy.

KELOMPOK II:

 DARMAWANSYAH

 WAN FIKRI MAULANA

PRODI DIII PERBANKAN SYARI’AH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UIN SUSKA RIAU

2022

i
Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah yang telah memberi penulis rahmat dan rahimnya,

sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan judul “Peradaban Islam

Rasulullah Periode Madinah” sebagai tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam.

Shalawat serta salam tak lupa kita panjatkan kehadirat Nabi Muhammad

SAW. Berkat beliau kita dapat menikmati jaman millenial seperti saat ini.

Adapun maksud dari penyusunan makalah ini adalah agar kita dapat

memahami tentang Peradaban Islam Rasulullah Periode Madinah dan

memperdalam ilmu tersebut sebagai pegangan dalam berjuang. Selama proses

penyusunan makalah ini pastilah banyak halangan dan rintangan yang

menghambat.

Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen, dan

teman-teman yang telah memberi dukungan dan arahan untuk kami dapat

menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih

memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna.

Pekanbaru, 15 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................. ii
Daftar isi........................................................................................................... iii
Bab I Pendahuluan ........................................................................................... 1
A. Latar belakang...................................................................................... 1

B. Rumusan masalah................................................................................. 2

C. Tujuan................................................................................................... 2

Bab II Pembahasan........................................................................................... 3

A. Di arti hijrah nabi ke madinah.............................................................. 3

B. Dasar berpolitik negri madinah............................................................ 8

C. Piagam madinah: darussalam dan darul islam...................................... 14

Bab III PENUTUP ........................................................................................... 21

KESIMPULAN................................................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 22

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak kedatangan Nabi Muhammad SAW ke Yastrib, maka seketika itu juga

berubahlah namanya kota Yastrib  menjadi Madinnatun Nabawi artinya kota

nabi, selanjutnya disebut  Madinah. Sejak menetap di Madinah Rasulullah

SAW mulai mengatur siasat dan membentuk masyarakat Islam yang bebas dari

ancaman dan tekanan serta intimidasi. Jadi hijrahnya Rasulullah SAW itu

sendiri merupakan langkah awal dari terbentuknya Daulah Islamiyah yang

pertama di muka bumi pada saat itu. Karena itu peristiwa hijrah tidaklah

terwujud begitu saja, namun ada beberapa pra kondisi  seperti adanya Baiat

Aqabah yang Pertama dan kedua, kedua baiat ini merupakan batu-batu pertama

bagi bangunan Negara Islam, Kehadiran rasulullah SAW ke dalam masyarakat

Madianah yang majemuk.

Kemajemukan komunitas Madinah  membuat rasul melakukan negoisasi

dan konsolidasi melalui perjanjian tertulis yang terkenal dengan “piagam

Madinah”. Berawal dari Piagam Madinah inilah sesungguhnya merupakan

rangkaian penting dari proses berdirinya  Negara Madinah. Setelah proses

Ba’iat dan Piagam madinah, Nabi Muhammmad SAW dipandang bukan saja

sebagai pemimpin ruhani tetapi juga sebagai kepala Negara. Rasul sebagai

kepala Negara, lantas mengangkat Kepala Pemerintahan setempat pada tiap-

tiap negeri yang dikuasainya atau masuk Islam dengan cara damai.

1
periode Madinah merupakan kelanjutan dari periode Makkah. pada periode

Makkah, ayat – ayat tentang hukum belum banyak diturunkan, sementara pada

periode Madinah, kita mendapati ayat hukum mulai turun melengkapi ayat

yang telah ada sebelumnya. Ini dipahami mengingat hukum bisa dilaksanakan

bila komunitas telah terbentuk, bukan hanya ayat-ayat hukum saja yang

berangsur-angsur sempurna, juga ayat lain misalnya tentang etika, tauhid dan

seluruh elemen ajaran Islam berangsur-angsur  mendekati titik kesempurnaan

dan mencapai puncaknya dengan diturunkannya Surat Al Maidah ayat 3.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :

a. Apa arti hijrah Nabi ke Madinah?

b. Bagaimana dasar berpolitik di Negri Madinah?

c. Piagam Madinah: Darussalam dan Darul Islam?

C. Tujuan

a. Dapat mengetahui arti Nabi berhijrah ke Madinah

b. Mengetahui dasar politik di Negri Madinah

c. Mengetahui piagam Madinah: Darussalam dan Darul Islam

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Arti Hijrah Nabi Ke Madinah

Saat mendapat perintah hijrah dari Allah Swt. Rasulullah menemui sahabatnya

Abu Bakar agar mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam perjalanan.

