Anda di halaman 1dari 21

PERADABAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu: Melda Diana Nasution, MA

Disusun Oleh:
Kelompok V:
1. Ali Ibrahim (23200006)
2. Nur Salsabila (23200022)

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
MANDAILING NATAL
T.A. 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Swt. Atas limpahan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan makalah ini tanpa kendala yang berarti dan tepat
waktu seperti yang diharapkan. Shalawat serta iringan salam semoga tercurahkan
selamanya kepada Nabi Muhammad Saw. Semoga kita semua akan mendapat
syafa’at di hari akhir kelak. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu
Melda Diana Nasution, MA sebagai dosen pengampu mata kuliah Fiqh Mawaris
yang telah membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan
makalah dengan judul “Peradaban Islam Pada Masa Bani Umayyah”.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan penulis. Maka dari itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa
yang dituliskan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Mandailing Natal, 24 September 2023

Kelompok V

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................ 2


A. Sejarah Kelahiran Dinasti Umayyah .......................................... 2
B. Para Khalifah Dinasti Umayyah ................................................. 5
C. Sistem Pemerintahan Dinasti Umayyah ..................................... 11
D. Orientasi Kebijakan Politik dan Ekonomi .................................. 13
E. Puncak Kekuasaan Bani Umayyah ............................................. 14

BAB III PENUTUP ...................................................................................... 17


A. Kesimpulan ................................................................................. 17
B. Saran ........................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dinasti Umayyah, sebagaimana dicatat dalam sejarah merupakan
kelanjutan dari khulafa’urrasyidin, suatu pemerintahan pada masa
khulafa’urrasyidin yang pernah mengukir sejarah peradaban Islam selama kurang
lebih 30 tahun, sejak berakhirnya risalah kenabian Muhammad Saw. Namun,
dalam perkembangannya ia kemudian berubah menjadi sistem kerajaan, yang
peralihan kekuasaan-Nya dijalankan berdasarkan keturunan. Hal ini menyebabkan
bergesernya sistem pemerintahan Islam, dari sistem demokrasi (syura) menjadi
sistem monarchy heridetis (kerajaan turun temurun).
Dinasti ini sebenarnya mulai dirintis semenjak masa kepemimpinan
khalifah Utsman bin Affan namun baru kemudian berhasil dideklarasikan dan
mendapatkan pengakuan kedaulatan oleh seluruh rakyat setelah khalifah Ali
terbunuh dan Hasan ibn Ali yang diangkat oleh kaum muslimin di Irak
menyerahkan kekuasaanya pada Mu’awiyah setelah melakukan perundingan dan
perjanjian. Bersatunya ummat muslim dalam satu kepemimpinan pada masa itu
disebut dengan tahun jama’ah (‘Am al Jama’ah) tahun 41 H (661 M).
Berangkat dari uraian di atas, penulis akan mencoba menelusuri sejarah
berdirinya Dinasti Umayyah, yang pembahasannya difokuskan pada permasalahan
peradaban yang terjadi, meliputi para khalifah, sistem pemerintahan, orientasi
kebijakan politik dan ekonomi dan puncak kekuasaan Dinasti Bani Umayyah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah kelahiran Dinasti Umayyah?
2. Siapa sajakah khalifah yang ada pada masa Dinasti Umayyah?
3. Bagaimana sistem pemerintahan Dinasti Umayyah?
4. Bagaimana orientasi kebijakan politik dan ekonomi pada masa Dinasti
Umayyah?
5. Bagaimana puncak kekuasaan Dinasti Bani Umayyah?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Kelahiran Dinasti Umayyah


Pada masa pemerintahan Khalifah Ali Bin Abi Thalib, terjadi pertempuran
Ali dengan Mu’awiyah di Shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim, tapi ternyata
tidak menyelesaikan masalah bahkan menimbulkan adanya golongan tiga yaitu
Khawarij yang keluar dari barisan Ali Umat Islam menjadi terpecah menjadi tiga
golongan politik yaitu Mu’awiyah, Syiah dan Khawarij. Pada tahun 660 M, Ali
terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij.
Dengan demikian berakhirlah masa Khulafaur Rasyidin dan mulai
kekuasaan Bani Umayah dalam semangat politik Islam. Kekuasaan Bani Umayah
berbentuk pemerintahan yang bersifat demokratis berubah menjadi
monarchiheridetis (kerajaan turun temurun). Hal ini dimulai ketika Mu’awiyah
mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya Yazid.1
Peristiwa takhim berdasarkan sejarah ialah berlaku perebutan kekuasaan
antara Ali dan Mu’awiyah yang membawa mereka ke meja perundingan.
Perundingan antara mereka berdua telah diwakili oleh Abu Musa al-‘Asyari bagi
pihak Ali dan ‘Amr bin al-‘Ash bagi pihak Mua’wiyah. Kedua-dua perunding
telah setuju untuk memecat Ali dan Mua’wiyah. Menurut sejarah lagi, ‘Amr bin
al-‘Ash dengan kelicikannya mampu memperdayakam Abu Musa yang
digambarkan sebagai seorang yang lalai dan mudah tertipu. Akibatnya, Ali
terlepas dari jawatan khalifah.2
Oleh karena peristiwa takhim sangat penting dalam sejarah politik negara
Islam, adalah perlu untuk kita menyingkap hakikat sebenarnaya pada babak-
babaknya di mana peristiwa ini telah disalahtanggapi dan telah disalahtafsirkan.
Akibatnya timbul kesan buruk yaitu menjatuhkan kedudukan dan martabat para
sahabat. Peristiwa tahkim yang tersebar itu telah menjadikan sebahagian sahabat

1
Fuji Rahmadi, ‘Dinasti Umayyah (Kajian Sejarah dan Kemajuannya’, AL-HADI: Jurnal
Kajian Islam Multiperspektif, Vol. 3, No. 2, (Juni, 2018), hlm. 670-671.
2
A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam I, (Jakarta: Al-Husna Zikra, 2000), hlm. 302.

