Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

MATA KULIAH SEJARAH PERADABAN ISLAM

SEJARAH BANI ABBASIYAH DAN PERIODE


DISINTEGRASI

DOSEN PENGAMPU: Listiawati Susanti, MA

Oleh:
NADYA PRATIWI (12140320019)
NAVANESSA ZHAVIRAIRA (12140323922)
MUTHIA ZAVIRA (12140323777)
MUHAMMAD IRFAN (12140312065)

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
PROVINSI RIAU TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Atas limpahan rahmat, taufik dan
inayahNya serta nikmat sehat sehingga penyusunan makalah guna memenuhi
tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam ini dapat selesai dengan waktunya.
Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW
dan semoga kita selalu berpegang teguh pada sunnahnya.
Makalah yang berjudul “Sejarah Bani Abbasiyah dan Periode Disintegrasi“
ini, disusun utnuk memenuhi tugas yang diamanahkan pada Mata Kuliah Sejarah
Peradaban Islam serta sebagai wasilah untuk memperdalam tentang Sejarah Bani
Abbasiyah dan Periode Disintegrasi dan pihak lain yang berkenan membacanya,
makalah ini bahasanya sangat sederhana dan fokus pada pokok bahasan sehingga
mudah dipahami dan memiliki ruang lingkup yang terbatas pada judul diatas.
Namun kami menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan untuk
perbaikan makalah mendatang dalam menyusun makalah ini kami mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak untuk itu pada kesempatan ini kami
menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini. Kami berharap mudah-mudahan makalah ini
bermanfaat bagi para pembaca.

Pekanbaru, 21 Juni 2022

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ............................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
1.3 Tujuan .......................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Berdirinya Bani Abbasiyah .............................................................. 3
2.2 Perkembangan Peradaban Islam Pada Masa Bani Abbasiyah ..................... 4
2.3 Tokoh yang Berperan Dalam Kemajuan Peradaban Islam Pada Masa Bani
Abbasiyah ................................................................................................... 5
2.4 Pengertian Disintgrasi .................................................................................. 7
2.5 Dinasti dinasti yang Memerdekakan Diri di Baghdad ................................. 7
2.6 Perebutan Kekuasaan di pusat pemerintah ................................................... 9
2.7 Perang Salib ................................................................................................. 10
2.8 Sebab Sebab Kemunduran Bani Abbasiyah ................................................. 10

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ..................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semenjak pemerintah Harun ar-Rasyid (786-809M/170-194H) dikatakan
bahwa pada masa itu terjadi masa keemasan bani Abbasiyah. Tetapi pada waktu
inilah terjadi benih-benih disintegrasi tepatnya saat penurunan tahta. Haru ar-
Rasyid telah mewariskan tahta tahta kakhalifaan pada putranya yaitu Al-Amin dan
putra yang lebih muda yaitu al-ma’mun (saat itu menjabat sebagai gubernur
khurasan). Setelah wafatnya Harun al-Rasyid, Al-Amin berusaha menghianati hak
adiknya dan menunjuk anak laki-lakinya sebagai penggantinya kelak. Inilah yang
akhirnya menjadi awal masa perpecahan, yang akhirnya dimenangkan oleh al-
ma’mun.
Pada masa kekhalifaan al ma’mun (198-218 H/813-833M) juga mengalami
disintegrasi yang menyebabkan munculnya dinasti Thahiriyah yang didirikan oleh
Tahir. Beliau diangkat menjadi jendral militer abbasiyah karena telah membantu
dalam memperebutkan kekuasaan al-Amin. Pemberian jabatan ini dimaksudkan
agar al-ma’mun dapat menjalin kerja sama dengan kalangan elit yang dinaungi
oleh Thahir. Namun upaya untuk menyatukannya tidak dapat terwujud dan
akhirnya kekuasaan dikuasai oleh gubernur besar.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana Sejarah Bani Abbasiyah?

b. Bagaimana Perkembangan Peradaban Islam Pada Masa Bani Abbasiyah?


c. Apa itu Disintegrasi?

d. Bagaimana Perebutan kekuasaan dipusat pemerintahan?


e. Apa Sebab-sebab kemunduran Bani Abbasiyah?

1.3 Tujuan Masalah

a. Mengetahui Sejarah Bani Abbasiyah?

b. Mengetahui Perkembangan Peradaban Islam Pada Masa Bani Abbasiyah?

