“DINASTI ABBASIYAH”
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Abd. Mukti, MA
Mata Kuliah
Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam
Disusun Oleh:
SONYA ELSA TRIYANDA POHAN
(NIM: 3003234010)
Segala puji kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan
kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu, tanpa pertolongan-Nya tentu saja penulis tidak dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga terlimpah curahkan
kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW. yang kita nanti
nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
terdapat banyak kesalahan serta kekurangan penulisannya. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik. Kemudian apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, kami mohon maaf yang sebesar
besarnya. Sekian penulis ucapkan, semoga makalah ini dapat bermanfaat, terima
kasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 19
B. Saran .................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 20
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis akan menjelaskan
bagaimana sejarah berdirinya, kemajuan serta kehancuran dari dinasti
Abbasiyah ini.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya dinasti Abbasiyah?
2. Bagaimana kemajuan peradaban Islam pada masa dinasti Abbasiyah di
bidang intelektual, keagamaan,sosial-budaya-ekonomi?
3. Apa yang menyebabkan kemunduran dinasti Abbasiyah?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana sejarah berdirinya dinasti Abbasiyah!
2. Untuk mengetahui bagaimana kemajuan peradaban Islam pada masa
dinasti Abbasiyah di bidang intelektual, keagamaan,sosial-budaya-
ekonomi!
3. Untuk mengetahui hal apa yang menyebabkan kemunduran dinasti
Abbasiyah!
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Dung Abdurrahman dkk.Sejarah Peradaban Islam: Masa Klasik Hingga Modern,
(Yogyakarta: LESFI, 2003), h. 118.
2
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h.
49.
3
M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher, 2009), h. 143.
3
membentang dari timur ke barat, meliputi Mesir, Sudan, Syam, Jazirah Arab,
Iraq, sampai ke Cina. Kondisi ini mengantarkan terjadinya interaksi intensif
antara daerah satu dengan daerah lainnya. Interaksi ini memungkinkan proses
asimilasi budaya dan peradaban setiap daerah. Nyanyian dan musik menjadi
tren dan style kehidupan bangsawan dan pemuka istana era Abbasiyah. Anak-
anak khalifah diberikan les khusus supaya pintar dan cakap dalam
mendendangkan suara mereka. Seniman-seniman terkenal bermunculan,
diantaranya Ibrahim bin Mahdi, Ibrahim al Mosuly dan anaknya Ishaq.
Lingkungan istana berubah dan dipengaruhi nuansa Borjuis mulai dari
pakaian, makanan, dan hadirnya pelayan-pelayan wanita.
Para penguasa Abbasiyah membentuk masyarakat berdasarkan rasa
persamaan. Pendekatan terhadap kaum Malawi dilakukan antara lain dengan
mengadopsi sistim administrasi dari tradisi setempat (Persia) mengambil
beberapa pegawai dan Menteri dari bangsa Persia dan meletakan ibu kota
kerajaannya, Baghdad di wilayah yang dikelilingi oleh bangsa dan agama
yang berlainan seperti bangsa Aria dan Sumit. Agama Islam, Kristen, dan
Majusi.
Pembagian kelas dalam masyarakat Daulat Abbasiyah tidak lagi
berdasarkan ras atau kesukaan, melainkan berdasarkan jabatan, menurut
Jarzid Zaidan, masyarakat Abbasiyah terbagi dalam 2 kelompok besar, kelas
khusus dan kelas umum. Kelas khusus terdiri dari khalifah, keluarga khalifah
(Bani Hasyim) para pembesar negara (Menteri, gubernur dan panglima),
Kaum bangsawan non Bani Hasyim (Quraisy) pada umumnya. petugas
khusus, tentara dan pembantu Istana. Sedangkan kelas umum terdiri dari para
seniman, ulama, pujangga fukoha, saudagar dan penguasa, buruh serta petani.
