Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Dinasti Umayyah (661 H/ 750 H)

Dosen Pengampu:
Diana M. Pd.I

Disusun oleh:
Elsa Mayminda (2011060305)
Dwi wildayanti (2011060358)

PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
TAHUN 2021/2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang,
tuhan semesta alam. Yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani, akal dan
pikiran kepada kita sehingga dalam penulisan dapat menyelesaikan makalah ini.
Shalawat serta salam yang tercurah limpahkan kepada baginda nabi Muhammad SAW
yang telah memberikan bimbingannya kepada kita dari kegelapan menuju alam yang
terang benderang seperti sekarang ini sehingga kita menjadi umat muslim yang
beriman secara kaffah.

Tujuan pembuatan makalah ini untuk menyelesaikan tugas kelompok Sejarah


Peradaban Islam dengan pembahasan materi yaitu tentang Dinasti Umayyah. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa mahasiswi di UIN Raden Intan Lampung.
Mohon maaf apabila banyak kesalahan dalam penulisan ataupun kurang dalam materi
yang disampaikan. Atas perhatiannya kami mohon kritik dan sarannya.

Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak atau
rekan-rekan kelompok yang secara langsung ikut serta dalam membantu proses
pembuatan makalah ini. Terutama kepada dosen pembimbing yaitu ibu Dian M. Pd. I
selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah Peradaban Islam. Dan tak lupa penulis juga
menyampaikan banyak terima kasih kepada sahabat-sahabat yang telah berpatisipasi
secara maksimal dalam menyelesikan makalah ini.

Demikian hanya ini yang penulis sampaikan, semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan menfaat nyata untuk masyarakat luas.

Lampung, April 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................................................................


DAFTAR ISI.......................................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................................................................
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................
C. Tujuan Penulisan..............................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Pendirian Dinasti Umayyah..........................................................................................................
B. Pola pemerintahan Dinasti Umayyah.......................................................................................
C. Ekspansi wilayah Dinasti Umayyah..........................................................................................
D. Peradaban islam pada Masa Dinasti Umayyah.............. ………………………………….......
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................................................................
B. Saran..........................................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nama daulah Umayyah itu berasal dari nama Umayyah bin Abdi Syams
bin Abdi Manaf, yaitu salah seorang dari pemimpin-pemimpin kabilah Quraisy di
zaman Jahiliah. Umayyah ini senantiasa bersaing dengan pamannya, Hasyim
binAbdi Manaf, untuk merebut pimpinan dan kehormatan dalam masyarakat dan
bangsanya. Ia memang memiliki unsur-unsur kualifikasi yang diperlukan untuk
berkuasa di zaman Jahiliah itu.

Berdirinya dinasti Bani Umayyah ini dilatarbelakangi oleh peristiwa


tahkim pada perang Siffin. Setelah terbunuhnya Utsman bin Affan, Muawiyah bin
Abi Sufyan beserta sejumlah sahabat lainnya angkat bicara di hadapan manusia
dan mendorong mereka agar menuntut darah Utsman dari orang-orang yang
telah membunuhnya Tragedi kematian Utsman bin Affan, selanjutnya dijadikan
dalih untuk mewujudkan “ambisinya”, Muawiyah dan pengikut menuntut kepada
khalifah Ali, pengganti Utsman agar dapat menyerahkan para pembunuh Utsman
kepada mereka. Karena tuntutan tersebut tidak dipenuhi, maka pihak Muawiyah
menjadikannya sebagai alasan untuk tidak mengakui kekhalifahan Ali bin Abi
Thalib dan memisahkan diri dari pemerintahan pusat.

Keberhasilan Muawiyah mendirikan dinasti Umayyah bukan hanya akibat


dari kemenangan diplomasi di Siffin dan terbunuhnya Khalifah Ali saja, dari sejak
semula Gubernur Suriah itu memiliki basis rasional yang solid bagi landasan
pembanguna politiknya di masa depan. Pertama, dukungan yang kuat dari rakyat
Suriah dan dari keluarga Bani Umayyah sendiri. Kedua, sebagai seorang
administrator, Muawiyah sangat bijaksana dalam menempatkan para
pembantunya pada jabatan-jabatan penting. Ketiga, Muawiyah memiliki
kemampuan menonjol sebagai negarawan. Gambaran dari sifat mulia tersebut
dalam diri Muawiyah setidak-tidaknya tampak dalam keputusannya yang berani
memaklumkan jabatan Khalifah secara turun temurun.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pendirian Dinasti Umayyah
2. Apa yang dimaksud dengan pola pemerintahan Dinasti Umayyah
3. Apa yang dimaksud dengan Ekspensi wilayah Dinasti Umayyah
4. Apa yang dimaksud dengan peradaban islam pada Masa Dinasti Umayyah
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan pendirian
Dinasti Umayyah
2. Untuk mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan pola
pemerintahan Dinasti Umayyah
3. Untuk mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan Ekspensi
wilayah Dinasti Umayyah
4. Untuk mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan peradaban
islam pada Masa Dinasti Umayyah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendirian Dinasti Umayyah

