Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PERADABAN ISLAM RASULULLAH PERIODE MADINAH

( 622-632 M )
Disusun guna untuk memenuhi tugas

Mata kuliah : Sejarah Peradaban Islam

Dosen Pengampu : Diana, M.pdi

Disusun oleh :

Agung Pangestu (2011060287)

Chalvin Ayuba (2011060220)

Uswah Dian Ma’arifah (2011060171)

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN RADEN INTAN LAMPUNG

TAHUN AJARAN 2021/2022


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Arti Nabi Hijrah Madinah............................................................................2


B. Dasar Politik di Madinah.............................................................................3
C. Piagam madinah : Darussalam dan Darul Islam..........................................4

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..................................................................................................5
B. Saran............................................................................................................6
C. Daftar Pustaka..............................................................................................7
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puja dan puji senantiasa kita ucapkan kepada Allah SWT atas
limpahan rahmat, thaufik dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
yang diberikan keoada kami.

Shalawat beserta salam juga kepada nabi besar kita nabi Muhammad SAW. Yang telah
membimbing kita dari zama kegelapan menuju zaman terang benderang seperti sekarang ini
sehingga menjadi umat muslim yang beriman secara kaffah. Dan semoga kita semua
mendapatkan syafa’atnya di yaumul qiyamah kelak.

Adapun tujuan utama dari penulis makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Sejarah Peradaban Islam, yang membahas tentang “Peradaban Islam Rasulallah
Periode madinah (622-632 M)”.

Kami ucapkan terimakasih kepada ibu Diana M.Pd.I selaku dosen pembimbing mata
kuliah Sejarah Peradaban Islam, dan kepada semua pihak kelompok makalah yang telah
membantu penulisan dari awal hingga selesai. Demikianlah, kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan dalam penulisan makalah ini, dan kami juga mengharapkan kritik dan
sarannya.

Lampung, Maret 2021

Penyusun
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Madinah Al Munawarah, awalnya kota ini bernama Yastrib. Kota Madinah menjadi
pusat kebudayaan Islam setelah Nabi Muhammad berhijrah dari Makkah ke Yasrib. Setelah
Nabi berhijrah ke Yasrib, maka kota tersebut dijadikan pusat jamaah kaum muslimin, dan
selanjutnya menjadi ibu kota negara Islam yang segera didirikan oleh Nabi dengan diubah
namanya menjadi Madinah, dan di Madinahlah untuk pertama kali lahir satu komunitas
Islam yang bebas dan merdeka di bawah pimpinan Nabi Muhammad.

Namun sebelum kedatangan islam, masyarakat Yasrib menganut agama yahudi dan
Nasrani, selain itu sebagian masyarkat Yasrib menganut agama Pagan, yaitu kepercayaan
kepada benda dan kekuatan alam. Seperti matahari, bintang, dan bulan. Para penganut agama
ini mempunyai keyakinan bahwa manusia pilihan dan agama yang dianutnya adalah paling
benar. Masyarakat Yasrib terdiri dua kelompok besar, yaitu kelompok Yahudi dan kelompok
Arab, kelompok Yahudi terdiri tiga kelompok utama yaitu Bani Qainuqa, Bani Quraizah, dan
Bani Nadir. Sementara itu kelompok Arab terdiri dari dua suku utama, suku Aus dan suku
Khazraj, kehidupan kedua kelompok tersebut kurang harmonis karena sering bertikai
memperebutkan wilayah.

