Anda di halaman 1dari 12

ISLAM MASA BANI UMAYYAH

Dosen Pengampu:

Dr.Adnan Subhi, M.Ag.

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam

Oleh:

Ali Junandar Sumaga

NIM : 233062005

JURUSAN ILMU HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

IAIN SULTAN AMAI GORONTALO

2023
KATA PENGANTAR PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segalah nikmat dan
karunia yang diberikan kepada penulis sehingga bisa menyelesaikan tugas makalah ini. Sholawat
dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw, yang telah membawa
umatnya kepada kehidupan yang penuh rahmat dan karunia ilmu pengetahuan. Saya sangat
berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.
Saya sebagai penyusun penulis merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami saya. Untuk itu
kami saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Limboto, 08 November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................1
C. Tujuan Rumusan Masalah...................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................... 2
A. Muawiyah bin Abu Sufyan dan Sistem Monarki......................................................................2
1. Muawiyah bin Abu Sufyan.....................................................................................................2
2. Sistem Monarki...................................................................................................................... 3
B. Instabilitasi Politik dan Fitnah Kedua....................................................................................... 4
1. Instabilitasi Politik................................................................................................................. 4
2. Fitnah Kedua.......................................................................................................................... 6
BAB III PENUTUP....................................................................................................................... 8
A. Kesimpulan........................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengan berakhirnya kekuasaan khalifah Ali bin Abi Thalib, maka lahirlah
kekuasan Bbani Umayyah sebagai penerus pemimpin umat iIslam. Pada periode Ali dan
Khalifah sebelumnya. Pola kepemimpinan masih mengikuti keteladanan Nabi. Para
Kkhalifah dipilih melalui proses musyawarah dan kesepakatan bersama. Ketika mereka
menghadapi kesulitan-kesulitan, maka mereka mengambil kebijakan langsung melalui
musyawarah dengan para pembesar yang lainnya. Berbeda dengan pemerintahan
Khulafaur Rasyidin, bentuk pemerintahan bani Umayyah adalah berbentuk kerajaan,
kekuasaan bersifat feudal (penguasaan tanah/daerah/wilayah, atau turun menurun). Untuk
mempertahankan kekuasaan, Kkhilafah berani bersikap otoriter, adanya unsur kekerasan,
diplomasi yang diiringi dengan tipu daya, serta hilangnya musyawarah dalam pemilihan
Kkhilafah. Dinasti bani Umayyah merupakan kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh
Muawiyah Ibn Abi Sufyan.
Pada masa Bani Umayyah, terjadi instabilitas politik dan konflik internal dalam
kekhalifahan. Salah satu peristiwa penting adalah Fitnah Kedua, yang terjadi setelah
pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan pada tahun 656 M. Fitnah Kedua adalah periode
perselisihan dan perang saudara antara pihak-pihak yang berbeda dalam upaya
mengambil alih kekuasaan kekhalifahan. Fitnah Kedua mencakup pertempuran antara
kelompok yang mendukung Ali bin Abi Thalib, sepupu dan menantu Nabi Muhammad,
dengan kelompok yang mendukung Muawiyah.1
B. Rumusan Masalah
1. Muawiyah bin Abi Sufyan dan Sistem Monarki
2. Instabilitasi Politik dan Fitnah Kedua
C. Tujuan Rumusan Masalah
1. Untuk Mengetahui Sejarah Muawiyah dan Bagaimana Sistem Monarki yang
Diterapkannya
2. Untuk Menegetahui Bagaimana Istabilitasi dan Fitnah Kedua

1
Shaban, Islamic History, 110

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Muawiyah bin Abu Sufyan dan Sistem Monarki

1.Muawiyah bin Abu Sufyan


Islam pada masa Bani Umayyah ditandai dengan pemerintahan dinasti Umayyah yang
berkuasa selama hampir satu abad, mulai dari tahun 661 M hingga 750 M. Salah satu tokoh
utama dalam dinasti ini adalah Muawiyah bin Abu Sufyan.