Kerajaan Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan pada
tahu. 41H/661 M di Damaskus dan berlangsung hingga pada tahun 132 H/ 750
M. Muawiyah bin Abu Sufyan adalah seorang politisi handal di mana pengalaman
politiknya sebagai Gubernur Syam pada zaman Khalifah Usman bin Affan cukup
mengantarkan dirinya mampu mengambil alih kekuasaan dari genggaman
keluarga Ali bin Abi Thalib. Tepatnya Setelah Husein putra Ali bin Thalib dapat
dikalahkan oleh Umayyah dalam pertempuran diKarbala. Kekuasaan dan
kejayaan.
Muawiyah dinilai memiliki cukup persyaratan untuk menjadi pemimpin,
beliau berasal dari keluarga bangsawan kaya dan dihormati oleh masyarakatnya.
Pada awal perkembangan Islam, sebagian besar anggota keluarga Dinasti Bani
Umayyah menentang dakwah Nabi Muhammad saw. Namun ketika beliau dan
umat Islam berhasil menduduki kota Mekah pada tahun 8 H/630 M, keluarga
Bani Umayyah menyerah dan menyatakan bersedia masuk Islam. Sedangkan
Muawiyah sendiri telah masuk Islam sebelum peristiwa Fathu Makkah.

Pada masa Rasulullah, Muawiyah turut serta dalam Perang Hunain. Ia


merupakan salah satu penulis wahyu. Karir politik Muawiyah terus berlanjut
pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar as-Siddiq. Ia mendampingi
saudaranya Yazid bin Abu Sufyan ke Syam dan berhasil menaklukkan negeri
tersebut ke kekuasaan Islam. Ketika Yazid wafat, Abu Bakar mempercayakan
kepada Muawiyah menjadi gubernur untuk wilayah Syam, menggantikan Yazid.
Keputusan Abu Bakar didukung oleh sahabat Umar dan Usman. Pada masa
pemerintahan Umar, Muawiyah masih dipercaya sebagai gubernur wilayah Syam.
Pada masa pemerintahan Khalifah Usman ibn Affan (23-35 H/644-656 M),
Muawiyah diangkat kembali menjadi gubernur Wilayah Syam dengan ibu kota
Damaskus. Ia menguasai wilayah Syam sekitar dua puluh tahun. Hampir seluruh
penduduk Syam sangat setia kepada Muawiyah. Ketika Usman ibn Affan
meninggal karena terbunuh pada saat membaca Al-Qur'an, Muawiyah menuntut
Khalifah Ali ibn Abi Thalib yang waktu itu diangat sebagai khalifah menggantikan
Usman, untuk mengusut tuntas siapa saja yang terlibat dalam kasus
pembunuhan terhadap Khalifah Usman bin Affan.

Atas dasar tuntutan tersebut, Muawiyah tidak mau mengakui Ali ibn Abi
Thalib (35-40 H/656-661 M) sebagai khalifah sampai Ali bisa menemukan dan
menghukum pembunuh Khalifah Usman. Ali menganggap Muawiyah sebagai
pemberontak karena tidak mau mengakui kekhalifahannya, dan atas dasar itulah
Ali memerangi Muawiyah, kemudian terjadi perang antara tentara Ali dan
Muawiyah, peperangan tersebut disebut sebagai Perang Siffin. Pada peristiwa
Siffin pasukan Ali hampir mendapatkan kemenangan, namun tiba-tiba dari pihak
Muawiyah mengangkat Al-Qur'an dengan tombak sebagai tanda berdamai. Ide
untuk mengangkat Al-Qur'an sebagai tanda berdamai merupakan siasat dari
pengikut setia Muawiyah yaitu Amr ibn Ash, seorang politisi, dan diplomat ulung.
Ali sendiri pada mulanya ragu akan niat baik damai dari pihak Muawiyah yang
hampir mengalami kekalahan. Pasukan Ali terbelah menjadi dua, satu pihak
setuju damai dan di lain pihak menolak. Namun pada akhirnya Ali menerima
tawaran damai dengan cara tahkim (arbitrase).