Letak kota Yasrib sangat strategis yaitu dijalur perdagangan yang menghubungkan
Yaman diselatan dan Syria Utara. Tempat ini juga daerah yang subur dan menjadi pusat
pertanin di Jazirah Arab. Oleh karena itu masyarakatnya banyak yang bercocok tanam.
Walaupun demikian ada kelompok masyrakat yang berdagang dan berternak.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Arti hijrah Nabi ke Madinah ?
2. Bagaimana Dasar berpolitik di Madinah ?
3. Bagaimana Piagam madinah : Darussalam dan Darul Islam ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Arti hijrah Nabi ke Madinah
2. Mengetahui Dasar berpolitik di Madinah
3. Mengetahui Piagam madinah : Darussalam dan Darul Islam
BAB II

PEMBAHASAN

A. Arti Nabi Hijrah Madinah

Secara etimologis, hijrah berarti pindah, meninggalkan tempat tinggalnya untuk menuju
ke suatu tempat yang baru, atau mengungsi karena alasan tertentu. Pada masa perjuangan
menyebarkan Islam, Rasulullah s.a.w dan para sahabatnya, pertama kali berhijrah ke Habsyah
(Abisinia) yang rakyatnya beragama Kristen namun rajanya Najasyi bersifat adil. Hal ini
terjadi pada tahun ke lima setelah beliau dianggkat menjadi Nabi. Hijrah ini terdiri dari dua
gelombang: pertama diikuti oleh 14 orang, dan kedua 100 orang. Faktor pemicu hijrahnya
Rasulullah saw. ke Habsyah adalah karena perbedaan keimanan. Di satu pihak kaum Quraisy
adalah penyembah berhala dan bersikukuh mempertahankan ajaran nenek moyangnya,
bahkan mereka memaksa para pengikut Muhammad s.a.w untuk menghasut, dan keluar dari
ajaran Muhammad s.a.w. Di sisi lain, Muhammad s. a. w dan para pengikutnya adalah
penganut agama tauhid yang karena keimanan dan kecintaan mereka kepada Allah s.w.t,
tidak rela menanggalkan keyakinannya hanya karena kesulitan yang dihadapi berupa
intimidasi, ancaman, boikot, dan upaya pembunuhan.

Alasan Nabi Muhammad Saw untuk berhijrah, karena tekanan dan gangguan bahkan
ancaman masyarakat quaisy terhadap Nabi. Melihat kondisi seperti itu Nabi mulai mengatur
strategi penyelamatan para pengikutnya dari ancaman dan siksaan kafir quraisy. Dalam hijrah
ke habsyi Nabi berhasil dalam mengembangkan dakwah islam dengan ditandai masuknya
raja Nejus mengikuti ajaran Nabi Muhammad Saw. Kemudian melanjutkan misinya untuk
berhijrah ke Thaif, dalam misinya Nabi ke kota Thaif hanya ada satu keluarga yang
memperdulikan perjuangan berdakwah yaitu keluarga dari Rabiah,dan bisa dikatan dalam
hijrah ke kota Thaif mengalami kegagalan.Cobaan berat yang dialami Nabi Muhammad
Saw. Dalam masa memperjuangkan untuk mnyerukan ajaran islam tidak ada yang
menyurutkan perjuangannya.

Berawal ketika terbesit pikiran Nabi bersamaan dengan datangnya musim haji.ketika
upacara haji hampir selesai, Nabi Muhammad Saw menaruh perhatian terhadap suatu
kerumunan yang terdiri dari 6 orang pemuda yang tampak seperti orang asing. Mereka adalah
para pemuda yang datang dari Yatsrib/Madinah. Nabi menemui mereka dan menyampaikan
ajaran Islam yang diterimanya dari Allah Swt. Beliau juga menganjurkan kepada mereka agar
mengikuti seruan Tuhan. Selain itu, beliau juga menyampaikan penderitan dan siksaan yang
dilakukan kafir quraisy kepadanya dan kepada umat Islam.Setelahnya pemuda kembali ke
yatsrib,mereka menyampaikan berita tentang adanya seorang Rasul ditengah-tengah
masyarakat arab untuk menunjukkan mereka jalan yang lurus dan menyelamatkan mereka
dari jalan kehidupan yang sesat. Sebagian pengikut yahudi gembira mendengar berita
datangnya Rasul terakhir yang mereka nyatakan dalam kitab suci.
Pada tahun 621 M, Nabi Muhammad Saw menemui rombongan haji dari Yatsrib/Madinah.
Rombongan tersebut berjumlah sekitar 12 orang. Nabi Muhammad Saw menyampaikan
dakwahnya dan mereka menyatakan keislamanya dihadapan Nabi Muhammad Saw. Begitu
juga mereka mengadakan persetujuan untuk membantu Nabi Muhammad Saw dalam
menyebarkan ajaran Islam. Oleh karena pertemuan tersebut dilakukan dibukit Aqabah, maka
kesepkatan yang mereka buat disebut perjanjian Aqabah I . Antara lain isi perjanjian sebagai
berikut:

1) Mereka menyatakan setia kepada Nabi Muhammad Saw.