2
sebagai penipu dan orang yang mudah terpedaya dan sebahagian yang lain
dituduh sebagai perakus kuasa.3
Dengan meletakkan riwayat tahkim di atas neraca kajian dan penilaian,
dua perkara dapat diamati, yaitu pertama, kelemahan pada sanad dan kedua,
kegoncangan pada matan atau teks. Dari sudut sanad terdapat dua perawi yang
diakui keadilannya yaitu Abu Mikhnaf Lut bin Yahya dan Abu Janab al-Kalbi.
Abu Mikhnaf seorang yang dha’if. Al-Bukhari dan Abu Hatim berkata: Yahya bin
al-Qattan mendha’ifkannya. Uthman al-Darimi dan al-Nasa’i mengatakan dia
dha’if. Ada tiga perkara yang dikesani pada matannya. Pertama, berkaitan dengan
perselisihan antara Ali dan Mu’awiyah yang menjadi puncak kepada peperangan
antara mereka berdua. Kedua, persoalan jawatan Ali dan Mu’awiyah. Ketiga,
kepribadian Abu Musa al-Asy’ari dan Amr bin al-‘Ash.4
Latar belakang lahirnya Dinasti Umayyah ialah dalam kondisi dan situasi
di tengah-tengah terjadinya pertentangan politik antara golongan, yaitu: golongan
Syi’ah, golongan Khawarij, golongan Jami’iyah, dan golongan Zubaer. Dari
pertentangan polotik antar golongan itu, kelompok Bani Umayyah yang
dipelopori Mu’awiyyah muncul sebagai pemenangnya yang selanjutnya berdirilah
pemerintah Daulat Bani Umayyah.
Corak politik suatu negara umumnya akan dipengaruhi oleh latar belakang
berdirinya negara yang bersangkutan dan dipengaruhi oleh situasi saat berdirinya
negara tersebut. Daulat Bani Umayyah yang lahir dikelilingi oleh musuh-
musuhnya dari berbagai golongan, maka kebijaksanaan politiknya menggunakan
pendekatan keamanan (militer) agar kekuasaannya menjadi korban dan
berwibawa.5

3
Ada kudeta besar terjadi dalam sejarah Islam karena berubah dan berpindahnya
kekuasaan Ali kepada Mu’awiyah. Yang mana, menurut sejarawan menafsirkan fitnah merupakan
penyebab terjadinya kudeta dalam Negara Islam (khususnya pada masa berdirinya Dinasti
Umayyah). Lihat: Yusuf Al-Isy, Dinasti Umayyah: Sebuah Perjalanan Lengkap tentang
Peristiwa-peristiwa yang Mengawali dan Mewarnai Perjalanan Dinasti Umayyah, terj. Imam
Nurhiodayat & Muhammad Khalil, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), hlm. 157-159.
4
Peristiwa tahkim telah menguntungkan Mu’awiyah, tetapi keuntungan itu bukanlah
karena diumumkan pemberhentian Ali dan penetapan Mu’awiyah, melainkan karena peristiwa
tahkim itu telah menimbulkan perpecahan pada lasykar Ali. Lihat: A. Syalabi, Sejarah dan
Kebudayaan Islam I.
5
Fuji Rahmadi, Op. Cit., hlm. 672.

3
Mu’awiyah bin Abi Sufyan sudah terkenal sifat dan tipu muslihatnya yang
licik. Dia adalah kepala angkatan perang yang mula-mula mengatur angkatan laut,
dan ia pernah dijadikan sebagai amir “Al-Bahar”. Ia mempunyai sifat panjang
akal, cerdik cendikia lagi bijaksana, luas ilmu dan siasatnya terutama dalam
urusan dunia, ia juga pandai mengatur pekerjaan dan ahli hikmah.6
Mu’awiyah bin Abi Sufyan dalam membengun Daulah Bani Umayyah
mengunakan politik tipu daya, meskipun pekerjaan itu bertentangan dengan ajaran
Islam. Ia tidak gentar melakukan kejahatan. Pembunuhan adalah cara biasa, asal
maksud dan tujuannya tercapai Abu Sufyan ini baru memeluk Islam dan tunduk
kepada Nabi Muhammad saat Fathul Makkah. Meskipun begitu Nabi Muhammad
Saw., tetap memerankan Abu Sufyan sebagai pemimpin Makkah. Pada saat itu
ketika seluruh penduduk Makkah merasa ketakutan, Nabi Muhammad Saw
berkata, bahwa barang siapa yang memasuki rumah Abu Sufyan, maka ian akan
selamat. Artinya bahwa keberadaan Abu Sufyan adalah tetap pemimpin Makkah,
meskipun ia tunduk kepada kepemimpinan Nabi Muhammad Saw. Pada masa
kepemimpinan Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin, Bani Umayah tidak lagi
sebagai pempimpin bangsa Arab. Pada saat itu kepemimpinan Islam dan bangsa
Arab, tidak memperhatikan asal-usul kabilah dan kesukuan. Proses rekrutmen
pempimpin didasarkan pada kemampuan dan kecakapan.
Meskipun Usman bin Affan adalah dari keluarga Bani Umayyah, tetapi ia
tidak pernah mengatasnamakan diri sebagai Bani Umayyah. Begitu juga
Mu’awiyah bin Abi Sufyan diangkat oleh Umar bin Khattab sebagai gubernur
Syiria adalah karena kecakapannya. Ambisi Bani Umayyah untuk memimpin
kemabali muncul ketika mereka sudah mempunyai kekuatan besar. Dengan
berbagai upaya, mereka menyusun kekuatan dan merebut kekhalifahan umat
Islam. Usaha ini akhirnya berhasil setelah Hasan bin Ali mengundurkan diri dari
jabatannya sebagai khalifah dan menyerahkannya kepada Mu’awiyah bin Abi
Sufyan, yang dikenal dengan istilah Amul Jama’ah.7