1
2

c. Mengetahui itu Disintegrasi?

d. Mengetahui Perebutan kekuasaan dipusat pemerintahan?


e. Mengetahui Sebab-sebab kemunduran Bani Abbasiyah?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah berdirinya Bani Abbasiyah


Tonggak berdirinya dinasti Bani Abbas, berawal sejak merapuhnya sistem
internal dan performance penguasa Bani Umayyah yang berujung pada
keruntuhan dinasti Umayah di Damaskus, maka upaya untuk menggantikannya
dalam memimpin umat Islam adalah dari kalangan bani Abbasiyah. Propaganda
revolusi Abbasiyah ini banyak mendapat simpati masyarakat terutama dari
kalangan Syi’ah, karena bernuansa keagamaan, dan berjanji akan menegakkan
kembali keadilan seperti yang dipraktikkan oleh khulafaurrasyidin. Nama dinasti
Abbasiyah diambil dari nama salah seorang paman Nabi yang bernama al-Abbas
ibn Abd al-Muthalib ibn Hisyam. Dinasti ini didirikan oleh Abdullah al-Saffah
Ibnu Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn al- Abbas. Orang Abbasiyah merasa
lebih berhak dari pada bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka
adalah dari cabang bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan
Nabi. Menurut mereka, orang Umayyah secara paksa menguasai khilafah melalui
tragedi perang Siffin.
Oleh karena itu, untuk mendirikan dinasti Abbasiyah, mereka mengadakan
gerakan yang luar biasa melakukan pemberontakan terhadap dinasti Umayyah. Di
antara yang mempengaruhi berdirinya khilafah bani Abbasiyah adalah adanya
beberapa kelompok umat yang sudah tidak mendukung lagi terhadap kekuasaan
imperium bani Umayah yang notabenenya korupsi, sekuler dan memihak sebagian
kelompok diantaranya adalah kelompok Syiah dan Khawarij (Badri Yatim.
2008:49-50) serta kaum Mawali (orang-orang yang baru masuk islam yang
mayoritas dari Persi). Di saat terjadi perpindahan kekuasaan dari Umayyah ke
Abbasiyah, wilayah geografis dunia islam membentang dari timur ke barat,
meliputi Mesir, Sudan, Syam, Jazirah Arab, Iraq, Parsi sampai ke Cina. Kondisi
ini mengantarkan terjadinya interaksi intensif antara daerah satu dengan daerah
lainnya. Interaksi ini memungkinkan proses asimilasi budaya dan peradaban
setiap daerah.

3
4

Nyanyian dan musik menjadi tren dan style kehidupan bangsawan dan
pemuka istana era Abbasiyah. Anak-anak khalifah diberikan les khusus supaya
pintar dan cakap dalam mendendangkan suara mereka. Seniman-seniman terkenal
bermunculan, diantaranya Ibrahim bin Mahdi, Ibrahim al Mosuly dan anaknya
Ishaq. Lingkungan istana berubah dan dipengaruhi nuansa Borjuis mulai dari
pakaian, makanan, dan hadirnya pelayan-pelayan wanita.

2.2 Perkembangan Peradaban Islam Pada Masa Bani Abbasiyah


Masa pemerintahan Bani Abbasiyah khususnya pada masa kekhalifahan
Harun ar-rasyid dan putranya Al Makmun adalah masa keemasan ilmu
pengetahuan dan kebudayaan dalam dunia islam. Pada masa ini pula umat Islam
telah memberikan kebebasan bagi berperangnya akal dan pikiran untuk kemajuan
manusia saat itu. Pada masa kekhalifahan ini pula hasil pemikiran manusia dan
para ahli ilmu dari berbagai bangsa di dunia yang saat itu berkembang saling
melengkapi dan menambah kemajuan ilmu pengetahuan dalam dunia islam. Di
samping banyak bermunculan karya-karya ilmuwan muslim bermunculan pula
karya-karya berbahasa asing terutama bahasa Yunani yang diterjemahkan
kedalam bahasa Arab buku-buku dari berbagai bahasa dan berbagai judul itu
dipilih dan diserahkan kepada para ilmuwan muslim untuk diterjemahkan ke
dalam bahasa Arab. Khalifah menyediakan dana yang sangat besar untuk kegiatan
penerjemahan ini. Yang menarik dari perkembangan ilmu pengetahuan pada masa
Bani Abbasiyah adalah bahwa sebagian besar orang-orang yang berkecimpung
dalam bidang ini tidak hanya berasal dari bangsa Arab muslim atau dikenal
dengan kaum mawali. Kaum mawali adalah muslim yang berasal dari bangsa non-
arab terutama orang-orang yang berasal dari Persia.
Para ilmuwan muslim pada masa Bani Abbasiyah menjelajahi tiga benua
untuk menuntut ilmu pengetahuan. Ketiga benua yang dipilih adalah benua Asia
Eropa dan Afrika. Dari 3 benua ini dianggap mengalami kemajuan yang sangat
pesat dari semua ilmu pengetahuan. Setelah kembali dari tempat pengembaraan
para ilmuwan muslim membaca dan menerjemahkan buku-buku tersebut. Dalam
waktu yang lama mereka berusaha menggali berbagai pengetahuan dan kemudian
menulis berbagai buku terutama buku-buku dalam bentuk Dairatul Ma'arif atau
5