Nabi juga menemui Ali dan meminta kepadanya agar tidur di kamarnya guna

mengelabui musuh yang berencana membunuhnya. Senin malam Selasa itu, Nabi

ditemani Abu Bakar dalam perjalanan menuju Yatsrib.

Keduanya singgah di Gua Tsur, arah selatan Makkah untuk menghindar dari

pengejaran orang kafir Quraisy.

Mereka bersembunyi di situ selama tiga malam dan putera puteri Abu Bakar,

Abdullah, Aisyah, dan Asma’ serta sahayanya Amir bin Fuhairah mengirim

makanan setiap malam kepada mereka dan menyampaikan kabar pergunjingan

orang Makkah tentang Rasulullah.

Pada malam ketiga mereka keluar dari persembunyiannya dan melanjutkan

perjalanan menuju Yatsrib bergerak ke arah barat menuju laut merah melawati

jalan yang tidak biasa dilewati qabilah dagang ketika itu. Setelah tujuh hari dalam

perjalanan Nabi Muhammad SAW, dan Abu Bakar sampai di Quba. Ketika tiba di

Quba, sebuah desa yang jaraknya sekitar 10 Km dari Yatsrib, Nabi istirahat

beberapa hari lamanya. Ia menginap di rumah Kalsum bin Hindun.1

1
Tim Penulis, Ensiklopedi Islam, J. 2. (Jakarta: PT Ikhtiar Baru Van Hoeve), h. 110.

3
halaman rumah ini Nabi membangun sebuah mesjid yang pertama kali

dibangunnya yang dikenal dengan masjid Quba. Tak lama kemudian Ali

menggabungkan diri dengan Nabi setelah menyelesaikan segala urusannya di

Makkah, sementara itu penduduk Yastrib menunggu-nunggu kedatangan mereka,

akhirnya yang mereka tunggu itu datang mereka sambut dengan penuh sukacita.

Pada kenyataannya hijrah dalam perspektif zaman sekarang memiliki

pengertian dengan merujuk pada kontekstualisasi Al-Quran, menunjukan makna

yang tidak lagi terkait dengan dunia, namun lebih berarti pada pengertian hijrah

dari satu titik ke titik yang lain, dan telah membumbung tinggi ke tingkat ruh yang

tinggi. Makna-makna moral yang luhur, ideologi spiritual, dan revolusioner.

Hijrah tidak lagi dipahami hanya berupa berpindah secara fisik, yaitu

kepindahan dari Makkah ke Yastrib (Madinah), atau spiritual dan kejiwaan, yaitu

tekad yang tidak mengenal menyerah dalam perjuangan menegakkan kebenaran.

Apabila dilihat hijrah artinya berpindah, menjauh atau menghindari perbuatan

buruk menjadi baik, dari tempat.2 Yang nyaman menjadi tempat yang lebih aman,

dari tempat kegelapan hingga menjadi tempat yang lebih cerah. Hijrah secara

istilah adalah yaitu berpindah dari suatu kondisi ke kondisi lain pada awalnya

persebaran Islam di Mekkah orang Islam pernah melakukan hijrah ke Ebesinia.

Dengan begituh, hijrah berarti mengungsi atau pindah ke tempat yang baru demi

tujuan tertentu. Biasanya dikerjakan ditempat yang awalnya orang-orang tidak

merasa nyaman dalam hidupnya. Alasannya bisa dianalogikan dengan faktor

pendorong sebagai motivasi berpindah seseorang. Hijrah Bisa pula karena di


2
Rachmat Taufiq H, Khazanah Istilah Al-Quran (Bandung: Penerbit Mizan, cet. Ke-6, 1996),
hlm. 57

4
tempat baru orang yang mengharapakan bekal untuk mendapatkan keadaan yang

lebih baik dari hal yang sebelumnya. Berpindahnya Manusia, faktor ini dikenal

dengan pull factor atau mempunyai daya tarik tersendiri. Hijrah yang dilakukan

oleh Nabi Muhammad saw. atas perintah Allah swt., kemudian diikuti oleh umat

Islam yang ada di Makkah saat itu, merupakan satu upaya guna menyelamatkan

dakwah dan secara bersama-sama mendirikan suatu masyarakat baru di daerah

aman. Perjuangan yang dilakukan dengan penuh optimisme dan kekuatan besar

untuk meraih kemenangan sebagaimana yang tergambar pada saat hijrah Nabi

Muhammad dari Makkah ke Madinah. Peristiwa tersebut merupakan suatu

kemenangan besar yang dikaruniakan Allah kepada kaum muslimin Makkah.6

1. Membangun Masyarakat Islam

Guna membina masyarakat yang baru itu, Nabi meletakkan dasar-dasar

kehidupan bermasyarakat di kalangan internal umat Islam.3

Pertama, pembangunan mesjid. Setiap kabilah sebelum Islam datang, mereka

memiliki tempat pertemuan sendiri-sendiri. Nabi menginginkan agar seluruh umat

Islam hanya memiliki satu tempat pertemuan.Maka beliau membangun sebuah

masjid yang diberi nama “Baitullah”. Di masjid ini, selain dijadikan tempat

shalat, juga belajar, tempat bermusyawarah merundingkan masalah-masalah yang

dihadapi, bahkan juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan.

