Anda di halaman 1dari 18

PERKEMBANGAN ISLAM MASA DINASTI UMAYYAH

Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sejarah Peradaban
Islam

Dosen Pengampu :
Dirhamzah, S.Pd.I., M.Pd.I.

Penyusun :
Kelompok 3
1. NUR FAHDILAH (60300123023)
2. ZAHRA AULIA DWI PUTRI (60300123062)

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
GOWA
2023
DAFTAR ISI

Kelompok 3 1
KATA PENGANTAR...............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................3
A. Latar Belakang..........................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................................4
C. Tujuan Pembahasan..................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................................4
A. SEJARAH BERDIRINYA DINASTI UMAYYAH.................................................................4
B. PARA KHALIFAH DINASTI UMAYYAH............................................................................6
C. MASA KEMAJUAN DINASTI UMAYYAH........................................................................11
D. MASA KEHANCURAN DINASTI UMAYYAH..................................................................15
BAB III PENUTUP.............................................................................................................................16
A. KESIMPULAN........................................................................................................................16
B. DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................17

Kelompok 3 2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
PERKEMBANGAN ISLAM MASA DINASTI UMAYYAH, sesuai dengan yang telah di
tentukan. Makalah ini diajukan untuk melengkapi tugas mata kuliah sejarah peradaban Islam
Tahun Ajaran 2023.
Tidak lupa pula dukungan baik secara yang diberikan kepada penulis. Oleh karena itu,
izinkan penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada:
 Bapak Dirhamzah, S.Pd.I., M.Pd.I. Selaku dosen pengampu mata kuliah sejarah
peradaban islam yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
wawasan penulis dan pembaca.
 Ibu Sitti Aisyah, S.Ag., M.Ag. selaku penulis buku DUNIA ISLAM ABAD KE-
19 sehingga kami dapat mengambil banyak referensi dari buku beliau.
 Serta Teman kelompok penulis, Zahra Aulia Dwi Putri yang telah banyak
berkontribusi sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi penulis dan pembaca
Penulis menyadari bahwa makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Tentunya, tiada gading yang tak retak, oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca akan kami
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Samata, Gowa, September 2023

Penulis

Kelompok 3 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kekuasaan Bani Umayyah hanya berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota Negara
dipindahkan Muawiyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia berkuasa sebagai gubernur
sebelumnya.
Ekspansi yang terhenti pada masa khalifah Usman dan Ali dilanjutkan kembali oleh
dinasti ini. Di Zaman Muawiyah, Tunisia dapat ditakluwkkan. Di sebelah Timur, Muawiyah
dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai xus dan Afganistan sampai ke Kabul
Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel.
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun di barat,
wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul betul sangat luas. Daerah – daerah itu
meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia Kecil,
Persia Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Purkmenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia
Tengah.
Di samping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga berjasa dalam pembangunan
di berbagai bidang. Muawiyah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan
menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha
menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang.
Kemajuan dan pengembangan di segala sektor kehidupan dalam rangka menciptakan
kesejahteraan umat, dilakukan para kepala Negara, seperti Muawiyah, Umar bin Abdul Aziz, dan
yang lainnya. Kemajuan dan peningkatan ilmu pengetahuan di berbagai bidang, telah dilakukan
oleh berbagai sarjana dengan menyebarluaskan penyelidikan atau berbagai penelitian terhadap
ilmu-ilmu agama dan sastra Arab, serta menerjemahkan buku buku ilmiah yang berasal dari
berbagai Negara ke dalam Bahasa Arab.
Meskipun banyak keberhasilan yang telah dicapai dinasti ini, bukan berarti bahwa politik
dalam negeri dapat dianggap stabil. Muawiyah tidak menaati isi perjanjiannya Dengan Hasan ibn
Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian pemimpin setelah
Muawiyah diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Deklarasi pengangkatan anaknya Yazid
sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat
yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dalam berkelanjutan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Berdirinya Dinasti Umayyah
2. Siapa Saja Para Tokoh Khalifah Dinasti Umayyah
3. Bagaimana dan kapan Masa Kemajuan Dinasti Umayyah
4. Bagaimana Kehancuran Dinasti Umayyah
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah berdirinya Dinasti Umayyah
2. Untuk mengetahui para tokoh khalifah dinasti Umayyah
3. Untuk mengetahui Kapan Masa kemajuan Dinasti Umayyah

Kelompok 3 4
4. Untuk mengetahui bagaimana kehancuran Dinasti Umayyah
BAB II PEMBAHASAN
A. SEJARAH BERDIRINYA DINASTI UMAYYAH
Nama Dinasti Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abd Syams bin Abdu Manaf.
Ia adalah seorang tokoh penting di tengah Quraisy pada masa Jahiliah. Ia dan pamannya
hasyim bin Abd Manaf selalu bertarung dalam memperebutkan kekuasaan dan kedudukan.
Dinasti Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan Bin Harb. Muawiyah
disamping sebagai pendiri Daulah Bani Abbasiyah, juga sekaligus menjadi khalifah pertama.
Ia memindahkan ibu kota kekuasaan islam dari Kufah ke Damaskus.
Muawiyah dipandang sebagai pembangun dinasti yang awalnya dipandang negatif oleh
sebagian besar sejarawan. Keberhasilannya memperoleh legalitas atas kekuasaanya dalam
perang saudara di Siffin dicapai melalui dengan cara yang curang.
Bahkan, Muawiyah juga dituduh sebagai penghianat prinsip-prinsip demokrasi yang
diajarkan oleh Islam, karena dialah yang awalnya mengubah pemimpin Negara dari seorang
yang dipilih oleh rakyat menjadi kekuasaan raja yang diwariskan turun temurun.
Namun, jika dilihat dari sikap dan prestasi politiknya yang menakjubkan, sesungguhnya
Muawiyah adalah seorang Pribadi yang sempurna dan pemimpin besar yang berbakat. Di
dalam dirinya terkumpuwl sifat sifat seorang penguasa, politikus dan Administrator.
Muawiyah tumbuh sebagai pemimpin karier. Pengalaman politik telah memperkaya
dirinya dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam memerintah, mulai dari menjadi salah
seorang pemimpin pasukan di bawah komando Panglima Abu Ubaidah bin Jarrah yang
berhasil merebut wilayah Palestina, Suriah, dan Mesir dari tangan Imperium Romawi yang
telah menguasai ketiga daerah itu sejak tahun 63 SM. Kemudian Muawiyah menjabat
menjadi Kepala Wilayah di Syam yang membawahi Suriah dan Palestina yang berkedudukan
di Damaskus selama kurang lebih 20 tahun semenjak diangkat oleh khalifah Umar. Khalifah
Utsman telah menobatkannya sebagai “Amir Al-Bahr” yang memimpin armada besar dalam
penyerbuan ke kota konstantinopel walaupun belum berhasil.
Muawiyah berhasil mendirikan Dinasti Umayyah bukan hanya dikarenakan kemenangan
diplomasi di Siffin dan terbunuhnya Khalifah Ali, melainkan sejak semula gubernur suriah
memiliki “basis rasional” yang solid bagi landasan pembangunan politiknya di masa depan.
Pertama, adalah berupa dukungan yang kuat dari rakyat Suriah dan dari keluarga Bani
Umayyah sendiri. Penduduk Suriah yang lama diperintah oleh Muawiyah mempunyai
pasukan yang kokoh, terlatih, dan disiplin di garis depan dalam peperangan melawan
Romawi. Mereka bersama-sama dengan kelompok bangsawan kaya Mekkah dari keturunan
Umayyah berada sepenuhnya di belakang Muawiyah dan memasoknya dengan sumber-
sumber kekuatan yang tidak ada habisnya, baik moral, tenaga manusia, maupun kekayaan.
Negeri Suriah sendiri terkenal makmur dan menyimpan sumber alam yang berlimpah.
Ditambah lagi bumi Mesir yang berhasil dirampas, maka sumber-sumber kemakmuran dan
suplai bertambah bagi Muawiyah.