Sebelum daulah Bani Abbasiyah berdiri, terdapat 3 tempat yang menjadi
pusat kegiatan kelompok Bani Abbas, antara satu dengan yang lain
mempunyai kedudukan tersendiri dalam memainkan peranannya untuk
menegakkan kekuasaan keluarga besar paman nabi SAW yaitu Abbas Abdul
Mutholib (dari namanya Dinasti itu disandarkan). Tiga tempat itu adalah
Humaimah, Kufah dan Khurasan.
4
Humaimah merupakan kota kecil tempat keluarga Bani Hasyim
bermukim, baik dari kalangan pendukung Ali maupun pendukung keluarga
Abbas. Humaimah terletak berdekatan dengan Damsyik. Kufah merupakan
kota yang penduduknya menganut aliran Syi‘ah pendukung Ali bin Abi
Tholib. Ia bermusuhan secara terang-terangan dengan golongan Bani
Umayyah. Demikian pula dengan Khurasan, kota yang penduduknya
mendukung Bani Hasyim. Ia mempunyai warga yang bertemperamen,
pemberani, kuat fisiknya, tegap tinggi, teguh pendirian, tidak mudah
terpengaruh nafsu, dan tidak mudah bingung dengan kepercayaan yang
menyimpang. Disinilah diharapkan dakwah kaum Abbassiyah mendapatkan
dukungan. Selama kekuasaan mereka tersebut, peradaban Islam sangat
berkembang. Jika pada masa Bani Umayyah lebih dikenal dengan upaya
ekspansinya, maka pada masa Bani Abbasiyah yang lebih dikenal adalah
berkembangnya peradaban Islam. Kalau dinasti Umayyah terdiri atas orang-
orang ‘Arab Oriented’, dinasti Abbasiyah lebih bersifat internasional,
assimilasi corak pemikiran dan peradaban Persia, Romawi Timur, Mesir dan
sebagainya. Dinasti Abbasiyah memiliki kesan baik dalam ingatan publik,
dan menjadi dinasti paling terkenal dalam sejarah Islam. Diktum dari Tsalabi:
‘ al-Mansur sang pembuka, al-Ma’mun sang penengah, dan al-Mu’tadhid
sang Penutup’ mendekati kebenaran, Setelah al-Watsiq pemerintahan mulai
menurun hingga al-Mu’tashim khalifah ke 37, jatuh dan mengalami
kehancuran di tangan orang Mongol 1258 M.
Nama-nama khalifah dinasti Abbasiyah:
Nama khalifah Tahun kepemimpinan
Abu al-Abbas Abdullah bin Muhammad As- 750-754
Saffah
Abu Ja'far Al-Manshur 754-775
Abu Abdullah Al-Mahdi 775-785
Abu Muhammad Al-Hadi 785-786
Harun Al-Rasyid 786-809
Abu Musa Al-Amin 809-813
Abu Abbas Al-Makmun 813-833
Abu Ishaq Al-Mu'tasim 833-842
Abu Ja'far Al-Wathiq 842-847
Ja'far Al-Mutawakkil 847-861
Abu Ja'far Al-Muntasir 861-862
5
Ahmad Al-Musta'in 862-866
Abu Abdullah Al-Mu'tazz 866-869
Abu Ishaq Al-Muhtadi 869-870
Abu Abbas Al-Mu'tamid 870-892
Abu Abbas Al-Mu'tadid 892-902
Abu Ahmad Al-Muktafi 902-908
Abul Fadl Al-Muqtadir 908-932
Abul Fadl Al-Muqtadir 908-932
Abul Mansur Al-Qahir 932-934
Abul Abbas Ar-Radi 934-940
Abu Ishaq Al-Muttaqi 940-944
Abdullah Al-Mustakfi 944-946
Abul Qasim Al-Muti' 946-974
