Anda di halaman 1dari 26

KEJAYAAN DINASTI UMAYYAH DAMASKUS

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Pendidikan Kebudayaan Islam MTsN/SMP

Dosen Pengampu:

Dr. Silahuddin, M.Ag.

Disusun oleh:

Lily Mukhlishah Attamy (210201056)

Milda Ulanda (210201054)

Wirda Sifa (210201041)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BANDA ACEH

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Pendidikan Kebudayaan
Islam MTsN/SMP yang berjudul “KEJAYAAN DINASTI UMAYYAH DAMASKUS”.

Shalawat beriringkan salam tak lupa pula kita sanjung sajikan kepangkuan Nabi Besar
Muhammad Saw, yang telah membawa kita keluar dari zaman jahiliyah menuju zaman yang
berilmu pengetahuan seperti yang bisa kita rasakan sampai saat ini. Kami mengucapkan terima
kasih kepada Bapak Dr. Silahuddin, M.Ag., selaku dosen yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami
tekuni.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
Kebudayaan Islam MTsN/SMP. Pemakalah sangat berharap agar makalah ini dapat berguna
dalam menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Dalam penulisan makalah
ini, pemakalah merasa masih banyaknya kekurangan yang tidak disengajai, baik secara teknis
penulisan maupun materi. Maka dari itu, pemakalah sangat berharap akan adanya kritik dan
saran dari semua pihak pemabaca, demi perbaikan makalah di masa yang akan datang.

Banda Aceh, 4 September 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................. ii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 1

C. Tujuan ................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Munculnya Dinasti Umayyah ...................................................... 3

B. Mengenal Dinasti Umayyah .................................................................................. 7

C. Perkembangan Islam Pada Masa Kejayaan Dinasti Umayyah Damaskus ............ 9

D. Peradaban Islam Pada Masa Daulah Umayyah Damaskus ................................... 10

E. Tokoh Ilmuwan Muslim Terkemuka Daulah Umayyah ....................................... 14

F. Masa Keruntuhan dan Kehancuran Dinasti Umayyah .......................................... 18

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................................... 20

B. Saran ................................................................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Sejarah berdirinya Dinasti Bani Umayyah............................................. 3

Gambar 1.2 Masa kejayaan Dinasti Umayyah ........................................................... 9

Gambar 1.3 Masjid peninggalan Bani Umayyah ....................................................... 10

Gambar 1.4 Sistem politik dan pemerintahan masa Dinasti Umayyah ..................... 11

iii
BAB l

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam perkembangan dan tuntutan zaman yang semakin lama dikuasai oleh non-Muslim,
alangkah baiknya, sebagai negara yang menghormati peradaban dan sejarah. Khususnya
Muslim ditekankan mengetahui sejarah-sejarah nenek moyang yang sudah mendahuluinya
sebagai bahan renungan dan pembelajaran.

Berakhirnya kekuasaan khalifah Ali bin Abi Thalib mengakibatkan lahirnya kekuasan
yang berpola dinasti atau kerajaan. Pola kepemimpinan sebelumnya (khalifah Ali bin Abi
Thalib) yang masih menerapkan pola keteladanan Nabi Muhammad Saw., yaitu pemilihan
khalifah dengan proses musyawarah akan terasa berbeda ketika memasuki pola kepemimpinan
dinasti-dinasti yang berkembang sesudahnya.

Daulah Umayyah, sebagaimana dicatat dalam sejarah merupakan kelanjutan dari


khulafaurrasyidin, suatu pemerintahan pada masa khulafaurrasyidin yang pernah mengukir
sejarah peradaban Islam selama kurang lebih 30 tahun, sejak berakhirnya risalah kenabian
Muhammad saw. Namun, dalam perkembangannya ia kemudian berubah menjadi sistem
kerajaan, yang peralihan kekuasaannya dijalankan berdasarkan keturunan. Hal ini
menyebabkan bergesernya sistem pemerintahan Islam, dari sistem demokrasi (syura) menjadi
sistem monarchy heridetis (kerajaan turun temurun). Masa kekuasaan Dinasti Umayyah yang
cukup panjang, kurang lebih 91 tahun merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
kejayaannya, sehingga mampu memberikan kontribusi yang sangat besar bagi perkembangan
peradaban Islam.

Munculnya Dinasti Umayyah memberikan babak baru dalam kemajuan peradaban Islam,
hal itu dibuktikan dengan sumbangan-sumbangannya dalam perluasan wilayah, kemajuan
pendidikan, kebudayaan dan lain sebagainya. Nabi Sulaiman dijuluki al-hakim ketika mewarisi
kerajaan peninggalan ayahnya Nabi Daud sehingga mampu membawa kerajaan tersebut kearah
yang semakin maju dari segi pemerintahan, pertanian, teknologi dan industri, lingkungan
sangat terwat dan masyarakatnya jauh dari kelaparan sehingga menjadi percontohan untuk
negara-negara lain.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa latar belakang munculnya Dinasti Umayyah?
2. Bagaimana perkembangan Islam pada masa kejayaan Dinasti Umayyah Damaskus?
3. Bagaimana peradaban Islam pada masa Daulah Umayyah Damaskus?
4. Siapa saja tokoh ilmuwan muslim terkemuka Daulah Umayyah?
5. Apa saja faktor keruntuhan dan kehancuran Dinasti Umayyah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui latar belakang munculnya Dinasti Umayyah.
2. Untuk mengetahui perkembangan Islam pada masa kejayaan Dinasti Umayyah
Damaskus.
3. Untuk mengetahui peradaban Islam pada masa Daulah Umayyah Damaskus.
4. Untuk mengetahui tokoh-tokoh ilmuwan muslim terkemuka Daulah Umayyah.
5. Untuk mengetahui faktor keruntuhan dan kehancuran Dinasti Umayyah.

2
BAB ll

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Munculnya Dinasti Umayyah

Gambar 1.1 Sejarah berdirinya Dinasti Bani Umayyah

Pada masa pemerintahan Khalifah Ali Bin Abi Thalib, terjadi pertempuran Ali dengan
Muawiyah di Shifin. Perang ini diakhiri dengan tahkim, tapi ternyata tidak menyelesaikan
masalah bahkan menimbulkan adanya golongan tiga yaitu Khawarij yang keluar dari barisan
Ali Umat Islam menjadi terpecah menjadi tiga golongan politik yaitu Muawiyah, Syiah dan
Khawarij. Pada tahun 660 M Ali terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij. Dengan
demikian berakhirlah masa Khulafaur Rasyidin dan mulai kekuasaan Bani Umayah dalam
semangat politik Islam.1

Masa pemerintahan Khulafaur rasyidin di Madinah berlangsung selama 30 tahun (11-40


H/632-661 M). Setelah periode ini, berdirilah Daulah Umayyah yang menandai munculnya era
dan babak baru dalam perjalanan sejarah Islam. Daulah Umayyah didirikan oleh Muawiyah
bin Abu Sufyan pada tahun 41 H/661 M dengan pusat pemerintahannya di Damaskus (Syria).
Mu'awiyah sekaligus menjadi khalifah pertamanya dan memerintah selama 20 tahun. Nama
daulah ini dinisbatkan kepada nama seorang tokoh terkenal, yaitu Umayyah bin Abdis Syam
(seorang pemimpin Quraisy di zaman pra-Islam).2

1 Fuji Rahmadi, “Dinasti Umayyah


(Kajian Sejarah dan Kemajuannya)”, Jurnal Al-Hadi, Volume III No.
2 Januari-Juni 2018, h. 670.
2 Faisal Ismail, “Sejarah dan Kebudayaan Islam Periode Klasik”, Cet. I, (Yogyakarta: Diva Press, 2017,

h. 249.