Kelompok 3 5
Kedua, sebagai seorang administrator, Muawiyah sangat bijaksana dalam menempatkan
para pembantunya pada jabatan-jabatan penting. Seperti ketiga pembantu Muawiyah yang
termasuk empat politikus yang sangat mengagumkan di kalangan Muslimin Arab,
diantaranya yaitu, Amr bin Ash, Mugirah bin Syu’bah, dan ziyad bin Abihi. Akses mereka
sangat kuat dalam membina perpolitikan Muawiyah.
Amr bin Ash Sebelum masuk Islam dikagumi oleh bangsa Arab, karena kecakapannya
sebagai mediator antara Quraisy dan suku-suku Arab lainnya jika terdapat perselisihan.
Setelah menjadi muslim hanya beberapa bulan menjelang penaklukkan Mekkah, nabi segera
memanfaatkan kepandaiannya itu sebagai pemimpin militer dan diplomat. Tokoh besar ini
terutama dikenang sebagai penakluk Mesir di Zaman Umar dan menjabat sebagai Gubernur
pertama di wilayah itu. Sejak wafatnya Khalifah Utsman, ‘Amr mendukung Muawiyah dan
ditunjuk olehnya sebagai penengah dalam peristiwa tahkim. Namun, ‘Amr bin Ash hanya
dua tahun mendampingi Muawiyah. Orang kedua adalah Mugirah bin Syu’bah, seorang
politikus independen. Karena keterampilan politiknya yang besar, Muawiyah mengangkatnya
sebagai Gubernur di Kufah yang meliputi wilayah Persia bagian Utara, suatu jabatan yang
pernah dipegangnya, kira-kira satu atau dua tahun semasa pemerintahan Umar. Keberhasilan
Mugirah yang Utama ialah kesuksesan menciptakan situasi yang aman dan mampu meredam
gejolak penduduk Kufah yang sebagian besar pendukung Ali. Sedangkan orang ketiga,
bernama Ziyad bin Abihi, seorang pemimpin kharismatik netral, ditetapkan oleh Muawiyah
untuk memangku jabatan gubernur di Basrah dengan tugas khusus di Persia Selatan. Sikap
Politiknya yang tegas, adil, dan bijaksana menjamin kekuasaan Muawiyah kokoh di wilayah
provinsi paling timur itu yang dikenal sangat gaduh dan sukar diatur,
Ketiga, Muawiyah memiliki kemampuan menonjol sebagai negarawan sejati, bahkan
mencapai tingkat “hilm”, sifat tertinggi yang dimiliki oleh para pembesar Mekkah zaman
dahulu. Seorang manusia hilm seperti Muawiyah dapat menguasai diri secara mutlak dan
mengambil keputusan-keputusan yang menentukan, meskipun ada tekanan dan intimidasi.
Gambaran dari sifat mulia tersebuwt dalam diri muawiyah setidak-tidaknya tampak
dalam keputusannya yang berani memaklumkan jabatan khalifah secara turun temurun.situasi
ketika muawiyah naik ke kursi kekhalifaan mengundang banyak kesulitan. Anarkisme tidak
dapat lagi di kendalikan oleh ikatan agama dan moral, sehingga hilanglah persatuan
umat.persekutuan yang di jalin secara efektif melalui dasar keagamaan sejak khalifah Abu
bakar tidak dapat dielakkan, dirusak oleh peristiwa pembunuhan atas diri khalifah Utsman
dan perang saudara sesame muslim di masa pemerintahan Ali.
Dengan menegakkan wibawa pemerintah serta menjamin integritas kekuasaan di masa-
masa yang akan dating, muawiyah dengan tegas menyelenggarakan suksesi yang damai,
dengan pembaiatan putranya, yazid, beberapa tahun Sebelum khalifah menuinggal dunia.

Kelompok 3 6
B. PARA KHALIFAH DINASTI UMAYYAH

Masa kekuasaan dinasti umayyah hampir satu abad, tepatnya selama 90 tahun,
dengan 14 orang khalifah. Khalifah yang pertama adalah Muawiyah bin Abi sufyan,
sedangkan khalifah yang terakhir adalah Marwan bin Muhammad. Di antara mereka ada
Pemimpin-pemimpin besar yang berjasa di berbagai bidang sesuai dengan kehendak
zamanya, sebaliknya ada pula khalifah yang tidak patut dan lemah. Adapun urutan
khalifah Umayyah adalah sebagai berikut.

