Sejarah Hijrah Nabi Muhammad SAW ke Madinah dan Kemajuan Islam saat
Nabi Muhammad SAW Wafat
NIM : 2120122
Disusun Oleh:
KELAS E
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya kepada penulis. Serta berkat taufiq dan
hidayah-Nya pula kami mampu menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Sejarah
Nabi Muhammad SAW Hijrah ke Madinah dan Kemajuan Islam Saat Nabi
Muhammad Wafat” ini tepat pada waktunya. Sholawat serta salam senantiasa kami
panjatkan kepada junjungan Nabi besar, Nabi Muhammad SAW. yang telah
melimpahkan rahmat dan karunianya semoga kita semua tergolong umat beliau dan
mendapatkan syafaatnya di Yaumil akhir kelak.
Terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Muhammad Hufron, M. S.I selaku
dosen pengampu mata kuliah Telaah Materi PAI MTs/MA yang telah memberikan
arahan terkait tugas makalah ini. Tanpa bimbingan dari beliau mungkin, penulis tidak
akan dapat menyelesaikan tugas ini sesuai dengan format yang telah di tentukan.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan makalah untuk
kedepannya. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
C. Tujuan ................................................................................................................. 2
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 11
B. Saran ................................................................................................................. 11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
2. Apa saja yang melatar belakangi Nabi Muhammad SAW melakukan hijrah
ke Madinah?
1
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Hijrah menurut bahasa berasal dari bahasa latin yaitu ”hegira” dan
dikenal dalam bahasa arab هجر- يهجر- هجرةyang berarti memutuskan hubungan
dengan orang lain. Dari pengertian menurut bahasa tersebut dapat dipahami
bahwa hijrah pada dasarnya dimaksudkan untuk menyingkirkan diri dari
tindakan-tindakan dan teror yang bersifat fisik yang dapat mencelakan diri
sendiri. Sementara hijrah menurut Nurcholis Madjid adalah tekad dalam
meninggalkan kepalsuan, pindah sepenuhnya kepada kebenaran, dengan
kesediaan untuk berkorban dan menderita, kerena keyakinan kemenangan
terakhir akan dianugrahkan Allah kepada pejuang kebenaran itu. Jadi
pengertian hijrah dalam hal ini menyangkut aspek spiritual dan kejiwaan,
yakni suatu tekad yang tidak mengenal kalah dalam menegakkan kebenaran.1
1
Silvi Nur Islamiyah, Hijrah Nabi Muhammad SAW ke Yatsrib Beserta Karakteristik Kaum
Anshor dan Muhajirin, https://www.academia.edu/60764464/HIJRAH_NABI_KE_YATSRIB, diakses
pada 8 April 2022 pukul 12.46
2
Sujiat Zubaidi, et al, Kritik Epistemologi dan Model Pembacaan Kontemporer, (Yogyakarta:
LESFI, 2013), hal. 302.
3
pertama terjadi pada tahun ke-10 kenabian. Saat itu beberapa orang dari
mereka datang ke Makkah untuk melakukan ziarah ke Baitullah. Mereka di
sambut oleh Nabi Muhammad SAW dan beliau memperkenalkan diri kepada
mereka. Kemudian Nabi mengadakan pertemuan di Aqabah dengan mereka.
Dalam pertemuan tersebut mereka menyatakan beriman dan masuk Islam.3
3
Faisal Ismail, Sejarah dan Kebudayaan Islam Periode Klasik (Abad VII-XIII M),
(Yogyakarta: IRCiSoD, 2017), hal. 156.
4
menyampaikan dakwah demi tersebarnya risalah tauhid di tengah-tengah
kaum kafir Quraisy.
5
kekuatan, memperoleh daerah strategis untuk membentuk suatu kekuatan
politik.
Pada malam hari yang direncanakan, di tengah malam buta Nabi SAW.
keluar dari rumahnya tanpa diketahui oleh para pengepung dari kalangan
kaum Quraisy. Nabi SAW. menemui Abu Bakar yang telah siap menunggu.
