Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH

DINASTI BANI UMAYYAH

Dosen Pengempu : Vivi Yumarni, M.Pd.I


Disusun Oleh :
Kelompok 6
Riko
Arum Sah Putri

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MA’ARIF JAMBI


PRIODI HUKUM EKONOMI SYARI’AH
SEMESTER 2
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah
ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “DINASTI BANI
UMAYYAH”. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa‟atnya di
akhirat nanti.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Jambi, 05 Februari 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
1.1. Latar Belakang.......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3. Tujuan pembahasan .................................................................................. 3
A. Sejarah Berdirinya Dinasti Umayyah........................................................... 4
B. Sistem Pemerintahan Bani Umayyah. .......................................................... 5
C. Khalifah-Khalifah Yang Memimpin Dinasti Umayyah ............................... 6
a) Mu‟awiyah bin Abi Sufyan (661 – 680 M/40-60 H) ................................ 6
b) Yazid Bin Mu‟awiyah (60-64H/679-683M) ............................................ 8
c) Marwan bin Hakam (64-65H/683-684M) ............................................. 10
d) Abdul Malik bin Marwari (65-86H/684-705) ........................................ 10
e) Al-Walid I bin Abdul Malik (86-96H/705-714M) ................................. 14
f) Sulaiman bin Abdul Malik (96-99H/714-717M) ................................... 16
g) Umar bin Abdul Aziz (99-101H/717-719M) ......................................... 19
h) Yazid II bin Abdul Malik (101-105H/719-723M) ................................. 22
i) Hisyam bin Abdul Malik (105-125H/723-742M) .................................. 23
j) Al-Walid II bin Yazid II (125-126H/742-743M) ................................... 24
k) Yazid bin Walid bin Malik (126H/743 M) ............................................. 25
l) Ibrahim bin Al-Walid II (126-127H / 734-744M) .................................. 26
m) Marwan II bin Muhammad (127-132H / 744-750M) ............................. 26
D. Kemajuan Bani Umayyah .......................................................................... 27
E. Kemunduran Bani Umayyah ...................................................................... 29
F. Bani Umayyah Di Andalusia ..................................................................... 31
G. Pengaruh Peradaban Islam Spanyol bagi Kebangkitan Eropa ................... 33
H. Faktor-faktor Yang Menyebabkan Kemunduran Dinasti Umayyah Di
Andalusia ........................................................................................................... 36
BAB III.................................................................................................................. 38
PENUTUP ............................................................................................................. 38

ii
A. Kesimpulan ................................................................................................ 38
B. Saran........................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 40

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Berdirinya dinasti Bani Umayyah ini dilatar belakangi oleh peristiwa
Perang Jamal dan tahkim pada perang Siffin. Setelah terbunuhnya Utsman
bin Affan, Muawiyah bin Abi Sufyan beserta sejumlah sahabat lainnya
angkat bicara di hadapan manusia dan mendorong mereka agar menuntut
darah Utsman dari orang-orang yang telah membunuhnya Tragedi kematian
Utsman bin Affan, selanjutnya dijadikan dalih untuk mewujudkan
“ambisinya”, Muawiyah dan pengikut menuntut kepada khalifah Ali,
pengganti Utsman agar dapat menyerahkan para pembunuh Utsman kepada
mereka. Karena tuntutan tersebut tidak dipenuhi, maka pihak Muawiyah
menjadikannya sebagai alasan untuk tidak mengakui kekhalifahan Ali bin
Abi Thalib dan memisahkan diri dari pemerintah pusat.
Langkah pertama yang diambil oleh khalifah Ali bin Abi Thalib
dalam menghadapi pembangkangan Muawiyah adalah mengutus Abdullah
al-Bajali kepada Muawiyah agar bersedia mengakui dan membalasnya
seperti yang dilakukan oleh gubernur-gubernur dan kaum muslimin lainnya
dan tidak memisahkan diri dari pemerintahan pusat. Muawiyah tidak segera
menjawab ajakan tersebut dengan maksud untuk memberi kesan tidak baik.
Untuk menentukan sikap dalam menghadapi himbauan khalifah tersebut
Muawiyah bermusyawarah dengan Amru bin Ash, hasilnya menolak ajakan
damai, dan memilih mengangkat senjata memerangi pemerintah pusat.
Karena kebuntuan tersebut pecahlah pertempuran antara kedua belah
pihak. Setiap hari Khalifah Ali bin Abi Thalib mengirim seorang pemimpin
pasukan untuk maju bertempur. Begitu juga dengan Muawiyah. Perang
saudara ini dinamakan perang shiffin dan terjadi pada 1 Shafar tahun 37 H/
26-28 Juli 657 M . Perang saudara pertama dalam sejarah peradaban Islam

1
itu terjadi pada zaman fitnah besar. Kemenangan hampir berada ditangan
pasukan Khalifah Ali Bin Abi Thalib pada saat itulah pasukan Muawiyah
mengangkat mushaf Al-Qur‟an1 sehingga kedua belah pihak setuju untuk
berunding dengan ditengahi seorang juru runding. Kemudian juru runding
terus bolak balik menemui Khalifah Ali dan Muawiyah, sementara kedua
belah pihak menahan diri dari pertempuran.
Pasca peristiwa Perang Shiffin dan tahkim, status quo mendera
wilayah Islam. Maka wilayah Islam terbagi menjadi dua, yaitu wilayah
selain Syam yang tetap dipimpin oleh Khalifah Ali bin Abi Thalib
radiyallahu ‘anhu dan wilayah Syam yang dipimpin oleh Mu‟awiyah bin
Abi Sufyan. Keadaan ini terus berlanjut hingga Khalifah Ali bin Abi Thalib
syahid di tangan kaum khawarij pada bulan Ramadhan tahun 40 Hijriyah.
Bahkan keadaan ini terus berlanjut hingga umat menunjuk Hasan bin Ali bin
Abi Thalib radiyallahu „anhuma sebagai khalifah menggantikan ayahnya.
Akan tetapi sifat Hasan bin Ali yang hanif (lurus) dan zuhud nya
akan kedudukan dunia mendorongnya untuk mencintai persatuan dan
membenci perpecahan. Pada akhirnya Hasan menyerahkan kepemimpinan
kepada Muawiyah, namun dengan perjanjian bahwa pemilihan
kepemimpinan sesudahnya adalah diserahkan kepada umat Islam. Perjanjian
tersebut dibuat pada tahun 661 M / 41 H dan dikenal dengan amul jama‟ah
(tahun persatuan) karena perjanjian ini mempersatukan ummat Islam
menjadi satu kepemimpinan,. Maka sejak saat itu dimulailah masa
kekuasaan dinasti Bani Umayyah. Dimana pemilihan kepemimpinan tidak
lagi berada di tangan umat Islam, melainkan melalui pewarisan melalui jalur
kekeluargaan.

1
Ibnu Katsir, Al-Bidayah Wan Nihayah, (Jakarta: Darul Haq, 2004), Hlm. 490-491

2
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya Dinasti Umayyah.
2. Bagaimana sistem Pemerintahan nya.
3. Siapa saja Khalifah-Khalifah yang mempimpin.
4. Bagaiaman kemajuan Dinasti Umayyah.
5. Apa penyebab mundurnya Dinasti Umayyah.
6. Bani Umayyah di Andalusia.

1.3. Tujuan pembahasan


1. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan.
2. Mengetahui sejarah perkembangan dan kemunduran Dinasti Umayyah.
3. Mengetahui Fitnah awal dalam dunia islam.
4. Supaya tidak mencontoh perbuatan buruk yang dilakukan Muawiyah bin
Abu Sufyan dengan memerangi Pemerintahan yang Sah Khalifah Ali Bin
Abi Thalib, agar kejadian kelam tersebut tidak terulang lagi.
5. Mengambil Ibarah dari kejadian itu semua.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Dinasti Umayyah


Nama Dinasti Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abd
Syams bin Abdu Manaf. Ia adalah salah seorang tokoh penting di tengah
Quraisy pada masa Jahiliyyah. Ia dan pamannya Hasyim bin Abdu Manaf
selalu bertarung dalam memperebutkan kekuasaan dan kedudukan.
Dengan beralihnya kekuasaan dari Hasan bin Ali radiyallahu „anhu
kepada Mu‟awiyah bin Abi Sufyan radiyallahu „anhu maka berakhir pula
lah masa Khulafaur Rasyidin dan berganti menjadi periode Dinasti Bani
Umayyah. Cara pemilihan khalifah pun ikut berganti, yang mulanya
penunjukan oleh umat dengan cara yang berbeda-beda berganti menjadi
pewarisan kekuasaan dari satu anggota keluarga ke anggota keluarga
lainnya.
Dinasti Umayyah didirikan oleh Muawiyyah bin Abu Sufyan bin
Harb. Muawiyyah sebagai pendiri daulah Bani Umayyah juga sekaligus
menjadi khalifah pertama. Ia memindahkan ibukota kekuasaan Islam dari
Kuffah ke Damaskus. Dengan beralihnya kekuasaan dari Hasan bin Ali
radiyallahu „anhu kepada Mu‟awiyah bin Abi Sufyan radiyallahu „anhu
maka berakhir pula lah masa Khulafaur Rasyidin dan berganti menjadi
periode Dinasti Bani Umayyah. Cara pemilihan khalifah pun ikut berganti,
yang mulanya penunjukan oleh umat dengan cara yang berbeda-beda
berganti menjadi pewarisan kekuasaan dari satu anggota keluarga ke
anggota keluarga lainnya. Dengan beralihnya kekuasaan dari Hasan bin Ali
radiyallahu „anhu kepada Mu‟awiyah bin Abi Sufyan radiyallahu „anhu
maka berakhir pula lah masa Khulafaur Rasyidin dan berganti menjadi
periode Dinasti Bani Umayyah. Cara pemilihan khalifah pun ikut berganti,
yang mulanya penunjukan oleh umat dengan cara yang berbeda-beda

4
berganti menjadi pewarisan kekuasaan dari satu anggota keluarga ke
anggota keluarga lainnya. 2
Naiknya Muawiyah sebagai khalifah menandai fase baru dalam
babakan Sejarah Peradaban Islam yang lantas disebut sebagai era
kekhalifahan Umayyah, sistem suksesi (penggantian pemimpin) ini
kenyataannya telah berubah menjadi pemerintahan dinastik, yang secara
normatif tidak dikenal dalam ajaran Islam, yang menekankan sistem Syura
dalam alih kekuasaan. Muawiyah inilah yang mengawali tradisi bagi para
pelanjutnya penominasian seorang putra mahkota bagi anaknya, Yazid,
sebagai pewaris kekuasaannya. 3

B. Sistem Pemerintahan Bani Umayyah.


Wewenang Khalifah begitu luas, selain memimpin, mengatur,
mengawasi roda pemerintahan juga mengatur dan menguasai Baitul Mal.
Pada masa Khulafaur Rasyidin Baitul Mal ini berfungsi sebagai harta
kekayaan rakyat, dimana setiap warga negara memiliki hak yang sama
terhadap harta tersebut. Akan tetapi berbeda dengan masa Bani Umayah
yang mana Baitul Mal ini beralih kedudukan menjadi harta kekayaan
keluarga raja.
Selain itu seorang khalifah mempunyai wewenang untuk
membentuk, dan menentukan seorang figur pemimpin dalam sebuah
lembaga – lembaga. Adapun lembaga-lembaga itu adalah:
1. Kementrian pajak tanah (diwan al – kharraj) yang tugasnya mengawasi
departemen keuangan.
2. Kementrian khatam (diwan al – khatam) yang bertugas merancang dan
mengesahkan ordonasi pemerintah. Sebagaimana masa Mu‟awiyah telah
diperkenalkan materai resmi untuk memorandumdari Kholifah, maka
setiap tiruan dari memorandum itu dibuat kemudian ditembus dengan
benang, disegel dengan lilin, yang akhirnya dipres dengan segel kantor.
2
Ahmad Amin, Fajr Al-Islam, (Kairo: Maktabah Al-Nahda, 1965), hlm 166
3
Al-Imam Jalaluddin, Abd Al-Rahman Abi Bakar Al-Suyuthi, Tarikh Al-Khulafa,
(Beirut: DarAl-Kutub Al-Ilmiyah, 2008), hlm 125

5
3. Kementrian surat menyurat (diwan al – rasail), dipercayakan untuk
mengontrol permasalahan di daerah – daerah dan semua komunikasi dari
gebernur – gubernur.
4. Kementrian urusan perpajakan (diwan al mustagallat).