Abdul Karim At-Ta'i 974-991
Ahmad Al-Qadir 991-1031
Al-Qa'im 1031-1075
Abul Qasim Al-Muqtadi 1075-1094
Abul Abbas Al-Mustazhir 1094-1118
Abul Mansur Al-Mustarsyid 1118-1135
Abu Ja'far Ar-Rasyid 1135-1136
Abu Abdullah Al-Muqtafi 1136-1160
Abul Muzaffar Al-Mustanjid 1160-1170
Hasan Al-Mustadi 1170-1180
Abul Abbas An-Nasir 1180-1225
Muhammad Az-Zahir 1225-1226
Abu Ja'far Al-Mustansir 1226-1242
Abdullah Al-Musta'sim 1242-1258
7
terutama melalui gerakan terjemahan, bukan saja membawa kemajuan
di bidang ilmu pengetahuan umum, tetapi juga ilmu pengetahuan
agama.4
2. Bidang Agama
Di samping ilmu pengetahuan umum, pada masa itu berkembang
pula ilmu agama dengan tokoh-tokohnya sebagai berikut:
a. Ilmu Tafsir
Pada masa itu berkembang 2 macam tafsir dengan tokoh-tokohnya:
1) Tafsir Bil Ma’tsur (penafsiran ayat Al Qur’an oleh Al Qur’an atau
Hadits Nabi), diantara tokohnya adalah Ibnu Jarir At Tabari, Ibnu
Atiyah al Andalusy, Muhammad Ibn Ishak dan lain-lain.
2) Tafsir Bir-Ra’yi (Tafsir dengan akal pikiran), diantara tokohnya
adalah Abu Bakar Asam, Abu Muslim Muhammad bin Bahr
Isfahany, Ibnu Juru As Asadi dan lain-lain.
b. Ilmu Hadits
Pada masa itu sudah ada pengkhodifikasian Hadits sesuai
kesahihannya. Maka lahirlah ulama-ulama Hadits terkenal seperti Imam
Bukhori, Muslim, At Tirmadzi, Abu Dawud, Ibn Majah dan An Nasa’i.
Dan dari merekalah diperoleh Kutubus Sittah.
c. Ilmu Kalam
Ilmu Kalam lahir karena dua faktor, yaitu musuh Islam ingin
melumpuhkan Islam dengan filsafat dan semua masalah termasuk agama
berkisar pada akal dan ilmu. Diantar tokohnya ialah Wasil ibn Atho’,
Abu Hasan Al Asy’ari, Imam Ghozali dan lain-lain.
d. Ilmu Tasawuf
Diantara tokohnya adalah al Qusairy dengan karyanya Risalatul
Qusairiyah dan Al Ghozali dengan karyanya Ihya’ Ulumuddin.
e. Ilmu bahasa
Pada masa itu kota Basrah dan kuffah menjadi pusat kegiatan
bahasa. Diantara tokohnya ialah Sibawaih, AL Kisai dan Abu Zakariya al
Farra.
4
Fuad Riyadi, “ Perpustakaan Bayt Al-Hikmah The Golden Age Of Islam”. Libraria, 2,
No.01, 2014, h.105
8
f. Ilmu Fikih
Berawal dari itu, zaman pemerintahan Abbasiyah awal melahirkan
4 Imam Madzhab yang ulung, mereka adalah Syafifi ’i, Hanafifi ,
Hambali, dan Maliki. Disamping itu, zaman pemerintahan Abbasiyah awal
itu juga melahirkan Ilmu Tafsir al-Quran dan pemisahnya dari Ilmu
Hadits. Sebelumnya, belum terdapat penafsiran seluruh al-Quran, yang ada
hanyalah Tafsir bagi sebagian ayat dari berbagai surah, yang dibuat untuk
tujuan tertentu. Pada masa ini ilmu fikih juga berkembang pesat, terbukti
pada masa ini muncul 4 madzhab fiqih, yaitu Hanafi , Maliki, Syafi ’i dan
Hanbali.