6
K. Ali, A Study of Islamic History, terj. Adang Affandi, (Jakarta: Bina Cipta, 1995), hlm.
230.
7
Philip K. Hitty, The Arabs: A Short History, terj. Ushuluddin Hutagalung, (Yogyakarta:
Sumur Bandung, 2001), hlm. 97.

4
B. Para Khalifah Dinasti Umayyah
Dinasti Umayyah berkuasa hampir satu abad, kurang lebih selama 90
tahun, dengan empat belas Khalifah. Dimulai oleh kepemimpinan Muawiyyah bin
Abi Sufyan dan diakhiri oleh kepemimpinan Marwan bin Muhammad. Adapun
urut-urutan Khalifah Dinasti Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
1. Mu’awiyah bin Abu Sufyan (661-681 M)
Muawiyah bin Abi Sufyan adalah pendiri Dinasti Bani Umayyah dan
menjabat sebagai Khalifah pertama. Ia memindahkan ibu kota dari Madinah
al-Munawarah ke kota Damaskus dalam wilayah Syria. Pada masa
pemerintahannya, ia melanjutkan perluasan wilayah kekuasaan Islam yang
terhenti pada masa Khalifah Usman dan Ali. Disamping itu, ia juga
mengatur tentara dengan cara baru dengan meniru aturan yang ditetapkan
oleh tentara di Bizantium, membangun administrasi pemerintahan dan juga
menetapkan aturan kiriman pos. Muawiyah meninggal Dunia dalam usia 80
tahun dan dimakamkan di Damaskus.8
2. Yazid bin Mu’awiyah (681-683 M)
Lahir pada tahun 22 H/643 M. Pada tahun 679 M, Muawiyah
mencalonkan anaknya,Yazid, untuk menggantikan dirinya. Yazid menjabat
sebagai Khalifah dalam usia 34 tahun pada tahun 681 M. Ketika Yazid naik
tahta, sejumlah tokoh di Madinah tidak maumenyatakan setia kepadanya. Ia
kemudian mengirim surat kepada Gubernur Madinah,memintanya untuk
memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini,
semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husein bin Ali dan Abdullah bin
Zubair. Bersamaan dengan itu, Syi’ah (pengikut Ali) melakukan konsolidasi
(penggabungan) kekuatan kembali. Perlawanan terhadap Bani Umayyah
dimulai oleh Husein bin Ali. Pada tahun 680 M, ia pindah dari Mekkah ke
Kufah atas permintaan golongan Syi’ah yang ada di Irak. Umat Islam di
daerah ini tidak mengakui Yazid. Mereka mengangkat Husein sebagai
Khalifah. Dalam pertempuran yang tidak seimbang di Karbala, sebuah
8
Muhammad Nur, ‘Pemerintahan Islam Masa Daulat Bani Umayyah (Pembentukan,
Kemajuan dan Kemunduran)’, PUSAKA: Jurnal Khazanah Keagamaan, Vol. 3, No. 1, (2015),
hlm. 115.