1. Muawiyah I bin Abi sufyan (41 -60H/661 -68383M)


2. Yazid I bin muawiyah (60 -64H/679 -683M)
3. Muawiyah II bin Yazid (64 -683M)
4. Marwan I bin Hakam (64 -65H/683 -684M)
5. Abdul Malik bin Marwan (65 -86H/ 6874 -705M)
6. Al-Wahid I bin Abdul Malik (86 -96H/ 705 -714M)
7. Sulaiman bin Abdul Malik (96 -99H/ 714 -717M)
8. Umar bin Abdul Aziz (99 -101H/ 7174 -719M)
9. Yazid II bin Abdul Malik (101 -105H/ 719 -723M)
10. Hasyim bin Abdul Malik (105 -125H/ 723 -742M)
11. Al- Walid II bin Yazid II (125 -126H/ 742 -743M)
12. Yazid bin Walid bin Malik (126H/ 7483M)
13. Ibrahim bin Walid II (126 -127H/ 7483 -744M)
14. Marwan II bin Muhammad (127 – 132H/ 744 -750M)
Para sejarawan umumnya sependapat bahwa para khalifah terbesar dari daulah Bani
Umayyah ialah Muawiyah, Abdul Malik, dan Umar bin Abduwl Aziz.
Muawiyah bin Abi sufyan adalah bapak dari pendiri Dinasti Umayyah. Dialah tokoh
pembangun yang besar. Namanya disejajarkan dalam deretan khulafaurrasyidin. Bahkan
kesalahannya yang menghianati perinsip pemilihan kepala Negara oleh rakyat, dapat
dilupakan orang karena jasa-jasa dan kebijaksanaan poliknya yang mengagumkan.
Muawiyah mendapat kursi kekhalifaan setelah hasan bin Ali bin Abi Thalib berdamai
dengannya pada tahun 41 H. Umat islam sebagiannya membait Hasan setelah ayahnya itu
wafat. Namun Hasan menyadari kelemahannya sehingga ia berdamai dan menyerahkan
kepemimpinan umat kepada Muawiyah sehingga tahun ini dinamakan ‘amul jam’ah,
tahun persatuan. Muawiyah menerima kekhalifaan di kufah dengan syarat-syarat yang
diajukan oleh Hasan, yakni :
a. Agar Muawiyah tiada menaruh dendam terhadap seorang penduduk Irak.
b. Menjamin keamanan dan memaafkan kesalahan-kesalaha mereka.
c. Agar pajak tanah negeri Ahwaz di peruntukan kepadanya dan diberikan tiap tahun.
d. Agar Muawiyah membayar kepada saudaranya, Husain, 2 juta dirham.
e. Pemberian kepada Bani Hasyim haruslah lebih banyak dari pemberian kepada Bani
Abbas Syams. Muawiyah dibaiat oleh umat islam di Kufah, sedangkan Hasan dan
Husain dikembalikan ke Madinah. Hasan wafat di kota Nabi itu pada tahun 50 H. Di

Kelompok 3 7
antara jasa-jasa Muawiyah ialah mengadakan kuda-kuda yang selalu siap di tiap pos.
Ia juga berjasa mendirikan kantor Cap (percetakan mata uang), dan lain-lain.
Muawiyah wafat pada tahun 60 H di Damaskus karena sakit dna digantikan oleh
putranya, Yazid yang telah ditetapkannya sebagai putra mahkota sebelumnya. Yazid tidak sekuat
ayahnya dalam memerintah, banyak tantangan yang dihadapinya, antara lain ialah membereskan
pemberontakan kaum syi’ah yang telah membaiat husain sepeninggal Muawiyah. Terjadi perang
Karbala yang menyebabkan terbunuhnya Husain, cucu nabi Muhammad SAW itu. Yazid
menghadapi para pemberontak di Mekkah dan Madinah dengan keras. Dinding Ka’bah runtuh
dikarenakan terkena lemparan manjaniq, alat pelempar batu kearah lawan. Peristiwa tersebut
merupakan aib besar pada masanya.
Penduduk Madinah memberontak terhadap Yazid dan memecatnya untuk kemudian
mengangkat Abdullah Bin Hamzalah dari kaum Anshar. Mereka juga memenjarakan kaum
Umayyah di Madinah dan mengusirnya dari kota suci kedua bagi umat Islam itu, sehingga terjadi
bentrok fisik antara pasukan yang dikirim oleh Yazid yang dipimpin oleh Muslim bin Uqbah Al-
Murri, dan penduduk Madinah.
Peperangan antara kedua pasukan itu terjadi di Al-Harrah yang dimenangkan oleh
pasukan Yazid, pada tahun 63 H. Sedangkan kaum Quraisy mengangkat Abdullah bin Muti’
sebagai pemimpin mereka tanpa pengakuan terhadap pemimpin Yazid.
Lain halnya dengan penduduk Mekkah, sebagian dari mereka membaiat Abdullah bin
Zubair sebagai khalifah. Maka pasukan Yazid yang telah menundukkan Madinah meneruskan
perjalanannya ke Mekkah untuk menguasainya. Abdullah bin Zubair selamat dari gempuran
pasukan Yazid karena ada berita bahwa Yazid telah wafat sehingga ditariklah pasukannya ke
Suriah. Akan tetapi, kota Mekkah menjadi porak poranda akibat perlakuan pasukan Yazid
tersebut. Yazid wafat pada tahun 64 H setelah memerintah 4 tahun dan digantikan oleh anaknya
Muawiyah II.
Ia hanya memerintah kurang lebih dari 40 hari, dan meletakkan jabatan sebagai khalifah
tiga bulan sebelum wafatnya. Ia mengalami tekanan jiwa berat karena tidak sanggup memikul
tanggung jawab jabatan khalifah yang sangat besar tersebut. Dengan wafatnya, maka habislah
riwayata keturunan Muawiyah dalam melanggengkan kekuasaan dan berganti ke Bani Marwan.
Muawiyah II diganti oleh Marwan bin Hakam, seorang yang memegang stempel khalifah pada
masa Utsman bin Affan. Ia adalah gubernur Madinah di masa Muawiyah dan penasehat Yazid di
Damaskus di masa pemerintahan putra pendiri daulah Umayyah itu. Ketika Muawiyah II wafat
dan tidak menunjuk siapa penggantinya, maka keluarga besar Umayyah mengangkatnya sebagai
Khalifah. Ia dianggap orang yang dapat mengendalikan kekuasaan karena pengalamannya,
sedangkan orang lain yang pantas memegang jabatan khalifah itu tidak didapatkannya. Padahal
keadaan begitu rawan dengan terjadinya perpecahan dari tubuh bangsa Arab sendiri dan
ditambah dengan pemberontakan kaum khawarij dan syi’ah yang bertubi-tubi. Khalifah yang
baru itu menghadapi segala kesulitan satu demi satu. Ia dapat mengalahkan kabilah Ad-Dahhak
bin Qais, kemudian menduduki Mesir, dan menetapkan puteranya, Abdul Aziz sebagai
gubernurnya. Abdul Aziz adalah ayah Umar, seorang khalifah Bani Umayyah yang mashur itu,
Marwan menundukkan Palestina, hijz dan Irak. Namun ia cepat pergi, hanya sempat memerintah
1 tahun, ia wafat pada tahun 65 H dan menunjuk anaknya, Abdul Malik dan Abdul Aziz sebagai
pengganti sepeninggalnya secara berurutan.