Kedua, Nabi mempersaudarakan antara golongan Muhajirin (muslim asal

Makkah) dan kaum Ansar (muslim Madinah). Dengan demikian, setiap muslim
3
Siti Maryam, dkk., op.cit., h. 30.

5
terikat dalam suatu persaudaraan dan kekeluargaan. Abu Bakar, misalnya,

dipersaudarakan Nabi dengan Kharijah bin Zaid, Ja’far bin Abi Thalib dengan

Mu’az bin Jabal. Hal ini berarti Rasulullah menciptakan suatu bentuk

persaudaraan yang baru, berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan

berdasarkan kesukuan, di zaman jahiliah.

Sejak diangkatnya Muhammad sebagai Nabi melalui proses turunnya wahyu

sampai wafatnya Nabi Muhammad SAW. Ada dua periode yang dilalui Nabi,

periode pertama Makkah yaitu sejak turunnya wahyu pertama sampai dengan

hijrah atau berpindahnya beliau bersama para pengikutnya ke Madinah, dan

periode kedua Madinah, yaitu sejak peristiwa hijrah sampai dengan wafatnya

Nabi. Pada periode Makkah Nabi menyampaikan misi kenabian memperkenalkan

ajaran Islam yang mengajarkan ajaran tauhid.

Misi Nabi ini mendapat tentangan keras dari penduduk Makkah yang

dipelopori  tokoh-tokoh suku Quraisy, mereka bukan saja tidak menerima ajaran

Tauhid yang ditawarkan Nabi, mereka menentang secara keras bahkan

memberikan ancaman fisik kepada nabi dan orang-orang yang mengikutinya.

Kemudian dengan petunjuk dari Allah SWT dan atas pertimbangan situasi sosial

yang sangat tidak mendukung misi kenabiannya di makkah serta dengan

mempertimbangakn kondisi yang lebih kondusif di Madinah maka Nabi

Muhammad bersama pengikutnya melaksanakan Hijrah(Migrasi) ke Madinah.

Sejak itu dimulailah babak baru dalam masa kenabian. Berbeda dengan apa

yang dialami pada saat di kota Makkah, di Madinah Nabi dan para pengikutnya

mendapat sambutan yang baik oleh penduduk Madinah. Secara sosial masyarakat

6
Madinah ketika itu terdiri dari beberapa kelompok, kelompok-kelompok yang

tergolong besar dan berpengaruh adalah kelompok Yahudi dan Arab.

Kelompok Arab sendiri terdiri dari suku Aus dan Khazraj. Masing-masing

kelompok ini dalam rentang waktu yang cukup panjang selalu terlibat dalam

pertikaian, mereka saling bertikai untuk memperebutkan kepemimpinan di antara

mereka. Karena masing-masing mereka tidak ada yang mau mengalah, maka

akibatnya Madinah masa itu menjadi kosong kepemimpinan. Di sisi lain mereka

sudah berada dalam titik jenuh selalu bertengkar, mereka sudah merindukan

suasana damai, akan tetapi mereka tidak mempunyai figur yang dapat

mempersatukan mereka.4

Beberapa tokoh diantara mereka akhirnya menemukan figur itu ada pada

pribadi Nabi Muhammad SAW. Karena itulah kehadiran nabi dan para

pengikutnya di Madinah mendapat sambutan hangat bahkan Nabi dinobatkan

sebagai pemimpin diantara mereka.

Dengan diterima dan diangkatnya Nabi Muhammad SAW menjadi pemimpin

penduduk kota itu. Babak baru  dalam sejarahpun dimulai berbeda  dengan

periode Makkah, pada periode Madinah Islam merupakan kekuatan politik. Ajaran

Islam berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun di Madinah.

Nabi Muhammad SAW mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala

agama, tetapi juga sebagai kepala Negara. Dengan kata lain, dalam diri nabi

terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawi,

kedudukanya sebagai Rasul  secara otomatis merupakan kepala negara.

4
Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya (Bandung: Rosda Bandung, 1988), h.
131-132.