Muawiyah bin Abu Sufyan lahir lahir empat tahun menjelang Rasulullah SAW
menjalankan dakwah di kota Makkah tepatnya pada 602 M.

Beberapa riwayat menyatakan bahwa Muawiyah memeluk Islam bersama ayahnya, Abu
Sufyan bin Harb dan ibunya Hindun binti Utbah tatkala terjadi Fathu Makkah. Namun riwayat
lain menyebutkan, Muawiyah masuk Islam pada peristiwa Umrah Qadha’ tetapi
menyembunyikan keislamannya sampai peritistiwa Fathu Makkah.

Pada masa Khulafaur Rasyidin, Muawiyah diangkat menjadi salah seorang panglima
perang di bawah komando utama Abu Ubaidah bin Jarrah. Kaum Muslimin berhasil
menaklukkan Palestina, Syria (Suriah), dan Mesir dari tangan Imperium Romawi Timur.
Berbagai kemenangan ini terjadi pada masa pemerintahan Umar bin Al-Khathab.

Ketika Utsman bin Affan menjabat sebagai Kkhalifah menggantikan Umar, Muawiyah
diangkat sebagai gubernur untuk wilayah Syria dan Palestina yang berkedudukan di Damaskus
menggantikan Gubernur Abu Ubaidah bin Jarrah.

Muawiyah dikenal sebagai negarawan dan politikus ulung. Ungkapannya tentang hal ini
dicatat sejarah, “Aku tidak akan menggunakan pedangku selagi cambukku sudah cukup. Aku
tidak akan menggunakan cambukku selagi lisanku masih bisa mengatasinya. Jika ada rambut
yang membentang antara diriku dan penentangku, maka rambut itu tidak akan putus selamanya.
Jika mereka mengulurkannya, maka aku akan menariknya. Jika mereka menariknya, maka aku
akan mengulurnya.”

Dalam menjalankan pemerintahannya dia harus mempertahankan kekuasaannya sendiri


dan melakukan beberapa tindakan pengawasan.2, Muawiyah mengubah kebijaksanaan
pendahulunya. Kalau pada masa empat Kkhalifah sebelumnya, pengangkatan Kkhalifah
dilakukan dengan cara pemilihan, maka Muawiyah mengubah kebijakan itu dengan cara turun-
temurun. Karenanya, Kkhalifah penggantinya adalah Yazid bin Muawiyah, putranya sendiri.

2
M.A. Shaban,Islamic History, Terjemahan Mahmun Husein, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993),
92.

2
Muawiyah adalah pendiri Daulah Umawiyah. Pada masa ini kaum Muslimin memperoleh
kemajuan yang sangat pesat. Tidak hanya penyebaran agama Islam, tetapi juga penemuan-
penemuan ilmu lainnya.

Setelah menjabat sebagai gubernur di Palestina selama 10 tahun dan di Syam 10 tahun,
serta sebagai Khalifah Daulah Umawiyah selama 20 tahun, Muawiyah meninggal dunia pada
Kamis pertengahan Rajab 60 H dalam usia 78 tahun.

2. Sistem Monarki
Sejarahnya, monarki sudah ada sejak orang pertama kali mulai membentuk peradaban.
Pada masa-masa awalnya beberapa orang, seperti orang Mesir kuno, melihat raja mereka sebagai
dewa atau sebagai dewa yang sebenarnya. Mulai tahun 1500-an, banyak raja Eropa mengklaim
bahwa kekuatan mereka datang langsung dari Tuhan. Gagasan ini disebut hak ilahi para raja.
Namun, pada tahun 1700-an, semakin banyak warga yang datang untuk melihat raja bukan
sebagai penguasa ilahi tetapi sebagai tiran brutal. Pada 1776, orang-orang di koloni Amerika
memisahkan diri dari monarki Inggris. Mereka membentuk sebuah republik, sebuah negara yang
diperintah oleh rakyat. Karena semakin banyak koloni di seluruh dunia memperoleh
kemerdekaan, mereka hampir selalu berakhir sebagai republik dan bukan monarki.