Kelompok 3 8
Khalifah Abdul Malik adalah orang kedua yang terbesar dalam deretan para khalifah
Bani Umayyah yang disebut-sebut sebagai pendiri kedua bagi kedaulatan Umayyah. Ia dikenal
sebagai seorang khalifah yang dalam ilmu agamanya, terutama di bidang fiqih. Ia telah berhasil
mengembalikan sepenuhnya integritas wilayah dan wibawa kekuasaan keluarga Umayyah dari
segala pengacau Negara yang merajalela pada masa-masa sebelumnya. Mulai dari gerakan
separatis Abdullah bin Zubair di Hijaz, pemberontakan kaum Syi’ah dan Khawarij, sampai
kepada aksi terror yang dilakukan oleh Al-Mukhtar bin Ubaid As-Saqafy di wilayah Kufah, dan
pemberontakan yang dipimpin oleh Mus’ab bin Zubair di Irak. Ia juga menundukkan tentara
Romawi yang sengaja membuat keguncangan sendi-sendi pemerintahan Umayyah. Ia
memerintahkan pengguna bahasa Arab sebagai Bahasa administrasi di wilayah Umayyah, yang
sebelumnya masih memakai Bahasa yang bermacam macam, seperti bahasa Yunani di Syam,
bahasa Persia di Persia, dan bahasa Qibti di Mesir. Ia juga memerintahkan untuk mencetak uang
secara teratur, membangun beberapa gedung, dan masjid serta saluran-saluran air.
Khalifah Abdul Malik memerintah paling lama, yakni 21 tahun ditopang oleh para
pembantunya yang juga termasuk orang kuat dan menjadi kepercayaannya, seperti Al-Hajjaj bin
Yusuf yang gagah berani di medan perang, dan Abdul Aziz, saudaranya yang dipercaya
memegang jabatan sebagai gubernur Mesir. Al-Hajjaj bin Yusuf menjadi gubernur wilayah hijaz
setelah menundukkan Abdullah bin Zubair yang memberontak di wilayah tersebut. Gubernur itu
dipindahkan ke Irak setelah dapat menaklukkan para pembangkang di sana. Ia juga
menundukkan raja bangsa Turki, Ratbil yang berusaha menyerang Sijistan yang sudah menjadi
wilayah Islam dan membunuh gubernurnya, dengan pasukkan yang dipimpin oleh Abdurrahman
bin Al-Asy’as. Padahal telah disepakati perjanjian damai antara kedua belah pihak, sehingga
penguasa Turki itu harus membayar jizyah kepada Umayyah. Akan tetapi, pasukan Islam
berakhir tragis karena perselisihan intern yang terdapat dalam elite penguasa muslim sendiri,
yakni antara Al-Hajjaj dengan Al-Asy’as, tidak terelakkan lagi. Terjadinya kontak senjata antara
keduanya yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Al-Hajjaj karena dibantu oleh khalifah
Abdul Malik. Disamping berjaya di medan perang, Al-Hajjaj juga berhasil memperbaiki saluran-
saluran air sungai Eufrat dan Tigris, memajukan perdagangan, dan memperbaiki system aturan
timbang, takaran dan keuangan, disamping menyempurnakan tulisan mushaf Al-Qur’an dengan
titik pada huruf-huruf tertentu. Khalifah Abdul Malik wafat tahun 86 H diganti oleh putranya
yang bernama Al-Walid.
Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik memerintah sepuluh tahun lamanya (86-96 H). Pada
masa pemerintahannya, kekayaan dan kemakmuran melimpah ruah. Kekuasaan Islam melangkah
ke Spanyol di bawah pimpinan pasukan Thariq bin Ziad ketika Afrika Utara dipegang oleh
gubernur Musa bin Nuzair. Karena kekayaan melimpah maka ia sempurnakan pembangunan
gedung-gedung, pabrik-pabrik dan jalan-jalan yang dilengkapi dengan sumur-sumur untuk
khalifah yang berlalu lalang di jalur tersebut. Ia membangun masjid Al-Amawi yang terkenal
hingga saat ini di Damaskus. Di samping itu, ia menggunakan kekayaan negerinya untuk
menyantuni yatim piatu, fakir miskin, dan penderita cacat seperti orang lumpuh, buta dan sakit
kusta. Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik wafat tahun 96 H dan digantikan oleh adiknya,
Sulaiman sebagaimana wasiat ayahnya.
Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik tidak sebijak kakaknya, ia kurang bijaksana, suka
harta sebagaimana yang diperlihatkan ketika ia menginginkan harta rampasan perang (ghanimah)