5
daerah di dekat Kufah, tentara Husein kalah dan Husein sendiri mati
terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya
dikubur di Karbala.9
Masa pemerintahan Yazid dikenal dengan empat hal yang sangat
hitam sepanjang sejarah Islam, yaitu:
a. Pembunuhan Husein bin Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad Saw.
b. Pelaksanaan Al-Ibahat terhadap kota suci Madinah al-Munawarah.
c. Penggempuran terhadap bait Allah, sehingga bagian terbesar dari
bangunannya roboh.
d. Pertama kalinya memakai dan menggunakan orang-orang kebiri untuk
barisan pelayan rumah tangga di dalam istana.
Yazid Meninggal pada tahun 64 H/683 M dalam usia 38 tahun dan
masa pemerintahannya ialah tiga tahun dan enam bulan. Sebagian besar
penduduk Palestina dan Suriah mendukungnya. Wilayah Mesir dan pesisir
utara Afrika penduduknya juga menyatakan baiat terhadap Yazid.
Sementara di Basrah yang saat itu ibukota Iran dan Khurasan serta Kufah
ibu kota Irak pada saat itu belum menunjukkan reaksi. Sedangkan wilayah
Hijaz, terutama penduduk Mekkah dan Madinah menentang keras
kekhalifahan Yazid.10
3. Mu’awiyah bin Yazid (683-684 M)
Muawiyah bin Yazid menjabat sebagai Khalifah pada tahun 683-684
M dalam usia 23 tahun. Dia seorang yang berwatak lembut. Dalam
pemerintahannya, terjadi masa krisis dan ketidakpastian, yaitu timbulnya
perselisihan antar suku diantara orang-orang Arab sendiri. Ia memerintah
hanya selama enam bulan.
4. Marwan bin Al-Hakam (684-685 M)
Sebelum menjabat sebagai penasihat Khalifah Usman bin Affan, ia
berhasil memperoleh dukungan dari sebagian orang Syiria dengan cara
menyuap dan memberikan berbagai hak kepada masing-masing kepala suku.
Untuk mengukuhkan jabatan Khalifah yang dipegangnya maka Marwan
9
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 45.
10
Muhammad Nur, Op. Cit., hlm. 116.

6
sengaja mengawini janda Khalifah Yazid, Ummu Khalid. Selama masa
pemerinthannya tidak meninggalkan jejak yang penting bagi perkembangan
sejarah Islam. Ia wafat dalam usia 63 tahun dan masa pemerintahannya
selama 9 bulan 18 hari.
5. Abdul Malik bin Marwan (685-705 M)
Abdul Malik bin Marwan dilantik sebagai Khalifah setelah kematian
ayahnya, pada tahun 685 M. Dibawah kekuasaan Abdul Malik, kerajaan
Umayyah mencapai kekuasaan dan kemuliaan. Ia terpandang sebagai
Khalifah yang perkasa dan negarawan yang cakap dan berhasil memulihkan
kembali kesatuan Dunia Islam dari para pemberontak, sehingga pada masa
pemerintahan selanjutnya, di bawah pemerintahan Walid bin Abdul Malik
Daulah bani Umayyah dapat mencapai puncak kejayaannya. Ketika ia
diangkat menjadi Khalifah, alam islami sedang berada dalam keadaan
terpecah-belah. Ibn Zubair di Hijjaz/Mekah memproklamirkan dirinya
sebagai Khalifah. Kaum Syiah mengadakan pemberontakan. Dari kaum
Khawarij membangkang pula. Namun, semua kekacauan ini mampu
dilewati oleh Abdul Malik. Ia berhasil mengembalikan seluruh wilayah taat
kepada kekuasaannya. Begitu pula, ia dapat menumpas segala
pembangkangan dan pemberontakan. Diantara karya Abdul Malik yang
patut dipuji ialah mengarahkan kantor-kantor pemerintahan, membuat mata
uang dengan cara yang teratur. Ia wafat pada tahun 705 M dalam usia yang
ke-60 tahun. Ia meninggalkan karya-karya terbesar didalam sejarah Islam.
Masa pemerintahannya berlangsung selama 21tahun, 8 bulan. Dalam masa
pemerintahannya, ia menghadapi sengketa dengan khalifah Abdullah bin
Zubair.11
6. Al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M)
Masa pemerintahan Walid bin Malik adalah masa ketentraman,
kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa
pemerintahannya tercatat suatu peristiwa besar, yaitu perluasan wilayah
kekuasaan dari Afrika Utara menuju wilayah Barat daya, benua Eropa, yaitu

11
Ibid.

7
pada tahun 711 M. Perluasan wilayah kekuasaan Islam juga sampai ke
Andalusia (Spanyol) dibawah pimpinan panglima Thariq bin Ziad.
Perjuangan panglima Thariq bin Ziad mencapai kemenangan, sehingga
dapat menguasai kota Kordova, Granada dan Toledo. Selain melakukan
perluasan wilayah kekuasaan Islam, Walid juga melakukanpembangunan
besar-besaran selama masa pemerintahannya untuk kemakmuran rakyatnya.
Khalifah Walid bin Malik meninggalkan nama yang sangat harum dalam
sejarah Dinasti Bani Umayyah dan merupakan puncak kebesaran Dinasti
tersebut.
7. Sulaiman bin Abdul Malik (715-717 M)
Sulaiman Bin Abdul Malik menjadi Khalifah pada usia 42 tahun.
Masa pemerintahannya berlangsung selama 2 tahun, 8 bulan. Ia tidak
memiliki kepribadian yangkuat hingga mudah dipengaruhi penasehat-
penasehat disekitar dirinya. Menjelang saat terakhir pemerintahannya
barulah ia memanggil Gubernur wilayah Hijaz, yaitu Umar bin Abdul Aziz,
yang kemudian diangkat menjadi penasehatnya dengan memegang jabatan
wazir besar. Hasratnya untuk memperoleh nama baik dengan penaklukan
ibu kota Constantinople gagal. Satu-satunya jasa yang dapat dikenangnya
dari masa pemerintahannya ialah yang menyelesaikan dan menyiapkan
pembangunan Jamiul Umawi yang terkenal megah dan agung di
Damaskus.12
8. Umar bin Abdul Aziz (717-720 M)
Umar bin Abdul Aziz menjabat sebagai Khalifah pada usia 37 tahun.
Ia terkenal adil dan sederhana. Ia ingin mengembalikan corak pemerintahan
seperti pada zaman khulafaurrrasyidin. Pemerintahan Umar meninggalkan
semua kemegahan Dunia yang selalu ditunjukkan oleh orang Bani
Umayyah. Ketika dinobatkan sebagai Khalifah, ia menyatakan bahwa
memperbaiki dan meningkatkan negeri yang berada dalam wilayah Islam
lebih baik daripada menambah perluasannya.13
12
Ibid., hlm. 117.
13
Muhammad Masyhur Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Indonesia Spirit
Foundation, 2004), hlm. 104.