C. Khalifah-Khalifah Yang Memimpin Dinasti Umayyah


Masa kekuasaan Dmasti Umayyah hampir satu abad, tepatnya
selama 90 tahun, dengan 14 orang khalifah. Khalifah yang pertama adalah
Muawiyah bin Abi Sufyan, sedangkan khalifah yang terakhir adalah
Marwan bin Muhammad. Di antara mereka ada pemimpin-pemimpin besar
yang berjasa di berbagai bidang sesuai dengan kehendak zamannya,
sebaliknya ada pula khalifah yang tidak patut dan lemah.4
a) Mu‟awiyah bin Abi Sufyan (661 – 680 M/40-60 H)
Mu‟awiyah lahir lahir empat tahun menjelang Rasulullah
menjalankan dakwah di kota Makkah. Riwayat lain menyebutkan ia lahir
dua tahun sebelum diutusnya Muhammad Saw menjadi Nabi. Beberapa
riwayat menyatakan bahwa Muawiyah memeluk Islam bersama ayahnya,
Abu Sufyan bin Harb dan ibunya Hindun binti Utbah tatkala
terjadi Fathul Makkah yang terjadi pada tahun 8 H.
Pada masa pemerintahan Mu‟awiyah ini beliau membagi dua
kelompok dewan Syuro, yaitu dewan Syuro Khos (pusat) dan Majelis
Syuro sementara (ad hoc) yang memiliki jumlah lebih banyak terdiri dari
berbagai provinsi dan kota, di satu sisi ia membuka ruang untuk system
pemerintahan yang lebih terbuka dan di sisi lain ia juga
mengampanyekan bentuk pemerintahan monarki dengan mengangkat
anaknya Yazid menjadi putera mahkota.
Semasa pemerintahan Umayyah peta islam melebar ke timur
sampai kabu, Kandahar, Ghazni, Balakh, bahkan sampai kota Bukhara.
Selain itu kota Samarkand dan Tirmiz menjadi wilayah kekuasaannya. Di

4
Abrari Syauqi, dkk., Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2016),
hlm 37

6
selatan tentanranya sampai ke tepi sungai Sind (Indus), akan tetapi
wilayah Sind menjadi permanen dalam kekuasaan islam pada masa
khalifah Walid bin Abdul Malik tahun 707-715 M. Di barat, panglima
„Uqbah bin Nafi‟ menaklukkan Carthage (kartagona), ibukota Bizantium
di Ifriqiya dan mendirikan masjid bersejarah Qayrawan dengan
membangun pusat militer di kota Qayrawan.
Muawwiyah juga berusaha untuk menaklukkan Konstantinopel,
ibukota Romawi Timur yang selalu menjadi ancaman kedaulatan islam
sebanyak dua kali. Walaupun mengalami kegagalan, namun tentara
Muawwiyah berhasil menguasai pulau Rodes, Sijikas, Kreta, dan pulau-
pulau lain di laut tengah.
Muawiyah untuk pertama kali dalam pemerintahan Islam
mempergunakan tenaga Body-Guard (pengalaman pribadi) untuk alasan
keamanan, juga Muawiyah membangun tempat khusus untuk dirinya di
dalam masjid yang disebut dengan Maqsurah.5
Muawwiyah juga seorang administrator ulung, dalam banyak
hal ia melakukan perubahan. Ia menerapkan untuk pertama kalinya
Diwan Al Khotim dan Diwan Al Barid, diwan-diwan ini kemudian
berkembang maju pada masa pemerintahan Abdul Malik, dan ia juga
yang pertama kali membentuk pasukan pengawal pribadi yang terkenal
dengan pasukan bertombak pengawal raja.
Muawiyah juga memperkuat pemerintahan dengan
mengembangkan armada angkatan laut sehingga ketika itu dia telah
memiliki 1.700 buah kapal. Dia pernah menyerahkan angkatan laut itu di
bawah pimpinan puteranya Yazid untuk merebut Konstantinopel (668 –
669 M). Akan tetapi usaha ini gagal karena pertahanan kota tersebut
sangat kokoh. Akibatnya banyak yang menderita korban jiwa dan kapal,
sekaligus karena pihak musuh tetap dapat menggunakan “Bom Yunani”. 6

5
Syamruddin Nasution, Sejarah Peradaban Islam, (Riau: Yayasan Pustaka Riau, 2013),
hlm 107
6
Ibid.

7
Dalam menjalankan pemerintahannya, Muawiyah mengubah
kebijaksanaan pendahulunya. Pada masa pemerintahan Khulafaur
Rasyidin dipilih secara demokratis dengan kepemimpinan kharismatik
yang demokratis sementara para penguasa Bani Umayyah diangkat
secara langsung oleh penguasa sebelumnya dengan menggunakan sistem
Monarchi Heredity (Kerajaan/Dinasti), yaitu kepemimpinan yang di
wariskan secara turun temurun. Karena khalifah penggantinya adalah
Yazid bin Muawiyah, putranya sendiri, penunjukan Yazid sebagai
khalifah banyak ditentang oleh kalangan sahabat nabi saw, karena
mereka berpendapat bahwa Muawiyah telah melanggar perjanjian dahulu
ketika berjanji dengan Hasan Bin Ali bahwa pemilihan kepemimpinan
sesudahnya adalah diserahkan kepada umat Islam dan itulah memicu
konflik berdarah di Karbala. Muawiyah menjabat sebagai khalifah
Daulah Umawiyah kurang lebih selama 20 tahun, Muawiyah wafat pada
Rajab 60 H dalam usia 78 tahun.
b) Yazid Bin Mu‟awiyah (60-64H/679-683M)
Yazid adalah khalifah yang berkuasa sejak tahun 680 sampai
683 masehi. Ia menjadi khalifah kedua dalam sejarah Dinasti Umayyah
menggantikan ayahnya Muawiyah bin Abu Sufyan. Yazid berasal dari
Bani Umayyah cabang Sufyani, sebutan untuk keturunan Abu Sufyan bin
Harb.
Kedudukannya sebagai khalifah tidak diakui beberapa tokoh
Muslim lantaran dianggap menyalahi perjanjian yang dilakukan antara
Muawiyah dengan Hasan pada tahun 661 masehi, di mana Hasan sepakat
menanggalkan jubah kekhalifahannya dan menyerahkannya kepada
Muawiyah dengan beberapa syarat.
Kala itu, salah satu syarat yang disepakati di antara keduanya
adalah urusan kepemimpinan harus dikembalikan kepada umat Islam
selepas Muawiyah wafat atau mengundurkan diri. Yazid lahir tahun 646
masehi pada masa kepemimpinan Utsman bin Affan. Ayahnya
adalah Muawiyah bin Abu Sufyan yang saat itu memimpin Syam.

8
Sementara ibunya bernama Maysun binti Bahdal, adalah seorang yang
sangat terikat dengan kampung halamannya dan tidak nyaman dengan
kehidupan istana, sehingga Muawiyah kemudian menceraikannya.
Masa singkat pemerintahan Yazid bin Muawiyah, dari aspek
politik merupakan masa yang penuh dengan gejolak dan dan
pemerintahan tiga tahunnya Yazid kebanyakan digunakan untuk
menumpas pemberontakan-pemberontakan intern dan menenangkan
kondisi dan situasi kekuasaan Islam. Dia membungkam segala bentuk
penentangan pada masa pemerintahannya.
Pemerintahan Yazid ditandai dengan empat kejadian penting.
Pertama, cucu Nabi Muhammad SAW Husein bin Ali terbunuh di
Karbala dengan cara dipenggal, dan hanya kepalanya yang dibawa ke
istana Yazid. Kedua, pasukan Yazid dibawah pimpinan Muslim bin
„Uqbah menyerang kota Madinah dalam peperangan di Harra, hal itu
disebabkan ketidak setujuan warga Madinah atas pemerintahan Yazid.
Ketiga, penyerangan dan pengepungan kota Mekkah serta pengrusakan
Ka‟bah (yang pada waktu itu mengakui Abdullah bin Zubair sebagai
khalifah mereka) oleh tentara Yazid yang masih dibawah pimpinan
Hushain bin Numair. Namun saat pengepungan dan penyerangan terjadi
terdengar kabar bahwa Yazid meninggal dunia pada tahun 683, maka
para tentara tersebut menghentikan penyerangan dan pengepungan kota
Mekkah serta kembali ke Damaskus.Keempat, mengangkat kembali
„Uqbah bin Nafi‟ menjadi gubernur kedua kalinya di Ifriqiyah.
Yazid meninggal secara mendadak tanpa diketahui yang
menjadi penyebabnya pemerintahannya digantikan oleh anaknya
Muawiyah II bin Yazid, sebagai pengganti dia hanya memerintah selama
3 bulan dan sakit-sakitan, karena tidak mampu mengendalikan
pemerintahan, dia mengundurkan diri. Tidak ada pengganti lagi dari
keturunan mereka. Dengan demikian berakhirlah masa pemerintahan