Kelompok 3 9
dari Spanyol yang dibawa oleh Musa bin Nushair. Ia menginginkan harta itu jatuh ke tangannya,
bukan ke tangan kakaknya, Al-Walid, yang saat itu masih hidup meskipun dalam keadaan sakit.
Musa bin Nushair diperintahkan oleh Sulaiman agar memperlambat kedatangannya ke
Damaskus dengan harapan harta-harta yang dibawanya itu jatuh ke tangannya. Namun, Musa
tidak melaksanakan perintah Sulaiman tersebut, yang mengakibatkan ia disiksa dan dipecat dari
jabatannya ketika Sulaiman naik menjadi khalifah menggantikan Al-Walid.
Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik dibenci oleh rakyatnya karena tabiatnya yang kurang
bijaksana itu. Para pejabatnya terpecah belah, demikian pula masyarakatnya. Orang-orang yang
berjasa di masa pendahulunya disiksanya, seperti keluarga Al-Hajjaj bin Yusuf dan Muhammad
bin Qasim yang menundukkan India. Ia menunjuk Umar bin Abdul Aziz sebagai penggantinya
Sebelum meninggal pada tahun 99 H.
Adapun khalifah ketiga yang besar ialah Umar bin Abdul Aziz. Meskipun
pemerintahannya sangat singkat, namun Umar merupakan lembaran putih bagi Bani Umayyah
dan sebuah periode yang berdiri sendiri, mempunyai karakter yang tidak terpengaruh oleh
berbagai kebijaksanaan daulah Umayyah yang banyak disesali. Ia merupakan personifikasi
seorang khalifah yang taqwa dan bersih, suatu sikap yang jarang sekali ditemukan pada sebagian
besar pemimpin Bani Umayyah.
Khalifah yang adil itu adalah putera Abdul Aziz, gubernur Mesir. Ia lahir di Hilwan dekat
Cairo, atau di Madinah menurut sumber yang lain. Rupanya keadilannya itu menurun dari
khalifah Umar bin Khattab yang menjadi kakeknya jalur ibunya. Ia menghabiskan waktunya di
Madinah untuk mendalami ilmu agama Islam, khususnya ilmu hadist, dan ketika menjadi
khalifah ia memerintahkan kaum muslimin untuk menuliskan hadist, dan inilah perintah resmi
pertama dari penguasa Islam. Umar adalah orang yang rapi dalam berpakaian, memakai
wewangian dengan rambut yang panjang dan cara jalan yang tersendiri, sehingga model rambut
Umar itu ditiru banyak orang di masanya.
Ia dikawinkan dengan Fatimah, putri Abdul Malik, khalifah Umayyah yang sekaligus
pamannya. Ia diangkat mnejadi gubernur Madinah oleh khalifah Al-Walid bin Abdul Malik,
salah seorang sepupunya, tetapi ia dipecat dari jabatannya itu karena masalah putera mahkota.
Berbekal pengalamannya sebagai pejabat, kaya akan ilmu dan harta, serta sebagai bangsawan
Arab yang mulia, ia diangkat menjadi khalifah menggantikan Sulaiman, adik AL-Walid.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz berubah tingkah lakunya, ia menjadi seorang zahid, bekerja
keras, dan berjuang tanpa henti sampai akhir hayatnya yang hanya memerintah kurang lebih dua
tahun.
Khalifah yang kaya itu menguasai tanah-tanah perkebunan di Hijaz, Syiria, Mesir,
Yaman dan Bahrain yang menghasilkan kekayaan 40.000 dinar setiap tahunnya. Namun setelah
menduduki jabatan barunya, khalifah Umar bin Abdul Aziz mengembalikan tanah-tanah yang
dihibahkan kepadanya dan meninggalkan kebiasaan kebiasaan lamanya serta menjual barang
barang mewahnya untuk diserahkan hasil penjualannya ke baitul mal. Di samping itu, ia
mengadakan perdamaian antara Amawiyah dan Syi’ah serta Khawarij, menghentikan peperangan
dan mencegah caci maki terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib dalam khutbah Jum’at dan diganti
dengan bacaan ayat berikut.

Kelompok 3 10
“Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk mengerjakan keadilan dan bijaksana, serta memberi
kaum kerabat, dan Dia melarang perbuatan keji, mungkar dan aniaya.” (Q.S. An-Nahl (7) : 90).

Khalifah yang adil itu berusaha memperbaiki tatanan yang ada di masa kekhalifaannya,
serta menaikkan gaji para gubernurnya, memeratakan kemakmuran dengan memberi santunan
kepada fakir miskin, dan memperbarui dinas pos. ia juga menyamakan kedudukan orang-orang
non Arab sebagai warga negara kelas dua, dengan orang-orang Arab. Ia mengurangi beban pajak
dan menghentikan pembayaran jizyah bagi orang Islam baru. Khalifah Umar bin Abdul Aziz
meninggal pada tahun 101 H dan diganti oleh Yazid II bin Abdul Malik (101-105 H). Pada masa
pemerintahannya timbul lagi perselisihan antara kaum Mudariyah dan Yamaniyah.
Pemerintahannya yang singkat itu mempercepat proses kemunduran Umayyah. Kemudian
digantikan oleh khalifah Hisyam bin Abdul Malik.
Kekhalifahan Umayyah mulai mundur sepeninggal khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Meskipun tidak secemerlang tiga khalifah yang masyhur sebagaimana tersebut di atas, khalifah
Hisyam bin Abdul Malik perlu dicatat juga sebagai khalifah yang sukses. Ia memerintah dalam
waktu yang panjang, yakni 20 tahun (105-125 H). Ia dapat pula dikategorikan sebagai khalifah
Umayyah yang terbaik karena kebersihan pribadinya, pemurah, gemar kepada keindahan,
berakhlak mulia dan tergolong teliti terutama dalam soal keuangan, di samping bertaqwa dan
berbuat adil. Pada masa pemerintahannya terjadi gejolak yang dipelopori oleh kaum Syi’ah yang
bersekutu dengan kaum Abbasiyah. Mereka menjadi kuat karena kebijaksanaan yang diterapkan
oleh khalifah Umar bin Abdul Aziz yang bertindak lemah lembut terhadap semua kelompok.
Dalam diri keluarga Umayyah sendiri terjadi peselisihan tentang putera mahkota yang
melemahkan posisi Umayyah.
Masih ada empat khalifah lagi setelah Hisyam yang memerintah hanya dalam waktu
tujuh tahun, yakni Al-Walid II bin Yazid II, Yazid III bin Al-Walid, Ibrahim bin Al-Walid dan
Marwan bin Muhammad. Adapun Marwan bin Muhammad adalah penguasa terakhir bani
Umayyah yang terbunuh di Mesir oleh pasukan Bani Abbasiyah pada tahun 132 H/750 M.

C. MASA KEMAJUAN DINASTI UMAYYAH


Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai suatu era agresif. Dimana perhatian
tertumpu pada perluasan wilayah dan penaklukkan, yang terhenti sejak zaman kedua
khulafaurrasyidin terakhir. Hanya dalam jangka waktu 90 tahun, banyak bangsa di empat penjuru
mata angina beramai-ramai masuk ke dalam kekuasaan Islam yang meliputi tanah Spanyol,
seluruh wilayah Afrika Utara, Jazirah Arab, Syiria, Palestina, sebagian daerah Anatolia, Irak,
Persia, Afghanistan, India, dan negeri- negeri yang sekarang dinamakan Turkmenistan,
Uzbekistan dan Kirgiztan yang termasuk Soviet Rusia.
Menurut Prof. Ahmad Syalabi, penaklukkan militer di zaman Umayyah mencakup tiga front
penting, yakni sebagai berikut.
Pertama, front melawan bangsa Romawi di Asia kecil dengan sasaran utama pengepungan
ke ibu kota Konstantinopel, dan penyerangan ke pulau-pulau di Laut Tengah.