8
Pada masa pemerintahannya yang diprioritaskan utama adalah
pembangunan dalam negeri. Meskipun masa pemerintahannya sangat
singkat, ia berhasil menjalin hubungan baik dengan Syi’ah. Ia juga memberi
kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan
keyakinan dan kepercayaannya. Pajak diperingan. Kedudukan mawali
(orang Islam yang bukan dari Arab) disejajarkan dengan Muslim Arab.
Pemerintahannya membuka suatu pertanda yang membahagiakan bagi
rakyat. Ketakwaan dan keshalehannya patut menjadi teladan. Ia selalu
berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Ia meninggal pada tahun
720 M dalam usia 39 tahun, dimakamkan di Deir Simon.
9. Yazid bin Abdul Malik (720-724 M)
Yazid bin Abdul Malik adalah seorang penguasa yang sangat
gandrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat.
Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketentraman dan kedamaian,
pada zamannya berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan
kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap
pemerintahan Yazid. Pemerintahan Yazid yang singkat itu hanya
mempercepat proses kehancuran Imperium Umayyah. Pada waktu
pemerintahan ini lah propaganda bagi keturunan Bani Abbas mulai
dilancarkan secara aktif. Dia wafat pada usia 40 tahun. Masa
pemerintahannya berlangsung selama 4 tahun, 1 bulan.14
10. Hisyam bin Abdul Malik (724-743 M)
Hisyam bin Abdul Malik menjabat sebagai Khalifah pada usia yang
ke 35 tahun. Ia terkenal negarawan yang cakap dan ahli strategi militer.
Pada masa pemerintahannya muncul satu kekuatan baru yang menjadi
tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan ini berasal dari
kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali dan
merupakan ancaman yang sangat serius. Dalam perkembangan selanjutnya,
kekuatan baru ini mampu menggulingkan Dinasti Umayyah dan
menggantikannya dengan Dinasti baru, Bani Abbasiyah. Pemerintahan

14
Muhammad Nur, Op. Cit., hlm. 117-118.

9
Hisyam yang lunak dan jujur menyumbangkan jasa yang banyak untuk
pemulihan keamanan dan kemakmuran, tetapi semua kebajikannya tidak
bisa membayar kesalahan-kesalahan para pendahulunya, karena gerakan
oposisi terlalu kuat, sehingga Khalifah tidak mampu mematahkannya.
Meskipun demikian, pada masa pemerintahan Khalifah Hisyam kebudayaan
dan kesusastraan Arab serta lalu lintas dagang mengalami kemajuan. Duan
tahun sesudah penaklukan pulau Sisily pada tahun 743 M, ia wafat dalam
usia 55 tahun. Masa pemerintahannya berlangsung selaman 19 tahun, 9
bulan.n Sepeninggalan Hisyam, Khalifah-khalifah yang tampil bukan hanya
lemah tetapi jugam bermoral buruk. Hal ini makin mempercepat runtuhnya
Dinasti Bani Ummayyah.
11. Walid bin Yazid (743-744 M)
Dinasti Abbasiyah mengalami kemunduran dimasa pemerintahan
Walid bin Yazid. Ia berkelakuan buruk dan suka melanggar norma agama.
Kalangan keluarga sendiri benci padanya dan ia mati terbunuh. Meskipun
demikian, kebijakan yang paling utama yang dilakukan oleh Walid
binYazid ialah melipatkan jumlahn bantuan sosial bagi pemeliharaan orang-
orang buta dan orang-orang lanjut usia yang tidak mempunyai keluarga
untuk merawatnya. Ia menetapkan anggaran khusus untuk pembiayaan
tersebut dan menyediakan perawat untuk masing-masing orang. Dia sempat
meloloskan diri dari penangkapan besar-besaran di Damaskus yang
dilakukan oleh keponakannya. Masa pemerintahannya berlangsung selama 1
tahun, 2bulan. Dia wafat dalam usia 40 tahun.
12. Yazid bin Walid (Yazid III) (744 M)
Pemerintahan Yazid bin Walid tidak mendapat dukungan dari rakyat,
karena perbuatannya yang suka mengurangi anggaran belanja negara. Masa
pemerintahannya penuh dengan kemelut dan pemberontakan. Masa
pemerintahannya berlangsung selama 16 bulan. Dia wafat dalam usia 46
tahun.
13. Ibrahim bin Malik (744-745 M)