9
Bani Umaiyah dari Abu Sofyan dan beralih ke keturunan al-Hakam Abu
Ash‟ bin Umaiyah yaitu Marwan bin Hakam.7
c) Marwan bin Hakam (64-65H/683-684M)
Marwan bin Hakam menggantikan Muawiyah II sebagai
Khalifah, dia bekas sekretaris Utsman bin Affan, dan menjadi gubernur
Madinah pada masa Muawiyah, kini dia menjadi khalifah menggantikan
Muawiyah II. Pada saat dia diangkat menjadi Khalifah sudah ada
tantangan dari Abdullah bin Zubeir yang pada masa itu sudah sejak
khalifah Yazid memberontak dan telah mendapat pengakuan dari
penduduk Hijaz, Kufah, Basrah dan sebagian penduduk Syam. Demikian
juga dari kalangan Arab Utara di Syam telah ikut mengakui Abdullah bin
Zubeir menjadi Khalifah, sementara Arab Selatan berpihak kepada
Marwan bin Hakam.8
Marwan adalah seorang yang bijaksana, berpikiran tajam, fasih
berbicara, dan berani. Ia ahli dalam pembacaan al-Quran. Dan banyak
meriwayatkan hadis-hadis dari para sahabat Rasulullah yang terkemuka,
terutama dari Umar bin Khattab dan Usman bin Affan. Ia juga telah
berjasa dalam menertibkan alat-alat takaran dan timbangan. Ia meninggal
pada bulan Ramadhan tahun 63 H, setelah ia membujuk lebih dahulu dua
orang puteranya untuk menggantikannya berturut-turut, yaitu Abdul
Malik dan Abdul Aziz yang terpilih adalah Abdul Malik.
d) Abdul Malik bin Marwan (65-86H/684-705)
Abdul Malik bin Marwan menjabat khalifah kelima Dinasti
Umayyah pada usia 39 tahun, yaitu pada tahun 65 Hijriyah atau
692 Masehi. Ia menjadi khalifah atas wasiat ayahnya, Marwan bin
Hakam. Selama 21 tahun memerintah ia dianggap khalifah perkasa,
negarawan berwibawa yang mampu memulihkan kesatuan kaum
Muslimin.

7
Ibid., hlm, 115.
8
Ibid.

10
Abdul Malik yang menggantikan ayahnya Marwan sebagai
Khalifah adalah sebagai khalifah terbesar kedua sesudah Muawiyah
dalam pemerintahan daulah Umaiyah, karena dia berhasil memadamkan
banyak pemberontakan dan menata administrasi pemerintahan, serta
kemampuannya dalam mengendalikan berbagai urusan sehingga dia
berhasil membebaskan daulah Umaiyah dari carut marut yang
merongrong daulah itu dan menggantinya dengan keagungan yang
mempesona.9
Periode pemerintahannya adalah periode emas dinasti
Umayyah.Ia mengadakan berbagai macam pembaruan, diantaranya
penggunaan Bahasa arab secara resmi sebagai Bahasa Negara setelah
sebelumnya kekhalifahan menggunakan Bahasa Qibti, Suryani dan
Yunani dalam pemerintahan. Ia juga mencetak mata uang dengan nama
Dinar, Dirham dan Fals. Kemudian ia mendirikan kantor kas Negara di
Damaskus. Selain itu, pertama kali dalam sejarah Bahasa arab
menggunakan (.) dan (,) dan pembaharuan kaidah yang telah dimulai
pada masa khalifah Ali bin Abi Tholib.
Pelayanan pos dan telekomunikasi juga ditingkatkan dnegan
menugaskan seorang dinas pos yang akan segera mengirim berita
penting. Khalifah Abdul Malik terkenal sebagai seorang yang suka
arsitektur, ia mendirikan masjid Qubbatus Syaqra‟ dan istana-istana serta
bangunan yang indah.
Di antara peristiwa penting yang pernah dihadapi Abdul Malik
adalah pemberontakan “Amru bin Sa‟id yang ingin menjadi khalifah
sesudah Marwan karena dia sudah sibuk berjuang untuk memperkokoh
kekuasaan Marwan, sebab dijanjikan Marwan untuk diangkat menjadi
khalifah sesudahnya, tetapi Marwan menipu dia dengan mengangkat
anaknya Abdul Malik sebagai putra mahkota.
Pada suatu malam Abdul Malik mengundang ‟Amru agar
berkunjung ke rumahnya. ‟Amru datang dengan beberapa pengawal.

9
Ibid., hlm. 116

11
Tetapi para pengawal itu ditahan seorang demi seorang di belakang pintu
sampai akhirnya ‟Amru tiba di ruangan Abdul Malik dia hanya seorang
saja dan tidak ada lagi orang lain bersamanya. Waktu itulah Abdul Malik
membunuhnya.10
Periatiwa pengepungan Makkah Hingga Kakbah terbakar,
masyarakat Hijaz mengangkat Abdullah bin Zubair sebagai khalifah yang
berkedudukan di wilayah Hijaz yang meliputi Makkah dan Madinah,
semakin kuat. Ia berhasil mengamankan wilayah Kufah dan Iran dan
menempatkan saudaranya, Mush‟ab bin Zubair untuk menjadi gubernur
di wilayah itu. Di mata masyarakat, posisi Abdullah bin Zubair semakin
kuat. Para jamaah haji yang datang dari berbagai penjuru, “terpaksa”
berbaiat kepadanya saat mereka datang ke Makkah.
Khalifah Abdul Malik tak bisa membiarkan hal itu. Ia pun
mempersiapkan segalanya untuk menundukkan kekuasaan Abdullah bin
Zubair. Mengawali rencananya, Abdul Malik tak langsung menyerang
pusat kekuasaan Abdullah bin Zubair di Makkah dan Madinah. Pasukan
besarnya bergerak menaklukkan wilayah Kufah, Iran, Khurasan dan
Bukhara, yang merupakan sumber dana Abdullah bin Zubair.
Mush'ab bin Zubair wafat dan jabatan gubernurnya diambil oleh
Bashir bin Marwan, saudara Khalifah Abdul Malik bin Marwan. Usia
gubernur ini memang masih muda. Ia didampingi oleh penasihat
terpandang yang dikenal sejarah; Musa bin Nushair. Setelah berhasil
merebut wilayah Kufah dan sekitarnya, Khalifah Abdul Malik
mengerahkan 3.000 tentara di bawah pimpinan Hajjaj bin Yusuf11.

10
Ibid., hlm. 117
11
Kata Imam Al Hafizh Adz Dzahabi rahimahullah (Wafat: 748H) mengenai Al Hajjaj
bin Yusuf Ats Tsaqafi: “Al Hajjaj, Allah memusnahkannya di bulan Ramadhan tahun 95 Hijrah
dalam keadaan tua, dan beliau adalah seorang yang zhalim, bengis, naashibi (pembenci Ahlul
Bait), keji, suka menumpahkan darah, memiliki keberanian, kelancangan, tipu daya, dan kelicikan,
kefasihan, ahli bahasa, dan kecintaan terhadap Al Quran. Aku (Imam Adz Dzahabi) telah menulis
tentang sejarah hidupnya yang buruk dalam kitabku At Tarikh Al Kabir, mengenai
pengepungannya terhadap Ibnu Az Zubair dan Ka‟bah, serta perbuatannya melempar Ka‟bah
dengan manjaniq, penghinaannya terhadap penduduk Al Haramain (dua tanah haram),
penguasaannya terhadap „Iraq dan wilayah timur, semuanya selama 20 tahun. Juga peperangannya
dengan Ibnul Asy‟ats, sikapnya melambat-lambat (melalaikan) shalat sehinggalah Allah

12
Pasukan besar itu pun berangkat dan akhirnya tiba di Thaif, sekitar 120
kilometer dari Makkah. Pasukan Abdullah bin Zubair yang semula
ditempatkan di bagian utara Madinah, dikerahkan ke Thaif.
Pertempuran pun berlangsung. Pasukan Abdullah bin Zubair
porak-poranda. Abdullah bin Zubair gugur tertusuk pedang. Nyawa putra
sahabat Nabi dari kalangan Muhajirin yang pertama kali lahir di Madinah
itu, menemui Rabb-nya setelah sekitar 9 tahun memerintah. Ia wafat pada
Jumadil Awal 73 Hijriyah.
Pada tahun 77 Hijriyah, Abdul Malik bin Marwan menyerang
Romawi untuk merebut Asia Kecil dan Armenia. Pertempuran cukup
dahsyat terjadi sehingga menyebabkan 200.000 kaum Muslimin gugur.
Pihak Romawi menderita kekalahan lebih dari itu. Namun pasukan Islam
berhasil menguasai Mashaisha di bawah pimpinan Panglima Abdullah
bin Abdul Malik.
Bersamaan dengan itu, Khalifah Abdul Malik bin Marwan juga
mengirim 40.000 pasukan berkuda menuju Afrika Utara di bawah
pimpinan Hasan bin Nu‟man yang dibantu oleh pasukan dari Mesir dan
Libya. Melalui perjuangan cukup panjang, akhirnya pasukan itu bisa
mengalahkan pasukan Romawi dan menduduki benteng Kartago.
Pasukan Hasan bin Nu‟man juga berhasil menghalau serangan suku
Barbar di bawah pimpinan Ratu Kahina di wilayah Aljazair. Ratu Kahina
selanjutnya dijatuhi hukuman mati.
Pada tahun 81 Hijriyah, sebuah armada laut siap berangkat dari
pelabuhan Tunisia. Perjalanan pun dimulai. Daerah demi daerah berhasil
dibebaskan. Ketika pasukan kaum Muslimin sedang merangkai
kemenangan demi kemenangan itulah, Abdul Malik bin Marwan wafat.
Ia mewariskan banyak hal dalam sejarah keemasan Islam. Pada
masa pemerintahannya dibentuk Mahkamah Tinggi untuk mengadili para
pejabat yang menyeleweng atau bertindak semena-mena terhadap rakyat.

mematikannya, maka kami mencelanya, dan kami tidak mencintainya, sebaliknya kami
membencinya karena Allah.” (Siyar A‟lam An Nubala‟, 4/343)