3. Bidang Sosial, Budaya dan Ekonomi
a. Bidang Sosial budaya
Perkembangan bidang sosial budaya sebagai bentuk kemajuan
bidang sosial budaya pada masa dinasti Abbasiyah adalah adanya proses
asimilasi dan akulturasi masyarakat. Kemajuan tersebut dapat dilihat dari
seni bangunan maupun arsitekturnya, seperti pada bangunan masjid dan
istana yaitu istana Qasrul Khuldi dan Qashrul Dzahabi. Untuk bangunan
masjid dapat disaksikan pada masjid Agung Samarra yang terletak di Kota
Samarra. Pembangunan masjid ini dilakukan pada masa khalifah ke-10
yaitu al-Mutawakkil. Yang menjadi keunikan adalah masjid ini memiliki
menara berbentuk spiral atau seperti cangkang siput. Ciri khas lainnya
terlihat pada bentuk lengkung khubah, bentuk pilar, mozaik maupun
hiasan seni pada masjid. Kota Baghdad merupakan salah satu kota yang
dibangun pada masa Abu Ja’far al-Mansur.
9
bangunannya dan sebagai pusat pemerintahan maupun perkembangan ilmu
pengetahuan.
b. Bidang Ekonomi
Ekonomi berpusat pada perdagangan dunia (Basrah, Iraq) dan
(Siraf, Pesisir Laut Persia). Kemudian bergeser ke Kairo. Dan Baghdad
sebagai jantung pemerintahan juga menjadi penopang kegiatan
perdagangan.
a. Pertanian, sistem irigasi modern dengan memanfaatkan Sungai Eufrat
dan Tigris, Khalifah membela dan menghormati kaum tani, bahkan
meringankan pajak hasil bumi mereka, dan ada beberapa yang
dihapuskan sama sekali.
b. Perindustrian, Khalifah menganjurkan untuk beramai-ramai
membangun berbagai industri, sehingga terkenallah beberapa kota dan
industri-industrinya yang salah satunya industri kertas.
c. Perdagangan, Segala usaha ditempuh untuk memajukan perdagangan
seperti: Membangun sumur dan tempat-tempat istirahat di jalan-jalan
yang dilewati kafilah dagang. Membangun armada-armada dagang.
Membangun armada untuk melindungi partai-partai negara dari
Perpustakaan Bayt Al Hikmah, serangan bajak laut. Menggiatkan
ekspor impor.
4. Bidang Politik
Pada zaman Abbasiyah konsep kekhalifahan berkembang sebagai
sistem politik. Ketika Daulah Abasiyah memegang tampuk kekuasaan
tertinggi islam, terjadi banyak perubahan dalam kehidupan masyarakat.
Kekuasaan bani Abassiyah berlangsung dalam kurun waktu yang sangat
panjang berkisar tahun 132 H sampai 656 H (750 M-1258 M) yang dibagi
menjadi 5 periode :
a. Periode pertama (132 H/750 M- 232 H/847 M). Di sebut periode pengaruh
Persia pertama.
b. Periode kedua (232 H/847 M- 334 H/945 M). Di sebut masa pengaruh
Turki pertama.
10
c. Periode ke tiga (334 H/ 945 M – 447 H/1055 M). Masa kekuasaan dinasti
Buwaih atau pengaruh Persia kedua.
d. Periode ke empat (447 H/1055 M – 590 H/1194 M). Merupakan
kekuasaan dinasti bani Saljuk dalam pemerintahan atau pengaruh Turki
dua.
e. Periode ke lima (590 H/1194 M – 565 H/1258 M). Merupakan masa
mendekati kemunduran dalam sejarah peradaban islam.
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa
keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan
merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain,
kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil
menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan
dalam Islam. Namun setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas
mulai menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan
terus berkembang. Masa pemerintahan Abu al-Abbas, sangat singkat, yaitu
dari tahun 750-754 M.