10
Diangkatnya Ibrahim menjadi Khalifah tidak memperoleh suara
bulat di dalam lingkungan keluarga Bani Umayyah dan rakyatnya. Karena
itu, keadaan negara semakin kacau dengan munculnya beberapa
pemberontak. Ia menggerakkan pasukan besar berkekuatan 80.000 orang
dari Arnenia menuju Syiria. Ia dengan suka rela mengundurkan dirinya dari
jabatan khilafah dan mengangkat baiat terhadap Marwan bin Muhammad.
Dia memerintah selama 3 bulan dan wafat pada tahun 132 H.
14. Marwan bin Muhammad (745-750 M)
Beliau adalah seorang ahli negara yang bijaksana dan seorang
pahlawan. Beberapa pemberontak dapat ditumpas, tetapi dia tidak mampu
mengahadapi gerakan Bani Abbasiyah yang telah kuat pendukungnya.
Marwan bin Muhammad melarikan diri ke Hurah, terus ke Damaskus.
Namun Abdullah bin Ali yang ditugaskan membunuh Marwan oleh Abbas
As-Syaffah selalu mengejarnya. Akhirnya sampailah Marwan di Mesir. Di
Bushair, daerah al-Fayyun Mesir, dia mati terbunuh oleh Shalih bin Ali,
orang yang menerima penyerahan tugas dari Abdullah. Marwan terbunuh
pada tanggal 27 Dzulhijjah 132 H/5 Agustus 750 M. Dengan demikian
tamatlah kedaulatan Bani Umayyah, dan sebagai tindak lanjutnya dipegang
oleh Bani Abbasiyah.15

C. Sistem Pemerintahan Dinasti Umayyah


Walaupun Muawiyah mengubah sistem pemerintahan dari musyawarah
menjadi monarki, namun Dinasti ini tetap memakai gelar Khalifah. Namun, ia
memberikan interpretasi baru untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia
menyebutnya ‘Khalifah Allah” dalam pengertian “penguasa” yang diangkat Allah
Swt dalam memimpin umat. Atas dasar ini Dinasti menyatakan bahwa keputusan-
keputusan Khalifah berdasarkan atas kehendak Allah Swt, siapa yang
menentangnya adalah kafir.16
Dengan kata lain pemerintahan Dinasti Bani Umayyah bercorak teokratis,
yaitu penguasa yang harus ditaati semata-mata karena iman. Seseorang selama
15
Muhammad Nur, Op. Cit., hlm. 118-119.
16
J. Suyuti Pulungan, Fiqh Siyasah, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1997), hlm. 167-168.

11
menjadi mukmin tidak boleh melawan khalifahnya, sekalipun ia beranggapan
bahwa Khalifah adalah seseorang yang memusuhi agama Allah dan tindakan-
tindakan Khalifah tidak sesuai dengan hukum-hukum syariat. Dengan demikian,
meskipun pemimpin Dinasti ini menyatakan sebagai Khalifah akan tetapi dalam
prakteknya memimpin umat Islam sama sekali berbeda dengan Khalifah yang
empat sebelumnya, setelah Rasulullah Saw.17
Dengan meninggalnya Khalifah Ali, maka bentuk pemerintahan
kekhalifahan telah berakhir, dan dilanjutkan dengan bentuk pemerintahan kerajaan
(Dinasti), yakni kerajaan Bani Umayyah (Dinasti Umayyah). Daulah Bani
Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan. Muawiyah dapat menduduki
kursi kekuasaan dengan berbagai cara, siasat, politik dan tipu muslihat yang licik,
bukan atas pilihan kaum muslimin sebagaimana dilakukan oleh para Khalifah
sebelumnya. Dengan demikian, berdirinya Daulah Bani Umayyah bukan berdasar
pada musyawarah atau demokrasi.
Jabatan raja menjadi turun-temurun, dan Daulah Islam berubah sifatnya
menjadi Daulah yang bersifat kerajaan (monarki). Muawiyah tidak mentaati isi
perjanjian yang telah dilakukannya dengan Hasan bin Ali ketika ia naik tahta,
yang menyebutkan bahwa persoalan pergantian pemimpin setelah Muawiyah akan
diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Hal ini terjadi ketika Muawiyah
mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid.
Sejak saat itu suksesi kepemimpinan secara turun-temurun dimulai.18

D. Orientasi Kebijakan Politik dan Ekonomi


Perubahan yang paling menonjol pada masa Bani Umayyah terjadi pada
sistem politik, diantaranya adalah:
1. Politik Dalam Negeri

17
Muhammad Nur, Op. Cit., hlm. 114.
18
Hasan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Penerbit Kota Kembang,
1989), hlm. 167.