saat ini lebih dikenal dengan sebutan ensiklopedia. Dari buku-buku itulah
masyarakat muslim saat itu belajar dan terus mengembangkan pengetahuannya di
berbagai masjid yang saat itu dijadikan sebagai pusat kegiatan pendidikan.
Dengan semakin giat nya kaum muslimin mempelajari berbagai ilmu dari
berbagai buku yang ditulis oleh para ilmuwan muslim dan buku-buku berbahasa
asing yang diterjemahkan oleh mereka Maka masyarakat Islam pada masa itu
menunjuk perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat luar biasa. Ilmu
pengetahuan dan kebudayaan Islam berkembang pula di negara-negara barat
(EROPA). Disana perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban umat Islam
berkembang tidak kalah pesatnya. Berbagai hasil penemuan dan penelitian ilmiah
dibukukan oleh para ilmuwan muslim. Kegiatan penerjemahan dari berbagai buku
karya ilmuwan besar Eropa terus menerus berlangsung. Pembangunan tempat
kegiatan kegiatan belajar sangat pesat dan sangat diperhatikan oleh para penguasa
muslim yang ada di sana. Kegiatan-kegiatan belajar diikuti oleh umat Islam dari
berbagai kalangan. Kota-kota besar dan berbagai peninggalan yang saat ini masih
dapat disaksikan merupakan bukti sejarah kemajuan ilmu pengetahuan dan
kebudayaan umat Islam di masa Bani Abbasiyah.

2.3 Tokoh yang berperan dalam kemajuan peradaban Islam pada masa
Bani Abbasiyah
1. Biografi Khalifah Abu Jafar al mansur
Abu Jafar al mansur adalah Putra Muhammad bin Ali bin Abdullah bin
Abbas bin Abdul Muthalib. Abu Jafar al mansur dilahirkan di Kota Himaymah
pada tahun 101 H. Ibunya bernama Salamah mantan seorang hamba sahaya. Abu
Ja'far al-mansur bersaudara dengan Ibrahim bin Muhammad dan Abbul Abbas bin
Muhammad. Tiga orang bersaudara inilah yang dianggap sebagai pendiri Daulah
Abbasiyah Tetapi hanya 2 orang yang menjadi khalifah yaitu Abbul Abbas dan
Abu Jafar al mansur, sedangkan Ibrahim meninggal pada saat berperang melawan
Marwan bin Muhammad ( khalifah Bani Umayyah).
Para ahli sejarah mengetahui bahwa pendiri Daulah Abbasiyah
sesungguhnya adalah Abu Ja'far al-mansur karena beliau peletak dasar sistem
pemerintahan dan mengatur politik Daulah Abbasiyah. Abu Jafar al mansur
6