Selanjutnya digantikan oleh Abu Ja'far al-Manshur (754-775 M), yang
keras menghadapi lawan-lawannya terutama dari Bani Umayyah, Khawarij,
dan Syi'ah. Untuk memperkuat kekuasaannya, tokoh-tokoh besar yang
mungkin menjadi saingan baginya satu per satu disingkirkannya. Abdullah bin
Ali dan Shalih bin Ali, keduanya adalah pamannya sendiri yang ditunjuk
sebagai gubernur oleh khalifah sebelumnya di Syria dan Mesir dibunuh karena
tidak bersedia membaiatnya, al-Manshur memerintahkan Abu Muslim al-
Khurasani melakukannya, dan kemudian menghukum mati Abu Muslim al-
Khurasani pada tahun 755 M, karena dikhawatirkan akan menjadi pesaing
baginya. Pada mulanya ibu kota negara adalah al-Hasyimiyah, dekat Kufah.
Namun, untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru
berdiri itu, al-Mansyur memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru
dibangunnya,yaitu di Baghdad, dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon, tahun
762 M. Dengan demikian, pusat pemerintahan dinasti Bani Abbas berada di
tengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kota yang baru ini alManshur melakukan
konsolidasi dan penertiban pemerintahannya, di antaranya dengan membuat
11
semacam lembaga eksekutif dan yudikatif. Di bidang pemerintahan, dia
menciptakan tradisi baru dengan mengangkat Wazir sebagai koordinator dari
kementrian yang ada, Wazir pertama yang diangkat adalah Khalid bin
Barmak, berasal dari Balkh, Dia juga membentuk lembaga protokol negara,
sekretaris negara, dan kepolisian negara di samping membenahi angkatan
bersenjata. Dia menunjuk Muhammad ibn Abdurrahman sebagai hakim pada
lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak masa dinasti
Bani Umayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas. Kalau dulu
hanya sekadar untuk mengantar surat. Pada masa al-Manshur, jawatan pos
ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga
administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan pos
bertugas melaporkan tingkah laku gubernur setempat kepada khalifah.
Khalifah al-Manshur berusaha menaklukkan kembali daerah-daerah yang
sebelumnya membebaskan diri dari pemerintah pusat, dan memantapkan
keamanan di daerah perbatasan. Di antara usaha-usaha tersebut adalah
merebut benteng-benteng di Asia, kota Malatia, wilayah Coppadocia dan
Cicilia pada tahun 756-758 M. Kesebelah utara bala tentaranya melintasi
pegunungan Taurus dan mendekati selat Bosphorus. Di pihak lain, dia
berdamai dengan kaisar Constantine V dan selama gencatan senjata 758-765
M, Bizantium membayar upeti tahunan. Bala tentaranya juga berhadapan
dengan pasukan Turki Khazar di Kaukasus, Daylami di laut Kaspia, Turki di
bagian lain Oxus, dan India. Pada masa al-Manshur ini, pengertian khalifah
kembali berubah. Dia berkata: Innama anii Sulthan Allah fi ardhihi
(sesungguhnya saya adalah kekuasaan Tuhan di bumi-Nya).
Dengan demikian, konsep khilafah dalam pandangannya dan berlanjut
ke generasi sesudahnya merupakan mandat dari Allah, bukan dari manusia,
bukan pula sekadar pelanjut Nabi sebagaimana pada masa al- Khulafa' al-
Rasyiduun. Di samping itu, berbeda dari daulat Bani Umayyah, khalifah-
khalifah Abbasiyah memakai "gelar takhta", seperti alManshur, dan
belakangan gelar takhta ini lebih populer daripada nama yang sebenarnya.
Kalau dasar-dasar pemerintahan daulah Abbasiyah diletakkan dan dibangun
oleh Abu al-Abbas as-Saffah dan al-Manshur, maka puncak keemasan dari
12
dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu al-Mahdi (775-785
M), al-Hadi (775- 786 M), Harun Ar-Rasyid (786-809 M), al-Ma'mun (813-
833 M), al-Mu'tashim (833-842 M), al-Watsiq (842-847 M), dan al-
Mutawakkil (847-861 M).