7
Etnis Arab dengan beraneka suku, dan juga berbagai jenis keyakinan, Yahudi

dengan beberapa sektenya, Nasrani serta masyarakat suku paganism yang belum

mempunyai agama, serta Islam sendiri. Keanekaragaman ini dapat dipersatukan

dalam suatu sitem politik yang dibangun oleh Nabi. Pada masa kenabian tidak ada

lagi perang antar suku, tidak juga ada superioritas kelompok tertentu atas yang

lain.

Semua dapat hidup damai, saling menghormati satu dengan lain. Hasilnya

adalah Madinah yang awalnya adalah cikal bakal sebuah Negara, akhirnya

menjelma menjadi sebuah kekuatan Negara baru. Sebuah Negara dengan konsep

kebersamaan hak warga Negara, tidak membedakan ras, suku dan agama.

B. Dasar Berpolitik Negri Madinah

Sisi menarik dari system politik yang dibangun oleh Nabi adalah bahwa dalam

Negara madinah itu dibangun dengan kondisi sosial penduduknya heterogen.

Adapun demografis  Madinah pada saat itu terdiri dari :

1. Kaum muslimin yang terdiri dari Muhajirin dan Ansar.

2. Anggota suku Aus dan Khazraj yang masih berada pada  tingkat nominal

muslim,   bahkan ada  yang secara rahasia memusuhi Nabi SAW.

3. Anggota suku Aus dan Khazraj yang masih menganut paganism (paganisme 

adalah paham dimana agama belum datang, dan paganisme cenderung

menganut politheisme).

4. Orang-orang Yahudi yang terbagi dalam 3 suku utama yaitu  bani Qainuqa,

Bani Nadhir dan Bani Quraidhah.

8
Politik Madinah merupakan rangkaian strategis yang berimplikasi pada

masyarakat Islam yang menerima perubahan-perubahan positif diantaranya:

a. Ikatan daerah atau wilayah, dari sini Madinah merupakan tempat tinggal bagi

umat Islam.

b. Jiwa kemasyarakatan, artinya dengan pemikiran dari umat Islam Madinah

dapat dipersatukan untuk tujuan yang sama.

c. Dominasi politik, hal ini terjadi karena keterlibatan umat Islam secara langsung

berperan dalam urusan-urusan politik.5

Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan Negara baru itu, Nabi SAW

segera meletakan  dasar-dasar kehidupan bermasyarakat, dasar-dasar itu antara

lain:

a. sarana terpenting untuk mewujudkan rasa persaudaraan, yaitu tempat

pertemuan. Sarana yang dimaksud adalah masjid, tempat untuk melakukan

ibadah kepada Allah SWT secara berjamaah, yang juga dapat digunakan

sebagai pusat kegiatan untuk berbagai hal, seperti belajar-mengajar, mengadili

perkara - perkara yang muncul dalam masyarakat, musyawarah, dan  transaksi

dagang. Nabi SAW merencanakan pembangunan masjid itu dan langsung ikut

membangun bersama-sama kaum muslimin. Masjid yang dibangun ini

kemudian dikenal sebagai Masjid Nabawi. Ukurannya cukup besar, dibangun

di atas sebidang tanah dekat rumah Abu Ayyub al-Anshari. Dindingnya terbuat

5
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989), h.
28-29.

9
dari tanah liat, sedangkan atapnya dari daun-daun dan pelepah kurma. Di dekat

masjid itu dibangun pula tempat tinggal Nabi SAW dan keluarganya.

b. Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan di dalam Islam), yaitu antara kaum

Muhajirin (orang-orang yang hijrah dari Mekah ke Madinah) dan Anshar

(penduduk Madinah yang masuk Islam dan ikut membantu kaum Muhajirin).

Nabi SAW mempersaudarakan individu-individu dari golongan Muhajirin

dengan individu-individu dari golongan Anshar. Misalnya, Nabi SAW

mempersaudarakan Abu Bakar dengan Kharijah bin Zaid, Ja'far bin Abi Thalib

dengan Mu'az bin Jabal. Dengan demikian diharapkan masing-masing orang

akan terikat dalam suatu persaudaraan dan kekeluargaan. Dengan persaudaraan

yang semacam ini pula, Rasulullah telah menciptakan suatu persaudaraan baru,

yaitu persaudaraan berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan

berdasarkan keturunan.

c. Hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam.