13
Selain itu, Abdul Malik juga mengganti bahasa resmi negara dengan
bahasa Arab yang sebelumnya menggunakan bahasa Persia atau Romawi.
Abdul Malik juga mendirikan bangunan seperti pabrik senjata dan kapal
perang di Tunisia. Ia juga membangun Masjid Umar atau Qubbatush
Shakra‟ di Yerusalem dan memperluas Masjidil Haram di Makkah.
Dalam sejarah, Abdul Malik dikenal dengan “Abdul Muluk”
atau ayah para raja atau khalifah. Dijuluki demikian karena keempat
anaknya sempat menjadi khalifah Bani Umayyah menggantikannya.
Mereka itu adalah Walid, Sulaiman, Yazid, dan Hisyam. Abdul Malik
bin Marwan meninggal dunia pada pertengahan bulan Syawwal tahun 86
Hijriyah dalam usia 60 tahun. Ia meninggalkan karya besar bagi sejarah
Islam.
Selama masa pemerintahannya ia membebaskan banyak kota
seperti kota-kota Romawi (696-705 M), Afrika Utara (698-703 M), dan
Turkistan (705 M). Pada masa pemerintahanya ia membangun panti-panti
untuk orang cacat, membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan
suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung
pemerintahan dan masjid-masjid yang megah, mengubah mata uang
Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai Islam.
Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri dengan memakai kata-kata dan
tulisan Arab. Tahun 705 M ia digantikan oleh anaknya, Al-Walid bin
Abdul-Malik. Khalifah abdul Malik memerintah selam 21 tahun dan
wafat 86 H dan di ganti oleh putranya Al-Walid.
e) Al-Walid I bin Abdul Malik (86-96H/705-714M)
Walid Abdul Abbas bin Abdul Malik bin Marwan bin Hakam
lahir pada tahun 48 Hijriyah. Ia menjabat khalifah menggantikan
ayahnya, Abdul Malik bin Marwan tahun 84 Hijriyah atau 705 Masehi.
Ketika Al Walid bin Malik dinobatkan sebagai khalifah menggantikan
ayahnya Abdul Malik bin Marwan, tidak terdapat penentangan. Selain
itu, khalifah Al Walid juga beruntung karena ia memiliki sejumlah orang
panglima yang memiliki keberanian dan kecakapan yang luar biasa,

14
sehingga pemerintahannya berjalan dengan baik. Di antara tokoh dan
panglima itu adalah Umar bin Abdul Aziz yang diberi kepercayaan
menjadi gubernur di Arabia, dan Hajjaj bin Yusuf Al-Saqafi yang di
berikan kepercayaan menjadi gubernur di Kufah. Khalifah Al-Walid bin
Malik terkenal dengan seorang yang khalifah yang aman dalam
memimpin kekuasaan.
Setelah menjadi khalifah, ia langsung membenahi infrastruktur
fisik, pengiriman pasukan untuk memperluas wilayah dakwah dan
kekuasaan Islam serta melakukan reformasi sosial. Pada 711 Masehi,
Walid bin Abdul Malik mengutus satu armada laut ke Hindustan.
Pasukan yang dipimpin oleh Muhammad bin Qasim itu akhirnya
menaklukkan negeri Sind dan Nepal.
Walid memerintah selama 10 tahun. Panglima pasukan Islam
pada zamannya, dikerahkan untuk melakukan ekspansi dakwah ke
berbagai belahan dunia. Panglima Qutaibah bin Muslim diutus untuk
menaklukkan negeri di seberang sungai Dajlah. Turki, Shagd, Syaas,
Farghanah, hingga Bukhara, akhirnya tudnduk di bawah pemerintahan
Bani Umayyah.
Di sisi lain, negeri Khurasan takluk dengan damai. Berbeda
dengan Samarkand, Kashgar, Turkistan yang takluk dengan peperangan
di bawah pimpinan Qutaibah bin Muslim.
Musa bin Nushair, Gubernur Afrika mengirim Thariq bin Ziyad
untuk menaklukkan pulau Shamit tahun 91 H. Thariq adalah budak Musa
bin Nushair yang telah dimerdekakan. Bahkan ia telah diangkat menjadi
panglima perang. Dalam misinya, Thariq berhasil mengalahkan Spanyol
(Ishbaniyah).
Pahlawan legendaris satu ini terkenal dengan taktiknya
membangkitkan semangat pasukannya yang hampir mundur. Akhirnya,
mereka tak punya pilihan kecuali maju berjihad mengalahkan Spanyol. Ia
kemudian bermarkas di sebuah bukit di Spanyol yang kini dikenal
dengan Jabal Thariq (Gibraltar).Keadaan ini membawa pengaruh cukup

15
baik bagi upaya perluasan wilayah kekuasaan dinasti Bani Umayyah ke
luar jazirah Arabia, terutama ke Afrika Utara, Spanyol dan Asia Tengah.
Khalifah Al Walid bin Abdul Malik yang telah menjadi
khalifah antar tahun (86-96 H/ 705-5 M). Telah mengukir prestasi bagi
sejarah umat Islam. Diantara jasa dan peninggalan terpenting adalah
Penaklukan Spanyol. Salah satu prestasi yang terbukti di dalam catatan
sejarah Islam pada masa pemerintahannya adalah kemampuannya
mengatur kekuatan militer, sehingga sebagian dunia dapat dikuasainnya,
mulai dari Indus hingga Andalusia (Spanyol). Khalifah itu wafat tahun 96
H/715 M, dan digantikan oleh adiknya, Sulaiman sebagaimana wasiat
ayahnya.
f) Sulaiman bin Abdul Malik (96-99H/714-717M)
Sulaiman bin Abdul Malik naik tahta sebagai khalifah
menggantikan saudaranya, Walid bin Abdul Malik, pada usia 42 tahun. Ia
hanya memerintah selama dua tahun (97 H-99 H).
Menurut sebagian ahli sejarah, menjelang wafatnya, Walid bin
Abdul Malik tidak sempat menunjuk seseorang sebagai pengganti. Para
pemuka keluarga Bani Umayyah akhirnya memutuskan Sulaiman bin
Abdul Malik sebagai Khalifah Ketujuh Daulah Umayyah di Damaskus,
Syria. Saat itu Sulaiman sendiri berada di kota Ramallah. Ia baru
mengetahui berita wafatnya Walid setelah sepekan kemudian.
Begitu menjabat khalifah, banyak perubahan yang dilakukan
Sulaiman bin Abdul Malik. Yang terbesar adalah pergantian beberapa
pejabat penting pemerintah. Inilah yang membuat puncak kejayaan
Daulah Umayyah menurun.
Sebelumnya, Abdul Malik bin Marwan dan Walid bin Abdul
Malik menempatkan tokoh-tokoh terkuat di beberapa daerah. Misalnya,
Hajjaj bin Yusuf dan Qutaibah bin Muslim ditempatkan di wilayah timur,
sedangkan Musa bin Nushair dan Thariq bin Ziyad ditempatkan di
wilayah barat. Sulaiman bin Abdul Malik memberhentikan ketiga tokoh
tersebut.

16
Musa bin Nushair, penakluk Spanyol dan Portugal, tiba di
Damaskus tiga hari sebelum Walid bin Abdul Malik wafat. Tanpa alasan
yang bisa diterima, Musa bin Nushair diberhentikan dan dibuang ke
Madinah. Dua tahun kemudian, tokoh ini wafat. Putra Musa bin Nushair,
Abdul Malik bin Musa yang menjabat gubernur wilayah Afrika di
Kairawan juga diberhentikan. Sebagai penggantinya diangkatlah
Muhammad bin Yazid. Sedangkan Abdul Azis bin Musa, putra Musa bin
Nushair yang menjabat gubernur di wilayah Andalusia yang
berkedudukan di Toledo, dikudeta oleh pasukannya sendiri dan gugur
dalam sebuah peperangan. Sebagai penggantinya, Sulaiman bin Abdul
Malik mengangkat Abdurrahman Ats-Tsaqafi.
Sementara itu, Hajjaj bin Yusuf meninggal terlebih dahulu
daripada Walid bin Abdul Malik. Namun demikian, keluarganya tak ada
yang luput dari kebijakan Kalifah Sulaiman. Mereka yang masih
memegang jabatan langsung diberhentikan.
Tindakan fatal lainnya yang dilakukan Khalifah Sulaiman bin
Abdul Malik adalah membebaskan para tahanan politik di Kufah dan
Iran. Dilihat dari sudut kemanusiaan, sekilas tindakan ini positif. Namun
di sisi lain, mereka yang menentang pemerintahan selama ini menjadi
bebas berbuat apa saja.
Ketika masih hidup, Hajjaj bin Yusuf dan Qutaibah bin Muslim
sepakat untuk mengangkat Abdul Azis bin Walid sebagai calon
pengganti sang khalifah. Namun, Walid bin Abdul Malik meningga
sebelum sempat menetapkan keputusan itu.
Itulah yang membuat Khalifah Sulaiman tidak senang dengan
Hajjaj dan Qutaibah. Rasa tidak senang itu sudah terbaca oleh Qutaibah.
Apalagi ketika melihat tindakan Khalifah Sulaiman terhadap keluarga
Hajjaj dan Musa bin Nushair. Qutaibah bin Muslim menggerakkan rakyat
Khurasan untuk memberhentikan Khalifah Sulaiman. Namun
kekuatannya kalah, Ia gugur dalam peperangan. Sebagai gantinya
diangkatlah Wakki At-Tamimi.

17
Sedangkan jabatan Hajjaj bin Yusuf tak pernah diisi lagi.
Khalifah Sulaiman menunjuk Yazid bin Muhallib sebagai gubernur
wilayah Kufah dan Iran. Karena kemampuannya, Yazid bin Muhallib
diangkat menjadi gubernur wilayah Khurasan menggantikan Wakki At-
Tamimi. Selanjutnya, gubernur Yazid melebarkan sayap kekuasaannya
ke daerah Tabaristan dan Jurjan.
Sementara itu, kemenangan Panglima Maslamah bin Abdul
Malik di daerah Asia Kecil pada masa pemerintahan Khalifah Walid bin
Abdul Malik, membuat geger imperium Romawi Timur. Hal itu
membangkitkan minat Khalifah Sulaiman untuk menaklukkan
Konstantinopel.
Ia pun mempersiapkan bala bantuan berkuatan 120.000 orang
untuk memperkuat pasukan saudaranya. Khalifah Sulaiman sendiri ikut
dalam pasukan itu. Namun ia terpaksa berhenti di Caesarea wilayah
Galtia karena sakit. Sedangkan Maslamah dan pasukannya meneruskan
perjalanan. Pasukan Romawi tidak mengadakan perlawanan. Mereka
bertahan di benteng Konstantinopel dalam kepungan pasukan kaum
Muslimin yang cukup lama.
Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik wafat dalam usia 45 tahun.
Keinginannya untuk menaklukkan ibukota Konstantinopel gagal. Di
antara yang dapat dikenang pada masa pemerintahannya adalah
menyelesaikan pembangunan Masjid Al-Jami‟ Al-Umawi yang dikenal
megah dan agung di Damaskus.
Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik mempunyai seorang putra
mahkota bernama Ayyub bin Sulaiman yang sudah ia siapkan sebagai
penggantinya. Namun sayang, sang putra meninggal dunia sebelum niat
ayahnya tercapai. Khalifah Sulaiman berniat mencalonkan putranya yang
lain, namun karena masih terlalu muda, Raja‟ bin Haiwa‟, seorang tabiin
penasihat utama istana menyarankan agar niat itu ditunda. Raja‟
mengusulkan nama Umar bin Abdul Azis.