Pada masa al-Mahdi perekonomian mulai meningkat dengan
peningkatan di sektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil
pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi. Popularitas daulah
Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Ar Rasyid
Rahimahullah (786-809 M) dan puteranya al-Ma'mun (813-833 M). Kekayaan
negara banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk keperluan sosial, dan
mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi. Pada
masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Di samping itu,
pemandian-pemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan, sosial, kesehatan,
pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada
pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan
dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi. Al-Ma'mun, pengganti
Harun Ar-Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu
filsafat. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing
digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia menggaji
penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lain yang
ahli dibidangnya masing-masing. Ia juga banyak mendirikan sekolah sekolah,
salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Baitul
Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan
perpustakaan yang besar. Pada masa Al-Ma'mun inilah Baghdad mulai
menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Al-Mu'tasim, khalifah
berikutnya (833-842 M), memberi peluang besar kepada orang-orang Turki
untuk masuk dalam pemerintahan, keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara
pengawal. Tidak seperti pada masa Daulah Umayyah, dinasti Abbasiyah
mengadakan perubahan sistem ketentaraan. Praktek orang-orang muslim
mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi
prajurit-prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan militer dinasti Bani
Abbas menjadi sangat kuat. Walaupun demikian, dalam periode ini banyak
13
tantangan dan gerakan politik yang mengganggu stabilitas, baik dari kalangan
Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan itu seperti gerakan
sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas, revolusi al-Khawarij
di Afrika Utara, gerakan Zindiq di Persia, gerakan Syi'ah, dan konflik
antarbangsa dan aliran pemikiran keagamaan, semuanya dapat dipadamkan.
Dari gambaran di atas Bani Abbasiyah pada periode pertama lebih
menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan
wilayah. Inilah perbedaan pokok antara Bani Abbas dan Bani Umayyah. Di
samping itu, ada pula ciri-ciri menonjol dinasti Bani Abbas yang tidak
terdapat di zaman Bani Umayyah antara lain:
1) Dengan berpindahnya ibu kota ke Baghdad, pemerintahan Bani Abbas
menjadi jauh dari pengaruh Arab Islam. Sedangkan dinasti Bani Umayyah
sangat berorientasi kepada Arab Islam. Dalam periode pertama dan ketiga
pemerintahan Abbasiyah, pengaruh kebudayaan Persia sangat kuat, dan
pada periode kedua dan keempat bangsa Turki sangat dominan dalam
politik dan pemerintahan dinasti ini.
2) Dalam penyelenggaraan negara, pada masa Bani Abbas ada jabatan wazir,
yang membawahi kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada di
dalam pemerintahan Bani Umayyah.
3) Ketentaraan profesional baru terbentuk pada masa pemerintahan Bani
Abbas. Sebelumnya, belum ada tentara khusus yang profesional.5
C. Masa Kemunduran Dinasti Abbasiyah
15
Khalifah. Sejak saat itu otoritas Bani Abbas benar-benar tamat. Angkatan
digenggam oleh Turki. kedudukan ini kemudian diambil oleh Bani Buwaih,
Persia pada periode ketiga (334-447), dan kemudian dipindahkan ke garis
salju, Turki pada periode keempat (447-590 H).6
b. Hadirnya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri.
Daerah kekuasaan Abbasiyah dari periode awal hingga keruntuhan
sangat luas, meliputi berbagai negara, misalnya Turki, Maroko, Suriah, Irak,
Mesir, Persia, dan India. Meskipun sebenarnya banyak zona tidak dibatasi
oleh Khalifah secara asli, wilayah ini sangat dipengaruhi oleh perwakilan
pemimpin yang dikendalikan. Ikatan dengan pemimpin hanya ditandai dengan
penyetoran upeti. Bisa dibayangkan bahwa pemimpin Bani Abbas sangat
senang dengan pengakuan yang nyata dan penyetoran upeti. Alasannya bahwa
para pemimpin tidak cukup mampu untuk menundukan mereka, tingkat
keyakinan bersama di antara para penguasa dan kepala otoritas publik begitu
minim dan lebih jauh lagi para penguasa Abbasiyah lebih menekankan pada
pembinaan peradaban dan budaya di samping masalah-masalah pemerintahan
dan perluasan wilayah. Selain itu, motivasi utama di balik mengapa banyak
kabupaten menjadi otonom adalah terjadinya perselisihan atau pertempuran
kekuatan di pemerintahan pusat yang dilancarkan oleh Persia dan Turki.