2) Mereka menyatakan rela berkorban harta dan jiwa.
3) Mereka bersedia ikut menyebarkan ajaran islam yang dianutnya
4) Mereka menyatakan tidak akan menyukutukan Allah Swt.
5) Mereka menyatakan tidak akan membunuh.
6) Mereka menyatakan tidak akan melakukan kecurangan dan kedustaan.

Salah satu sahabat Nabi yang bernama Mush’ab bin Umair untuk membantu penduduk
Yatsrib/Madinah yang telah menyatakan keislamannya dalam menyebarkan ajaran di kota
tersebut.

Pada tahun 622 M, jamaah Yatsrib datang kembali ke kota Mekah untuk melaksanakan
ibadah haji. Jamaah itu berjumlah sekitar 73 orang. Mereka menemui Nabi Muhammad
Saw,dan atas nama penduduk Yatsrib mereka menyampaikan pesan untuk disampaikan
kepada Nabi.Pesan itu berisi “permintaan masyarakat Yatsrib agar Nabi Muhammad Saw
bersedia datang ke kota mereka, memberikan penerangan tentang ajaran islam dan
sebagainya”. Permohonan itu dikabulkan Nabi muhammad Saw dan beliau menyatakan
kesediaannya untuk datang dan berdakwah disana. Untuk memperkuat kesepakatan itu,maka
diadakanlah perjanjian kembali bukit Aqabah,atau yang kita kenal dengan perjanjian Aqabah
II. Isi perjanjian Aqabah II sebagai berikut:

1) Penduduk Yatsrib siap dan bersedia melindungi Nabi Muhammad Saw.


2) Penduduk Yatsrib ikut berjuang dalam membela Islam dengan harta dan jiwa.
3) Penduduk Yatsrib ikut berusaha memajukan agama islam dan menyiarkan kepada sanak
keluarga mereka.
4) Penduduk Yatsrib siap menerima segala resiko dan tantangan.
Dengan keputusan ini dihadapan Nabi Saw terbukalah harapan baru untuk memperoleh
kemenangan ,karena telah mendapat jaminan bantuan dan perlindungan dari masyarakat
Yatsrib/Madinah. Kemudian Nabi Saw memerintahkan kepada sahabat-sahabatnya untuk
hijrah ke Yatsrib/Madinah,karena di kota Mekah mereka tidak dapat hidup tenangdan bebas
dari gangguan, ancaman dan penyiksaan dari orang-orang kafir Quraisy.

Selain itu, ada beberapa faktor yang mendoorong Nabi memilih Yatsrib/Madinah sebagai
tempat hijrah umat islam. Pertama,Yatsrib adalah tempat yang paling dekat. Kedua, sebelum
diangkat menjadi Nabi,beliau telah mempunyai hubungan baik dengan penduduk kota
tersebut.
B. Dasar Berpolitik Negeri Madinah