3
Kekuasaan Bani Umayah berbentuk pemerintahan yang bersifat demokratis berubah
menjadi monarchiheridetis (kerajaan turun temurun). Hal ini dimulai ketika Muawiyah
mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya Yazid. Peristiwa
tafkhim berdasarkan sejarah yang kita pelajari ialah berlaku perebutan kekuasaan antara Ali
dan Mu’awiyah yang membawa mereka ke meja perundingan.

Dikisahkan bahwa Hasan yang menggantikan ayahnya, Ali bin Abi Thalib, mengadakan
perjanjian damai dengan Mu'awiyah agar gejolak dan pemberontakan yang terjadi tidak sampai
menghancurkan keutuhan umat Islam. Dalam upaya perdamaian, Khalifah Hasan bin Ali
mengirimkan surat melalui Amr bin Salmah al-Arabi yang berisi pesan perdamaian. Dalam
perundingan ini, Khalifah Hasan mengajukan syarat bahwa ia bersedia menyerahkan
kekuasaan kepada Mu'awiyah dengan beberapa ketentuan sebagaimana berikut:

1. Mu'awiyah menyerahkan harta Baitul Mal kepadanya untuk melunasi hutang-hutangnya


kepada pihak lain.
2. Mu'awiyah tak lagi melakukan cacian dan hinaan terhadap Khalifah Ali bin Abi Thalib
beserta keluarganya.
3. Mu'awiyah menyerahkan pajak bumi dari Persia dan daerah Bijinad kepada Hasan setiap
tahun.
4. Setelah Mu'awiyah berkuasa, maka masalah kepemimpinan (kekhalifahan) harus diserahkan
kepada umat Islam untuk melakukan pemilihan kembali pemimpin umat Islam.
5. Mu'awiyah tidak boleh menarik sesuatu pun dari penduduk Madinah, Hijaz, dan Irak. Sebab,
hal itu telah menjadi kebijakan khalifah Ali bin Abi Thalib sebelumnya.3

Untuk memenuhi semua persyaratan, Hasan bin Ali mengutus seorang sahabat yang
bernama Abdullah bin al-Harits bin Nauval untuk menyampaikan isi tuntutannya kepada
Mu'awiyah. Sementara, Mu'awiyah sendiri untuk menjawab dan mengabulkan semua syarat
yang diajukan oleh Hasan mengutus orang-orang kepercayaannya seperti Abdullah bin Amir
bin Habib bin Abdi Syama. Setelah kesepakatan damai ini, Mu'awiyah mengirimkan sebuah
surat dan kertas kosong yang dibubuhi tanda tangannya untuk diisi oleh Hasan. Dalam surat
itu, ia menulis, “Aku mengakui bahwa karena hubungan darah, anda lebih berhak menduduki
jabatan khalifah. Dan sekiranya aku yakin kemampuan anda lebih besar untuk melaksanakan
tugas-tugas kekhalifahan, aku tidak akan ragu berikrar setia kepadamu”.

3 Abdul Syukur Al-Azizi, “Sejarah Terlengkap Peradaban Islam”, Cet. I, (Yogyakarta: Diva Press,

2017), h. 134

4
Benturan firqah-firqah di kalangan ummat Islam, khususnya dalam bidang politik,
berakhir dengan kemenangan Muawiyah bin Abi Sufyan, yang memproklamirkan bani
Umayyah, sebagai pemimpin daulah Islamiyah. Dengan berbagai cara Muawiyah dapat
menduduki jabatan khalifah dan menjadikannya sebagai hak keturunannya. Dengan demikian
Muawiyah telah mengubah sistem politik musyawarah dengan sistem monarki. Hal ini banyak
didukung oleh kondisi ummat Islam waktu itu. Sistem musyawarah masih terlalu maju
sehingga ajaran Nabi ini hanya dapat berjalan selama satu generasi yaitu, generasi hasil didikan
Nabi sendiri. Sesudah itu ummat Islam belum siap. Walaupun demikian, Muawiyah termasuk
orang yang berhasil memadukan sistem musyawarah dengan sistem monarki dan daulat
Islamiyah dapat dikuasai karena dia banyak memperhatikan riwayat dan kisah-kisah raja besar
sebelumnya, baik dari kalangan Arab ataupun bukan, untuk meniru dan meneladani siasat dan
politik mereka dalam menghadapi pergolakan yang terdapat didalamnya. Ia gaji orang yang
mampu membacakan kisah raja-raja besar padanya.

Sesudah negara dalam keadaan aman, mulailah ia membangun. Pembangunan dalam


bidang fisik: menata sistem pemerintahan, memperkuat kedudukan bangsa Arab di antara
bangsa-bangsa lain yang dikuasai, memperlancar dan memajukan ekonomi perdagangan dan
mengembangkan bidang kebudayaan.4

Muawiyah adalah seorang yang cerdas akal, cerdik cendekia lagi bijaksana, luas ilmu dan
siasatnya, terutama dalam urusan dunia. Pandai mengatur ahli hikmat, lemah lembut, fasih
lidahnya dan berarti tutur katanya. Siapa yang mendekat padanya jarang mereka tidak terikat
oleh lemak manis mulutnya. Muawiyah juga mempunyai pribadi yang menarik. Pemaaf pada
tempat yang patut dimaafkan, keras pada tempat yang patut dikerasi, tetapi lebih banyak
maafnya daripada marahnya. Dermawan dan ingin berkuasa (ambisius).5

Penyerahan kekuasaan pemerintahan Islam dari Hasan ke Mu'awiyah ini menjadi tonggak
formal berdirinya Dinasti Umayyah dibawah pimpinan khalifah pertama, Mu'awiyah bin Abi
Sufyan. Proses penyerahan dari Hasan bin Ali kepada Mu'awiyah bin Abi Sufyan dilakukan di
suatu tempat yang Bernama Maskin dengan ditandai pengangkatan sumpah setia. Dengan
demikian berdirilah dinasti baru yaitu Dinasti Bani Umayyah (661-750 M) yang mengubah
gaya kepemimpinannya dengan cara meniru gaya kepemimpinan raja-raja Persia dan Romawi

4
Musyrifah Sunanto, “Sejarah Islam Klasik, Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam”, Cet. III, (Jakarta:
Kencana, 2007), h. 37-38.
5 Hamka, “Sejarah Umat Islam Prakenabian hingga Islam di Nusantara”, Cet. I, (Jakarta: Gema Insani,

2016), h. 189.