Sistem monarki yang diperkenalkan oleh Muawiyah mengubah struktur politik Islam, di
mana kekuasaan kepemimpinan tidak lagi berdasarkan pada pemilihan dari umat Muslim,
melainkan menjadi turun-temurun dalam keluarga Bani Umayyah. Hal ini menimbulkan
kontroversi dan ketidakpuasan di kalangan beberapa kelompok, termasuk golongan yang
mendukung sistem Khilafah berdasarkan pemilihan umat Muslim.

Sistem monarki memiliki beberapa jenisnya, yaitu:

1. Monarki Mutlak

Monarki mutlak adalah bentuk pemerintahan yang seluruh kekuasaan pemerintahannya


bersifat tidak terbatas atau mutlak

2. Monarki konstitusional

Monarki kontitusional adalah bentuk pemerintahan di mana kekuasaan raja dibatasi oleh
konstitusi atau undang-undang dasar. Maka, tindakan raja harus sesuai dengan konstitusi

3. Monarki parlementer

Monarki parlementer adalah sistem kerajaan yang di dalam pemerintahannya terdapat


parlemen atau dewan perwakilan rakyat. Para menteri, baik secara individu maupun keseluruhan,
bertanggung jawab kepada parlemen tersebut.3

3
Ibid, 93

3
B. Instabilitasi Politik dan Fitnah Kedua

1. Instabilitasi Politik
Instabilitas politik merupakan aspek penting untuk pertumbuhan ekonomi yang stabil .
Pertumbuhan ekonomi yang diiringi dengan pemeretaan akan meningkatkan pendapatan
masyarakat dan menimbulkan ketentraman di tataran masyarakat.

Terdapat banyak pemimpin pada masa dinasti Umayyah yang menjadi Kkhalifah dengan
kurun waktu yang variatif bervariasi, namun dari kesekian pemimpin tersebut hanya Kkhalifah
Umar bin Abdul Azis yang terlihat paling berprestasi meskipun masa kepemimpinannya tidak
lebih dari tiga tahun, namun pencapaian luar biasa gemilang tercipta dari kebijakan Umar, hanya
beberapa tahun saja menjadi Kkhalifah, Umar mampu merumuskan kebijakan ekonomi sebagai
pemasukan negara dengan memberikan peraturan secara detail pemasukan negara dan
implementasinya.

Analisis Implementasi (Sumber Pemasukan Negara) Pada Masa Khalifah Umar Bin Abdul
Aziz

Sejarah peradaban Islam menunjukkan bahwa sistem aktualisasi perpajakan dan


pengangkatan wazir pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz berjalan baik dan
mendapatkan simpati masyarakat, termasuk Syi’ah, Khawarij, Mu’tazilah dan Mawali. Mereka
mendukung sepenuhnya kebijakan Umar dalam melaksanakan perpajakan, yang dirasakan adil
serta tidak menimbulkan diskriminasi antar suku, golongan maupun keturunan (baik Arab
maupun non-Arab Keberhasilan pengelolaan perpajakan yang dilakukan oleh Umar meliputi :

Penarikan Kkharj

Pembahasan kali ini akan membahas kebijakan Umar dalam menentukan penarikan kharj
ini meliputi bagaimana siystem yang digunakan beliau dalam melakukan penarikan kharj kepada
masyarakat non Muslim. Kebijakan yang beliau terapkan dalam penarikan kharj meliputi
bagaimana cara penarikan serta berapa besar beban kharj yang harus dibayarkan kepada Negara.