Dalam peristiwa tahkim, kedua belah pihak setuju mengutus utusan.


Pihak Muawiyah diwakili oleh Amr ibn Ash dan dari pihak Ali diwakili oleh Abu
Musa al-Asy'ari. Pada waktu tahkim masing-masing pihak menyepakati untuk
menurunkan jabatan Ali dan Muawiyah. Amr ibn Ash mempersilahkan Abu Musa
sebagai orang yang lebih tua berpidato mewakili Ali. Setelah selesai berpidato
yang salah satu isinya menurunkan Ali sebagai khalifah, maka giliran Amr ibn
Ash berbicara mewakili Muawiyah. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Amr ibn
Ash untuk mengumumkan kepemimpinan Muawiyah, karena Abu Musa telah
menurunkan Ali sebagai khalifah. Dengan siasat ini, peristiwa tahkim lebih
menguntungkan pihak Muawiyah dan menimbulkan kekecewaan bagi pihak Ali,
sehingga banyak tentara Ali yang keluar dari barisan yang dikenal dengan
kelompok Khawarij. Kaum Khawarij menganggap bahwa yang terlibat dalam
peristiwa tahkim telah melakukan dosa besar sehinga semuanya harus bertobat
atau dibunuh. Kelompok Khawarij berencana membunuh Ali, Muawiyah, dan
Amr. Namun, hanya kelompok yang diketuai Abdurrahman bin Muljam yang
berhasil membunuh Ali. Sedangkan Muawiyah dan Amr tidak berhasil dibunuh
oleh kelompok Khawarij, karena kedua tokoh tersebut dikawal dengan
pengawalan ekstra ketat, meniru gaya pengawalan kerajaan Romawi.

Kekuasaan Dinasti Bani Umayyah dimulai pada masa berkuasanya


Muawiyah bin Abu Sufyan, tepatnya setelah terbunuhnya Ali bin Abi Thalib.
Setelah Ali wafat, orang-orang Madinah membaiat Hasan bin Ali, namun Hasan
cenderung mengalah dan menyerahkan jabatan kekhalifahan kepada Muawiyah
bin Abu Sufyan. Hal ini dilakukan Hasan dengan tujuan menghindari perang
berkepanjangan dan timbulnya banyak fitnah di internal kaum Muslimin, mulai
dari terbunuhnya Usman bin Affan, pertempuran Shiffin, Perang Jamal dan
pengkhianatan orang-orang Khawarij dan Syi‘ah. Hasan setuju menyerahkan
jabatan kekhalifahan kepada Muawiyah dengan syarat syarat sebagai berikut:
1. Muawiyah tidak menaruh dendam terhadap penduduk Madinah, Hijaz, dan
Irak;
2. Muawiyah harus membayar utang-utangnya (kepada Hasan dan Husain
dengan sejumlah uang dari pajak);
3. Setelah Muawiyah, pemilihan atau pengangkatan khalifah harus diserahkan
kembali kepadanya dan musyawarah kaum muslimin (Jalaluddin as-Suyuthi:
239). Tentang jumlah jaminan Muawiyah kepada Hasan dan Husain
disebutkan sejarawan Philip K. Hitti, mengutip dari sejarawan klasik ad-
Dinawari, at-Thabari, dan al-Ya‘qubi, bahwa Muawiyah akan memberi subsidi
dan pensiun seumur hidup sebesar 5.000.000 dirham dari perbendaharaan
Kufah (Philip K.Hitti, 2005: 236).

Perjanjian tersebut terjadi pada tahun 41/661, tahun tersebut disebut


juga Am al-Jamaah (tahun persatuan) karena kaum Muslimin bersatu dalam satu
kepemimpinan.

Dinasti Bani Umayyah mencapai puncaknya di zaman Al-Walid. Dan


sesudah itu kekuasaan mereka menurun. Silsilah keturunan Muawiyah bin Abi
Sufyan bin Harb bin Umayyah bin Abdi Syamsi bin Abdi Manaf bertemu dengan
Nabi Muhammad SAW pada Abdi Manaf. Turunan Nabi dipanggil dengan
keluarga Hasyim (Bani Hasyim), sedangkan keturunan Umayyah disebut dengan
keluarga Umayyah (Bani Umayyah). Oleh karena itu, Muawiyah dinyatakan
sebagai pembangun Dinasti Umayyah. (Sou’yb Joesoef,1997: 7).