12
a. Pemindahan pusat pemerintahan dari Madinah ke Damaskus. Keputusan
ini berdasarkan pada pertimbangan politis dan keamanan. Karena
letaknya jauh dari Kufah, pusat kaum Syi’ah (pendukung Ali), dan juga
jauh dari Hijaz, tempat tinggal Bani Hasyim dan Bani Umayyah,
sehingga bisa terhindar dari konflik yang lebih tajam antar dua bani
tersebut dalam memperebutkan kekuasaan.
b. Pembentukan lembaga yang sama sekali baru atau pengembangan dari
Khalifaharrasyidin, untuk memen uhi tuntutan perkembangan
administrasi dan wilayah kenegaraan yang semakin komplek.
c. Masa Bani Umayyah juga membentuk berbagai departemen baru antara
lain: al-Hijabah, yaitu urusan pengawalan keselamatan Khalifah.
Organisasi Syurthahk (kepolisian) pada masa Bani Umayyah
disempurnakan.19
2. Politik Luar Negeri
Politik luar negeri Bani Umayyah adalah politik ekspansi yaitu
melakukan perluasan daerah kekuasaan ke negara-negara yang belum
tunduk pada kerajaan Bani Umayyah. Pada zaman Khalifah arRasyidin
wilayah Islam sudah demikian luas, tetapi perluasan tersebut belum
mencapai tapal batas yang tetap, sebab di sana-sini masih selalu terjadi
pertikaian dan kontak-kontak pertempuran di daerah perbatasan. Daerah-
daerah yangtelah dikuasai oleh Islam masih tetap menjadi sasaran
penyerbuan pihak-pihak di luar Islam, dari belakang garis perebutan
tersebut. Bahkan musuh diluar wilayah Islam telah berhasil merampas
beberapa wilayah kekuatan Islam ketika terjadi perpecahan-perpecahan dan
permberontakan-pemberontakan dalam negeri kaum muslimin.20
Pada masa Bani Umayyah ekonomi mengalami kemajuan yang luar biasa.
Dengan wilayah penaklukan yang begitu luas, maka hal itu memungkinkannya
untuk mengeksploitasi potensi ekonomi negeri-negeri taklukan. Mereka juga
dapat mengangkut sejumlah besar budak ke Dunia Islam. Penggunaan tenaga
kerja ini membuat bangsa Arab hidup dari negeri taklukan dan menjadikannya
19
Muhammad Nur, Op. Cit., hlm. 120.
20
Ibid., hlm. 121.

13
kelas pemungut pajak dan sekaligus memungkinkannya mengeksploitasi negeri-
negeri tersebut seperti Mesir, Suriah dan Irak.21
Sumber ekonomi masa Daulah Bani Umayyah berasal dari potensi
ekonomi negeri-negeri yang telah ditaklukan dan sejumlah budak dari negara-
negara yang telah ditaklukkan diangkut ke Dunia Islam. Tetapi kebijakan yang
paling strategis pada masa Daulah Bani Ummayah adalah adanya sistem
penyamaan keuangan. Hal ini terjadi pada masa Khalifah Abdul Malik. Dia
mengubah mata uang asing Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah
yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M
dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Mata uang tersebut terbuat dari emas
dan perak sebagai lambang kesamaan kerajaan ini dengan imperium yang ada
sebelumnya.22

E. Puncak Kekuasaan Bani Umayyah


Dinasti Umayyah dalam keberhasilan kekuasaannya melakukan ekspansi
kekuasaan Islam jauh lebih besar daripada imperium Roma pada puncak
kebesarannya. Keberhasilan ini diikuti pula oleh keberhasilan perjuangan bagi
penyebaran syariat Islam, baik dalam bidang keagamaan maupun dalam bidang
politik dan ekonomi.23
1. Arsitektur
Seni bangunan (arsitektur) pada zaman Umayyah bertumpu pada
bangunan sipil berupa kota-kota, dan bangunan agama berupa masjid-
masjid. Pada masa Walid bin Abd al-Malik dibangun pula masjid agung
yang terkenal dengan nama “Masjid Damaskus” atas kreasi arsitektur Abu
Ubaidah bin Jarrah.24
Khalifah Abdul Malik bin Marwan juga menyediakan dana 10.000
dinar emas untuk memperluas dan menyempurnakan perbaikan Masjid al-

21
Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997),
hlm. 80.
22
Badri Yatim, Op. Cit., hlm. 44.
23
Siti Maryam, Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern, (Yogyakarta:
LESFI, 2004), hlm. 67.
24
A. Hasimy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hlm. 140.

14
Haram. Begitu pula Masjid Nabawi, juga diperindah dan diperluas dengan
arsitektur Syiria di bawah pengawasan Umar bin Abdul Aziz.
2. Organisasi Militer
Pada masa Umayyah organisasi militer terdiri dari Angkatan Darat
(al-Jund), Angkatan Laut (al-Bahriyah), dan Angkatan Kepolisian (as-
Syurtah). Adapun organisasi kepolisian pada mulanya merupakan bagian
dari organisasi kehakiman. Tetapi kemudian bersifat independen, dengan
tugas mengawasi dan mengurus soal-soal kejahatan. Pada masa Hisyam bin
Abdul Malik, dalam organisasi kepolisian dibentuk Nidham al-Ahdas sistem
penangkal bahaya yang bertugas hampir serupa dengan tugas-tugas tentara.25
3. Perdagangan
Setelah Dinasti Umayyah berhasil menguasai wilayah yang cukup
luas, maka lalu lintas perdagangan mendapat jaminan yang layak. Lalu
lintas darat melalui jalan Sutera ke Tiongkok guna memperlancar
perdagangan sutera, keramik, obat-obatan dan wewangian. Adapun lalu
lintas di lautan ke arah negeri-negeri belahan timur untuk mencari rempah-
rempah, bumbu, anbar, kasturi, permata, logam mulia, gading, dan bulu-
buluan. Keadaan demikian membawa ibukota Bashrah di teluk Persi
menjadi pelabuhan dagang yang teramat ramai dan makmur, begitu pula
kota Aden. Dari kedua kota pelabuhan itu iring-iringan kafilah dagang
hampir tak pernah putus menuju Syam dan Mesir.26
4. Kerajinan
Pada masa Khalifah Abd Malik mulai dirintis pembuatan tiraz
(semacam bordiran), yakni cap resmi yang dicetak pada pakaian Khalifah
dan para pembesar pemerintahan. Di bidang seni lukis, sejak Khalifah
Muawiyah sudah mendapat perhatian masyarakat. Seni lukis tersebut selain
terdapat di masjid-masjid juga tumbuh di luar masjid. Adanya lukisan di
istana Bani Umayyah, merupakan langkah baru yang muncul di kalangan
bangsawan Arab. Sebuah lukisan yang pertama kali ditorehkan oleh
Khalifah Walid I, adalah diadopsi kebudayaan Yunani (Hellenistik), tetapi
25
Hasan Ibrahim, Op. Cit., hlm. 478.
26
Siti Maryam, Op. Cit., hlm. 77.