dikenal pula sebagai khalifah yang berpikiran maju pemberani dan rapi dalam
pemerintahan jalur pemerintahan diatur dengan sangat rapi mulai dari daerah Desa
hingga ke tingkat pusat teratur dan terarah dengan baik.
2. Masa kekhalifahan Harun ar-rasyid
Harun ar-rasyid adalah khalifah ke-5 dari kekhalifahan Abbasiyah dan
memerintah antara tahun 786 m hingga 803 m. ayahnya bernama Muhammad
Almahdi dan kakaknya bernama Musa Al Hadi. Musa Al Hadi adalah khalifah
yang ketiga di Daulah Abbasiyah. Era pemerintahan Harun yang dilanjutkan oleh
Makmun ar-rasyid dikenal sebagai masa keemasan Islam( The Golden Age of
Islam) di mana saat itu Baghdad menjadi salah satu pusat ilmu pengetahuan.
Khalifah Harun ar-rasyid terkenal sebagai khalifah yang taat dalam beragama
dermawan dan mencintai ilmu pengetahuan. Beberapa usaha khalifah Harun ar-
rasyid dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam antara lain adalah
mengangkat Wazir, menjaga keamanan dan ketertiban negara, mengembangkan
berbagai ilmu pengetahuan, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat.
3. Masa kekhalifahan Abdullah Al Makmun
Nama lengkapnya adalah Abdullah Al Makmun Ibnu Harun ar-rasyid air
pada tahun 170H. Sejak kecil Al Makmun dididik di lingkungan istana Daulah
Abbasiyah. Gurunya adalah Ja'far bin Yahya, seorang Wazir pada masa
kekhalifahan Harun ar-rasyid. Sebelum menjadi khalifah al-makmun dipercaya
oleh ayahnya untuk menangani masalah masalah di bidang pemerintahan. Saat itu
ia diberi tanggung jawab sebagai penguasa wilayah timur Daulah Abbasiyah yaitu
wilayah khurasan hingga ke Hamadan. Al Makmun adalah khalifah yang cerdas
dan bijaksana. Khalifah Al Makmun gemar mengkaji dan mempelajari ilmu
pengetahuan. Khalifah Al Makmun juga menganjurkan seluruh rakyatnya untuk
mengkaji dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Untuk keperluan itu, Khalifah
Al Makmun menyediakan berbagai fasilitas, mulai dari menyediakan berbagai
buku, membangun perpustakaan (Baitul Hikmah) hingga membiayai
penerjemahan buku-buku berbahasa Yunani dan persia ke dalam bahasa Arab.
Baitul hikmah (perpustakaan) dibangun pada tahun 830 M di Baghdad pada masa
kekhalifahan Al Makmun. Baitul hikmah adalah perpustakaan yang Sekaligus
berfungsi sebagai tempat belajar.
7

Di dalam Baitul hikmah terdapat berbagai buku dengan berbagai bahasa


yang dibeli oleh Khalifah Al Makmun. Berbagai buku dengan bahasa asing
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab kemudian diteliti dan dikaji untuk
kepentingan pembelajaran. Baitul hikmah telah melahirkan banyak ilmuwan
muslim yang terkenal, antara lain Al-kindi Hajjaj bin Yusuf dan lain-lain. Jasa
terbesar Khalifah Al Makmun dalam perkembangan peradaban Islam adalah
berkembangnya ilmu pengetahuan yang sangat pesat dan berdirinya Baitul
hikmah yang menjadi pusat pembelajaran dunia islam saat itu.

2.4 Pengertian disintegrasi


Disintegrasi merupakan suatu keadaan yang terpecah belah dari kesatuan
yang utuh menjadi terpisah-pisah. Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta
kemajuan besar yang dicapai dinasti Abbasiyah pada periode pertama telah
mendorong para penguasa untuk hidup mewah, bahkan cenderung mencolok.
Setiap khalifah cendrung ingin lebih mewah dari pendahulunya. Kehidupan
mewah khalifah-khalifah ini ditiru oleh para hartawan dan anak-anak pejabat.
Kecendrungan bermewah-mewah, ditambah dengan kelemahan khalifah dan
factor lainnya menyebabkan roda pemerintah terganggu dan rakyat miskin.
Kondisi ini member peluang kepada tentara professional asal Turki yang semula
diangkat oleh khalifah al-Mu’tashim untuk mengambil alih pemerintah. Usaha
mereka berhasil, sehingga kekuasaan sesungguhnya berada ditangan mereka,
sementara kekuasaan Bani Abbas didalam khilafah Abbasiyah yang didirikannya
mulai pudar dan ini merupakan awal dari keruntuhan dinasti ini meskipun setelah
itu usianya masih dapat bertahan lebih dari 400 tahun.