5
berupa peralihan kekuasaan kepada anak-anaknya secara turun temurun. Keadaan ini yang
menandai berakhirnya system pemerintahan yang didasari asas “demokrasi” untuk menentukan
pemimpin umat Islam yang menjadi pilihan mereka, Pada masa kekuasaan Bani Umayyah
ibukota Negara dipindahkan Mu’awiyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa
sebagai Gubernur sebelumnya.

Latar belakang lahirnya Dinasti Umayyah ialah dalam kondisi dan situasi di tengah-tengah
terjadinya pertentangan politik antara golongan, yaitu: golongan Syi’ah, golongan Khawarij,
golongan Jami’iyah, dan golongan Zubaer. Dari pertentangan polotik antar golongan itu,
kelompok Bani Umayyah yang dipelopori Mu’awiyyah muncul sebagai pemenangnya yang
selanjutnya berdirilah pemerintah Daulat Bani Umayyah.

Corak politik suatu negara umumnya akan dipengaruhi oleh latar belakang berdirinya
negara yang bersangkutan dan dipengaruhi oleh situasi saat berdirinya negara tersebut. Daulat
Bani Umayyah yang lahir dikelilingi oleh musuhmusuhnya dari berbagai golongan, maka
kebijaksanaan politiknya menggunakan pendekatan keamanan (militer) agar kekuasaannya
menjadi korban dan berwibawa.

Muawiyah bin Abi Sufyan dalam membengun Daulah Bani Umayyah mengunakan politik
tipu daya, meskipun pekerjaan itu bertentangan dengan ajaran Islam. Ia tidak gentar melakukan
kejahatan. Pembunuhan adalah cara biasa, asal maksud dan tujuannya tercapai Abu Sufyan ini
baru memeluk Islam dan tunduk kepada Nabi Muhammad saat Fathu Makkah. Meskipun
begitu Nabi Muhammad saw., tetap memerankan Abu Sufyan sebagai pemimpin Makkah. Pada
saat itu ketika seluruh penduduk Makkah merasa ketakutan, Nabi Muhammad berkata, bahwa
barang siapa yang memasuki rumah Abu Sufyan, maka ian akan selamat. Artinya bahwa
keberadaan Abu Sufyan adalah tetap pemimpin Makkah, meskipun ia tunduk kepada
kepemimpinan Nabi Muhammad saw. Pada masa kepemimpinan Rasulullah dan Khulafaur
Rasyidin, Bani Umayah tidak lagi sebagai pempimpin bangsa Arab. Pada saat itu
kepemimpinan Islam dan bangsa Arab, tidak memperhatikan asal-usul kabilah dan kesukuan.
Proses rekrutmen pempimpin didasarkan pada kemampuan dan kecakapan.

Meskipun Usman bin Affan adalah dari keluarga Bani Umayyah, tetapi ia tidak pernah
mengatasnamakan diri sebagai Bani Umayyah. Begitu juga Mu’awiyah bin Abi Sufyan
diangkat oleh Umar bin Khattab sebagai gubernur Syiria adalah karena kecakapannya. Ambisi
Bani Umayyah untuk memimpin kemabali muncul ketika mereka sudah mempunyai kekuatan
besar. Dengan berbagai upaya, mereka menyusun kekuatan dan merebut kekhalifahan umat

6
Islam. Usaha ini akhirnya berhasil setelah Hasan bin Ali mengundurkan diri dari jabatannya
sebagai khalifah dan menyerahkannya kepada Mu’awiyah bin Abi Sufyan, yang dikenal
dengan istilah Amul Jama’ah.

B. Mengenal Dinasti Umayyah

Nama "Umayyah" dinisbatkan kepada Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf, yaitu
salah seorang dari pemimpin kabilah Quraisy pada zaman jahiliah. Ia dan pamannya, Hasyim
bin Abdi Manaf, selalu bertarung dalam memperebutkan kekuasaan dan kedudukan. Bani
Umayyah baru masuk agama Islam setelah mereka tidak menemukan jalan lain selain
memasukinya, yaitu ketika Nabi Muhammad Saw. beserta beribu-ribu pengikutnya (yang
benar-benar percaya terhadap kerasulan dan kepemimpinan) menyerbu masuk ke dalam kota
Mekah. Kekuasaan Dinasti Umayyah pada masa keemasannya menandingi Alexander Agung.
Dinasti ini berdiri di Damaskus, Suriah, setelah masa khulafaur rasyidin berakhir. Pendirinya
bernama Mu'awiyah bin Abi Sufyan.

Dinasti Umayyah selama pemerintahannya telah terjadi pergantian sebanyak 14 orang


khalifah mulai dari tahun (41 -132 H) atau pada (661 - 750 M) sebelum ditaklukan Dinasti
Abbasiyah dan berpindah ke Andalusia. Pada masa Daulah Umayyah gencar-gencarnya
perluasan wilayah kekuasaan sehingga dalam waktu 90 tahun saja telah menguasai wilayah
meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syiria, Palestina, jazirah arab, Irak, Persia, Afghanistan,
Daulah Umayyah Identik dengan perluasan wilayah kekuasaan.6 Dalam catatan sejarah,
wilayah yang dikuasai oleh Dinasti Umayyah hampir sama luasnya dengan yang dikuasai oleh
Alexander Agung. Dinasti ini bertahan hampir seratus tahun lamanya. Sebagaimana yang telah
dijelaskan sebelumnya, Dinasti Bani Umayyah didirikan oleh Mu'awiyah bin Abi Sufyan pada
tahun 41 H/661 M di Damaskus, dan berlangsung hingga tahun 132 H/750 M.7

Dinasti Umayyah terus berkembang dan menjadi pemerintahan hingga sekitar 90 tahun.
Khalifah yang naik adalah keturunan dari Mu'awiyah bin Abu Sufyan. Menurut catatan para
ahli sejarah, khalifah terbesar adalah Mu'awiyah, Abdul Malik, dan Umar bin Abdul Aziz.
Dinasti ini, mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul
Aziz. Berikut urutan Khalifah Bani Umayyah:

6
Ian Rakhmawan Suherli, dkk, “Menelisik Kebijakan Fiskal di Masa Kejayaan Islam: Studi Dinasti
Umayyah dan Abbasiyah”, Jurnal Rumpun Ekonomi Syariah, Vol. 6 No. 1 Juni 2023, h. 150.
7 Rizem Aizid, “Sejarah Peradaban Islam Terlengkap Periode Klasik, Pertengahan, dan Modern”, Cet.