18
Lobi yang dilakukan Raja‟ berhasil. Umar bin Abdul Azis pun
diangkat sebagai khalifah kedelapan pengganti Sulaiman bin Abdul
Malik. Sejarah pun membuktikan, pilihan sang ulama tidak meleset. Pada
masa pemerintahan Umar bin Abdul Azis, Daulah Umayyah mengalami
kegemilangan, sehingga para ahli sejarah menjuluki Umar bin Abdul
Azis sebagai Khalifah Ar-Rasyidah kelima setelah Ali bin Abi Thalib.
g) Umar bin Abdul Aziz (99-101H/717-719M)
Umar adalah anak keturunan terkenal, ayahnya Abd al-Aziz bin
Marwan, pamannya Abdul Malik khalifah agung, istrinya Fathimah binti
Abdul Malik, saudara al-Walid. Dia dididik dan dibesarkan dalam
suasana penuh kenikmatan dan kemakmuran hidup, di kelilingi oleh
kekayaan yang melimpah ruah. Tetapi setelah diangkat menjadi Khalifah
dia hidup zuhud dan sederhana.
Ketika mendengar bahwa dirinya telah dinobatkan sebagai
khalifah oleh khalifah Sulaiman bin Abdul Malik dan disetujui oleh
seluruh masyarakat, maka ia tidak bisa menolak. Sambil berucap inna
lillahi wa innalillahi raji‟un. Lalu ia menyampaikan amanah tersebut. ”
Hadirin sekalian, aku telah dibebani tugas dan tanggung jawab yang
sangat berat tanpa terlebih dulu meminta pendapatku. Jabatan ini bukan
pula atas permintaanku. Karena itu aku membebaskan kalian dari bai‟at
yang kalian telah lakukan. Pilihlah orang yang paling kalian sukai untuk
menjadi khalifah.
Umar bin Abd. Aziz terkenal sebagai khalifah yang saleh, adil
dan sikapnya anti kekerasan. Dia melarang caci maki kepada Khalifah
Ali Bin Abu Thalib dan Ahlul Bait Rasulullah saw. Demikian hebatnya
penghormatan orang kepadanya sehingga kelak daulah Abbasiyah,
musuh daulah Umaiyah, membongkar kuburan semua khalifah daulah
Umaiyah kecuali kuburannya. Kaum Muslimin menyamakan
kepemimpinannya dengan kakeknya Umar bin Khaththab, baik dalam
keadilan maupun dalam kezuhudannya.

19
Hal itu tidak mengherankan karena pada masa pemerintahannya
keadilan ditegakkan, peperangan dihentikan, kezaliman dimusnahkan,
harta yang dirampas dikembalikan, diskusi-diskusi dan dakwah secara
lemah lembut digalakkannya sehingga banyak negeri-negeri dengan
kesadaran sendiri menyatakan diri masuk Islam.12
Walaupun Umar bin Abdul Azis hanya memerintah selama
kurang lebih tiga tahun sebagai khalifah, tetapi kebijakan yang ia buat
sungguh berjasa bagi kejayaan umat Islam. Dialah yang memulai
menerapkan syariat Islam secara utuh dengan meminta bantuan para
ulama, seperti Hasan Bashri. Pada masanya juga, hadits-hadits mulai
dibukukan.
Umar juga mempunyai perhatian tinggi pada berbagai cabang
ilmu, seperti kedokteran. Dialah yang mengusulkan pemindahan sekolah
kedokteran di Iskandaria, Mesir ke Antakiya, Turki. Umar juga bersikap
agak lunak terhadap msuh-musuh politiknya. Ia melarang kaum
Muslimin mengecam dan mencaci Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, wacana kebencian
terhadap Sayyidina Ali direproduksi melalui mimbar-mimbar khutbah
Jumat. Sudah menjadi kebiasaan para khatib kala itu menutup khutbah
dengan mencaci maki menantu dan sepupu Rasulullah itu. Gerakan ini
cukup efektif mengubur peluang Imam Ali dan keturunannya untuk
berkuasa. Namun demikian, hawa politik berubah ketika kekhalifahan
Bani Umayyah dipimpin Umar bin Abdul Aziz. Budaya caci maki di
mimbar khutbah rupanya membuat panas telinga pemimpin yang
berjuluk Umar II ini. Jumat adalah sayyidul ayyâm, hari agung, bagi
umat Islam. Sembahyang Jumat adalah momen konsolidasi karena pada
waktu itu umat sedang berkumpul. Sebab ini pula pesan ketakwaan
pantas menjadi salah satu rukun khutbah. Muhammad bin Ahmad ad-
Dasuqi dalam kitab Hasyiyah ad-Dâsuq „alasy Syarhil Kabîr bercerita,
pada saat-saat yang menggelisahkan itu Umar bin Abdul Aziz membuat

12
Al-Thabari, Tarikh Al-Thabari J.5 (Kairo: Maktabah Al-Istiqomah, 1439), hlm 321

20
sebuah terobosan. Ia adalah orang yang pertama kali membaca Surat an-
Nahl ayat 90 sebagai penutup khutbah yang sebelumnya diisi dengan
kata-kata kasar dan cacian kepada Ali Bin Abu Thalib.
Umar bin Abdul Aziz dengan demikian telah membuat langkah
cerdas dan arif. Ia membuat tradisi baru dengan muatan pesan yang
sangat substansial dan universal. Ayat ini masih terdengar sampai
sekarang di mayoritas mimbar khutbah Jumat di berbagai belahan dunia.
Inovasi yang dilakukan Umar bin Abdul Aziz secara tersirat
mengungkapkan kekhawatiran terhadap umat Islam yang tengah diliputi
api kebencian. Kebencian bisa menggelapkan hati orang lalu berbuat
tidak adil. Ditambah nafsu politik, sikap macam ini sering kali
menjerumuskan orang untuk mereduksi agama sekadar sebagai alat, lalu
mengabaikan substansi beragama itu sendiri.
Untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, Umar mengirimkan
utusan ke berbagai daerah untuk memantau kinerja para gubernur. Jika
menemukan penyimpangan, ia tak segan-segan memecat mereka. Seperti
yang ia lakukan terhadap Yazid bin Abi Muslim, gubernur Afrika Utara
dan Shalih bin Abdurrahman, gubernur Kufah. Umar juga
mengembalikan tanah yang dirampas penguasa.
Dalam bidang militer, Umar tidak menaruh perhatian untuk
membangun angkatan perang. Ia lebih mengutamakan pemakmuran
kehidupan masyarakat. Karenanya, ia memerintahkan Maslamah untuk
menghentikan pengepungan Konstantinopel dan penyerbuan ke Asia
Kecil.
Di bidang ekonomi, Umar membuat kebijakan-kebijakan yang
melindungi rakyat kecil. Pada masanya, orang-orang kaya membayar
zakat sehingga kemakmuran benar-benar terwujud. Konon, saat itu sulit
menemukan para penerima zakat lantaran kemakmuran begitu merata.
Dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan itu, Umar bin Abdul
Azis selalu berada di depan. Sebelum menyuruh orang lain berlaku
sederhan, ia lebih dahulu bersikap sederhana. Buktinya, sebelum menjadi

21
khalifah, Umar biasa mengenakan pakaian bagus. Namun setelah
menjabat khalifah, keadaannya justru terbalik. Ia menolak berbagai
fasilitas negara. Bahkan harta miliknya pun dijual dan uangnya
dimasukkan ke Baitul Mal (kas negara).
Di antara bukti bahwa Umar bin Abdul Azis sangat tidak ingin
menggunakan fasilitas negara adalah kisahnya dengan putranya. Suatu
malam ketika ia sedang berada di kantor untuk urusan negara, putranya
datang. Begitu mengetahui bahwa putranya ingin membicarakan masalah
keluarga, Umar memadamkan lampu yang ia gunakan. Keduanya pun
berbincang dalam kegelapan.
Ketika hal itu ditanyakan putranya, dengan yakin Umar
menjawab bahwa mereka sedang membicarakan masalah keluarga.
Sedangkan lampu yang mereka gunakan adalah milik negara. Karena
berbagai kebijakan dan keadilannya itu, Umar bin Abdul Azis dikenal
sebagai Khulafaur Rasyidin Kelima atau Umar Kedua setelah Umar bin
Al-Khathab.
Khalifah Umar bin Abdul Azis meninggal dunia di Dir Sim'an,
sebuah kota di wilayah Himsh pada 20 atau 25 Rajab 101 Hijriyah dalam
usia 36 tahun 6 bulan. Menurut beberapa riwayat, seperti yang terdapat
dalam Tarikh Al-Khulafa' karya Imam As-Suyuthi, Umar bin Abdul Azis
meninggal karena diracun.
Menjelang wafat, ia sempat memanggil pelayan yang
memberinya minum. "Apa yang mendorongmu memberiku minuman
berisi racun?" tanya Umar. "Saya diberi seribu dinar dan dijanjikan akan
dibebaskan dari perbudakan," jawab pelayan tersebut.
Umar memintanya mengambil uang itu dan meletakkannya di
Baitul Mal. "Pergilah ke tempat yang tidak seorang pun tahu!" katanya
kepada si pelayan. Umat Islam kehilangan seorang pemimpin adil yang
nyaris tak ada penggantinya hingga kini.

h) Yazid II bin Abdul Malik (101-105H/719-723M)

22
Sepeninggal Umar ibn Abdul Aziz, kekuasaan Bani Umayyah
berada di bawah khalifah Yazid ibn Abdul Malik yang sering dipanggil
dengan sebutan Abu Khalid (720-724 M) yang lahir pada tahun 71 H..
Yazid bin Abdul Malik adalah khalifah ke-9 pada dinasti Bani Umayyah
atau lebih dikenal dengan Yazid II anak ketiga Abdul Malik pada usia 36
tahun. Ia menjabat khalifah atas wasiat saudaranya, Sulaiman bin Abdul
Malik. Ia dilantik pada bulan Rajab 101 H dan berkuasa antara 720
M sampai kematiannya pada 724 M. Berarti ia berkuasa selama kurang
lebih empat tahun.
Ia mewarisi Daulah Umayyah dalam keadaan aman dan
tenteram. Sebelum meninggal, Umar bin Abdul Azis sempat menulis
surat kepada Yazid, “Semoga keselamatan tetap terlimpah padamu. Saya
ingatkan, jagalah umat Muhammad sebab engkau akan meninggal dunia.
Engkau akan menghadap Dzat yang tidak memberikan maaf untukmu.”
Pada masa awal pemerintahannya, Yazid bertindak menuruti
kebijakan Khalifah Umar bin Abdul Azis sebelumnya. Namun hal itu
tidak berlangsung lama. Menurut Imam As-Suyuthi dalam Tarikh Al-
Khulafa’, kebijakan itu berlangsung hanya empat puluh hari. Setelah itu
terjadi perubahan. Tampaknya, terlalu banyak penasihat yang tidak setuju
dengan kebijakan positif yang diterapkan Umar bin Abdul Azis.
Khalifah Yazid bin Abdul Malik tidak berusia lama menyaksikan
perluasan wilayah Islam itu. Ia meninggal dunia pada usia 40 tahun.
Masa pemerintahannya hanya berkisar 4 tahun satu bulan. Beberapa
waktu sebelum Yazid meninggal sempat terjadi konflik antara dirinya
dan saudaranya, Hisyam bin Abdul Malik. Namun hubungan keduanya
baik kembali setelah Hisyam lebih banyak mendampingi sang khalifah
hingga wafat.
i) Hisyam bin Abdul Malik (105-125H/723-742M)
Nama lengkapnya Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan bin Hakam
bin Abul „Ash. Ia merupakan saudara kandung Khalifah sebelumnya, Yazid bin