• Piagam Madinah Sebagai Dasar Kesatuan Politik


Sebagaimana diketahui, ketika Rasul saw mendirikan negara Madinah,
masyarakat madinah terdiri dari beberapa kelompok. Pertama, kelompok kaum muslim
dari kalangan kaum muhajirin dan anshar, dan ini adalah kelompok mayoritas. Kedua,
kelompok musyrik yang berasal dari kabilah-kabilah yang ada di Madinah.Mereka sudah
terwarnai oleh opini Islam dan tidak lagi nampak sebagai masyarakat tersendiri. Ketiga,
kelompok Yahudi dari berbagai kabilah yang tinggal di wilayah Kota Madinah, termasuk
Yahudi Bani Qainuqa, dan kelompok yahudi yang tinggal di luar kota madinah yaitu
Yahudi Bani Nadhir dan Bani Quraidzah. Kelompok Yahudi ini merupakan komunitas
yang terpisah dengan komunitas kaum muslim, pemikiran dan perasaan mereka berbeda
dengan kaum muslim. Begitu pula metode pemecahan masalah diantara mereka.Sehingga
mereka merupakan kelompok masyarakat tersendiri yang terpisah dari masyarakat
Madinah.
Yahudi sejak lama telah mengintimidasi masyarakat Madinah.Oleh karenanya
mereka merupakan masalah yang mungkin muncul paling awal ketika negara Madinah
baru berdiri.Masalah ini memerlukan solusi. Maka segera setelah Rasulullah Saw hijrah
dan melakukan peleburan dan penyatuan seluruh kaum Muslimin hingga kondisinya
stabil dan kokoh, baik melalui strategi muakho (mempersaudarakan kaum Muslim
dengan persaudaraan yang kuat dan berimplikasi pada aspek mu’amalah, harta dan
urusan mereka) maupun pembangunan mesjid yang berpengaruh pada pembinaan
ruhiyah mereka, pada tahun 622 M Rasulullah saw menyusun teks perjanjian yang
mengatur interaksi antar kaum muslim dan sesama warga negara, hak dan kewajiban
warga negara dan hubungan luar negeri. Piagam ini juga secara khusus mengatur dan
membatasi secara tegas posisi kaum Muslim dan kaum Yahudi, mengatur interaksi di
antara mereka dan merumuskan kewajiban-kewajiban yang harus mereka pikul dengan
kebijakan khusus. Dengan kata lain, sebagaimana disebutkan oleh Jaih Mubarak ,
Piagam Madinah telah menjadi dasar persatuan penduduk Yatstrib yang terdiri atas
Muhajirin, Anshar dan Yahudi.
Dengan piagam inilah, kewibawaan negara Islam dan supremasi hukumnya bisa
tegak.Dan ini merupakan modal awal bagi negara yang baru berdiri untuk menjaga
stabilitas dalam negerinya dan fokus pada upaya membangun berbagai aspek yang
menjadi jalan bagi terealisasinya pengaturan berbagai urusan umat, baik di dalam
maupun di luar negeri. Melaui Piagam Madinah, semua warga Madinah saat itu
meskipun mereka berasal dari berbagai suku (plural/heterogen) dipersatukan sebagai satu
komunitas (ummah). Hubungan antara sesama warga yang muslim dan yang non muslim
didasarkan atas prinsip-prinsip bertetangga yang baik, saling membantu dalam
menghadapi agresi dari luar dan menghormati kebebasan beragama. Melalui perjanjian
ini pula seluruh warganegara (baik muslim maupun non muslim), maupun negara
bertetangga yang terikat dengan perjanjian terjamin hak dan kewajiban politiknya secara
adil dan merata.
Dari semua penjelasan di atas, jelas, bahwa persyaratan sebuah negara, walaupun
masih sederhana, telah terpenuhi di Madinah, yakni ada wilayah, pemerintahan, negara,
rakyat, kedaulatan dan ada konstitusi.Hal ini sekaligus menampik pendapat-pendapat
yang menolak adanya hubungan antara agama Islam dengan politik kenegaraan.
Realita politik Madinah merupakan rangkaian strategis yang berimplikasi pada
masyarakat Islam yang menerima perubahan-perubahan positif diantaranya: Pertama,
Ikatan daerah atau wilayah, Dari sini Madinah merupakan tempat tinggal bagi ummat
Islam. Kedua, jiwa kemasyarakatan, artinya dengan pemikiran dari ummat Islam
Madinah dapat dipersatukan untuk tujuan yang sama. Ketiga, dominasi politik, hal ini
terjadi karena keterlibatan ummat Islam secara langsung berperan dalam urusan-urusan
politik. Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan Negara baru itu, Nabi SAW segera
meletakan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat, dasar-dasar itu antara lain.