I, (Yogyakarta: DIVA Press, 2021), h. 246-247.

7
1. Mu'awiyah bin Abu Sufyan (41-60 H/661-680 M)
2. Yazid bin Mu'awiyah (60-64 M/680-683 M)
3. Mu'awiyah bin Yazid (64-64 H/683-683 M)
4. Marwan bin Hakam (64-65 H/683-685 M)
5. Abdul Malik bin Marwan (65-86 H/685—705 M)
6. Walid bin Abdul Malik (36-96 H/705—715 M)
7. Sulaiman bin Abdul Malik (96-99 H/715-717 M)
8. Umar bin Abdul Aziz (939-101 H/717 120 M)
9. Yazid bin Abdul Malik (101 105 H/720-7214)
10. Hisyam bin Abdul Malik (105 125 H/724-743 M)
11. Walid bin Yazid (125-126 H/743-744 M)
12. Yazid bin Walid (126-127 H/744-745 M)
13. Ibrahim bin Walid (127-127 H/745-745 M)
14. Marwan bin Muhammad (127-132 H/745-759 M)8

Mu’awiyah bin Abu Sufyan lahir pada tahun 606 M yaitu, 4 tahun sebelum Nabi
Muhammad Saw. diperintahkan oleh Allah Swt. untuk melaksanakan misi dakwah di Mekah
pada tahun 610 M. Mu’awiyah beriman kepada Nabi Muhammad masih muda ia termasuk
salah seorang sekretaris atau pencatat wahyu setiap kali Wahyu itu turun kepada Nabi
Muhammad dan beliau memintanya untuk dicatat oleh para sekretarisnya agar terdokumentasi
dengan baik. Saat itu belum ada kertas, wahyu dicatat di kulit binatang dan pelepah kurma
selain dihafal oleh para sahabat nabi.

Sebelum menjabat sebagai khalifah pertama Daulah Umayyah, Mu’awiyah bin Abu
Sufyan adalah gubernur Syria pada masa pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan. Setelah
diangkat menjadi khalifah, Mu’awiyah mengadopsi sistem suksesi kepada kepala negara
seperti yang berlaku di Imperium Romawi (Byzantium) dan Imperium Persia. Ia secara radikal
dan drastis mengubah sistem suksesi kekhalifahan dengan mengangkat pengganti khalifah
secara turun temurun dari lingkaran anak keturunannya sendiri. Pola dan sistem pengangkatan
khalifah yang dipilih secara demokratis (musyawarah) pada masa pemerintahan Khulafaur
Rasyidin tidak dipakai lagi.9

8 Abdul Syukur Al-Azizi, “Sejarah Terlengkap Peradaban Islam”, …, h. 138-139.


9 Faisal Ismail, “Sejarah dan Kebudayaan Islam Periode Klasik”, …, h. 251.

8
C. Perkembangan Islam Pada Masa Kejayaan Dinasti Umayyah Damaskus

Pemindahan ibu kota pemerintahan Islam dari Madinah ke Damaskus melambangkan


zaman imperium baru dengan menggesernya untuk selama-lamanya dari pusat Arabia, yakni
Madinah yang merupakan pusat agama dan politik kepada sebuah kota yang kosmopolitan.
Dari kota inilah Dinasti Umayyah melanjutkan ekspansi kekuasaan Islam dan mengembangkan
pemerintahan sentral yang kuat, yaitu sebuah imperium Arab yang baru. Selama berkuasa,
Dinasti Umayyah terus melakukan perluasan wilayah hingga daerah kekuasaannya meliputi
Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia kecil, Persia,
Afghanistan, Pakistan, Purkmenia, Uzbek dan Kirgis di Asia Tengah.

Pada masa pemerintahan Khalifah Mu'awiyah bin Abu Sufyan, perluasan wilayah yang
terhenti pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib dilanjutkan kembali,
dimulai dengan menaklukkan Tunisia, kemudian ekspansi ke sebelah timur, dengan menguasai
daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afghanistan sampai ke Kabul. Sedangkan
angkatan lautnya telah mulai melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium dan
Konstantinopel. Ekspansi ke kawasan timur dilanjutkan kembali pada masa khalifah Abdul
Malik bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirimkan tentara menyeberangi Sungai Oxus
dan berhasil menundukkan Balkanabad, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand.
Tentaranya bahkan sampai ke India dan menguasai Balukhistan, Sind, dan daerah Punjab
sampai ke Maltan.10

Gambar 1.2 Masa kejayaan Dinasti Umayyah

10 Abdul Syukur Al-Azizi, “Sejarah Terlengkap Peradaban Islam”, …, h. 157-158.

9
Selain wilayah kekuasaan yang sangat luas, pada masa Dinasti Umayyah kebudayaan juga
mengalami perkembangan, antara lain seni sastra, seni rupa, seni suara, seni bangunan, seni
ukir, dan lain sebagainya. Pada masa ini, telah banyak bangunan hasil rekayasa umat Islam
dengan mengambil pola Romawi, Persia dan Arab. Salah satu dari bangunan itu adalah Masjid
Damaskus yang dibangun pada masa pemerintahan Walid bin Abdul Malik dengan hiasan
dinding dan ukiran yang sangat indah. Arsitektur masjid ini telah memberi pengaruh terhadap
seni bangun masjid di seluruh dunia. Dari masjid inilah, arsitektur Islam mulai mengenal
lingkungan, menara segi empat, dan maksurah.

Selama berabad-abad, Masjid Umayyah menjadi salah satu ikon kota Damaskus. Masjid
telah berkali-kali berpindah tangan. Pada awalnya, bangunan ini merupakan Kuil Yupiter
peninggalan Romawi Kuno, yang kemudian beralih fungsi menjadi Gereja St. John the Baptist
hingga akhirnya menjadi masjid di bawah kepemimpinan Dinasti Umayyah.

Gambar 1.3 Masjid peninggalan Bani Umayyah

D. Peradaban Islam Pada Masa Daulah Umayyah Damaskus

Terbentuknya Dinasti Umayyah merupakan gambaran awal bahwa umat Islam ketika itu
telah kembali mendapatkan identitasnya sebagai negara yang berdaulat, juga merupakan fase
ketiga kekuasaan Islam yang berlangsung selama lebih kurang satu abad (661 - 750 M).
Perubahan yang dilakukan, tidak hanya sistem kekuasaan Islam dari masa sebelumnya (masa
Nabi dan Khulafaurrasyidin) tapi juga perubahan-perubahan lain di bidang sosial politik,
keagamaan, intelektual dan peradaban.