23
Abdul Malik. Ia menjabat sebagai Khalifah pada usia yang ke 35 tahun. Ia
terkenal negarawan yang cakap dan ahli strategi militer.
Masa pemerintahan Hisyam cukup lama selama dua puluh tahun
sama dengan masa pemerintahan Muawiyah. Dia termasuk salah seorang
khalifah terbaik Bani Umaiyah. Terkenal sebagai seorang penyantun dan
pribadi yang bersih, cermat, hemat.13
Pemerintahan Hisyam yang lunak dan jujur menyumbangkan
jasa yang banyak untuk pemulihan keamanan dan kemakmuran, tetapi
semua kebajikannya tidak bisa membayar kesalahan-kesalahan para
pendahulunya, karena gerakan oposisi terlalu kuat, sehingga Khalifah
tidak mampu mematahkannya. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani
Hasyim yang didukung oleh golongan Mawali dan merupakan ancaman
yang sangat serius. Dalam perkembangan berikutnya kekuatan baru ini,
mampu menggulingkan dinasti Umawiyah dan menggantikannya dengan
dinasti baru, Bani Abbas.
Meskipun demikian, pada masa pemerintahan Khalifah Hisyam
kebudayaan dan kesusastraan Arab serta lalu lintas dagang mengalami
kemajuan. Dua tahun sesudah penaklukan pulau Sisily pada tahun 743
M, ia wafat dalam usia 55 tahun. Masa pemerintahannya berlangsung
selama 19 tahun, 9 bulan. Sepeninggal Hisyam, khalifah-khalifah yang
tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin
mempercepat runtuhnya Daulah Bani Ummayyah.
j) Al-Walid II bin Yazid II (125-126H/742-743M)
Al-Walid sama dengan ayahnya Yazid mempunyai sifat
berfoya-foya, bermental bejat, dikelilingi dayang-dayang. Dia dapat
menghabiskan harta benda yang melimpah ruah yang diwariskan
Hisyam. Akibat prilakunya yang buruk itu dia dibunuh oleh Yazid bin al-
Walid.14

13
Syamruddin Nasution, op.cit., hlm. 133
14
Ibid., hlm. 134

24
Pertentangan antara keluarga Yazid bin Abdul Malik dan
Hisyam bin Abdul Malik agaknya tidak berhenti ketika keduanya
meninggal. Ketika berkuasa, Yazid menangkapi orang-orang yang
dianggap dapat membahayakan kekuasaannya, termasuk keluarga
Hisyam. Ketika terjadi penangkapan besar-besaran itu, Yazid bin Walid
bin Abdul Malik sempat melarikan diri. Secara diam-diam, Yazid
berhasil menghimpun kekuatan. Ia pun dibaiat oleh keluarga Yamani di
daerah Syria dan Palestina.
Mengetahui ada gerakan yang akan membahayakan
kekuasaannya, Khalifah Walid bin Yazid segera mengerahkan pasukan
untuk menghancurkan pasukan Yazid. Namun terlambat, pasukan Yazid
lebih dahulu bergerak menuju istana. Khalifah Walid terkepung. Pada
detik-detik menentukan itu, sebagian besar pasukan andalannya justru
bersatu dengan musuh.
Khalifah Walid segera melarikan diri ke kediamannya. Namun
sepuluh orang di antara pasukan musuh berhasil menemukan
persembunyiannya. Ketika dikepung ia sempat berkata, "Bukankah aku
telah memberikan hadiah kepada kalian? Bukankah aku telah
meringankan beban kalian yang berat? Bukankah aku telah memberi
makan orang-orang fakir di antara kalian?"
Mereka yang mengepungnya menjawab, "Kami tidak
membencimu dari diri kami sendiri. Kami mengepungmu karena engkau
terlalu banyak melanggar batasan-batasan aturan Allah. " Ia meninggal
pada usia 40 tahun, dan kepalanya dipancung. Ia memerintah selama satu
tahun dua bulan.
k) Yazid bin Walid bin Malik (126H/743 M)
Yazid bin al-Walid menggantikan al-Walid bin Yazid hanya
memerintah lima bulan karena penduduk Hims memberontak kepadanya
dan menuntut bela atas kematian al-Walid yang membawa kepada
kematiannya. Sebelum wafatnya, dia menunjuk saudara nya Ibrahim bin

25
al-Walid menjadi khalifah.15 Pemerintahan Yazid bin Walid tidak
mendapat dukungan dari rakyat, karena kebijakannya suka mengurangi
anggaran belanja negara. Masa pemerintahannya tidak stabil dan banyak
pemberontakan. Masa pemerintahannya berlangsung selama 16 bulan.
Dia wafat dalam usia 46 tahun.
l) Ibrahim bin Al-Walid II (126-127H / 734-744M)
Ibrahim bin al-Walid hanya memerintah dua bulan,
kedudukannya sebagai khalifah tidak disepakati kaum Muslimin, ada
yang memanggil dia “khalifah” ada pula yang memanggilnya “amir”.
Marwan bin Muhammad membawa pasukan besar ke Syam menuntut
bela atas kematian al-Walid bin Yazid, pasukan Marwan membunuh
Ibrahim dan mereka membai‟at Marwan bin Muhammad sebagai
khalifah.16
Dia diangkat menjadi Khalifah tidak memperoleh suara bulat di
dalam lingkungan keluarga Bani Umayyah dan rakyatnya. Kerana itu,
keadaan negara semakin kacau dengan munculnya beberapa
pemberontak. Ia menggerakkan pasukan besar berkekuatan 80.000 orang
dari Arnenia menuju Syiria. Ia dengan suka rela mengundurkan dirinya
dari jabatan Khalifah dan mengangkat baiat terhadap Marwan ibn
Muhammad. Dia memerintah selama 3 bulan dan wafat pada tahun 132
H.
m) Marwan II bin Muhammad (127-132H / 744-750M)
Nama lengkap Marwan bin Muhammad bin Marwan bin
Hakam. Ia adalah cucu dari Khalifah keempat bani Umayyah, Marwan
bin Hakam dan keponakan Khalifah kelima, Abdul Malik bin Marwan.
Beliau seorang ahli negara yang bijaksana dan seorang pahlawan.
Beberapa pemberontak dapat ditumpas, tetapi dia tidak mampu
mengahadapi gerakan Bani Abbasiyah dengan pendukung yang kuat.

15
Ibid.
16
Ibid., hlm. 135

26
Marwan bin Muhammad melarikan diri ke Hurah, terus ke
Damaskus. Namun Abdullah bin Ali yang ditugaskan membunuh
Marwan oleh Abbas As Syaffah selalu mengejarnya. akhirnya sampailah
Marwan di Mesir. Di Bushair, daerah al Fayyun Mesir, dia mati terbunuh
oleh Shalih bin Ali, orang yang menerima penyerahan tugas dari
Abdullah. Marwan terbunuh pada tanggal 27 Dzulhijjah 132 H\5 Agustus
750 M. Dengan demikian berakhirlah dinasti Bani Umayyah,
dan kekuasaan selanjutnya dipegang oleh Bani Abbasiyah.

D. Kemajuan Bani Umayyah


Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai era agresif,
dimana perhatihan tertumpu pada usaha perluasan wilayah dan penaklukan,
yang terhenti sejak zaman kedua Khulafa‟ Arrasyidin terakhir. Hanya dalam
jangka waktu 90 tahun, banyak bangsa di empat penjuru mata angin
beramai-ramai masuk ke dalam kekuasaan Islam, yang meliputi tanah
Spanyol, seluruh wilayah Afrika Utara, Jazirah Arab, Syiria, Palestina,
sebagian daerah Anatholia, Irak, Persia, Afganistan, India, dan negeri-negeri
yang sekarang dinamakan Turkmenistan, Usbekistan, dan Kirgististan yang
termasuk Soviet dan Rusia.
Menurut Prof. Ahmad Syalabi,5 penakiukan militer di zaman
Umayyah mencakup tiga front penting, yaitu sebagai berikut. Pertama, front
melawan bangsa Romawi di Asia kecil dengan sasaran utama pengepungan
ke ibu kota Konstantinopel, dan penyerangan ke pulau-pulau di Laut
Tengah. Kedua, front Afrika Utara. Selain menundukkan daerah hitam
Afrika, pasukan muslim juga menyeberangi Selat Gibraltar, lalu masuk ke
Spanyol. Ketiga, front timur menghadapi wilayah yang sangat luas,
sehingga operasi ke jalur ini dibagi menjadi dua arah. Yang satu menuju
utara ke daerah-daerah di seberang sungai Jihun (Ammu Darya). Sedangkan
yang lainnya ke arah selatan menyusuri Sind, wilayah India bagian barat.17
a. Arsitektur

17
Abrari Syauqi., dkk, op.cit., hlm. 38

27
Seni bangunan (arsitektur) pada zaman Umayyah bertumpu pada
bangunan sipil berupa kota-kota, dan bangunan agama berupa masjid-
masjid. Pada masa Walid bin Abd al-Malik dibangun pula masjid agung
yang terkenal dengan nama “Masjid Damaskus” atas kreasi arsitektur
Abu Ubaidah bin Jarrah. Khalifah Abdul Malik bin Marwan juga
menyediakan dana 10.000 dinar emas untuk memperluas dan
menyempurnakan perbaikan Masjid al-Haram. Begitu pula Masjid
Nabawi, juga diperindah dan diperluas dengan arsitektur Syiria di
bawah pengawasan Umar bin Abdul Aziz.
b. Organisasi Militer
Pada masa Umayyah organisasi militer terdiri dari Angkatan Darat (al-
Jund), Angkatan Laut (al-Bahriyah), dan Angkatan Kepolisian (as-
Syurtah). Adapun organisasi kepolisian pada mulanya merupakan bagian
dari organisasi kehakiman. Tetapi kemudian bersifat independen, dengan
tugas mengawasi dan mengurus soal-soal kejahatan. Pada masa Hisyam
bin Abdul Malik, dalam organisasi kepolisian dibentuk Nidham al-Ahdas
sistem penangkal bahaya yang bertugas hampir serupa dengan tugas-
tugas tentara.
c. Perdagangan
Setelah Dinasti Umayyah berhasil menguasai wilayah yang cukup luas,
maka lalu lintas perdagangan mendapat jaminan yang layak. Lalu lintas
darat melalui jalan Sutera ke Tiongkok guna memperlancar perdagangan
sutera, keramik, obat-obatan dan wewangian. Adapun lalu lintas di lautan
ke arah negeri- negeri belahan timur untuk mencari rempah-rempah,
bumbu, anbar, kasturi, permata, logam mulia, gading, dan bulu-buluan.
Keadaan demikian membawa ibukota Bashrah di teluk Persi menjadi
pelabuhan dagang yang teramat ramai dan makmur, begitu pula kota
Aden. Dari kedua kota pelabuhan itu iring-iringan kafilah dagang hampir
tak pernah putus menuju Syam dan Mesir.
d. Kerajinan