Dalam menentukan besaran kharj, Umar menggunakan ukuran yang fleksibel, kondisi
lahan yang satu dengan yang lainnya berbeda. Adapun ukuran yang penulis pahami yang
dijadikan sebagai acuan adalah ukuran yang diterapkan Umar adalah sebesar Wazan sab’ah
(uang dirham baru yang baru diresmikan pada masa Abdul Malik, dan sepuluh dirham baru itu
setara dengan 7 mitsqol/ 10,5 dirham lama) pada masyarakat Kufa

Penyaluran Kharj

Harta kharj yang dihasilkan pada masa khalifah Umar mengalami peningkatan yang
cukup drastis dibandingkan dengan periode pemerintahan seblumnya.. Pemasukan kharj pada
masa Umar di Irak mencapai 140 juta dirham, sedangkan pada masa Abdul Malik yang
gubernurnya Al-Hajjaj hanya mendapatkan 40 juta dirham saja, hal tersebut berpengaruh

4
terhadap sistem pemerintahan yang bersumberkan kepada hal-hal yang bersifat material. 4
Perolehan Al-hajjaj ini sangat jauh dari pemasukan pada masa khalifah Umar bin KhattKhattab
yang pada saat itu sudah mencapai 100 juta dirham.

Pencapaian yang begitu besar ini, disalurkan sesuai dengan kebkijakan khalifah. Umar
mengambil kebijakan menyamakan antara fai’ dengan ghanimah yang menjadi hak seluruh
kaum muslimin. Maka tidak ada salahnya jika harta fai’ digabung dengan harta ghanimah.
Sedangkan menurut Aabu Yyusuf kharj adalah harta fai’

Pada masa Umar, harta kharj dialokasikan untuk kesejahteraan masyarakat selain delapan
ashnaf sebagai penerima zakat. Bentuk perhatian Umar dalam penyaluran harta kharj lebih
kepada memberikan fasilitas umum kepada masyarakat dalam bentuk pembangunan infrastruktur
untuk menunjang kelancaran perekonmian.

Dampak implementasi pengelolaan al-kharj pada masa khalifah Umar bin Aabdul Aaziz

Adapun dampak pengelolaan tersebut dapat dilihat dalam berbagai bidang, diantaranya :

 Bidang Pertanian

Beberapa kebijakan seperti tersebut di pembahasan sebelumnya menjadikan produktifitas


pertanian mengalami peningkatan. Peningkatan ini berupa semakin luasnya lahan pertanian yang
menjadi garapan para petani. Para petani mulai bersemangat untuk mengelola lahannya kembali
dengan fasilitas pengairan yang telah dibangun oleh Umar yang sebelumnya telah mereka
tinggalkan karena lahan yang kurang subur dan masih mendapat tekanan dari petugas berupa
biaya tambahan lainnya selain kharj.

Kebijakan Umar dalam mengembalikan tanah masyarakat yang diambil oleh pejabat Bani
Umayyah berdampak pada semakin luasnya lahan pertanian yang secara otomatis menjadi
potensi pertambahan pemasukan Negara. Luasnya lahan pertanian ini semakin produktif dengan
pembangunan fasilitas umum berupa sungai untuk irigasi pertanian dan pembangunan jalan
untuk memperlancar distribusi hasil panen para petani.

 Bidang Perniagaan

Kebijakan Umar dalam menghapus pajak-pajak tambahan bagi para petani berdampak
langsung terhadap bidang perniagaan. Harga-harga barang dagangan yang berasal dari pertanian
menurun drastis, permintaan menjadi meningkat, perputaran uang di masyarakatpun menjadi
baik dan stabil. Pembangunan fasilitas umum berupa pembangunan jalan dan tempat
peristirahatan semakin memperlancar laju perniagaan di dalam Negeri. Tampat istirahat yang
dibangun oleh Umar ini menyediakan layanan berupa pemenuhan kebutuhan pokok selama satu
hari satu malam. Layanan ini diperuntukkan bagi para pedagang dan hewan tunggangan yang
menjadi alat transportasi mereka. Selain fakctor tersebut, keamajuan perniagaan juga disebabkan
4
Al-‘Abbdly, Fi al- Tarikh al-‘Abbasiy, 30.