Kelompok 3 11
Kedua, front Afrika Utara. Selain menundukkan daerah hitam Afrika, pasukan muslim juga
menyeberangi selat Gibraltar, lalu masuk ke Spanyol.
Ketiga, front Timur menghadapi wilayah yang sangat luas, sehingga operasi ke jalur ini di
bagi menjadi dua arah. Yang satu menuju Utara ke daerah-daerah di seberang sungai Jihun
(Ummu Darya). Sedangkan yang lainnya ke arah Selatan menyusul Sind, wilayah India bagian
barat.
Saat-saat yang paling mengesankan dalam ekspansi ini ialah terjadi pada paruh pertama dari
seluruh masa kekhalifahan Bani Umayyah, yaitu ketika kedaulatan dipegang oleh Muawiyah bin
Abi Sufyan dan tahun-tahun terakhir dari zaman kekuasaan Abdul Malik. Di luar masa-masa
tersebut, usaha-usaha penaklukkan mengalami degradasi atau hanya mencapai kemenangan-
kemenangan yang sangat tipis.
Pada masa pemerintahan Muawiyah diraih kemajuan besar dalam perluasa wilayah,
meskipun pada beberapa tempat masih bersifat rintisan. Peristiwa paling mencolok ialah
keberaniannya dalam mengepung kota Konstantinopel melalui suatu ekspedisi yang dipusatkan
di kota pelabuhan Dardanela, setelah terlebih dahulu menduduki pulau-pulau di laut Tengah
seperti Rodhes, Kreta, Cyprus, Sicilia dan Romawi TImur. Itu di belahan Timur, Muawiyah
berhasil menaklukkan Khuran sampai ke sungai Oxus dan Afghanistan.
Ekspansi ke Timur yang telah berhasil dirintis oleh Muawiyah, lalu disempurnakan oleh
khalifah Abdul malik. Di bawah komandi Gubernur Irak, Hajjaj bin Yusuf, tentara kaum
muslimin menyeberangi sungai Ammu Darya dan menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarism,
Farghana dan Samarkand. Pasukan Islam juga melalui Makran masuk ke Balukhistan, Sind dan
Punjab sampai ke Multan, Islam pertama kali menginjakka kakinya di bumi India.
Kemudian tiba masa kekuasaan Al-Walid I yang disebut-sebut sebagai “masa kemenangan
yang luas”. Pengepungan yang gagal atas kota Konstantinnopel di masa Muawiyah, dihidupkan
kembali dengan memberi pukulan-pukulan yang cukup kuat. Walaupun cita-cita untuk
menundukkan kota Romawi tetap saja belum berhasil, tetapi tindakan itu sedikit banyak berhasil
menggeser tapal batas pertahanan Islam lebih jauh ke depan, dengan menguasa basis-basis
militer Kerajaan Romawi di Mar’asy dan ‘Amuriyah.
Prestasi yang lebih besar dicapai oleh Al-Walid I ialah di front Afrika Utara dan sekitarnya.
Setelah segenap tanah Afrika bagian Utara diduduki, pasukan muslim di bawah pimpinan Thariq
bin Ziyad menyeberangi selat Gibraltar masuk ke Spanyol. Lalu ibu kotanya, Cordova segera
dapat direbut menyusul kemudian kota-kota lain seperti Seville, Elvira, dan Toledo. Gubernur
Musa bin Nushair kemudian menyempurnakan penaklukkan atas tanah Eropa ini dengan
menyisir kaki pegunungan Pyrenia dan menyerang Carolingian Prancis.
Di samping keberhasilan tersebut, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan
dalam berbagai bidang, baik politik maupun social kebudayaan. Dalam bidang politik, Bani
Umayyah menyusun tata pemerintahan yang baru, untuk memenuhi tuntutan perkembangan
wilayah dan administrasi kenegaraan yang semakin kompleks. Selain mengangkat majelis
penasehat sebagai pendamping, khalifah Bani Umayyah dibantu oleh beberapa orang sekretaris
untuk membantu pelaksanaan tugas, yang meliputi:
1. Katib Ar-Rasail, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan administrasi dan surat-surat
dengan para pembesar setempat.
Kelompok 3 12
2. Katib AL-Kharraj, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan penerimaan dan
pengeluaran Negara.
3. Katib Al-Jundi, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan berbagai hal yang berkaitan
dengan ketentaraan.
4. Katib Asy-Syurtah, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan pemeliharaan keamanan
dan ketertiban umum.
5. Katib Al-Qudat, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan ketertiban hukum badan-
badan peradilan dan hakim setempat
Dalam bidang sosial budaya, Umayyah telah membuka terjadinya kontak agar bangsa-bangsa
muslim (Arab) dengan negeri-negeri taklukan yang terkenal memiliki tradisi yang luhur seperti
Persia, Mesir, Eropa, dan sebagainya. Hubungan tersebut lalu melahirkan kreativitas baru yang
mnenakjubkan di bidang seni dan ilmu pengetahuan. Di bidang seni, terutama seni bangunan,
Bani Umayyah telah mencatat suatu pencapaian yang gemilang seperti Dome of the Rock
(Qubah Ash-Shakra) di Yerussalem monumen terbaik yang hingga kini tak henti-hentinya
dikagumi orang. Perhatian di bidang sastra juga meningkat di zaman ini, terbukti dengan
lahirnya tokoh-tokoh besar seperti Al-Ahtal, Farazdag, Jurair, dan lain lain.
Sekalipun masa Dinasti Umayyah ini banyak negatifnya, namun dari segi ilmiah, bahasa,
sastera, dan lainnya tetap maju, menonjol dan mengambil kedudukan yang layak. Bangsa Arab
adalah ahli syair, dan para penggemarnya, rakyat dan orang-orang kaya, memberikan kedudukan
khusus bagi para penyair itu dengan memberikan hadiah yang cukup besar dan memuaskan. Pada
saat itu para penyair memiliki kedudukan penting terutama di masa jahiliah.
Pada masa itu Abu Aswad Ad-Duali (w. 681 M) menyusun gramatika Arab dengan memberi
titik pada huruf hijaiyah yang semula tidak bertitik. Usaha ini besar artinya dalam
mengembangkan dan memperluas bahasa Arab, serta memudahkan orang membaca,
mempelajari, dan menjaga barisan yang menentukan gerak kata dan bunyi serta ayunan
iramanya, sehingga dapat diketahui maknanya. Kerajaan inipun telah mulai menempatkan
dirinya dalam ilmu pengetahuan dengan mementingkan buku-buku bahasa Yunani dan Kopti
(Kristen Mesir).
Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H/724-743 M) merupakan raja Bani Umayyah yang
paling terkenal di lapangan ilmu pengetahuan dengan meletakkan perhatian besar pada ilmu
pengetahuan.