Mereka berdua keluar dari Mekah menuju sebuah Gua Tsur, kira-kira 3 mil
sebelah selatan Kota Mekah. Mereka bersembunyi di gua itu selama 3 hari 3
malam menunggu keadaan aman.
Pada malam ke-4, setelah usaha orang Quraisy mulai menurun karena
mengira Nabi SAW sudah sampai di Yatsrib, keluarlah Nabi SAW dan Abu
6
Bakar dari persembunyiannya. Pada waktu itu Abdullah bin Uraiqit yang
diperintahkan oleh Abu Bakar pun tiba dengan membawa 2 ekor unta yang
memang telah dipersiapkan sebelumnya. Berangkatlah Nabi SAW. bersama
Abu Bakar menuju Yatsrib dengan mengambil jalan ke arah selatan untuk
menuju ke Yaman bukan ke arah utara yang langsung ke Madinah. Hal ini
dilakukan untuk mengelabuhi kaum Quraisy yang masih mencari Nabi
Muhammad SAW.
Setelah 7 hari perjalanan, Nabi SAW dan Abu Bakar tiba di Quba,
sebuah desa yang jaraknya 5 km dari Yatsrib. Di desa ini mereka beristirahat
selama beberapa hari. Mereka menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di
halaman rumah ini Nabi SAW membangun sebuah masjid yang kemudian
terkenal sebagai Masjid Quba. Inilah masjid pertama yang dibangun Nabi
SAW sebagai pusat peribadatan.
“Telah tiba bulan purnama, dari Saniyyah al-Wadâ’i (celah-celah bukit). Kami
wajib bersyukur, selama ada orang yang menyeru kepada Ilahi, Wahai orang
yang diutus kepada kami, engkau telah membawa sesuatu yang harus kami
taati. Setiap orang ingin agar Nabi SAW. singgah dan menginap di rumahnya.”
Tetapi Nabi SAW hanya berkata: “Aku akan menginap dimana untaku
berhenti. Biarkanlah dia berjalan sekehendak hatinya.” Ternyata unta itu
berhenti di tanah milik dua anak yatim, yaitu Sahal dan Suhail, di depan
7
rumah milik Abu Ayyub al-Anshari. Dengan demikian Nabi SAW memilih
rumah Abu Ayyub sebagai tempat menginap sementara. Tujuh bulan lamanya
Nabi SAW tinggal di rumah Abu Ayyub, sementara kaum Muslimin
bergotong-royong membangun rumah untuknya.
4
Ummu Salamah Ali, Peradaban Islam Madinah (Refleksi terhadap Primordialisme Suku
Auz dan Khazraj), Kalimah: Jurnal Studi Agama-Agama dan Pemikiran Islam, Vol. 15, No. 2,
September 2017, hal. 195
5
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2016), hal. 63
8
baiat, dan diskusi tentang semua persoalan umat sekaligus menjadi pusat
pemerintahan.
b. Jika salah satu kelompok di serang musuh, maka kelompok lain wajib
untuk membelanya.
6
Imad al-Din Abi Fida’ Ismail Ibnu Umar Ibnu Katsir, Al-Bidaayah wa al-Nihaayah, Jilid IV,
(Hijr: Markaz al-Buhuts wa al-Dirasat al-Arabiyyah wa al-Islamiyyah, 1997), hal. 554-561.
9
e. Kewajiban penduduk Madinah, baik kaum Muslimin, non-muslim,
maupun bangsa Yahudi, saling membantu secara moril dan materiil.
7
Faisal Ismail, Sejarah dan Kebudayaan Islam Periode Klasik (Abad VII-XIII M),
(Yogyakarta: IRCiSoD, 2017), hal. 44-45
8
Ibid, hal. 161-163
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
Zubaidi, Sujiat. et al. 2013. Kritik Epistemologi dan Model Pembacaan Kontemporer.
Yogyakarta: LESFI.
12