Dampaknya, daerah-daerah tertentu di perbatasan lepas dari tangan penguasa
Bani Abbas seperti Thahiriyyah di Khurasan, Yang berbangsa Kurdi:
alBarzukani, Yang berbangsa Arab: Idrisiyyah di Marokko, dan Yang
mengaku sebagai Khalifah: Umuwiyah di Spanyol dan Fatimiyyah di Mesir.
c. Kemerosotan perekonomian
Pada periode awal, Bani Abbas adalah pemerintahan yang kaya.
Pemasukan uang lebih banyak dari pada yang dipakai, jadi Baitul Mal penuh
dengan kelimpahan. Perekonomian rakyat mengalami kemajuan, khususnya di
bidang pertanian, jual beli dan industri. Namun demikian, setelah mengalami
penurunan politik, perekonomian juga mengalami penurunan yang luar biasa.
Sesudah khalifah memasuki masa keruntuhan ini, penghasilan negara
6
Yatim, sejarah peradaban Islam dirasah Islamiyah ll .( Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2000), h.50
16
berkurang, sementara konsumsi meningkat lebih banyak. Penurunan
penghasilan negara diakibatkan oleh menyempitnya daerah intensitas,
kegaduhan timbul dimana-mana sehingga berdampak pada perekonomian
rakyat, dipersedikitnya pungutan dari masyarakat dan banyaknya kerajaan-
kerajaan kecil yang memproklamirkan kemerdekaannya sendiri dan tidak mau
membayar upeti. Sementara itu, penggunaan yang begitu banyak, hal ini
dikarenakan keberadaan khalifah dan otoritas yang selalu bermegah-megahan.
Jenis penggunaan semakin berbeda dan beraneka ragam dan otoritas menjadi
buruk yakni banyaknya pejabat yang korupsi. Perekonomian yang tidak teratur
diakibatkan oleh keadaan politik yang tidak stabil. Begitupun sebaliknya,
melemahnya politik Abbasiyah diakibatkan oleh kondisi ekonomi yang buruk
dan tidak teratur. Kedua hal tersebut memiliki keterkaitan dan tidak bisa
dipisahkan.
d. Munculnya aliran-aliran sesat dan fanatisme keagamaan
Ketidakcapaian keinginan Persia untuk menjadi penguasa yang
maksimal, akhirnya menimbulkan rasa kekesalan yang kemudian memotivasi
sebagaian diantara mereka untuk menyiarkan pemahaman Mazdakisme
Manuisme, dan Zoroasterisme. Gerakan ini dikenal dengan gerakan zindiq,
dengan adanya gerakan ini keyakinan para khalifah mulai tergoyahkan.
Perjuangan keras yang dilakukan Khalifah Al Mansur untuk melenyapkan
pasukan zindiq, tidak sebatas itu saja beliau juga membantai khawarij yang
menegakkan Negara Shafriyah di Sajalmasah pada tahun 140 H. Al-Mahdi
yang menggantikan posisi ayahnya (al-Manshur) sebagai khalifah berikutnya.
Iapun melanjutkan misi ayahnya untuk memberantas orang-orang zindik.
Selain itu Ia juga melakukan mihnah guna menghilangkan bid’ah. Namun
semua itu tak bisa menghentikan gerakan mereka. Perselisihan diantara orang
beriman dengan pasukan zindik terus berlangsung hingga sampai terjadi
pertumpahan darah antara kedua golongan.