10
Gambar 1.4 Sistem politik dan pemerintahan masa Dinasti Umayyah

Pemindahan ibukota dari Madinah ke Damaskus melambangkan zaman imperium baru


dengan menggesernya untuk selama-lamanya dari pusat Arabia, yakni Madinah yang
merupakan pusat agama dan politik kepada sebuah kota yang kosmopolitan. Dari kota inilah
daulat Umayyah melanjutkan ekspansi kekuasaan Islam dan mengembangkan pemerintahan
sentral yang kuat, yaitu sebuah imperium Arab. Ekspansi yang terhenti pada masa khalifah
Usman dan Ali, dilanjutkan kembali oleh dinasti ini. Di zaman Muawiyah,Tuniasia dapat
ditaklukan. Disebelah timur, Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai
oxus dan Afghanistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke
Ibukota Binzantium, Konstantinopel.ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian
dilanjutkan oleh khalifah Abd al-Malik. Ia mengirim tentara menyebrangi sungai Oxus dan
dapat berhasil menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Markhand.
Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab
sampai ke Maltan.

Selain keberhasilan Bani Umayyah dalam ekspansi wilayah, bani Umayyah juga
menorehkan prestasi dalam bidang pembangunan fisik. Pembangunan fisik tersebut adalah:

1. Membangun pos-pos serta menyediakan kelengkapan peralatannya.


2. Membangun jalan raya.
3. Mencetak mata uang.
4. Membangun panti asuhan.
5. Membangun gedung pemerintahan.
6. Membangun mesjid.

11
7. Membangun rumah sakit.
8. Membangun sekolah studi kedokteran.11

Pada masa kepemimpinan para khalifah besar Dinasti Umayyah peranannya betul-betul
penting dalam memajukan peradaban. Setidaknya ada empat hal yang menjadi poin penting
dari kontribusi kebijakan pemerintahan Dinasti Umayyah yang berdampak positif bagi
perkembangan peradaban Islam:12

Pertama, melakukan stablisasi politik. Di dalam perjalanan sebuah negara, salah satu
aspek mendasar dari sebuah pemerintahan adalah negara yang stabil. Stabilitas merupakan
kunci. Dari kondisi yang stabil berbagai perkembangan baik dalam hal ekonomi, aktivitas
pengembangan ilmu pengetahuan, serta kegiatan keagamaan sebagai kebutuhan yang asasi
dapat berjalan dengan baik. Dalam hal ini, pemerintahan Dinasti Umayyah, yakni pada masa
khalifah-khalifah besarnya, seperti Mu’awiyah, Abdul Malik, Walid, Umar, serta Hisyam telah
banyak berkontribusi bagi kestabilan Dinasti Islam. Dengan itu, berbagai pencapaian
peradaban pada masa Nabi saw dan Khulafaurrasyidin dapat mengalami perkembangan.

Kedua, perluasan wilayah. Keberhasilan Dinasti Umayyah dalam membangun stabilitas


politik, memeberikan ruang yang besar pula bagi upaya perluasan wilayah (futuhat). Dengan
perluasan wilayah yang terjadi, maka berbagai bangsa berikut kebudayaannya masuk ke dalam
cakupan wilayah dinasti Islam. Negara menjadi sebuah “wadah besar” kehidupan berbagai
bangsa. Ini berdampak pada timbulnya kontak budaya yang intensif antar masyarakat, sehingga
mendorong untuk terjadinya proses saling belajar antar peradaban. Meskipun dominasi bangsa
Arab masih begitu terasa, para khalifah yang cakap sebagaimana Mu’awiyah, tetap menyadari
manfaat dari berbagai peninggalan kemajuan peradaban di masa lampau. Karena itu, berbagai
usaha pengembangan peradaban sedikit-banyak dilakukan dengan memperkerjakan tenaga ahli
dari bangsa yang ditaklukan. Hal ini pada akhirnya memberikan kesempatan yang besar bagi
umat Islam untuk belajar dari para ahli tersebut. Apalagi, dalam perkembangannya tidak sedikit
pula para ahli dari kalangan Romawi, Persia, Yahudi, dan lainnya yang tertarik atau memilih
masuk Islam. Karakteristik Islam yang memberi ruang yang luas untuk belajar kepada umat
lain sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan memiliki manfaat serta maslahat
juga menjadi pendorong bagi terjadinya perkembangan ini.

11
Ely Zainudin, “Perkembangan Islam Pada Masa Bani Umayyah”, Jurnal Intelegensia, Vol. 03, No. 2
Juli-Desember 2015, h. 32.
12 Nashrur Rahman Zein, “Kontribusi Dinasti Umayyah Bagi Perkembangan Peradaban Islam (661-750

M)”, Jurnal El Tarikh: Vol 3 , No. 1 , Mei (2022), h. 53-54.

12
Ketiga, pembangunan insfrastruktur. Setelah negara menjadi stabil, dan perluasan wilayah
terjadi secara besar-besaran, maka salah satu tuntutan yang utama adalah proses pembangunan
infrastruktur guna menunjang jalannya pemerintahan. Dengan berkembangnya infrastruktur,
berbagai bidang kehidupan juga semakin berkembang. Sebagai contoh, berkembangnya
gedung-gedung pemerintahan, menjadi penunjang bagi kinerja para pejabat serta pelayanan
publik, terlebih pada masa Umayyah, berbagai departemen baru mulai didirikan seperti di
antaranya lembaga kesekertariatan, yakni al- Kuttab, yang meliputi:

a. Katib ar Rasaail yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan administrasi dansurat-


menyurat dengan pembesar-pembesar setempat.
b. Katib al Kharraj yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan penerimaan dan
pengeluaran negara.
c. Katib al Jund yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan hal-hal yangberkaitan
dengan ketentaraan.
d. Katib asy Syurthah yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakanpemeliharaan
keamanan dan ketertiban umum.
e. Katib al-Qaadhi yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan tertib hokum melalui
badan-badan peradilan dan hakim setempat.

Begitu halnya dengan pembangunan serta perluasan masjid-masjid, selain meningkatkan


aktivitas ibadah umat, juga menjadi pusat-pusat studi ilmiyah bagi para pelajar dan “sarjana”,
sehingga ilmu pengetahuan (khususnya ilmu naqli, dapat berkembang dengan pesat). Hal yang
sama juga terjadi pada peningkatan fasilitas yang menunjang perdagangan, seperti pos-pos
keamanan, jalan-jalan, pelabuhan-pelabuhan, sumu-sumur, serta tempat-tempat penginapan,
ini semua semakin menunjang ekonomi/kemakmuran negara.

Keempat, dakwah Islam. Dakwah Islam, juga menjadi hal yang penting bagi kemajuan
peradaban Islam. Dalam hal ini para khalifah, terutama khalifah Umar bin Abdul Aziz telah
menggalakkan dakwah Islam kepada masyarakat. Di antara strateginya, selain melalui keadilan
sosial dan perbaikan sistem pajak, khalifah Umar juga mengirimkan para muballigh yang
secara khusus berdakwah ke berbagai daerah, seperti ke India, Turki, Asia Tengah, Afrika,
hingga Andalusia (Eropa Selatan). Hal ini berdampak luas bagi perkembangan peradaban,
sebab dengan dakwah itulah eksistensi umat Islam dalam sebuah negri menjadi kuat, sehingga
perdaban yang berkembang pun mencirikan keislamannya.