Kemajuan Bidang Peradaban


Dinasti Umayyah meneruskan tradisi kemajuan dalam berbagai bidang yang telah dilakukan
masa kekuasaan sebelumnya, yaitu masa kekuasaan Khulafaurrasyidin. Dalam bidang peradaban,
Dinasti Umayyah telah menemukan jalan yang lebih luas ke arah pengembangan dan perluasan
berbagai ilmu pengetahuan, dengan bahasa Arab sebagai media utamanya.
Menurut Jurji Zaidan (George Zaidan) beberapa kemajuan dalam bidang pengembangan ilmu
pengetahuan antara lain sebagia berikut.
1. Pengembangan Bahasa Arab
Para penguasa Dinasti Umayyah telah menjadikan Islam sebagai daulah (Negara),
kemudian dikuatkannya dan dikembangkanlah bahasa Arab dalam wilayah kerajaan
Kelompok 3 13
Islam. Upaya tersebut dilakukan dengan menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa resmi
dalam tata usaha Negara dan pemerintahan sehingga pembukuan dan surat-menyurat
menggunakan bahasa Romawi atau bahasa Persia di daerah-daerah bekas jajahan mereka
dan Persia sendiri.

2. Marbad Kota Pusat Kegiatan Ilmu


Dinasti Umayyah juga mendirikan sebuah kota kecil sebagai pusat kegiatan ilmu
pengetahuan dan kebudayaan. Pusat kegiatan ilmu pengetahuan dan kebudayaan itu
dinamakan Marbad, kota satelit Damaskus. Di kota Marbad inilah berkumpul para
pujangga, filsuf, ulama, penyair, dan cendekiawan lainnya, sehingga kota ini diberi gelar
ukadz-nya Islam.

3. Ilmu Qiraat
Ilmu Qiraat adalah ilmu seni baca Al-Qur’an. Ilmu qiraat merupakan ilmu syariat tertua,
yang telah dibina sejak zaman khulafaurrasyidin. Kemudian masa Dinasti Umayyah
dikembangluaskan sehingga menjadi cabang ilmu syariat yang sangat penting. Pada masa
ini lahir para ahli qiraat ternama seperti Abdullah bin Qusair (w. 120 H) dan Ashim bin
Nujud (w. 127 H).

4. Ilmu Tafsir
Untuk memahami Al-Qur’an sebagai kitab suci diperlukan interpretasi pemahaman
secara komprehensif. Minat untuk menafsirkan Al-Qur’an di kalangan umat Islam
bertambah. Pada masa perintisan ilmu tafsir, ulama yang membukukan ilmu tafsir yaitu
Mujahid (w. 104 H).

5. Ilmu hadis
Ketika kaum muslimin telah berusaha memahami Al-Qur’an, ternyata ada satu hal yang
juga sangat sangat mereka butuhkan, yaitu ucapan-ucapan Nabi yang disebut hadis. Oleh
karena itu, timbullah usaha untuk mengumpulkan hadis, menyelidiki asal-usulnya,
sehingga menjadi satu ilmu yang berdiri sendiri yang dinamakan ilmu hadis. Di antara
para ahli hadis yang termahsyur pada masa Dinasti Umayyah adalah Al-Auzai
Abdurrahman bin Amru (w. 159 H), Hasan Basri (w. 110 H), Ibnu Abu Malikah (w. 119
H), Asya’bi Abu Amru Amir bin Syurahbi (w. 104 H).

6. Ilmu Fiqih
Setelah Islam menjadi Daulah, maka para penguasa sangat membutuhkan adanya
peraturan-peraturan untuk menjadi pedoman dalam menyelesaikan berbagai masalah.
Mereka kembali kepada Al-Qur’an Dan Hadis dan mengeluarkan syariat dari kedua
sumber tersebut untuk mengatur pemerintahan dan memimpin rakyat. Al-Qur’an adalah
dasar fiqih Islamm dan pada zaman ini ilmu fiqih telah menjadi satu cabang ilmu syariat
yang berdiri sendiri. Di antara ahli fiqih yang terkenal adalah sa’ud bin Musib, Abu
Bakar bin Abdurrahman, Qasim Ubaidillah, Urwah, dan Kharijah.

Kelompok 3 14
7. Ilmu Nahwu
Pada masa Dinasti Umayyah karena wilayahnya berkembang secara luas, khususnya
wilayahnya di luar Arab, maka ilmu nahwu sangat diperlukan. Hal tersebut disebabkan
karean bertambahnya orang-orang Ajam (non Arab) yang masuk Islam, sehingga
keberadaan bahasa Arab sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, dibukukanlah ilmu nahwu
dan berkembanglah satu cabang ilmu yang penting untuk mempelajari berbagai ilmu
agama Islam.

8. Ilmu Jughrafi dan Tarikh


Jughrafi dan Tarikh pada masa Dinasti Umayyah telah berkembang menjadi ilmu
tersendiri. Demikian pula ilmu Tarikh (ilmu sejarah), baik sejarah umum maupun sejarah
Islam pada khususnya. Adanya pengembangan dakwah Islam ke daerah-daerah baru yang
luas dan jauh menibulkan gairah untuk mengarang ilmu jughrafi (ilmu bumi atau
geografi), demikian pula ilmu tarikh. Ilmu Jughrafi dan ilmu Tarikh lahir pada masa
Dinasti Umayyah, barulah berkembang menjadi satu ilmu yang betul-betul berdiri sendiri
pada masa ini.