28
Pada masa Khalifah Abd Malik mulai dirintis pembuatan tiraz (semacam
bordiran), yakni cap resmi yang dicetak pada pakaian Khalifah dan para
pembesar pemerintahan. Di bidang seni lukis, sejak Khalifah Muawiyah
sudah mendapat perhatian masyarakat. Seni lukis tersebut selain terdapat
di masjid-masjid juga tumbuh di luar masjid. Adanya lukisan di istana
Bani Umayyah, merupakan langkah baru yang muncul di kalangan
bangsawan Arab. Sebuah lukisan yang pertama kali ditorehkan oleh
Khalifah Walid I, adalah diadopsi kebudayaan Yunani ( Hellenistik),
tetapi kemudian dimodifikasi menurut cara-cara Islam, sehingga menarik
perhatian para penulis Eropa.
e. Perkembangan Ilmu Agama Islam
Pengembangan ilmu-ilmu agama sudah mulai dikembangkan karena
terasa betapa penduduk-penduduk di luar Jazirah Arab sangat
memerlukan berbagai penjelasan secara sistematis dan kronologis tentang
Islam. Ilmu-ilmu yang berkembang saat itu di antaranya tafsir, hadis,
fikih, ilmu kalam dan Sirah/Tariksh.

E. Kemunduran Bani Umayyah


Meskipun kejayaan telah diraih oleh Bani Umayyah ternyata tidak
bertahan lehih larna, dikarenakan kelemahan-kelemahan internal dan
semakin kuatnya tekanan dan pihak luar Menurut Dr. Badri Yatim, ada
beberapa faktor yang menyebabkan Dinasti Umayyah lemah dan
nnembawanya kepada kehancuran, yaitu sebagai berikut :
a. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang
baru bagi tradisi Arab, yang lebih menentukan aspek senioritas,
pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini
menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota
keluarga istana.
b. Latar belakang terbentuknya Dinasti Umayyah tidak dapat dipisahkan
dan berbagai konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi‟ah
dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti

29
di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa
pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-
gerakan ini banyak rnenyedot kekuatan pemerintah.
c. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara Suku
Arabia Utara (Bani Qais) dan Arab Selatan (Bani Kaib) yang sudah ada
sejak zaman sebelum Islam semakin runcing. Perselisihan ini
mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk
menggalang persatuan dan kesatuan. Di samping itu, sebagian besar
golongan timur lamanya merasa tidak puas karena status Mawali itu
menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan Bangsa
Arab yang diperhatikan pada masa Bani Umayyah.
d. Lemahnya pemerintahan daulah Bani Umayyah juga disebabkan oleh
sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khaliffah
tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi
kekuasaan. Di samping itu, sebagian besar golongan awam kecewa
karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
e. Penyebab langsung runtuhnya kekuasaan Dinasti Umayyah adalah
munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas bin
Abbas Al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani
Hasyim.
Beberapa penyebab tersebut muncul dan menumpuk menjadi satu,
sehingga akhirnya mengakibatkan keruntuhan Dinasti Umayyah, disusul
dengan berdirinya kekuasaan orang-orang Bani Abbasiyah yang mengejar-
ngejar dan membunuh setiap orang dan Bani Umayyah yang dijumpainya.
Demikianlah, Dinasti Umayyah pasca wafatnya Umar bin Abdul
Aziz yang berangsur-angsur melemah. Kekhalifahan sesudahnya
dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh yang melemahkan dan akhimya
hancur. Dinasti Bani Umayyah diruntuhkan oleh dinasti Bani Abbasiyah

30
pada masa khalifah Marwan bin Muhammad (Marwan II) pada tahun 127
H/744 M.18

F. Bani Umayyah Di Andalusia


Al-Andalus atau (kawasan Spanyol dan Portugis sekarang) mulai
ditaklukan oleh umat Islam pada zaman khalifah Bani Umayyah, Al-Walid
bin Abdul-Malik (705-715 M), dimana tentara Islam yang sebelumnya telah
menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari
Dinasti Bani Umayyah.
Dalam proses penaklukan ini dimulai dengan kemenangan pertama
yang dicapai oleh Tariq bin Ziyad membuat jalan untuk penaklukan wilayah
yang lebih luas lagi. Kemudian pasukan Islam dibawah pimpinan Musa bin
Nushair juga berhasil menaklukkan Sidonia, Karmona, Seville, dan Merida
serta mengalahkan penguasa kerajaan Goth, Theodomir di Orihuela, ia
bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil
menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian Utaranya,
mulai dari Zaragoza sampai Navarre.
Gelombang perluasan wilayah berikutnya muncul pada masa
pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul-Aziz tahun 99 H/717 M, dimana
sasaran ditujukan untuk menguasai daerah sekitar pegunungan Pirenia dan
Perancis Selatan. Pimpinan pasukan dipercayakan kepada Al-Samah, tetapi
usahanya itu gagal dan ia sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya,
pimpinan pasukan diserahkan kepada Abdurrahman bin Abdullah al-
Ghafiqi. Dengan pasukannya, ia menyerang kota Bordeaux, Poitiers dan
dari sini ia mencoba menyerang kota Tours, di kota ini ia ditahan oleh
Charles Martel, yang kemudian dikenal dengan Pertempuran Tours, al-
Ghafiqi terbunuh sehingga penyerangan ke Perancis gagal dan tentara
Muslim mundur kembali ke Spanyol.
Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi
sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan menyedihkan.

18
Ibid., hlm. 44-46

31
Secara politik, wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam
beberapa negeri kecil. Bersamaan dengan itu penguasa Goth bersikap tidak
toleran terhadap aliran agama yang dianut oleh penguasa, yaitu aliran
Monofisit, apalagi terhadap penganut agama lain, Yahudi. Penganut agama
Yahudi yang merupakan bagian terbesar dari penduduk Spanyol dipaksa
dibaptis menurut agama Kristen, dan yang tidak bersedia disiksa, serta
dibunuh secara brutal.
Buruknya kondisi sosial, ekonomi, dan keagamaan tersebut terutama
disebabkan oleh keadaan politik yang kacau. Kondisi terburuk terjadi pada
masa pemerintahan Raja Roderic, Raja Goth terakhir yang dikalahkan
pasukan Muslimin. Awal kehancuran kerajaan Visigoth adalah ketika
Roderic memindahkan ibu kota negaranya dari Seville ke Toledo, sementara
Witiza, yang saat itu menjadi penguasa atas wilayah Toledo, diberhentikan
begitu saja. Keadaan ini memancing amarah dari Oppas dan Achila, kakak
dan anak Witiza. Keduanya kemudian bangkit menghimpun kekuatan untuk
menjatuhkan Roderic. Mereka pergi ke Afrika Utara dan bergabung dengan
kaum Muslimin. Sementara itu terjadi pula konflik antara Raja Roderick
dengan Ratu Julian, mantan penguasa wilayah Septah. Julian juga
bergabung dengan kaum Muslimin di Afrika Utara dan mendukung usaha
umat Islam untuk menguasai Spanyol, Julian bahkan memberikan pinjaman
empat buah kapal yang dipakai oleh Tharif, Tariq dan Musa.
Hal menguntungkan tentara Islam lainnya adalah bahwa tentara
Roderic yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak lagi mempunyai
semangat perang, selain itu, orang Yahudi yang selama ini tertekan juga
mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi perjuangan kaum
Muslimin.
Sewaktu penaklukan itu, para pemimpinya terdiri dari tokoh-tokoh
yang kuat, yang mempunyai tentara yang kompak, dan penuh percaya diri.
Yang tak kalah pentingnya adalah ajaran Islam yang ditunjukkan para
tentara Islam, yaitu toleransi, persaudaraan, dan tolong menolong.Sikap
toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum

32
Muslimin itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam
di sana.19
Adapun Amir dan kahlifah yang mempimpin Andalusia adalah :
Keamiran Cordova
a. Abdurrahman I, 756-788
b. Hisyam I, 788-796
c. Al-Hakam I, 796-822
d. Abdurrahman II, 822-888
e. Abdullah bin Muhammad, 888-912
f. Abdurrahman III, 912-929
Kekhalifahan di Cordoba Andalusia
a. Abdurrahman III, 929-961
b. Al-Hakam II, 961-976
c. Hisyam II, 976-1008
d. Muhammad II, 1008-1009
e. Sulaiman, 1009-1010
f. Hisyam II, 1010-1012
g. Sulaiman, dikembalikan, 1012-1017
h. Abdurrahman IV, 1021-1022
i. Abdurrahman V, 1022-1023
j. Muhammad III, 1023-1024
k. Hisyam III, 1027-1031

G. Pengaruh Peradaban Islam Spanyol bagi Kebangkitan Eropa


Kemajuan Eropa saat ini tidak dapat dimungkiri banyak berhutang
budi kepada khazanah ilmu pengetahuan Islam yang berkembang di periode
klasik, termasuk yang di Baghdad dan terutama yang di Spanyol. Banyak
saluran peradaban Islam mempengaruhi kebangkitan Eropa, yang terpenting
di antaranya adalah Spanyol Islam kemudian Perang Salib. Spanyol Islam

19
Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, (Medan: Perdana Publishing, 2016), hlm. 84-
86

33
merupakan tempat yang paling utama bagi Eropa menyerap dan menyadap
peradaban Islam.
Karena Orang Eropa menyaksikan secara nyata bahwa Spanyol yang
berada di bawah kekuasaan Islam jauh meninggalkan negara-negara Eropa
lainnya, termasuk tetangganya, seperti Perancis, Jerman, Portugal dan
lainlainnya, terutama dalam bidang pemikiran dan sains, maupun bangunan
fisik. Pengaruh peradaban Islam yang terpenting, dari Spanyol Islam adalah;
pertama, pemikiran Ibn Rusyd (1120- 1198 M.).
Pemikirannya dapat melepaskan orang Eropa dari belenggu taklid
yang sudah berurat berakar dan menganjurkan kebebasan berpikir. Karena
Ibn Rusyd mengulas pemikiran Aristoteles dengan cara yang memikat,
sehingga mengundang minat orang banyak yang berpikiran bebas. Ia
mengedepankan pengertian sunnatullah menurut Islam terhadap pantheisme
dan anthropomorphisme
Kristen. Begitu besarnya pengaruh pemikiran Ibn Rusyd di Eropa
sehingga timbul gerakan Averroeisme (Ibn Rusyd-isme) yang menuntut
kebebesan berpikir. Tetapi pihak gereja menolak pemikiran rasional yang
dibawa gerakan Averroeisme ini.
Berawal dari gerakan Averroeisme inilah kemudian di Eropa
melahirkan gerakan reformasi pada abad ke-16 M. dan gerakan rasionalisme
pada abad ke-17 M. melalui buku-buku Ibn Rusyd yang dicetak di Venesia,
tahun 1481,1482,1483,1489 dan 1500 M., edisi lengkapnya pada tahun 1553
dan 1557 M. Juga di terbitkan pada abad ke-16 M. di Napoli, Bologna,
Lyonms, dan Strasbourg dan di awal abad ke-17 di Jenewa. Kedua, saluran
lainnya, adalah melalui mahasiswa Kristen Eropa yang belajar di
Universitasuniversitas Islam di Spanyol, seperti Universitas Cordova,
Seville, Malaga, Granada dan Salamanca. Selama belajar di Spanyol mereka
aktif menerjamahkan dan mempelajari buku-buku karya ilmuwan-ilmuwan
muslim. Setelah pulang ke negerinya, mereka mendirikan sekolah-sekolah
dan Universitas-universitas yang sama di Eropa.