Di Madinah, disamping orang-orang Arab Islam juga masih terdapat golongan

masyarakat Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek

moyang mereka. Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi

Muhammad SAW mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka. Sebuah

piagam yang menjamin  kebebasan beragama orang-orang yahudi sebagai

komunitas dikeluarkan. Setiap  golongan masyarakat memiliki hak tertentu

dalam bidang politik dan keagamaan, kemerdekaan beragama dijamin, dan

seluruh anggota masyarakat berkewajiban  mempertahankan keamanan negeri

itu  dari serangan luar.

10
Untuk mewujudkan kesejahteraan, ketentraman, keadilan, dan kedamaian,

maka dalam pemerintahan atau kekuasaan politik terdapat tugas-tugas pelayanan

dan pengaturan publik, seperti penyelenggaraan pemerintahan, sekretariat negara,

adanya pembagian propinsi yang dikepalai seorang wali , adanya departement-

departement, 6penyeleggaraan peradilan dan penegakan hukum, penegakan HAM,

penetapan perundang - undangan, serta penghimpunan dana. Masing-masing tugas

ditangani oleh lembaga tersendiri.

1. Badan Legislatif kewenangannya tidak seperti pemerintahan modern. Pada

masa Nabi Badan Legislatif tidak dapat membuat produk hukum yang bertolak

belakang dengan alQur’an dan sunnah . Lembaga ini tidak punya otoritas untuk

merumuskan konstitusi, produk hukum, atau mengamandemen perundangan

yang bertolak belakang dengan al-Qur’an dan sunnah . Lembaga ini hanya

dapat mengkodifikasi berbagai jenis peraturan yang ada dalam alQur’an dan

sunnah7. Ada 4 cara yang ditempuh Nabi dalam mengambil keputusan politik,

yaitu:

a. Mengadakan musyawarah dengan sahabat senior. Dalam konteks ini

misalnya bagaimana Nabi dengan sahabat senior bermusyawarah mengenai

tawanan perang Badar. Abu Bakar meminta agar tawanan tersebut

dibebaskan dengan syarat meminta tebusan dari mereka, sedangkan Umar

menyarankan supaya mereka dibunuh saja.

b. Meminta pertimbangan kalangan profesional. Dalam hal ini misalnya, Nabi

menerima usulan Salman al-Farisi untuk membuat benteng pertahanan

6
Karim, Sejarah., p. 75.
7
Rahman, Muhammad., p.25.

11
dalam perang Ahzab menghadapi tentara Quraisy dan sekutu-sekutunya

dengan menggali parit-parit di sekitar Madinah.

c. Melemparkan masalah-masalah tertentu yang biasanya berdampak luas bagi

masyarakat ke dalam forum yang lebih besar. Untuk hal ini dapat dilihat

pada musyawarah Nabi dengan sahabat tentang strategi perang dalam

rangka menghadapi kaum Quraisy Mekkah di Perang Uhud.

d. Mengambil keputusan sendiri. Ada beberapa masalah politik yang langsung

diputuskan Nabi dan mengesampingkan keberatan-keberatan para sahabat,

seperti yang terjadi dalam menghadapi delegasi Quraisy ketika ratifikasi

Perjanjian Hudaibiyah.8

2. Eksekutif. Eksekutif hanya bisa menjalankan Hukum Syariah sebagaimana

termasuk dalam al-Qur’an dan sunnah serta mengukuhkan kehidupan sosial

yang berdasarkan prinsip kebaikan, kesalehan, dan keadilan sesuai dengan

perintah Allah. Ketaatan masyarakat kepada eksekutif harus dalam kerangka

ketaatan kepada Allah. Rasulullah menerangkan batas-batas ketaatan pada

eksekutif dalam sabda-sabda berikut: “Jika seorang budak hitam yang cacat

diangkat menjadi pemimipin kalian dan dia memimpin kalian sesuai dengan

ketetapan kitab suci, dengarkanlah dan taati dia. Dengarkan dan patuhilah

meski gubernur kalian adalah seorang budak Abiyssinia dengan kepala yang

hitam legam seperti kismis, tidak ada ketaatan kepada mahluk dalam rangka

memaksiati sang Khalik. Ketaatan itu hanya diberikan dalam hal-hal yang

benar (dan saleh). Jika seseorang menyaksikan sesuatu yang tidak disukai dari

pemimpinnya, dia harus bersabar karena tiadalah seseorang memisahkan diri


8
Alkhotob, Kepemimpinan., p.7.

12
dari jamaah lalu mati, kecuali matinya itu seperti mati pada zaman jahiliyah,

Tidak boleh taat dalam perbuatan dosa. Taat diwajibkan demi melakukan

kebaikan dan kesalehan.”

3. Yudikaif. Batas-batas kekuasaan dalam Yudikatif (dalam terminologi Islam

sering disebut qadhā) juga didefinisikan secara tegas oleh Hukum syari’ah.