13
Dengan (minimal) keempat hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa kejayaan (Golden Age)
yang terjadi pada masa Abbasiyah sangatlah berkaitan dengan pencapaian yang terjadi pada
masa Umayyah.

E. Tokoh Ilmuwan Muslim Terkemuka Bani Umayyah

Tokoh-tokoh muslim pada masa Bani Umayyah terdiri dari ulama-ulama yang menguasai
bidangnya masing-masing seperti dalam bidang tafsir, hadist, dan Fiqh. Selain para ulama juga
ada ahli bahasa/sastra. Ulama-ulama tabi’in ahli tafsir, yaitu: Mujahid, ‘Athak bin Abu Rabah,
‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Masruq bin Al-Ajda’, Qatadah. Pada masa tabi’in tafsir Al-Qur’an
bertambah luas dengan memasukkan Israiliyat dan Nasraniyat, karena banyak orang-orang
Yahudi dan Nasrani memeluk agama Islam. Di antara mereka yang termasyhur: Ka’bul Ahbar,
Wahab bin Munabbih, Abdullah bin Salam, Ibnu Juraij.13

1. Bidang Ilmu Hadis

Pada masa Rasulullah Saw, ada larangan menulis hadis selain Al-Qur'an. Namun sebagian
sahabat ada yang menulisnya untuk keperluan sendiri, seperti Abdullah bin Abbas, Abu
Hurairah, Ali bin Abi Thalib. Pada masa Khalifah Abdul Malik bin Marwan (65-86), para
tabi'in mulai menulis hadis dan berkembang dengan gerakah rihlah ilmiah, yaitu pengembaraan
ilmiah yang dilakukan para muhaddisin dari kota ke kota untuk mendapatkan suatu hadis dari
Sahabat yang masih hidup dan tersebar di berbagai kota.

Dalam perkembangan selanjutnya, khalifah Umar bin Abdul Azis merencakan pembukuan
hadis. hal pokok alasan yang mendorong Umar bin Abdul Aziz untuk pembukuan hadis, yaitu
pertama, beliau khawatir hilangnya hadis-hadis dengan meningggalnya para ulama di medan
perang. Kedua, beliau khawatir akan tercampurnya antara hadis-hadis yang sahih dengan hadis-
hadis palsu. Ketiga, dengan semakin meluasnya daerah kekusaan Islam, sementara kemampuan
thabi'in antara satu dengan yang lainnya tidak sama, sangat memerlukan adanya usaha
kodifikasi ini.

Beliau memerintahkan para gubernur dan para ulama untuk mengumpulkan hadis. Salah
satunya, Gubernur Madinah Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm (wafat tahun 117
H). Dia diperintah oleh Khalifah untuk mengumpulkan hadis-hadis yang ada pada Amrah binti

13 Yusnadi, Fakhrurrazi, “Pendidikan Islam Pada Masa Daulah Bani Umayyah”, Jurnal Ilmiah Prodi

Pendidikan Agama Islam: At-Ta’dib Vol. 12, No. 02, Desember 2020, h. 171.

14
Abdurrahman dan Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar. Amrah adalah anak angkat Siti
Aisyah dan orang yang terpercaya untuk menerima Hadis dari Siti Aisyah.

Az-Zuhri dianggap pengumpul hadis yang pertama pada masa pemerintahan Umar bin
Abdul Aziz ini Setelah generasi az-Zuhri. pembukuan hadis dilanjutkan oleh Ibnu Juraij (w.
150 H), ar-Rabi' bin Shabih (w. 160 H). dan masih banyak lagi ulama lainnya. pembukuan
hadis dimulai sejak akhir masa pemerintahan Bani Umayyah, tetapi belum begitu sempurna.
Pembukuan Hadis mencapai sempurna pada Masa Dinasti Bani Abbasiyah. Pada tahap
selanjutnya, program pengumpulan hadis mendapat sambutan serius dari tokoh-tokoh Islam,
seperti:

a. Imam Bukhari dengan kitab Shahih Bukhari


b. Imam Muslim, dengan kitab Shahih Muslim
c. Abu Daud dengan kitab Sunan Abu Daud
d. An-Nasa'i, dengan kitab Sunan An-Nasa'i
e. At-Tirmidzi dengan kitab Sunan At-Tirmidzi
f. Ibnu Majah dengan kitab Sunan Ibnu Majah Kumpulan para ahli hadis tersebut di atas,
terkenal dengan nama Kutubus shittah.

2. Ilmu Tafsir

Untuk memahami Al-Qur'an para ahli telah melahirkan sebuah disiplin ilmu baru yaitu
ilmu Tafsir, ilmu ini dikhususkan untuk mengetahui kandungan ayat-ayat Al-Qur'an. Ketika
Nabi masih hidup, penafsiran ayat-ayat tertentu telah dipersiapkan maknanya oleh Malaikat
Jibril. Setelah Rasulullah wafat para sahabat Nabi seperti Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin
Abbas, Abdullah bin Mas'ud. Ubay bin Ka'ab mulai menafsirkan ayat-ayat al-Our'an bersandar
dari Rasulullah lewat pendengaran mereka ketika Rasulullah masih hidup. Mereka dianggap
sebagai pendiri mazhab tafsir dalam Islam. Dalam periode ini muncul beberapa madrasah untuk
kajian ilmu Tafsir diantaranya:

a. Madrasah Mekkah atau Madrasah Ibnu Abbas yang melahirkan mufassir terkenal seperti
Mujahid bin Jubair, Said bin Jubair, Ikrimah Maula ibnu Abbas, Towus Al-Yamany dan
‘Atho' bin Abi Robah.
b. Madrasah Madinah atau Madrasah Ubay bin Ka'ab, yang menghasilkan pakar tafsir seperti
Zaid bin Aslam, Abul ‘Aliyah dan Muhammad bin Ka'ab Al-Qurodli.

15
c. Madrasah Iraq atau Madrasah Ibnu Mas'ud, di antara murid-muridnya yang terkenal adalah
al-Qomah bin Qois, Hasan al-Basry dan Qotadah bin Di'amah As-Sadusy.

3. Ilmu Fikih

Ulama-ulama tabi'in Fikih pada masa bani Umayyah diantaranya adalah: Syuriah bin al-
Harits, al-Qamah bin Qais, Masuruq al-Ajda’, al-Aswad bin Yazid kemudian diikuti oleh
murid-murid mereka, yaitu: Ibrahim an-Nakh'l (w. 95 H) dan ‘Amir bin Syurahbil as Sya'by
(w. 104 H). Sesudah itu digantikan oleh Hammad bin Abu Sulaiman (w. 120 H), guru dari Abu
Hanafiah. Pada zaman dinasti Umayyah ini telah berhasil meletakkan dasar-dasar hukum Islam
menurut pertimbangan kebijaksanaan dalam menetapkan keputusan yang berdasar al-Our'an
dan pemahaman nalar/akal.