2. Faktor Eksternal
a. Perang Salib
Pemusnahan angkatan bersenjata Romawi menanam benih penghinaan
dan kebencian Kristen terhadap Muslim. Kebencian ini bertambah sehabis
17
Dinasti Seljuk yang mengambil alih Baitul Maqdis merealisasikan beberapa
pedoman yang dirasa sangat berat bagi umat Kristiani yang perlu melakukan
perjalanan kesana. Pada tahun 1095, Paus Urbanus II memerintahkan pada
semua lapisan umat Kristen Eropa untuk mengadakn perang suci, perang ini
dikenal dengan Perang Salib. Pertempuran ini banyak menelan korban dan
meraka berhasil mangusai sebahagian wilayah kekuasaan Islam. Setalah
perang ini usai (1097-1124 M) mereka mampu menduduki wilayah Nicea,
Edessa, Baitul Maqdis, Akka, Tripoli dan kota Tyre.7
b. Serangan Mongolia ke Negeri Muslim dan berakhirnya Dinasti
Abbasiyah
Awalnya orang-orang Mogolia merupakan suku-suku kecil yang
kemudian dirangkul oleh Jengis Khan. Mereka berasal dari Asia Tengah.
Wilayah pelosok di China. Orang-orang Mongolia mengambil alih wilayah-
wilayah Asia Tengah khurasan dan Persia serta menguasai Asia Kecil, ini
merupakan awal dari runtuhnya Baghdad dan pemimpin Islam.Terdapat suatu
altimatum yang dikirim oleh Hulagu Khan kepada Khalifah untuk mundur dan
mendesak agar tembok kota sebelah luar diruntuhkan. Namun khalifah
mengabaikan begitu saja hal tersebut. Sehingga pada tahun 1258, Hulagu
Khan merobohkan tembok ibu kota. Disamping itu Al-Mu’tashim tunduk dan
berangkat ke base pasukan Mongolia. Kemudian para fuqaha dan penguasa
keluar, berselang sepuluh hari merekapun dibunuh. Kota Baghdad hancur dan
dibumihanguskan. Pembunuhan dan pembantain dilakukan kurang lebih
selama 40 hari. Khalifah Al-Mu’tashim terbunuh & hal ini mendai akhir dari
Dinasti Abbasiyah.8
7
Ali, K. Sejarah Islam Tarikh Pra Modern .( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003),
h. 411.
8
al-Usyairi, . Tarikh al-Islami, terj. Samson Rahman .( Jakarta : Akbar, 2003) h.258.
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Nama dinasti Abbasiyah diambil dari nama salah seorang paman Nabi
yang bernama al-Abbas ibn Abd al-Muthalib ibn Hisyam. Dinasti ini
didirikan oleh Abdullah al-Saffah Ibnu Muhammad Ibn Ali Ibn
Abdullah Ibn al- Abbas. Orang Abbasiyah merasa lebih berhak dari
pada bani Umayyah atas kekhalifahan Islam. Di antara yang
mempengaruhi berdirinya khilafah bani Abbasiyah adalah adanya
beberapa kelompok umat yang sudah tidak mendukung lagi terhadap
kekuasaan imperium bani Umayah yang notabenenya korupsi, sekuler
dan memihak sebagian kelompok diantaranya adalah kelompok Syiah
dan Khawarij serta kaum Mawali (orang-orang yang baru masuk islam
yang mayoritas dari Persia).
2. Puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah
sesudahnya, yaitu al-Mahdi (775-785 M), al-Hadi (775- 786 M),
Harun Ar-Rasyid (786-809 M), al-Ma'mun (813-833 M), al-Mu'tashim
(833-842 M), al-Watsiq (842-847 M), dan al-Mutawakkil (847-861
M).
3. Faktor yang melatarbelakangi runtuhnya dinasti Abbasiyah
diantaranya: Perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan, Hadirnya
dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri, Munculnya aliran-aliran
sesat dan fanatisme keagamaan. dll
B. Saran
Penulis menyadari akan kekurangan alam makalah ini, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun dari pembaca akan sangat membantu
terhadap penyusunan makalah agar menjadi lebih baik lagi.
19
DAFTAR PUSTAKA
20