Yudikatif ini terlihat dengan adanya pembentukan Departemen Kehakiaman di

mana Nabi sebagai ketua pengadilannya. Wewenang kekuasaan dan operasi

lembaga diselenggarakan dalam koridor al-Qur’an dan sunnah, sebagaimana

dikemukakan al-Qur’an ketika memerintahkan rasulullah sebagai hakim

pertama. Rasulullah secara eksplisit menjelaskan sifat dan wewenang kerja

hakim ketika beliau mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman sebagai Hakim.

Rasulullah bertanya kepada Mu’adz bagaimana caranya mengambil keputusan.

Mu’adz menjawab bahwa dia akan memutuskan berbagai keputusan

berdasarkan al-Qur’an, lalu nabi kembali bertanya, apa yang harus dilakukan

jika tidak ditemukan keterangan dan petunjuk dari al-Qur’an? Mu’adz

menjawab akan memutuskan dengan sunnah rasulullah. Rasulullah kembali

bertanya, bagaimana kalau tidak ditemukan keterangan dan petunjuk dari

sunnah rasulullah? Mu’adz menjawab bahwa ia akan berijtihad dengan segenap

kekuatan intelektual-ruhaniyahnya untuk membuat keputusan, lalu rasulullah

menepuk dada Mu’adz bin Jabal sambil berkata “Segala puji bagi Allah yang

telah memberi petunjuk kepada utusan Rasulul-Nya terhadap hal-hal yang

diridhainya.”9

9
Abi Dawud Sulaiman bin Asy’ab as-Sijistany, Sunan Abi Daud (Bairut: Dar Ibn Hazm, 1998), p.
526

13
Meski demikian, dalam praktiknya Nabi Muhammad menjalankan

pemerintahan tidak terpusat di tangannya. Unsur legislatif, eksekutif, dan

yudikatif secara eksplisit telah ada.

C. Piagam Madinah: Darussalam Dan Darul Islam

Nabi SAW telah  berhasil mewujudkan piagam politik yang merupakan

langkah strategis. Karena meletakkan piagam sebagai persatuan hidup bagi

seluruh penduduk Madinah dengan tidak membedakan keturunan, bangsa dan

agama. Piagam ini merupakan naskah politik yang kedudukannya sebagai dustur

atau konstitusi Madinah.

a.Isi Piagam Madinah

Piagam ini mempunyai tiga bagian:

1. Khusus berkaitan dengan orang-orang Islam Muhajirin dan Anshor

2. Khusus yang berkaiatan dengan orang-orang Yahudi

3. Meliputi seluruh penduduk Madinah.

Dalam Membentuk Kekuatan dan Politik Islam di Madinah, Nabi juga

mempersatukan antara golongan Yahudi dan Bani Qoinuqo, Bani Nadhir dan Bani

Quraidah. Terhadap golongan Yahudi, Nabi membentuk suatu perjanjian yang

melindungi hak-hak asasi manusia, yang dikenal dengan Piagam Madinah.

Adapun diantara isi piagam Madinah yaitu:

14
1. Setiap suku dan kelompok akan mengurus urusannya sendiri  dan

menyelesaikan sendiri perselisihannya menurut hukum dan kebiasaannya

sendiri.

2. Tidak ada pihak Yahudi atau muslim yang boleh melakukan persetujuan

kapanpun jugadengan salah satu pihak atau kelompok yang tinggal di luar

Madinah.

3. Kalau terjadi pertempuran diluar batas-batas Madinah, tidak ada penduduk

Madinah yang dapat dipaksa untuk bertempur di pihak manapun.

4. Orang Yahudi harus memberikan sumbangan biaya kalau mereka bertempur

bahu-membahu dengan orang muslim melawan musuh bersama.

5. Setiap suku ataukelompok bebas menjalankan agamanya. Orang Yahudi

menjalankan agamanya dan orang Islam menjalankan agamanya.

6. Kalau ada serangan di pihak luar,masing-masing pihak akan membantu pihak

lain. Jika salah satu pihak terlibat pertempuran, pihak lain akan memberikan

bantuannya, dan jika salah satu pihak membuat perdamaian, pihak yang

lainnya juaga membuat perdamaian dengannya. Tidak ada satu pihak pun juga

yang akan memberikan perlindungan pada orang Quraisy di Makkah

7. Kota Makkah adalah kota suci dan tidak boleh dilanggar oleh semua pihak

yang menandatangani perjanjian tersebut.