5
beberapa kebijakan berupa larangan pejabat Negara untuk terjun dalam perniagaan, mengahapus
penarikan usyr dengan cara kekerasan, tidak mengangkat para pedagang untuk bekerja dalam
pemerintahan, dan penghapusan pajak tambahan selain usyr.

 Bidang Sosial dan Politik.

Salah satu perhatian Umar dalam menjalankan roda pemerintahannya adalah pembenahan
dalam administrasi Negara. Hal ini sangat erat kaitannya dengan pejabat yang mempunyai akses
penuh dengan pengelolaan anggaran baitul maal. Umar mengamankan Negara dengan menindak
para pejabat yang berlaku dhalim dengan pemecatan dan digantikan dengan pejabat yang
layak.Pergantian pejabat ini berpengaruh kepada pengelolaan harta kharj yang mengalami
peningkatan untuk disalurkan kepada masyarakat dan kepentingan umum.

Asas persamaan yang dipakai oleh Umar juga diterapkan dalam memperlakukan kelompok-
kelompok (khawarij, Syiah, Mu’tazilah dan Mmawali) yang menjadi pemberontak pada masa
Kkhalifah sebelum Umar.Dengan tidak membeda-bedakan perlakuan terhadap masyarakat secara
menyeluruh ini menjadikan pertentangan dari kelompok-kelompok pemberontak menjadi sirna.

2. Fitnah Kedua
Perang Saudara Islam II (atau disebut juga Fitnah Kedua) adalah sebuah periode
kekacauan politik dan militer yang melanda umat Islam pada masa-masa awal kekhalifahan
Umayyah. Perpecahan ini terjadi setelah meninggalnya Kkhalifah pertama Umayyah, yaitu
Muawiyah pada 680M dan berlangsung selama sekitar dua belas tahun. Dalam perang ini,
Dinasti Umayyah berhasil mengalahkan dua kelompok penentangnya: pendukung keluarga Ali
yang awalnya dipimpin Husain bin Ali dan dilanjutkan Sulaiman bin Surad serta Mukhtar ats-
Tsaqafi di Irak, maupun kekhalifahan tandingan yang didirikan Abdullah bin az-Zubair di
Mekkah.

Perang ini berakar dari Perang Saudara Islam I (Fitnah Pertama). Setelah terbunuhnya
Kkhalifah ketiga Utsman bin Affan, umat Islam mengalami perang saudara untuk
memperebutkan kepemimpinan, yang utamanya melibatkan Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah
bin Abi Sofyan. Setelah pembunuhan Ali pada 661M dan mundurnya penerusnya Hasan bin Ali
pada tahun yang sama, Muawiyah menjadi penguasa tunggal umat Islam. Sebelum Muawiyah
meninggal, ia menunjuk putranya Yazid sebagai pewaris takhta. Tindakan ini banyak ditentang
karena penunjukan penerus melalui garis keturunan belum pernah dilakukan dalam sejarah
Islam.

Hal ini memicu ketegangan sepeninggal Muawiyah dan setelah berpindahnya tampuk
kekhalifahan ke tangan Yazid. Husain bin Ali diajak oleh pendukung keluarganya di Kufah
untuk melengserkan Dinasti Umayyah, tetapi ia terbunuh dalam perjalanan ke Kufah dalam
Pertempuran Karbala pada Oktober 680M. Abdullah bin az-Zubair melancarkan perlawanan
terhadap Yazid yang berpusat di Mekkah dan meluas hingga Madinah serta seluruh Hijaz berada
di bawah pengaruhnya. Yazid mengirim pasukannya untuk menyerang Madinah dan Mekkah,

6
tetapi ia meninggal pada November 683M. Sepeninggal Yazid, seluruh wilayah kekhalifahan
(kecuali Syam) melepaskan diri dari kekuasaan Umayyah dan hampir seluruhnya tunduk kepada
Ibnu az-Zubair.