Dasar pertama adalah sarana terpenting untuk mewujudkan rasa persaudaraan, yaitu
tempat pertemuan. Sarana yang dimaksud adalah masjid, tempat untuk melakukan ibadah
kepada Allah SWT secara berjamaah, yang juga dapat digunakan sebagai pusat kegiatan
untuk berbagai hal, seperti belajar-mengajar, mengadili perkara - perkara yang muncul
dalam masyarakat, musyawarah, dan transaksi dagang. Nabi SAW merencanakan
pembangunan masjid itu dan langsung ikut membangun bersama-sama kaum muslimin.
Masjid yang dibangun ini kemudian dikenal sebagai Masjid Nabawi. Ukurannya cukup
besar, dibangun di atas sebidang tanah dekat rumah Abu Ayyub al-Anshari. Dindingnya
terbuat dari tanah liat, sedangkan atapnya dari daun-daun dan pelepah kurma. Di dekat
masjid itu dibangun pula tempat tinggal Nabi SAW dan keluarganya.

Dasar kedua yang ditegakkannya adalah Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan di dalam


Islam), yaitu antara kaum Muhajirin (orang-orang yang hijrah dari Mekah ke Madinah)
dan Anshar (penduduk Madinah yang masuk Islam dan ikut membantu kaum Muhajirin).
Nabi SAW mempersaudarakan individu-individu dari golongan Muhajirin dengan
individu-individu dari golongan Anshar. Misalnya, Nabi SAW mempersaudarakan Abu
Bakar dengan Kharijah bin Zaid, Ja'far bin Abi Thalib dengan Mu'az bin Jabal. Dengan
demikian diharapkan masing-masing orang akan terikat dalam suatu persaudaraan dan
kekeluargaan. Dengan persaudaraan yang semacam ini pula, Rasulullah telah
menciptakan suatu persaudaraan baru, yaitu persaudaraan berdasarkan agama,
menggantikan persaudaraan berdasarkan keturunan.

Dasar ketiga adalah hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak
beragama Islam. Di Madinah, disamping orang-orang Arab Islam juga masih terdapat
golongan masyarakat Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek
moyang mereka. Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad SAW
mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka. Sebuah piagam yang menjamin
kebebasan beragama orang-orang yahudi sebagai komunitas dikeluarkan. Setiap
golongan masyarakat memiliki hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan,
kemerdekaan beragama dijamin, dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban
mempertahankan keamanan negeri itu dari serangan luar.
C. Piagam Madinah: Darussalam dan Darul Islam
1. Pengertian dan Sejarah Piagam Madinah

Piagam Madinah (bahasa Arab: ‫صحیفة المدینه‬, shahifatul madinah) juga dikenal
dengan sebutan Konstitusi Madinah, ialah sebuah dokumen yang disusun oleh Nabi
Muhammad SAW, yang merupakan suatu perjanjian formal antara dirinya dengan
semua suku-suku dan kaum-kaum penting di Yathrib (kemudian bernama Madinah) di
tahun 622. Dokumen tersebut disusun sejelas-jelasnya dengan tujuan utama untuk
menghentikan pertentangan sengit antara Bani 'Aus dan Bani Khazraj di Madinah.
Untuk itu dokumen tersebut menetapkan sejumlah hak-hak dan kewajiban-kewajiban
bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas-komunitas pagan Madinah;
sehingga membuat mereka menjadi suatu kesatuan komunitas, yang dalam bahasa
Arab disebut ummah. Dalam piagam Madinah setiap kelompok menyepakati 5
perjanjian :