9. Usaha Penerjemah
Untuk kepentingan pembinaan dakwah Islamiyah, pada masa Dinasti Umayyah dimulai
pula penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dari bahasa-bahasa lain ke dalam bahasa
Arab. Dengan demikian, jelaslah bahwa gerakan penerjemahan telah dimulai pada masa
ini, hanya baru berkembang secara pesat pada masa Dinasti Abbasiyah. Adapun yang
mula-mula melakukan usaha penerjemahan yaitu Khalid bin Yazid, seorang pangeran
yang sangat cerdas dan ambisius. Ketika gagal memperoleh kursi kekhalifahan, ia
menumpahkannya dalam ilmu pengetahuan, antara lain mengusahakan penerjemahan
buku-buku ilmu pengetahuan dari bahasa lain ke dalam bahasa Arab. Didatangkanlah
Khalid bin Yazid ke Damaskus para ahli pengetahuan yang melakukan penerjemahan
dari berbagai bahasa. Maka diterjemahkan buku-buku tentang ilmu kimia, ilmu
astronomi, ilmu falak, ilmu fisika, ilmu kedokteran, dan lain lain. Khalid sendiri adalah
ahli astronomi.

Demikianlah berbagai kemajuan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Umayyah yang telah
berkembang pesat sebagai embrio perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman Dinasti
Abbasiyah.

D. MASA KEHANCURAN DINASTI UMAYYAH


Meskipun kejayaan telah diraih oleh Bani Umayyah ternyata tidak bertahan lebih lama,
dikarenakan kelemahan-kelemahan internal dan semakin kuatnya tekanan dari pihak luar.
Menurut Dr. Badri Yatim, ada beberapa faktor yang menyebabkan Dinasti Umayyah lemah
dan membawanya pada kehancuran, yaitu sebagai berikut.
1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi
Arab, yang lebih menentukan aspek senioritas, pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan

Kelompok 3 15
suwstem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di
kalangan anggota keluarga istana.
2. Latar belakang terbentuknya Dinasti Umayyah tidak dapat dipisahkan dari berbagai konflik
politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi’ah (para pengikut Ali) dan Khawarij terus
menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara
tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap
gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintahan.

3. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara Suku Arabia Utara (Bani
Qais) dan Arab Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman Sebelum Islam semakin
meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat
kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Di samping itu, sebagian besar
golongan timur lainnya merasa tidak puas karena status Mawali itu menggambarkan suatu
interioritas, ditambah dengan keangkuhan Bangsa Arab yang diperhatikan pada masa Bani
Umayyah.
4. Lemahnya pemerintahan Daulah Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah
di lingkungan hidup istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban
berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Di samping itu, sebagian besar
golongan awam kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat
kurang.
5. Penyebab langsung runtuhnya kekuasaan Dinasti Bani Umayyah adalah munculnya
kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas bin Abbas Al-Muthalib. Gerakan
ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan syi’ah. Dan kaum Mawali
yang merasa dikelas duakan oleh pemerintah Bani Umayyah.
Beberapa penyebab tersebut muncul dan menumpuk menjadi satu, sehingga akhirnya
menyebabkan keruntuhan Dinasti Umayyah, disusul dengan berdirinya kekuasaan orang-orang
Bani Abbasiyah yang mengejar-ngejar dan membunuh setiap orang dari Bani Umayyah yang
dijumpainya.
Demikianlah Dinasti Umayyah pasca wafatnya Umar bin Abdul Aziz yang berangsur-
angsur melemah. Kekhalifahan sesudahnya dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh yang
melemahkan dan akhirnya hancur. Dinasti Bani Umayyah diruntuhkan oleh Dinasti Bani
Abbasiyah pada masa khalifah Marwan bin Muhammad (Marwan II) pada tahun 127 H/744 M.

Kelompok 3 16
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dinasti Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb, sekaligus menjadi
khalifah pertama. Masa kekuasaan Dinasti Umayyah hampir mencapai satu abad, tepatmya
90 tahun, dengan 14 orang khalifah. Di antara mereka ada pemimpin-pemimpin besar yang
berjasa, sebaliknya ada pula khalifah yang tidak patut di contoh dan lemah.
Masa pemerintahan bani Umayyah terkenal sebagai suatu era agresif, dimana perhatian
tertuju pada perluasan dan penaklukkan wilayah, yang sempat terhenti sejak zaman
khulafaurrasyidin terakhir. Hanya dalam jangka waktu 90 tahun, banyak bangsa di empat
penjuru mata angin beramai ramai masuk ke dalam kekuasaan Islam.
Selain itu, Dinasti Umayyah menemukan jalan yang lebih luas ke arah pengembangan dan
perluasan berbagai bidang Ilmu pengetahuan dengan Bahasa Arab sebagai media utamanya.
Meskipun kejayaan telah diraih oleh Bani Umayyah tetapi ternyata itu semua tidak
bertahan lebih lama, dikarenakan kelemahan-kelemahan internal dan semakin kuatnya
tekanan dari pihak luar.
Demikianlah Dinasti Umayyah pasca wafatnya Umar bin Abdul Aziz yang berangsur-
angsur melemah. Kekhalifahan sesudahnya dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh yang
melemahkan dan akhirnya hancur. Dinasti Bani Umayyah diruntuhkan oleh Dinasti Bani
Abbasiyah pada masa khalifah Marwan bin Muhammad (Marwan II) pada tahun 127 H/744
M.

B. DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, Sitti. (2014). Dunia Islam Abad ke-19 M. Alauddin University Press.
Al-Usyairi, Ahmad. (2006). Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX.
Jakarta: Akbar.
Amin, Samsul Munir. (2010). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
Fachruddin, Fuad Mohd. (1985). Perkembangan Kebudayaan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Hassan, Hassan Ibrahim. (1989). Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Penerbit Kota
Kembang.
Mufrodi, Ali. (1997). Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos.
Kelompok 3 17
Soe’yb, Joesoef. (1977). Sejarah Daulah Umayyah I. Jakarta: Bulan Bintang.
Syalabi, Ahmad. (1983). Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna.
Syalabi, Ahmad. (1983). Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid II. Jakarta: Pustaka Al-Husna.
Yatim, Badri. (2000). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Zaidan, Jurji. (1996). Tarikh Adab Lughah Al-Arabiyyah, jilid II. Cairo: Darul Hilal.

Kelompok 3 18

Anda mungkin juga menyukai