2.5 Dinasti-dinasti yang memerdekakan diri di Baghdad


Disintegrasi dalam bidang politik sebenarnya sudah mulai terjadi di akhir
zaman Bani umayyah. Akan tetapi, berbicara tentang politik islam dalam lintasan
sejarah, akan terlihat perbedaan antara pemerintah Bani umayyah dengan
pemerintah bani Abbas. Wilayah kekuasaan bani umayyah, mulai dari awal
berdirinya sampai masa keruntuhannya, sejajar dengan batas-batas wilayah
kekuasaan islam. Hal ini tidak seluruhnya benar untuk diterapkan pada
8

pemerintahan bani Abbas. Kekuasaan dinasti ini tidak pernah diakui di Spanyol
dan seluruh Afrika utara, kecuali Mesir yang bersifat sebentar-bentar dan
kebanyakan bersifat nominal. bahkan, dalam kenyataanya, banyak daerah tidak
dikuasai khalifah. Secara rill, daerah-daerah itu berada di bawah kekuasaan
gubernur-gubernur propinsi bersangkutan. Hubungannya dengan khilafah ditandai
dengan pembayar upeti.
Ada kemungkinan bahwa para khilafah Abbasiyah sudah cukup puas
dengan pengakuan nominal dari propinsi-propinsi tertentu, dengan pembayaran
upeti itu. Alasannya pertama, mungkin para khilafah tidak cukup kuat untuk
membuat mereka tunduk kepadanya, kedua, penguasa bani Abbas lebih menitik
beratkan pembinaan peradaban dan kebudayaan dari pada politik dan ekspansi.
Akibat dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan peradaban
dan kebudayaan islam dari persoalan politik itu, propinsi-propinsi tertentu
dipinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa bani Abbas. Ini bisa terjadi
dalam salah satu dari dua cara: pertama, seorang pemimpin lokal memimpin suatu
pemberontak dan berhasil memperoleh kemerdekaan penuh, seperti daulat
Umayyah di spanyol dan idrisyiah di maroko. Kedua, seseorang yang ditunjuk
menjadi gubernur oleh khalifah kedudukannya semakin bertambah kuat, seperti
Daulat Aghlabiyab di Tunisia.
Kecuali Bani Umayyah di Spanyol dan Idrisiyah di Maroko, propinsi-
propinsi itu pada mulaya tetap patuh membayar upeti selama mereka menyaksikan
Baghdad stabil dan khalifah mampu mengatasi pergolokan-pergolokan yang
muncul. Namun, pada saat wibawa khalifah sudah memudar, mereka melepaskan
diri dari kekuasaan Baghdad. Mereka bukan saja menggerogoti kekuasaan
khalifah, tetapi beberapa diantaranya bahkan berusaha menguasai khalifah itu
sendiri.
Faktor-faktor penting yang menyebabkan kemunduran bani Abbas pada
priode ini, sehingga banyak daerah memerdekakan diri, adalah:
1. Luasnya wilayah kekuasaan daulat abbasiyah sementara komunikasi pusat
dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkatan saling percaya
dikalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.
9

2. Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah kepada


mereka sangat tinggi.
3. Keuangan Negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara
bayaran sangat besar. Pada saat kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup
memksa pengiriman pajak ke Baghdad.

2.6 Perebutan kekuasaan dipusat pemerintahan


Faktor lain yang menyebabkan peran politik bani Abbas menurun adalah
perebutan kekuasaan di pusat pemerintah. Hal ini sebenarnya juga terjadi pada
pemerintah-pemerintah islam sebelumnya. Tetapi, apa yang terjadi pada
pemerintahan Abbasiyah berada dengan yang terjadi sebelumnya.
Nabi Muhammad memang tidak menentukan bagaimana cara pergantian
pemimpin setelah ditinggalkannya. Beliau tampaknya, menyerahkan masalah ini
kepada kaum muslimin sejalan dengan jiwa kerakyatan yang berkembang
dikalangan masyarakat Arab dan ajaran demokrasi dalam Islam. Dalam
perkembangan selanjutnya, proses suksesi kepemimpinwn politik dalam sejarah
Islam berbeda-beda dari satu masa kemasa yang lain. Adayang berlangsung aman
dan damai, tetapi sering juga melalui konflik dan pertumpahan darah akibat
ambisi tak terkendali dari pihak-pihak tertentu setelah nabi wafat, terjadi
pertentaangan pendapat antara kaum Muhajirin dan Anshar dib alai kota bani
Sa’idah di Madinah. Masing-masing golongan berpendapat bahwa kepemimpinan
harus berada dipihak mereka, atau setidak-tidaknya masing-masing golongan
mempunyai pemimpin sendiri. Akan tetapi, karena pemahaman keagamaan
mereka yang baik, semangat musyawarah, ukhwah yang tinggi, perbedaan itu
dapat diselesaikan, Abu Bajar menjadi Khalifah.
Pertumpahan darah pertama dalam Islam karena perbuatan kekuasaan
terjadi pada masa Kekhalifaan Ali bin Abi Thalib. Pertama-tama Ali menghadapi
pemberontak Thalhah, Zubair, dan Aisyah. Alasan pemberontak itu adalah Ali
tidak mau menghukum para pembunuh Usman dan mereka menuntut bela
terhadap darah Usman yang ditumpahkan secara zalim. Namun, dibalik alasan itu,
menuru Ahmad Syalabi, Abdullah ibn Zabirlah yang menyebabkan terjadinya
pemberontak yang banyak membawa korban tersebut. Dia berambisi besar untuk
10