1. Tiap kelompok dijamin kebebasan dalam beragama


2. Tiap kelompok berhak menghukum anggota kelompoknya yang bersalah
3. Tiap kelompok harus saling membantu dalam mempertahankan Madinah baik
yang muslim maupun yang non muslim
4. Penduduk Madinah semuanya sepakat mengangkat Muhammad SAW sebagai
pemimpinnya dan memberi keputusan hukum segala perkara yang dihadapkan
kepadanya
5. Meletakkan landasan berpolitik, ekonomi dan kemasyarakatan bagi negeri
Madinah yang baru dibentuk. Sementara perekonomian Madinah dikuasai oleh
orang Yahudi yang terkenal mahir dalam melakukan aktivitas perekonomian.
Kebijakan tersebut di antaranya melarang riba, gharar, ihtikar, tadlis dan
market inefficiency. Dasar berpolitik negeri Madinah adalah prinsip keadilan
yang harus dijalankan kepada setiap penduduk tanpa pandang bulu. Dalam
perinsip keadilan diakui adanya kesamaan derajat antara manusia yang satu
dengan manusia yang lain, yang membedakan di antara mereka hanyalah
taqwa kepada Allah. Yang lain adalah prinsip musyawarah untuk memecahkan
segala persoalan dengan dalil al-Qur’an “ Dan bermusyawarahlah di antara
mereka.

2. Sejarah Terbentuknya Piagam madinah

Piagam Madinah disepakati tidak lama sesudah umat muslim pindah ke


Yatsrib yang waktu itu masih tinggi rasa kesukuannya. Oleh karena itu ada baiknya kita
mengetahui motif apa yang menjadi latar belakang hijrahnya umat Muslim Mekkah ke
Madinah yang waktu itu masih bernama Yatsrib. Hal ini penting untuk kita mengetahui
mengapa agama Islam yang lahir di Mekkah itu justru malah kemudian dapat
berkembang subur di Madinah. Dan kemudian mendapat kedudukan yang kuat setelah
adanya persetujuan Piagam Madinah.
Sebelum Nabi melaksanakan hijrah, Beliau banyak mendapat ancaman dari kafir
Quraisy. Tidak hanya gangguan psikis yang Beliau alami, tapi juga diancam secara
fisik. Bahkan beberapa kali diancam untuk dibunuh. Tapi Nabi selalu sabar dalam
menghadapi gangguan-gangguan tersebut. Dasar yang dipakai Nabi dalam menghadapi
gangguan kaum kafir Quraisy tersebut adalah surat Fushshilat ayat 34,

{‫َاوةٌ َكأَنَّهُ َو ِل ٌّي حَمِ ی ٌم‬


َ ‫عد‬َ ُ‫س ُن َف ِإذَا الَّذِي بَ ْینَكَ َوبَ ْینَه‬ َ ‫سیِِّئ َةُ ا ْد َف ْع بِالَّتِي ه‬
َ ‫ِي أ َ ْح‬ َّ ‫سنَةُ َوالَ ال‬
َ ‫ست َ ِوي ا ْل َح‬
ْ َ ‫} َوالَ ت‬

Artinya: Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan
cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada
permusuhan seolah-olah Telah menjadi teman yang sangat setia.

3. Darussalam dan Darul Islam

Sebelum jernih menilai apakah Madinah Darul Islam atau Darussalam, kita perlu
mengetahui definisi para ulama tentang keduanya.

Darul Islam adalah istilah syar’i dalam tsaqafah (khazanah keilmuan) Islam. Istilah
Darul Islam biasa dipakai dalam kitab-kitab klasik karya para ulama salafus shalih dalam
pembahasan sirah atau tarikh (sejarah). Begitu pula dalam pembahasan fiqh yang terkait
pemerintahan, istilah Darul Islam juga banyak disebutkan dalam kitab-kitab Mu’jam atau
kamus yang disusun oleh para ulama. Darul Islam terdiri dari dua kata; Daar dan Al-Islam.
‘Daar’ , secara bahasa bermakna al-arshah (halaman rumah), al-bina’ (bangunan rumah), al-
mahallah (distrik atau wilayah). Oleh karena itu, setiap tempat yang didiami oleh suatu kaum
disebut daar (negeri atau wilayah) mereka. Masih di dalam kitab yang sama, makna ‘daar’
secara istilah syar’i bisa berkonotasi kabilah, bisa berkonotasi balad (negeri atau wilayah).