4. Ilmu Tasawuf

Tasawuf merupakan sebuah ilmu tentang cara mendekatkan diri kepada Allah swt,
tujuannya agar hidup semakin mendapatkan makna yang mendalam, serta mendapatkan
ketentraman jiwa. Ilmu tasawuf berusaha agar hidup manusia memiliki akhlak mulia, sempurna
dan kamil. Munculnya tasawuf, karena setelah umat semakin jauh dari Nabi, terkadang
hidupnya tak terkendali, utamanya dalam hal kecintaan terhadap materi.

Tokoh sufi antara lain:

a. Sa'id bin Musayyab, wafat tahun 91 H/710 M adalah murid dan menantu Abu Hurairah
(seorang Ahli Suffah). Ia mencontohkan hidup zuhud pada pengikutnya. Dalam satu
riwayat, ia ditawari sejumlah 35.000 dirham uang perak oleh Khalifah Abdul Malik bin
Marwan, tetapi dia tolak.
b. Hasan Al-Basri, lahir di Madinah tahun 21 H/642 M dan meninggal di Basra pada tahun
110 H/729 M. Ibunya adalah seorang hamba sahaya Ummu Salamah, Istri Rasulullah Saw.
Ia mengenalkan kepada umat tentang pentingnya tasawuf, karena tasawuf dapat melatih
jiwa/hati memiliki sifat zuhud (hatinya tidak terpengaruh dengan harta benda, walau
lahiriyah kaya), sifat roja' (harta benda, anak-anak, jabatan tidak bisa menolong hidupnya
tanpa adanya harapan ridho dari Allah Swt) dan sifat khauf (sifat takut kepada Allah Swt
yang dalam dan melekat dalam jiwanya).

16
c. Sufyan Ats-Tsauri Sufyan As Tsaauri lahir di Kuffah tahun 97-161 H/ 716-778 M. Ia
mempunyai nama lengkap: Abu Abdullah Sufyan bin Sa'id Ats-Tsauri. Ia menjalani
kehidupan penuh kesederhanaan, dan menganjurkan zuhud.

5. Ilmu Bahasa dan Sastra

Pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan, Bahasa Arab digunakan sebagai
bahasa administrasi negara. Penggunaan bahasa arab yang makin luas membutuhkan suatu
panduan kebahasaan yang dapat dipergunakan oleh semua golongan. Hal itu mendorong
lahirnya seorang ahli bahasa yang bernama Sibawaihi. Ia mengarang sebuah buku yang berisi
pokok-pokok kaidah bahasa Arab yang berjudul al-Kitab. Buku tersebut bahkan termashur
hingga saat ini. Bidang kesusastraan juga mengalami kemajuan. Hal itu ditandai dengan
munculnya sastrawan-sastrawan berikut ini :

a. Nu'man bin Basyir al Anshari (w, 65 H/680 M)


b. Qays bin Mulawwah, termasyhur dengan sebutan Laila Majnun (w. 84 H/ 699 M)
c. Al-Akhthal (w. 95/710 M)
d. Abul Aswad al-Duwali (69 H) Al-Farazdaq (w. 114 H/732 M)
e. Jarir (w. 111 H /792 M).

6. Ilmu Sejarah dan Geografi,

Yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Pada Masa
Dinasti Bani Umayyah, Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan memerintah Ubaid bin Syariyah
Al Jurhumi untuk menulis buku sejarah masa lalu dan masa bani Umayyah. Di antara karyanya
adalah kitab al-Muluk wal Akhbar al-Madhi (buku catatan sejarah Raja-raja masa lalu).
Sejarawan lainnya adalah Shuhara Abdi yang menulis buku Kitabul Amsal.

7. Ilmu Kedokteran

Belum berkembang dengan baik pada masa Dinasti Bani Umayyah. Tetapi pada masa
Khalifah Walid bin Abdul Malik telah terjadi perkembangan cukup baik di bidang kedokteran.
Ia mendirikan sekolah tinggi kedokteran pada tahun 88 H/706 M. Khalifah Walid
memerintahkan para dokter untuk melakukan riset dengan anggaran yang cukup. Para dokter
bertugas di Lembaga tersebut dengan gaji negara.

17
Dalam rangka mengembangkan ilmu kedokteran, Khalifah meminta bantuan para dokter
dari Persia. Di lembaga inilah, Harits bin Kildah dan Nazhar meraih ilmu kedokteran. Selain
itu, gerakan terjemah buku-buku kedokteran mendukung perkembangan ilmu kedokteran di
masa Bani Umayyah. Khalid bin Zayid bin Mu’awiyah adalah orang pertama yang
menerjemahkan buku tentang astronomi, kedokteran dan kimia. Di samping itu, Khalid bin
Yazid merupakan seorang penyair dan orator yang terkenal.14

F. Masa Keruntuhan dan Kehancuran Dinasti Umayyah

“Tak ada gading yang tak retak”. Peribahasa ini bisa dialamatkan pada kekhalifahan Bani
Umayyah. Meskipun keberhasilan banyak dicapai dinasti ini, namun tidak berarti bahwa politik
dalam negeri dapat dianggap stabil. Berbagai persoalan dan pernberontakan muncul akibat
ketidakpuasan terhadap kepemimpinan khalifah saat itu. Bahkan, perpecahan ini menjadi salah
satu faktor runtuhnya Dinasti Umayyah.

Hubungan pemerintah Dinasti Umayyah dengan kaum penentang (oposisi) membaik pada
masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, ia
berhasil membina hubungan baik dengan kaum Syi'ah. Ia juga memberi kebebasan beragama
dan beribadah sesuai kepercayaan yang diyakini masing-masing orang. Sebagaimana dibahas
sebelumnya, pajak diperingan dan kedudukan mawali disejajarkan dengan muslim Arab.

Sepeninggal Umar bin Abdul Aziz , khalifah selanjutnya, yaitu Yazid bin Abdul Malik
yang sangat menyukai kemewahan, kurang memperhatikan kehidupan rakyat sehingga
masyarakat menyatakan konfrontasi yang berlanjut hingga pemerintahan Khalifah Hisyam bin
Abdul Malik (724-743 M). Bahkan, pada masa inilah muncul kekuatan baru dari kalangan Bani
Hasyim yang didukung oleh golongan mawali yang kelak mampu menggulingkan Dinasti
Umayyah dan menggantinya dengan dinasti baru, yaitu Dinasti Abbasiyah.