menduduki kursi Khilafah. Untuk itu ia menghasut bibi dan ibu asuhnya, Aisyah,
agar memberontak terhadap Ali, dengan harapan Ali gugur dan ia dapat
menggantikan posisi Ali. Dengan tujuan mendapatkan kedudukan Khilafah itu
pula, Muawiyah, gubernur Damaskus, memberontak. Selain banyak menimbulkan
korban, Muawiyah berhasil mencapai maksudnya, sementara Ali terbunuh oleh
bekas pengikutnya sendiri.

2.7 Perang salib


Sebagaimana telah disebutkan, peristiwa penting dalam gerakan ekspansi
yang dilakukan oleh Alp Arselan adalah peristiwa Manzikart, tahun 464 H (1071
M). Tentara alp Arselan yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit, dalam peristiwa
ini berhasil mengalahkan tentara romawiyang berjumlah 200.000 orang terdiri
dari tentara romawi, Ghuz, Al-Akraj, Al-Hajr, prancis, dan Armenia. Peristiwa
besar ini menanamkanbenih permusuhankebencian orang-orang Kristen terhadap
umat Islam, yang kemudian mencetuskan perang salib. Kebencian itu
bertambahsetelah dinasti Seljuk dapat merebut Bait al-maqdis pada tahun 471 H
dari kekuasaan dinasti fathimiyah yang berkedudukan di Mesir. Penguasa Seljuk
menetapkan beberapa peraturan bagi umat Kristen yang ingin berziarah kesana.
Peraturan itu dirasakan sangat menyulitkan mereka. untuk memperoleh kembali
keleluasan berziarah ke tanah suci. Perang ini kemudian dikenal dngn nama
perang salib.

2.8 Sebab-sebab kemunduran Bani Abbasiyah


Berakhirnya kekuatan dinasti Seljuk atas Baghdad atau Khilafah abbasiyah
merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, kilafah Abbasiyah tidak
lagi berada dibawah kekuasaan dinasti tertentu, walaupun banyak sekali dinasti
islam berdiri. Ada diantaranya yang cukup besar, namun yang terbanyak adalah
dinasti kecil.
Disamping kelemahan Khalifah, banyak faktor lain yang menyebabkan
Khilafah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut saling
berkaitan satu sama lain. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Persaingan antarbangsa
11

Khilafah Abbasiyah didirikan oleh bani Abbas yang bersekutu dengan


orang-orang Persia. Persekutuan dilatar belakangu oleh persamaan nasib kedua
golongan itu pada masabani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas.
Setelah Khilafah Abbasiyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan
persekutuan itu. Menurut Stryzewska, ada dua sebab dinasti bani Abbas memilih
orang-orang Persia dari pada orang-orang Arab. Pertama, sulit bagi orang-orang
Arab untuk melupakan bani Umayyah. Pada masa itu mereka merupakan warga
kelas satu. Kedua, orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya
‘ashabiyyah kesukuan. Dengan demikian, Khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan
diatas ‘ashabiyyah tradisional.
2. Kemerosotan ekonomi
Khilafah abbasiyah juga mengalami kemunduran di bidang ekonomi
bersamaan dengan kemunduran dibidang politik. Pada periode pertama,
pemerintaha bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk
lebih besar dari pada dana yang keluar, sehingga bait al-mal penuh dengan harta.
Pertambahan dana yang besar diperoleh antara lain dari al-kharaj, semacam pajak
hasil bumi.
3. Konflik keagamaan
Fanatisme keagamaan berkaitan erat dengan persoalan kebangsaan. Karena
cita-cita orang Persia tidak sepenuhnyatercapai, kekecewaan mendorong sebagian
mereka mempropagandakan ajaran manuisme, Zoroasterisme, dan Mazdakisme.
Munculnya gerakan yang dikenal dengan gerakan zindiqini menggoda rasa
keimanan para Khalifah. Al- Manshur berusaha keras memberantasnya. Al-Mahdi
bahkan merasa perlu mendirikan jabatan khusus untuk mengawasi kegiatan orang-
orang zindiq dan melakukan mihnah dengan tujuan memberantas Bidah. Akan
tetapi, semua itu tidak menghentikan kegiatan mereka. konflik antra kaum
beriman dengan golongan zindiq berlanjut mulai dari bentuk yang sederhana
seperti, polemik tentang ajaran, sampai kepada konflik bersenjata yang
menumpahkan darah dikedua belah pihak. Gerakan Al-afsyin dan Qaramitha
adalah contoh konflik bersenjata itu.
4. Ancaman dari luar
12