Setelah peperangan ini, Abdul Malik melakukan perubahan struktur pemerintahan


kekhalifahan Umayyah dengan meningkatkan kekuasaan pusat khalifah, serta mereformasi
angkatan tentara dan birokrasi. Perkembangan yang terjadi selama perang saudara ini
memperkuat perpecahan sektarian dan menyebabkan pengembangan doktrin-doktrin dalam
agama Islam yang kelak menjadi bagian dari kelompok Sunni dan Syiah. Hingga saat ini
Peristiwa Karbala yang terjadi dalam perang ini diperingati umat Muslim Syiah pada Hari
Asyura.

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam pada masa Bani Umayyah ditandai dengan pemerintahan dinasti Umayyah yang
berkuasa selama hampir satu abad, mulai dari tahun 661 M hingga 750 M. Salah satu tokoh
utama dalam dinasti ini adalah Muawiyah bin Abu Sufyan.

Sejarahnya, monarki sudah ada sejak orang pertama kali mulai membentuk peradaban.
Sistem monarki yang diperkenalkan oleh Muawiyah mengubah struktur politik Islam, di mana
kekuasaan kepemimpinan tidak lagi berdasarkan pada pemilihan dari umat Muslim, melainkan
menjadi turun-temurun dalam keluarga Bani Umayyah

Instabilitas politik merupakan aspek penting untuk pertumbuhan ekonomi yang stabil .
Pertumbuhan ekonomi yang diiringi dengan pemeretaan akan meningkatkan pendapatan
masyarakat dan menimbulkan ketentraman di tataran masyarakat

Perang Saudara Islam II (atau disebut juga Fitnah Kedua) adalah sebuah periode
kekacauan politik dan militer yang melanda umat Islam pada masa-masa awal kekhalifahan
Umayyah. Perpecahan ini terjadi setelah meninggalnya Kkhalifah pertama Umayyah, yaitu
Muawiyah pada 680M dan berlangsung selama sekitar dua belas tahun. Dalam perang ini,
Dinasti Umayyah berhasil mengalahkan dua kelompok penentangnya: pendukung keluarga Ali
yang awalnya dipimpin Husain bin Ali dan dilanjutkan Sulaiman bin Surad serta Mukhtar ats-
Tsaqafi di Irak, maupun kekhalifahan tandingan yang didirikan Abdullah bin az-Zubair di
Mekkah.

8
DAFTAR PUSTAKA
Shaban, Islamic History, 110

M.A. Shaban,Islamic History, Terjemahan Mahmun Husein, (Jakarta: PT Raja Grafindo


Persada, 1993), 92.

Ibid, 93

Al-‘Abbdly, Fi al- Tarikh al-‘Abbasiy, 30.

Bakhri, Syamsul. 2011. Peta Sejarah Peradaban Islam

Ash-Shalibi, Ali Muhammad. 2016. Sejarah Daulah Umayyah dan Abbasiyah

Taman, B. Kebijakan politik dan ekonomi pemerintahan umar Bin bdul Aziz (717-
720M/99-101 H). Hasan, S. (2015). Analisis pengelolaan kharj pada masa Kholifah Umar bin
Abdul Aziz (99 H–101 H) (Doctoral dissertation, UIN Walisongo).

Hasan, S. Implementasi Kharj Masa Dinasty Umayyah. Iqtishadia, 7(2), 249-270. AR,
M. I. (2013).

Politik Islam: Telaah Historis Monarchisme Mu’awiyah dan Konflik yang Mengitarinya.
Al-'Adl, 6(2), 96-109.

Anda mungkin juga menyukai