8. Dalam semua perselisihan diantara pihak-pihak yang menandatangani

perjanjian ini  di Madinah, Nabi Muhammad akan menengahi karena piagam

Madinah ini bertujuan untuk mengatur kehidupan bersama antar sesama umat

dan masyarakat Madinah.

15
Ada juga yang isi nya sebagai berikut:

1. Semua kelompok yang menandatangani piagam merupakan suatu bangsa.

2. Bila salah satu kelompok diserang musuh, maka kelompok lain wajib untuk

membelanya.

3. Masing-masing kelompok tidak dibenarkan membuat perjanjian dalam bentuk

apapun dengan orang Quraisy.

4. Masing-masing kelompok bebas menjalankan ajaran agamanya tanpa campur

tangan kelompok lain.

5. Kewajiban penduduk Madinah, baik kaum Muslimin, non-Muslim, ataupun

bangsa Yahudi, saling bantu membantu moril dan materil.

6. Nabi Muhammad adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah dan dia

menyelesaikan masalah yang timbul antar kelompok.10

Berdasarkan konstitusi di atas, dapat diketahui bahwa Nabi telah membentuk

negara Islam di Madinah dan Rasulullah menjadi kepala pemerintahannya yang

mempunyai otoritas untuk menyelesaikan segala masalah yang timbul berdasarkan

konsitusi.

Oleh karena itu di Madinah Nabi Muhammad mempunyai kedudukan bukan

saja sebagai Rasul agama, tetapi juga sebagai kepala negara. Dengan kata lain,

dalam diri Nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan spiritual dan kekuasaan

duniawi.

b. Tujuan Piagam Madinah

10
Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya (Bandung: Rosda Bandung, 1988), h.
131-132.

16
Piagam Madinah dibuat dengan maksud untuk memberikan wawasan pada

kaum mu11slimin waktu itu tentang bagaimana  cara bekerja sama dengan

penganut bermacam-macam agama ketuhanan yang lain yang pada akhirnya

menghasilkan kemauan untuk bekerja bersama-sama dalam upaya

mempertahankan agama. Strategi nabi tersebut terbukti sangat ampuh , terbukti

dengan tidak memerlukan waktu lama masyarakat islam, baik Muhajirin maupun

Anshar  telah mampu mengejawantahkan strategi tersebut dalam kehidupan

sehari-hari.

Keberhasilan strategi tersebut tidak terlepas dari kepemimpinan Nabi dalam

melihat kondisi masyarakat sekitarnya yang sangat. memerlukan arahan dan

tauladan dari pemimpin guna menciptakan keadaan yang lebih baik. Perubahan

tatanan masyarakat di Madinah merupakan tolok ukur dari keberhasilan atas

perjanjian damai yang dibuat oleh Nabi.

Pasal-pasal dalam perjanjian tersebut  mencakup hampir semua kelompok di

Madinah dan menjadi semacam front kesatuan. Kaum Yahudi dan Muslim harus

saling membantu jika terjadi serangan terhadap orang-orang yang masuk dalam

perjanjian ini. Mereka harus menjalin persahabatan yang baik, saling menasihati,

berperilaku jujur, dan tidak saling mengkhianati. 

Nabi Muhammad bahkan memasukkan orang-orang pagan (penyembah

berhala) dalam perjanjian ini. Juga berisi berbagai macam kewajiban yang

mengikat semua orang mukmin (kecuali orang pagan dan Yahudi), dan harus

saling membantu anggota kelompoknya yang mempunyai beban hutang. Jadi

11
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya j.1 (Jakarta: UI Press, 1985), h. 101.

17
perjanjian ini tidak hanya untuk mengatur masyarakat, tetapi juga meletakkan

dasar-dasar sebuah Negara. Di Mekkah, beberapa anggota senat menjaga

kepentingan para pemilik ini,namun di Madinah hal itu tidak berlaku karena

otoritas semacam senat tersebut sehingga tidak ada lembaga yang melindungi

kepentingan para pemilik kekayaan atau individu dari kejahatan yang merugikan

mereka. Perjanjian ini menjadi dasar bagi berdirinya perwakilan semacam itu. 12

Kaum imigran (Muhajirin) diperlakukan sebagai kelompok suku, dan ia adalah

pemimpin mereka, namun ada delapan kelompok suku lain yang mempunyai

pemimpin mereka sendiri. Jika konstitusi ini menjadi bukti kuat akan hal itu,

Muhammad lebih unggul dari para pemimpin suku lain dalam dua hal. Pertama,

orang-orang yang concerned dengan perjanjian ini adalah orang-orang mukmin,

dan ini berarti mereka menerima Muhammad sebagai seorang Nabi.

c. Tantangan dan Keberhasilan Piagam Madinah

Terdapat juga tantangan dan keberhasilan dalam menyelesaikan Piagam

Madinah yaitu sebagai berikut:

1. Ukhuwah Islamiyah antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar.

2. Nilai toleransi antar umat beragama meningkat.

3. Mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi.

4. Keadialan harus tetap ditegakkan walau kepada orang non Muslim.

5. Waspada dan hati-hati terhadap orang-orang Non Islam karena bagaimanapun

mereka tidak rela kalau Islam maju.