34
Seperti Universitas Paris yang didirikan pada tahun 1231 M
merupakan Universitas pertama di Eropa, dia didirikan setelah tiga puluh
tahun Ibn Rusyd wafat. Dalam perkembangannya, di akhir Periode
Pertengahan telah berdiri 18 Universitas. Di dalam Universitas-universitas
itu, mereka ajarkan ilmu yang mereka peroleh dari Universitas-universitas
Islam, seperti ilmu pasti, ilmu kedokteran dan filsafat. Pemikiran filsafat
yang paling banyak dipelajari adalah pemikiran al-Farabi, Ibn Sina dan Ibn
Rusyd. Maka pengaruh ilmu pengetahuan Islam atas Eropa yang sudah
berlangsung sejak abad ke-12 M. hingga abad ke- 14 M. itu menimbulkan
kembali gerakan kebangkitan renaissance pusaka Yunani di Eropa pada
abad ke-14 M. Kebangkitan kembali pemikiran Yunani di Eropa kali ini
adalah melalui terjamahan-terjamahan Arab, kemudian diterjamahkan
kembali ke dalam bahasa Latin.
Dengan demikian, pengaruh peradaban Islam Spanyol telah dapat
melahirkan tiga gerakan penting bagi kebangkitan Eropa. Pertama, gerakan
kebangkitan kembali kebudayaan Yunani kuno atau klasik (renaissance)
pada abad ke-14 M. bermula di Italia, Kedua, gerakan reformasi pada abad
ke-16 M. Ketiga, gerakan rasionalisme pada abad ke-17 M. Selanjutnya
Eropa bangkit dari ketertidurannya selama ini. Ketiga, Perang Salib,
meskipun pihak Kristen Eropa mengalami kekalahan dalam Perang Salib
akan tetapi mereka mendapatkan hikmah yang tidak ternilai harganya, sebab
mereka dapat menyaksikan dan berkenalan langsung dengan peradaban
Islam yang sudah maju menyebabkan lahirnya renaisans di Eropa.
Adapun peradaban yang mereka bawa ke Barat lewat Perang Salib
terdiri dari kemajuan peradaban Islam di bidang militer, seni, perindustrian,
pertanian, perdagangan, astronomi, kesehatan dan sikap kepribadian umat
Islam yang luhur yang tidak mendapat perhatian di Barat sebelumnya.

35
H. Faktor-faktor Yang Menyebabkan Kemunduran Dinasti Umayyah Di
Andalusia
Adapun yang menjadi faktor kemunduran Islam di Spanyol, terdapat
beberapa penyebab bagi terjadinya kemunduran dan kehancuran Islam di
Spanyol, di antaranya:
a) Konflik Sesama Muslim
Perpecahan politik pada masa Muluk al- Thawa‟if menjadi
penyebab mundurnya pemerintahan Islam Spanyol, walaupun tidak
menjadi penyebab mundurnya peradaban Islam Spanyol. Masa itu, setiap
daulah (raja) di beberapa daerah seperti di Malaga, Toledo, Seville,
Granada, dan lain-lannya berusaha menyaingi Cordova (ibu kota Negara
Islam). Padahal sebelumnya, Cordova adalah satu-satunya pusat
pemerintahan dan pusat ilmu pengetahuan dan peradaban Islam di
Spanyol.
Hal tersebut memberikan dampak terhadap keberadaan Islam di
Spanyol, baik yang positif (baik) maupun yang negatif (buruk). Dampak
positifnya adalah memberi peluang terbukannya pusat-pusat peradaban
baru, di antaranya, justru ada yang lebih maju dari peradaban Islam
Cordova.220 Tetapi dampak negatifnya, karena konflik antara sesama
pemerintahan Islam mengakibatkan kemunduran pemerintahan Islam di
Spanyol.
b) Konflik dengan Kristen
Penakluk muslim ke Spanyol dahulu, tidak melakukan
islamisasi secara sempurna. Penguasa Islam Spanyol membiarkan
Kristen taklukannya mempertahankan hukum dan adat istiadat mereka,
asalkan tidak ada perlawanan bersenjata. Padahal kehadiran Islam di
Spanyol memperkuat rasa kebangsaan orang-orang Kristen Spanyol.
Akibatnya, kehidupan Negara Islam di Spanyol tidak pernah
berhenti dari pertentangan dan perlawanan antara Islam dengan Kristen.
Pada saat umat Islam kuat dan memperoleh kemajuan, umat Kristen diam
dan ikut menikmati hasilnya, tetapi pada saat umat Kristen memperoleh

36
kemajuan pesat sejak abad ke-11 M, sementara umat Islam mengalami
kemunduran, umat Islam diperangi, dihancurkan dan diusir secara kejam
dari Spanyol.

c) Kesulitan ekonomi
Dimana-mana Negara, termasuk Negara Spanyol, apabila
mengalami kesulitan ekonomi dapat mengakibatkan suatu kehancuran.
Itulah yang dialami pemerintahan Islam di Spanyol, pada masa
kemundurannya, disebabkan sibuk dengan konflik berkepanjangan antara
sesama umat Islam dan antara umat Islam dengan umat Kristen,
mengakibatkan mereka lalai membina perekonomian, akhirnya timbul
kesulitan ekonomi yang sangat memberatkan, hal itu turut mempengaruhi
kondisi politik dan militer. Kekacauan politik itu dimanfaatkan orang
Kristen untuk memerangi umat Islam dan dengan mudah dapat mereka
kalahkan..
d) Letak geografis yang terpencil
Letak geografis Spanyol bagi dunia Islam lainnya terpencil,
karena dia berada di belahan Eropa, sementara Islam lainnya ada di
belahan Asia dan Afrika. Sehingga dia hanya berjuang sendirian, ketika
mendapat serangan musuh dari utara Spanyol, kalaupun ada bantuan
hanya dapat dari Afrika Utara. Maka di saat umat Islam Spanyol
diganggu atau diperangi oleh umat Kristen, maka negara Islam lainnya
tidak dapat memberikan bantuan mereka.20

20
Syamruddin Nasution, op.cit., hlm. 170-177

37
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sejarah dinasti Umayyah tak dapat dilepaskan dari peristiwa
sebelumnya, yaitu konflik horizontal antara faksi Muawiyah dan Ali sebagai
Khalifah pada waktu itu. Momentum perseteruan terjadi pada Perang
Shiffin, ketika pasukan dua golongan bertemu. Perang ini diakhiri dengan
peristiwa Tahkim yang menandai pembagian kekuasaan antara Muawiyah
dan Khalifah Ali, hingga terbunuhnya Khalifah Ali.
Dinasti Umayyah diambil dari nama Umayyah ibn „Abdi Manaf,
Dinasti ini dirintis semenjak masa kepemimpinan Khalifah bin Affan namun
baru kemudian berhasil dideklarasikan dan mendapatkan pengakuan
kedaulatan oleh seluruh rakyat setelah Khalifah Ali terbunuh dan Hasan ibn
Ali yang diangkat oleh kaum muslimin di Irak menyerahkan kekuasaannya
pada Muawiyah setelah melakukan perundingan dan perjanjian. Bersatunya
ummat muslim dalam satu kepemimpinan pada masa itu disebut dengan
tahun jamaah („Am al Jamaah) tahun 41 H (661 M).
Dinasti Umayyah yang terbentang mulai tahun 661 M – 750 M telah
mengalami dinamika dan pasang-surut kepemimpinan. Faktor Khalifah atau
aktor yang menjadi pemutus kebijakan tertinggi menjadi sangat penting bagi
kekuatan Dinasti. Ketika Khalifah yang berkuasa kuat, kedaulatan Bani
Umayyah pun juga menjadi kuat.
Bani Umayyah atau kekhalifahan Umaiyah adalah kekhalifahan
Islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661-
750 M di jazirah Arab yang berpusat di Damaskus, Syiria, serta dari 756-
1031 di Cordoba-Andalusia, Spanyol. Masa kekhalifahan Bani Umayyah
hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin
Abi Sufyan.
Bani Umayyah telah membangun konstruksi politik yang sedemikian
besar ketika berkuasa. Konstruksi kekuasaan dibangun dengan mekanisme

38
kerajaan atau monarki, sehingga berimplikasi pada bergesernya pola
orientasi kekuasaan, sentralisme kekuasaan pada Khalifah yang berdampak
pada absolutisasi kebijakan Khalifah, berkurangnya peran ulama dalam
pembuatan keputusan, serta munculnya lingkaran elit yang berbasis istana
dengan dominasi kelompok-kelompok di sekeliling Khalifah.
Pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah, pemerintahan agama
Islam mengalami banyak kemajuan baik dalam politik, seni budaya, maupun
ilmu pengetahuan. Tetapi, pemerintahan Dinasti Umayyah runtuh akibat
banyaknya penguasa yang berfoya-foya dan adanya pemberontakan dari
golongan yang tidak puas.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan
dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut
dengan berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggung
jawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai
pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.

39
DAFTAR PUSTAKA

Katsir, Ibnu, 2004, Al-Bidayah Wan Hinayah, Jakarta: Darul Haq.


Amin, Ahmad, 1965, Fajr Al-Islam, Kairo: Maktabah Al-Nahda.
Jalaluddin, Al-Imam dan Kawan-kawan, 2008, Tarikh Al-Khulafa, Beirut:
Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah.
Syauqi, Abrari, dan Kawan-kawan, 2016, Sejarah Peradaban Islam,
Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
Nasution, Syamruddin, 2013, Sejarah Peradaban Islam, Riau: Yayasan
Pustaka Riau.
Al-Thabari, 1439, Tarikh Al-Thabari, Kairo: Maktabah Al-Istiqomah.
Zubaidah, Siti, 2016, Sejarah Peradaban Islam, Medan: Perdana
Publishing.

40

Anda mungkin juga menyukai