Apa yang disebutkan diatas adalah faktor-faktor internal. Disamping itu, ada
pula faktor-faktor eksternal yang menyebabkan Khilafah Abbasiyah lemah dan
akhirnya hancur. Pertama, perang salib yang berlangsung beberapa gelombang
atau periode dan menelan banyak korban. Kedua, serangan tentara mongol
kewilayah kekuasaan Islam. Sebagaimana telah disebutkan, orang-orang Kristen
terpanggil untuk ikut berperang setelah paus urbanus II (1088-1099 M)
mengeluarkan fatwanya. Perang salib itu juga membakar semangat perlawanan
orang-orang Kristen yang berada diwilayah kekuasaan Islam. Namun, di antara
komunitas-komunitasKristen Timur, hanya Armenia dan Moranit Lebanon yang
tertarik dengan perang salib dan melebatkan diri dalam tentara salib itu.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

zaman pemerintahan Abbasiyah yang pertama merupakan puncak keemasan


dinasti ini. secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan
merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain,
kemakmuran, masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Disamping itu Dinasti
Abbasiyah (750-1208 M) juga merupakan dinasti yang menelurkan konsep-
konsep keemasan Islam dalam hal pengembangan ilmu pengetahuan. zaman
keemasan Islam yang ditandai dengan penguasaan ilmu pengetahuan di berbagai
sektor telah membawa kemakmuran tersendiri pada masyarakat saat itu. kemajuan
di segala bidang yang diperoleh Bani Abbasiyah menempatkan bahwa Bani
Abbasiyah lebih baik dari bani Umayyah di samping itu pada masa Dinasti ini
banyak terlahir tokoh-tokoh intelektual muslim yang cukup berpengaruh sampai
saat ini.
Disintegrasi merupakan suatu keadaan yang terpecah belah dari kesatuan
yang utuh menjadi terpisah-pisah. Penyebab terjadinya disintegrasi pada masa
Kekhalifaan Islam dimasa lampau yaitu diantaranya; adanya dinasti-dinasti yang
memerdekakan diri dari Baghdad, perebutan kekuasaan dipusat pemerintahan,
perang salib serta faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran bani Abbasiyah.
Masa disintegrasi itu muncul akibat adanya perpecahan dalam pemerintahan
bani Abbasiyah. Perpecahan itu mulai terjadi sejak lahir pemerintahan Harun ar-
Rasyid tepatnya pada saat penurunan tahta beliau mengangkat putranya yaiti Al-
Amin. Selain itu yang menyebabkan kemunduran Bani Abbas adalah persaingan
antar bangsa, kemerosotan ekonomi, konflik keagamaan, dan ancaman dari luar.
Perkembangan intelektual dalam masa disintegrasi tetap menunjukkan
perkembangan yang berarti. Itu terbukti dengan munculnya tokoh-tokoh
intelektual pada bidangnya baik itu dalam bidang ilmu sastra, ilmu filsafat, dan
kedokteran maupun dalam bidang hukum dan politik.

13
DAFTAR PUSTAKA

Dudung Abdurrahman dkk. 2003. Sejarah Peradaban Islam: Masa Klasik Hingga
Modern, Yogyakarta: LESFI.

Badri Yatim. 2002. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

M. Abdul Karim. 2009. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta:


Pustaka Book Publisher.

Bahroin suryantara. 2010. Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Yudhistira.

Mursyid,Ali dkk. 2014. Sejarah Kebudayaan islam, Indonesia: Kementrian


Agama.

14

Anda mungkin juga menyukai