12
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989), h.
28-29.

18
6. Kegigihan Rasulullah dalam berdakwah menyebarkan Islam.

7. Keberhasilan Rasulullah di Madinah ini juga didukung dengan akhlaknya yang

mulia dan kekuatan pasukannya.

d. Piagam Madinah Dalam Konteks Keindonesian

Dengan mengkaji Piagam Madinah dalam konteks kehidupan beragama dan

bernegara, kita akan menemukan bahwa otoritas negara terhadap masyarakat yang

beragam suku dan keyakinan adalah sebatas pemberian jaminan untuk

keberlangsungan dan kebebasan memilih atau memeluk agama, menjaga keutuhan

negara dan merawat perdamaian dalam kehidupan bersama. Hal ini dapat dilihat

dari isi konstitusi yang dirancang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai

nabi dan rasul yang sekaligus sebagai pemimpin pemerintahan.

Sewaktu mendirikan pemerintahan Madinah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi

wasallam pun tidak menyebut negaranya sebagai negara Islam, tetapi dengan

sebutan umum yang berdasarkan kesepakatan masyarakat atau kontrak sosial.

Hubungan agama dan negara diletakkan sebagai relasi yang kuat dan resmi.

Pluralitas keagamaan dilihat sebagai keniscayaan yang harus dilindungi. Dalam

konteks keindonesiaan, hal ini terlihat dalam Undang-Undang Dasar yang

mencantumkan Sila Pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Meskipun tidak

mencampuri urusan internal umat beragama, negara melatakkan agama sebagai

sumber nilai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.13


13
(Ahmad Sukarja, Piagam Madinah dan Undang-undang Dasar 1945: Kajian Perbandingan
tentang Dasar Hidup Bersama dalam Masyarakat Yang Majemuk, Jakarta: UI-Press, 78-79; Lihat
pula: Aksin Wijaya, Hidup beragama dalam sorotan UUD 1945 dan Piagam Madinah, Ponorogo:
STAIN Ponorogo Press, 2009).

19
BAB III

KESIMPULAN

Pembahasan tentang Perkembangan Islam Periode Madinah bisa dapat

disimpulkan bahwa:

1. Arti hijrah Nabi ke Madinah, Sejak kedatangan Nabi Muhammad SAW ke

Yastrib, maka seketika itu juga berubahlah namanya kota Yastrib  menjadi

20
Madinnatun Nabawi artinya kota nabi, selanjutnya disebut  Madinah. Sejak

menetap di Madinah Rasulullah SAW mulai mengatur siasat dan membentuk

masyarakat Islam yang bebas dari ancaman dan tekanan serta intimidasi.

2. Dasar berpolitik di negri Madinah, Untuk mewujudkan kesejahteraan,

ketentraman, keadilan, dan kedamaian, maka dalam pemerintahan atau

kekuasaan politik terdapat tugas-tugas pelayanan dan pengaturan publik,

seperti penyelenggaraan pemerintahan, sekretariat negara, adanya pembagian

propinsi yang dikepalai seorang wali , adanya departement-departement,

penyeleggaraan peradilan dan penegakan hukum, penegakan HAM, penetapan

perundang - undangan, serta penghimpunan dana. Masing-masing tugas

ditangani oleh lembaga tersendiri.

3. Piagam Madinah, Nabi SAW telah  berhasil mewujudkan piagam politik yang

merupakan langkah strategis. Karena meletakkan piagam sebagai persatuan

hidup bagi seluruh penduduk Madinah dengan tidak membedakan keturunan,

bangsa dan agama. Piagam ini merupakan naskah politik yang kedudukannya

sebagai dustur atau konstitusi Madinah.

DAFTAR PUSTAKA

 Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, cet. Ke-11, Jakarta: Gramedia,

, 1988.

 M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, cet. Ke-II,

Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2009.

 Supriyadi, Dedi. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2008.

 Dr. Abdul Mun’im Al-hafni, Ensiklopedia Muhammad Saw.

21
 Nasution, Syamruddin. Sejarah Peradaban Islam. Cet. Ketiga. RIAU:

Yayasan Pustaka RIAU, 2013.

22

Anda mungkin juga menyukai