Umayyah adalah pedagang yang besar dan kaya, yang mempunyai 10


anak laki-laki yang semuanya mempunyai kekuasaan dan kemuliaan, di
antaranya Harb, Sufyan, dan Abu Sufyan. Dan Abu Sofyanlah yang pernah
menjadi pemimpin pasukan Quraisy melawan Nabi pada perang Badar Kubra.
Dilihat dari sejarahnya, Bani Umayyah memang begitu kental dengan kekuasaan
(Hasan Ibrahim Hasan,1993: 282).

Hal ini berlanjut pada masa khulafa’ al-rasyidin, Yazid bin Abi Sufyan
ditunjuk oleh Abu Bakar memimpin tentara Islam untuk membuka daerah Syam.
Dan masa Khalifah Umar diserahi jabatan Gubernur di Damaskus. Hal yang sama
dilakukan Umar adalah menyerahkan daerah Yordania kepada Muawiyah.
Bahkan setelah Yazid wafat, daerah yang diserahkan kepadanya diberikan
kepada Muawiyah. Setelah Umar wafat dan digantikan Usman, maka kerabatnya
dari Bani Umayyah (Usman termasuk dari Bani Umayyah) banyak yang
menguasai pos-pos penting dalam pemerintahan. Pada masa Usman inilah
kekuatan Bani Umayyah, khususnya pada Muawiyah semakin mengakar dan
menguat. (al-Maudu-di,1993:146-147). Kekuasaan Muawiyah pada wilayah
Syam tersebut telah membuatnya mempunyai basis rasional untuk karier
politiknya. Karena penduduk Syam yang diperintah Muawiyah mempunyai
ketentaraan yang kokoh, terlatih dan terpilih di garis depan dalam melawan
Romawi. (Ali Mufrodi, 1997: 70).
B. Pola pemerintahan Dinasti Umayyah

Muawiyah bin Abi Sufyan menjadi khalifah pertama dinasti Bani Umayah
setelah Hasan bin Ali bin Abu Thalib menyerahkan kekhalifahannya kepada
Muawiyah. Sebelumnya, Muawiyah menjabat sebagai gubernur syiria. Selama
berkuasa di Syiria, Muawiyah mengandalkan orang-orang Syiria dalam
mempeluas batas wilayah Islam. Ia mampu membentuk pasukan Syria menjadi
satu kekuatan militer Islam yang terorganisir dan berdisiplin tinggi. ia
membangun sebuah Negara yang stabil dan terorganisir.

Dalam pengelolaan pemerintahan, Muawiyah mendirikan du departemen


yaitu pertama, diwanulkhatam yang fungsinya adalah mencatat semua peraturan
yang dikeluarkan oleh khalifah. Kedua, diwanulbarid yang fungsinya adalah
memberi tahu pemerintah pusat tentang perkembangan yang terjadi di semua
provinsi.

Pada masa Muawiyah bin Abu Sufyan inilah suksesi kekuasaan bersifat
Monarchiheridetis (kepemimpinan secara turun temurun) mulai diperkenalkan,
dimana ketika dia mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia
terhadap anaknya, yaitu Yazid bin Muawiyah. Pada 679 Masehi, Mu’awiyah
menunjuk puteranya Yazid untuk menjadi penerusnya.

Muawiyah bin Abu Sufyan menerapkan sistem monarki dipengaruhi oleh


sistem monarki yang ada di Persia dan Bizantium. Dalam perkembangan
selanjutnya, setiap Khalifah menobatkan salah seorang anak atau kerabat
sukunya yang dipandang sesuai untuk menjadi penerusnya. Sistem yang
diterapkan Mu’awiyah mengakhiri bentuk demokrasi. Kekhalifahan menjadi
monarchi heridetis (kerajaan turun temurun), yang di peroleh tidak dengan
pemilihan atau suara terbanyak.