Sepeninggal Hisyam bin Abdul Malik, khalifah-khalifah ban Umayyah selanjutnya tidak
hanya lemah, tetapi moralnya Juga kurang bisa dipertanggungjawabkan. Kondisi Ini semakin
memper. kuat golongan oposisi. Akhirnya, pada tahun 750 M, Dinasti Bani Umayyah
digulingkan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan Abu Muslim al-Khurasani. Marwan bin
Muhammad khalifah terakhir Bani Umayyah melarikan diri ke Mesir, kemudian ditangkap dan

14 Kementerian Agama Republik Indonesia 2014, “Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Tsanawiyah

VII”, (Jakarta: Kementerian Agama, 2014), h. 184-189.

18
dibunuh di sana. Setelah terbunuhnya Marwan bin Muhammad, maka berakhirlah kekuasaan
Dinasti Umayyah yang berlangsung selama kurang lebih 90 tahun.15

Ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya
kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain adalah:

1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi
Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan
sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di
kalangan anggota keluarga istana.
2. Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-
konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi'ah (para pengikut Ali) dan Khawarij
terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka, seperti di masa awal dan akhir maupun
secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan
terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani
Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin
meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat
kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Di samping itu, sebagian besar
golongan mawali (non-Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian Timur lainnya, merasa
tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan
keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.
4. Lemahnya pemerintahan daulah Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah
di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat
kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Di samping itu, golongan agama banyak
yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
5. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah munculnya
kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas ibn Abd Al-Muthalib. Gerakan ini
mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi'ah, dan kaum Mawali yang
merasa dikelasduakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.16

15 Abdul Syukur Al-Azizi, “Sejarah Terlengkap Peradaban Islam”, …, h. 169-172..


16 Badri Yatim, “Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II”, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,
2015). H. 48-49.

19
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dinasti umayyah diambil dari nama Umayyah Ibn ‘Abdi Syams Ibn ‘Abdi Manaf. Dinasti
ini sebenarnya mulai dirintis semenjak masa kepemimpinan khalifah Utsman bin Affan
namun baru kemudian berhasil dideklarasikan dan mendapatkan pengakuan kedaulatan oleh
seluruh rakyat setelah khalifah Ali terbunuh dan Hasan bin Ali yang diangkat oleh kaum
muslimin di Irak menyerahkan kekuasaanya pada Mu’awiyah setelah melakukan perundingan
dan perjanjian.
Bersatunya ummat muslim dalam satu kepemimpinan pada masa itu disebut dengan
tahun jama’ah (‘Amal Jama’ah) tahun 41 H (661 M). Sistem pemerintahan Dinasti Bani
Umayyah diadopsi dari kerangka pemerintahan Persia dan Bizantium, dimana ia menghapus
sistem tradisional yang cenderung pada kesukuan. Pemilihan khalifah dilakukan dengan
sistem turun temurun atau kerajaan, hal ini dimulai oleh Umayyah ketika menunjuk anaknya
Yazid untuk meneruskan pemerintahan yang dipimpinnya pada tahun 679 M.
Selain semakin luasnya kekuasaan islam, pada masa kekuasaan Umayyah yang hampir
satu abad itu juga mencapai banyak kemajuan lainnya. Dintaranya adalah:

1. Membangun pos-pos serta menyediakan kelengkapan peralatannya.


2. Membangun jalan raya.
3. Mencetak mata uang.
4. Membangun panti asuhan.
5. Membangun gedung pemerintahan.
6. Membangun mesjid.
7. Membangun rumah sakit.
8. Membangun sekolah studi kedokteran.

Kemunduran dan kehancuran Dinasti Bani Umayyah disebabkan oleh banyak faktor,
dinataranya adalah: perebutan kekuasaan antara keluarga kerajaan, konflik berkepanjangan
dengan golongan oposisi Syi’ah dan Khawarij, pertentangan etnis suku Arab Utara dan suku
Arab Selatan, ketidak cakapan para khalifah dalam memimpin pemerintahan dan
kecenderungan mereka yang hidup mewah, penggulingan oleh Bani Abbas yang didukung
penuh oleh Bani Hasyim, kaum Syi’ah, dan golongan Mawali. Selain itu pembunuhan yang

20
dilakukan oleh Yazid ibn Muawiyyah terhadap al-Husein, cucu Rasulullah juga di anggap
menjadi salah satu foktor penyebab keruntuhan dinasti Bani Umayyah. Akhirnya pada tahun
750 M, daulat Umayyah digulingkan Bani Abbasiyah yang bersekutu dengan Abu Muslim
Al-Khurasani. Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir Bani Umayyah, melarikan diri ke
Mesir, ditangkap dan dibunuh di sana. Dan dengan terbunuhnya Marwan bin Muhammad
maka berakhirlah masa kekhalifahan dinasti bani Umayyah.

B. SARAN
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu penulis
membutuhkan saran dan kritik dari pembaca agar bisa memperbaiki kekurangan/kesalahan
tersebut dan bisa menjadi ilmu bagi penulis dalam membuat makalah kedepannya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Aizid, Rizem. (2021), “Sejarah Peradaban Islam Terlengkap Periode Klasik, Pertengahan,
dan Modern”, Cet. I, Yogyakarta: DIVA Press.
Al-Azizi, Abdul Syukur. (2017), “Sejarah Terlengkap Peradaban Islam”, Cet. I, Yogyakarta:
Diva Press.
Hamka. (2016), “Sejarah Umat Islam Prakenabian hingga Islam di Nusantara”, Cet. I, Jakarta:
Gema Insani.
Ismail, Faisal. (2017), “Sejarah dan Kebudayaan Islam Periode Klasik”, Cet. I, Yogyakarta:
Diva Press.
Kementerian Agama Republik Indonesia, (2014), “Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah
Tsanawiyah VII”, Jakarta: Kementerian Agama.
Rahmadi, Fuji. (2018), “Dinasti Umayyah (Kajian Sejarah dan Kemajuannya)”, Jurnal Al-
Hadi, Volume III No. 2 Januari-Juni.
Suherli, Ian Rakhmawan, dkk. (2023), “Menelisik Kebijakan Fiskal di Masa Kejayaan Islam:
Studi Dinasti Umayyah dan Abbasiyah”, Jurnal Rumpun Ekonomi Syariah, Vol. 6 No.
1 Juni.
Sunanto, Musyrifah. (2007), “Sejarah Islam Klasik, Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam”,
Cet. III, Jakarta: Kencana.
Yatim, Badri. (2015) “Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II”, Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
Yusnadi, Fakhrurrazi. (2020), “Pendidikan Islam Pada Masa Daulah Bani Umayyah”, Jurnal
Ilmiah Prodi Pendidikan Agama Islam: At-Ta’dib Vol. 12, No. 02, Desember.
Zainudin, Ely. (2015), “Perkembangan Islam Pada Masa Bani Umayyah”, Jurnal Intelegensia,
Vol. 03, No. 2 Juli-Desember.
Zein, Nashrur Rahman. (2022), “Kontribusi Dinasti Umayyah Bagi Perkembangan Peradaban
Islam (661-750 M)”, Jurnal El Tarikh: Vol 3 , No. 1 Mei.

22

Anda mungkin juga menyukai