Sedangkan kata Darussalam dalam khazanah Islam, jika kita merujuk kepada al-
qur’an, kata Darussalam yang disebut Allah dalam al-quran surat Yunus:25 dan al-qur’an
surah al-An’am:127 dimaknai mayoritas mufassir dengan surga. Sebagian ulama juga
memaknai Darussalam sebagai nama surga.

Berbeda dengan di Makkah, Dakwah Nabi Muhammad di Yastrib yang penuh


keteladanan mengundang simpati masyarakat hingga mereka berbondong-bondong masuk
Islam. Singkat sejarah, setelah Islam berjaya di Yastrib, maka Nabi Muhammad kemudian
merubah nama Kota itu menjadi Madinatul Munawwarah atau Madinah yang berarti Kota
yang tercerahkan. Nabi Muhammad mendirikan Madinah sebagai Negara yang Darus Salam
(Negara Damai) bukan Darul Islam (Negara Islam). Dengan konsep itu, orang Nasrani dan
Yahudi bisa hidup berdampingan dengan umat Islam waktu itu.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Madinah Al Munawarah, awalnya kota ini bernama Yastrib. Kota Madinah


menjadi pusat kebudayaan Islam setelah Nabi Muhammad berhijrah dari Makkah
ke Yasrib. Setelah Nabi berhijrah ke Yasrib, maka kota tersebut dijadikan pusat
jamaah kaum muslimin, dan selanjutnya menjadi ibu kota negara Islam yang
segera didirikan oleh Nabi dengan diubah namanya menjadi Madinah, dan di
Madinahlah untuk pertama kali lahir satu komunitas Islam yang bebas dan
merdeka di bawah pimpinan Nabi Muhammad, dalam berdakwah rosulullah tidak
menggunakan cara kekerasan tetapi menggunakan politik atau cara yaitu dengan
pondasinya piagam madinah yang membebaskan untuk beragama, adapun juga
membangun masjid, memban-gun sistem pemerintahan dan lain lain.

B. Saran
Kami menyadari makalah ini terbatas dan banyak kekurangan untuk dijadikan
landasan kajian ilmu, maka kepadapara pembaca agar melihat referensi lain yang
terkait dengan pembahasan makalah ini demi relevensi kajian ilmu yang akurat.
Maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dari
pembaca sekalian.
DAFTAR PUSTAKA

Abu Abd Fattah Ali Ben Haj & Muhammad Iqbal, Negara Ideal Menurut
Islam(Jakarta,Ladang Pustaka &intimedia:2002)

Afzalur Rahman,Muhammad sang Panglima Perang,(Yogyakarta,Tajidu


Press,2002)cet I

Ahmad Muhtadi Anshor ,Dar Al-Islam, Dar Al-Harb, Dar Al-Shulh(Epistemé, Vol. 8,
No. 1, Juni 2013)

Akbar S.Ahmed,Rekonstruksi Sejarah Islam ditengah Pluralitas Agama dan


peradaban,(Yogyakarta, Fajar Pustaka Baru,:2003) cet kedua 2003.

Dr.Efrinaldi,MAg.Fikih Siyasah,Dasar-dasar Pemikiran politik Islam,(Jakarta,Granada


Press:2007) Cet I

Drs.Beni Ahmad Saebani,M.Si, Fikih Siyasah pengantar Ilmu Politik


Islam,(Bandung,Pustaka Setia :2007)

M.Solly Lubis,Ilmu Negara,(Medan:Mandar Maju,1990)

Miriam Budiharjo,Opcit,hal 42-44,Wirjono Projodikoro, Asas-asas Ilmu Negara dan


politik,(bandung:PT Eresco,1981)

O.Hashem,Muhammad Sang Nabi penelusuran Sejarah Nabi Muhammad secara


Detail,(Jakarta,Ufuk Press:2007)Cet ke II.

Philip K. Hitti, History of the Arabs, diterjemah RCecep Lukman dkk(Jakarta:PT


Serambi Ilmu semesta:2006 cet II.

Anda mungkin juga menyukai