C. Ekspansi Wilayah Dinasti Umayyah

Sebagai pendiri sekaligus khalifah pertama Dinasti Umayyah, Muawiyah


dinobatkan sebagai khalifah di Iliya '(Yerussalem), tahun 40 H / 660 M. Dengan
penobatannya itu, ibu kota provinsi Suriah, yaitu Damaskus, berubah menjadi
ibu kota kerajaan Islam. Meskipun telah resmi dinobatkan sebagai khalifah,
Muawiyah memiliki kekuasaan yang terbatas karena beberapa wilayah tidak
bersedia mengakui kekhalifahannya. Selama proses tahkim berlangsung, 'Amr
bin al-'Ash, tangan kanan Muawiyah, telah merebut Mesir dari tangan
pendukung' Ali. Meskipun, para penduduk di wilayah Irak mengangkat al-Hasan,
putra demikian tertua 'Ali, sebagai penerus' Ali yang sah, sedangkan penduduk di
Mekkah dan Madinah tidak memiliki loyalitas yang kokoh kepada penguasa dari
keturunan Sufyan, karena mereka mengakui kenabian Muhammad pada saat
penaklukan Mekkah. Selain itu,

Seiring berjalannya waktu, Muawiyah berhasil mengatasi hambatan dari


kaum yang menolaknya. Pemerintahan Muawiyah ini tidak hanya terjadi dengan
terciptanya kontrol internal, tetapi juga perluasan wilayah Islam. P8ada masa
pemerintahannya, peta kekuasaan Islam melebar ke arah Timur sampai Kabul,
Kandahar, Ghazni, Balakh, bahkan sampai kota Bukhara. Selain itu, Kota
Samarkand dan Tirmiz menjadi wilayah kekuasaannya. Di Selatan tentaranya
sampai ke tepi sungai Sindus. Sementara itu, di depan Barat panglima Uqbah ibn
Nafi berhasil menaklukkan Kartagona, ibu kota Bizantium di Ifriqiyah.

Mengenai perluasan masa Dinasti Umayyah, Ahmad Syalabi mengatakan


dalam kitabnya, Mausu'at al-Tarikh al-Islami, bahwa perluasan yang dilakukan
pada masa Dinasti Umayyah termasuk tiga hal penting, yaitu:

1) Front pertempuran melawan bangsa Romawi di Asia Kecil. Di masa


pemerintahan Bani Umayyah, pertempuran di front ini telah meluas sampai
kepada pengepungan terhadap kota Konstantinopel dan penyerangan
terhadap beberapa di sekitar Laut Tengah.

2) Depan Afrika Utara. Front ini meluas sampai ke pantai Atlantik dan kemudian
menghubungkan ke selat Jabal Thariq (Gibraltar) sampai ke Spanyol
(Andalusia).

3) Depan Timur. Front ini meluas mulai dari Irak menuju timur yang kemudian
terbagi kepada dua cabang, yang satu menuju ke utara, ke daerah-daerah di
seberang sungai Jihun, serta yang kedua menuju ke selatan, termasuk daerah
Sind, wilayah India di bagian Barat.

D. Peradaban islam pada masa Dinasti Umayyah

Terbentuknya Dinasti Umayyah merupakan gambaran awal bahwa umat


Islam ketika itu telah kembali mendapatkan identitasnya sebagai negara yang
berdaulat, juga merupakan fase ketiga kekuasaan Islam yang berlangsung
selama lebih kurang satu abad (661 - 750 M). Perubahan yang dilakukan, tidak
hanya sistem kekuasaan Islam dari masa sebelumnya (masa Nabi dan
Khulafaurrasyidin) tapi juga Pemindahan ibukota dari Madinah ke Damaskus
melambangkan zaman imperium baru dengan menggesernya untuk selama-
lamanya dari pusat Arabia, yakni Madinah yang merupakan pusat agama dan
politik kepada sebuah kota yang kosmopolitan. Dari kota inilah daulat Umayyah
melanjutkan ekspansi kekuasaan Islam dan mengembangkan pemerintahan
sentral yang kuat, yaitu sebuah imperium Arab.

Ekspansi yang terhenti pada masa khalifah Usman dan Ali, dilanjutkan
kembali oleh dinasti ini. Di zaman Muawiyah,Tuniasia dapat ditaklukan.
Disebelah timur, Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai
oxus dan Afghanistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-
serangan ke Ibukota Binzantium, Konstantinopel.ekspansi ke timur yang
dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh khalifah Abd al-Malik. Ia
mengirim tentara menyebrangi sungai Oxus dan dapat

berhasil menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan


Markhand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai
Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.

Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman Walid ibn


Abdul Malik. Masa pemerintahan Walid adalah masa ketenteraman,
kemakmuran, dan ketertiban. Umat Islam mersa hidup bahagia. Pada masa
pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu
ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa,
yaitu pada tahun 711 M. setelah al-Jajair dan Marokko dapat ditaklukan, Tariq
bin ziyad, pemimpin pasukan Islam,menyeberangi selat yang memisahkan antara
Marokko dengan benua Eropa, dan mendapat di suatu tempat yang sekarang
dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat ditaklukkan.
Dengan demikian Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota
Spanyol, Kordova, dengan cepat dikuasai. Menyusul kota-kota lain seperti Seville,
Elvira dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya
Kordova. Pada saat itu, pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah
karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita
akibat kekejaman penguasa.

Di zaman Umar bin Abdul Aziz, serangan dilakukan ke Prancis melalui


pegunungan Piranee. Serangan ini dipimpin oleh Abdurahman ibn Abdullah al-
Ghafiqi. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam.hal.43.Ia mulai menyerang
Bordeau, Poitiers. Dari sana ia menyerang Tours. Namun dalam peperangan di
luar kota Tours, al-Qhafii terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol.
Disamping daerah-daerah tersebut pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah
juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini.
Selain keberhasilan bani Umayyah dalam ekspansi wilayah, bani Umayyah juga
menorehkan prestasi dalam bidang pembangunan fisik. Pembangunan fisik
tersebut adalah:
1. Membangun pos-pos serta menyediakan kelengkapan peralatannya.
2. Membangun jalan raya.
3. Mencetak mata uang.
4. Membangun panti asuhan.
5. Membangun gedung pemerintahan.
6. Membangun mesjid.
7. Membangun rumah sakit.
8. Membangun sekolah studi kedokteran
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kerajaan Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan


pada tahu. 41H/661 M di Damaskus dan berlangsung hingga pada tahun
132 H/ 750 M. Muawiyah bin Abu Sufyan adalah seorang politisi handal di
mana pengalaman politiknya sebagai Gubernur Syam pada zaman
Khalifah Usman bin Affan cukup mengantarkan dirinya mampu
mengambil alih kekuasaan dari genggaman keluarga Ali bin Abi Thalib.
Muawiyah bin Abi Sufyan menjadi khalifah pertama dinasti Bani Umayah
setelah Hasan bin Ali bin Abu Thalib menyerahkan kekhalifahannya
kepada Muawiyah. Sebelumnya, Muawiyah menjabat sebagai gubernur
syiria. Selama berkuasa di Syiria, Muawiyah mengandalkan orang-orang
Syiria dalam mempeluas batas wilayah Islam. pendiri sekaligus khalifah
pertama Dinasti Umayyah, Muawiyah dinobatkan sebagai khalifah di Iliya
'(Yerussalem), tahun 40 H / 660 M. Dengan penobatannya itu, ibu kota
provinsi Suriah, yaitu Damaskus, berubah menjadi ibu kota kerajaan
Islam.
Terbentuknya Dinasti Umayyah merupakan gambaran awal bahwa
umat Islam ketika itu telah kembali mendapatkan identitasnya sebagai
negara yang berdaulat, juga merupakan fase ketiga kekuasaan Islam yang
berlangsung selama lebih kurang satu abad (661 - 750 M).

B. SARAN

Dari beberapa uraian diatas tentunya banyak sekali kesalahan dan


kekurangan. Semua itu dikarenakan keterbatasan penulis. Untuk itu, demi
kemajuan bersama kami mengharap kritik dan sarannya yang bersifat
membangun untuk lebih sempurnanya dalam pembuatan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Haekal, Muhammad Husain. Sejarah Hidup Nabi Muhammad, terj. Ali Audah. Jakarta:
Litera Antar Nusa, 2006.

Suyuthi, Abdur Rahman bin Abu Bakar al-. Tarikh al-Khulafa`. Mesir: Mathba'ah al-
Sa'adah, 1952.

Khayyath, Khalifah bin. Tarikh Khalifah bin Khayyath. Damaskus: Dar al-Qalam, 1397 H.

Thabari, Muhammad bin Jarir al-. Tarikh al-Umam wa al-Mulk. Beirut: Dar al-Kitab al-
Ilmiyyah, 1407 H.

Fida, Ismail bin Umar bin Katsir al-Qarsyi Abu al-. al-Bidayah wa al-Nihayah, Juz VII.
Beirut: Maktabah al-Ma'arif, tt.

Anda mungkin juga menyukai