15
kemudian dimodifikasi menurut cara-cara Islam, sehingga menarik
perhatian para penulis Eropa.
5. Pengembangan Ilmu-ilmu Agama
Pengembangan ilmu-ilmu agama sudah mulai dikembangkan karena
terasa betapa penduduk-penduduk di luar Jazirah Arab sangat memerlukan
berbagai penjelasan secara sistematis dan kronologis tentang Islam. Ilmu-
ilmu yang berkembang saat itu di antaranya tafsir, hadis, fikih, ilmu kalam
dan Sirah/Tarikh.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dinasti Bani Umayyah sebenarnya mulai dirintis semenjak masa
kepemimpinan khalifah Utsman bin Affan namun baru kemudian berhasil
dideklarasikan dan mendapatkan pengakuan kedaulatan oleh seluruh rakyat
setelah khalifah Ali terbunuh dan Hasan ibn Ali yang diangkat oleh kaum
muslimin di Irak menyerahkan kekuasaanya pada Muawiyah setelah melakukan
perundingan dan perjanjian.
Berikut nama-nama khalifah Dinasti Bani Umayyah yang berkuasa:
Muawiyah bin Abi Sufyan (661-681 M); Yazid bin Muawiyah (680-683 M);
Muawiyah bin Yazid (683-684 M); Marwan bin Hakam (684-685 M); Abdul
Malik bin Marwan (685-705 M); Walid bin Abdul Malik (705-715 M); Sulaiman
bin Abdul Malik (715-717 M); Umar bin Abdul Aziz (717-720 M); Yazid bin
Abdul Malik (720-724); Hisyam bin Abdul Malik (724-743 M); Walid bin Yazid
(743-744 M); Yazid bin Walid (744 M); Ibrahim bin Malik (745-745 M); Marwan
bin Muhammad (745-750M).
Sistem pemerintahan pada masa Dinasti Bani Umayyah yang berjalan
selama kurang lebih selama 91 tahun adalah berbentuk monarki absolut atapun
dikenal dengan pemerintahan yang turun-temurunnya tahta mahkota kerajaan
yang bergilir dalam satu keluarga kerajaan.
Sumber ekonomi masa Daulah Bani Umayyah berasal dari potensi
ekonomi negeri-negeri yang telah ditaklukan dan sejumlah budak dari negara-
negara yang telah ditaklukkan diangkut ke Dunia Islam. Perubahan yang paling
menonjol pada masa Bani Umayyah terjadi pada sistem politik baik politik dalam
negeri maupun poilitik luar negeri dengan ekspansinya yang besar-besaran.
Kekuasaan Dinasti Bani Umayyah memuncak dengan ditandai dengan
arsitektur-arsitektur yang menyebar dibarbagai negeri dan selain itu juga pada
organisasi militer, perdagangan, kerajinan sampai dengan pengembangan ilmu-
ilmu agama.

17
DAFTAR PUSTAKA

Al-Isy, Yusuf, Dinasti Umayyah: Sebuah Perjalanan Lengkap tentang Peristiwa-


peristiwa yang Mengawali dan Mewarnai Perjalanan Dinasti Umayyah,
terj. Imam Nurhidayat & Muhammad Khalil, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2007.
Ali, K., A Study of Islamic History, terj. Adang Affandi, Jakarta: Bina Cipta,
1995.
Amin, Muhammad Masyhur, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Indonesia
Spirit Foundation, 2004.
Hasimy, A., Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
Hitty, Philip K., The Arabs: A Short History, terj. Ushuluddin Hutagalung,
Yogyakarta: Sumur Bandung, 2001.
Ibrahim, Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Yogyakarta: Penerbit Kota
Kembang, 1989.
Maryam, Siti, Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern,
Yogyakarta: LESFI, 2004.
Mufrodi, Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1997.
Nur, Muhammad, ‘Pemerintahan Islam Masa Daulat Bani Umayyah
(Pembentukan, Kemajuan dan Kemunduran)’, PUSAKA: Jurnal Khazanah
Keagamaan, Vol. 3, No. 1, 2015.
Pulungan, J. Suyuti, Fiqh Siyasah, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1997.
Rahmadi, Fuji, ‘Dinasti Umayyah (Kajian Sejarah dan Kemajuannya’, AL-HADI:
Jurnal Kajian Islam Multiperspektif, Vol. 3, No. 2, Juni, 2018.
Syalabi, A., Sejarah dan Kebudayaan Islam I, Jakarta: Al-Husna Zikra, 2000.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004.

18

Anda mungkin juga menyukai