Disusun oleh
Samhudi 2020540945
Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, penulis
memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Karna atas rahmat, dan
hidayahnyalah penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Begitupula Shalawat
serta salam senantiasa tercurahkan kepada BagindaNabi Muhammad SAW beserta
Sahabat, keluarga dan pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Samhudi
2020540945
DAFTAR ISI
2
KATA PENGANTAR ....................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................
A. Kemunduran bani Abbasiyah................................................
B. Dinasti-dinasti kecil bani Abbasiyyah
C. Keruntuhan Pemerintahan Abbasiyyah...................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
3
Dalam teori evolusi bahwa segala sesuatu memiliki siklus yang selalu
berputar ada hidup dan ada mati seperti dunia yang selalu berputar terkadang
diatas dan terkadang dibawah. Begitu juga dalam sejarah negeri-negeri dan
kerajaan-kerajaan selalu berputar ada masanya pembentukan dan pembangunan,
masa keemasan dan pada akhirnya masa keruntuhan dan kehancuran. Seperti
kerajaan Babilonia, Gupta, Firaun, Bani Umayyah, bahkan kerajaan yang pernah
berjaya di Indonesia yaitu Majapahit.
Dari gambaran diatas banyaknya kerajaan yang berdiri lalu jatuh dan
hancur. Hal ini serupa dengan yang dialami oleh Bani Abbasiyah yang memiliki
sejarah panjang selama lima abad dimulai dari masa pembentukan, masa
keemasan dan sampai masa kehancuran.Bani Abbasiyah merupakan Daulah
Islamiyah yang paling besar dan mengalami masa keemasan dari perluasan
wilayahnya, tata kota dan bangunan yang indah, pemerintahan, ekonomi,
kesehatan, dan pendidikan atau keilmuan.
Penjelasan tersebut akan mengejutkan kita lantaran Bani Abbasiyah
merupakan Daulah yang hebat, luas, dan berjaya tetapi mengalami masa
keruntuhan, kehancuran dan bahkan lenyapnya Bani Abbasiyah dari muka
bumi.Maka dari itu, kami akan membahas bagaimana terjadinya keruntuhan Bani
Abbasiyah, faktor apa saja yang menjadikan Bani Abbasiyah masuk kedalam
kehancuran dan keruntuhan baik dari faktor dalam atau luar.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja yang menyebabkan kemunduran Bani Abbasiyah.
2. Apa saja yang menyebabkan kehancuran Bani Abbasiyah.
C. Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui sebab-sebab kemunduran Bani Abbasiyah.
2. Untuk mengetahui sebab-sebab kehancuran Bani Abbasiyah.
D. Manfaat Penelitian
Dengan adanya tujuan yang ingin dicapai didalam penelitian ini, maka
4
peneliti mengharapkan agar penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
2. Secara Praktis
Abbasiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kemunduran Bani Abbasiyah
Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa
kemunduran dimulai sejak periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor
penyebab kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah
terlihat pada periode pertama, hanya karena khalifah pada periode ini sangat kuat,
benih-benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas
terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai
kepala pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur
5
roda pemerintahan.1Disamping kelemahan khalifah, banyak faktor lain yang
menyebabkan khilafah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor
tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa diantaranya adalah sebagai
berikut;
1. Faktor internal
a) Kemewahan hidup di kalangan penguasa
Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar yang
dicapai Bani Abbasiyah pada periode pertama telah mendorong para penguasa
untuk hidup mewah, bahkan cenderung mencolok. Setiap khalifah cenderung
ingin lebih mewah daripada pendahulunya. Kondisi ini memberi peluang kepada
tentara profesional Turki untuk mengambil alih kendali pemerintahan.2
b) Melebihkan Bangsa Asing dari Bangsa Arab
Keluarga Abbasiyah memberikan pangkat dan jabatan negara yang
penting-penting dan tinggi-tinggi, baik sipil ataupun militer kepada bangsa Persia.
Mereka itu sebagian besar diangkat menjadi wazir, panglima tentara, wali
provinsi, hakim-hakim dan lain sebagainya. Oleh karena itu, umat Arab benci dan
amarah kepada khalifah-khalifah serta menjauhkan diri dari padanya. Kebengisan
keluarga Abbasiyah menindas dan menganiaya keluarga Bani Umayah dan
perbuatan mereka memusuhi kaum Alawiyin, kian menambah amarah dan sakit
hati mereka.3
c) Ankara murka terhadap Bani Umayah dan Alawiyin
1
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta:
Bulan Bintang, 1975), h. 13-14.
2
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. (Jakarta: Raja Grapindo
Persada, 2008), h. 61.
3
A Latif Osman. Ringkasan Sejarah Islam, (Jakarta: Widjaya, 2000), hlm. 128.
6
kedua keluarga besar itu, yaitu Abbasiyah dan Alawiyin timbullah huru-hara dan
pemberontakan hampir diseluruh negeri-negeri Islam.4
d) Perebutan kekuasaan antara keluarga Bani Abbasiyah
Banyak sejarawan yang menyatakan bahwa perebutan kekuasaan antara
keluarga Bani Abbasiyah ialah ketika terjadinya perang saudara antara al-Amin
dan al-Makmun. Tetapi kalau kita cermati lebih dalam bahwa perebutan
kekuasaan antara keluarga Bani Abbasiyah adalah ketika masa khalifah Musa al-
Hadi yaitu ketika Musa al-Hadi ingin membatalkan putra mahkota yang diberikan
khlaifah al-Mahdi kepada Harun ar-Rasyid dan membai’ahkan putranya sendiri
yang bernama Jafar.Walaupun hal ini tidak kesampaian dilaksanakan oleh Musa
al-Hadi karena dia telah diburu ajalnya.5
e) Pengaruh bid’ah-bid’ah agama dan filsafat
Beberapa orang khalifah Abbasiyah seperti Al-Makmun, Al-Muktasim dan
Al-Wasiq amat terpengaruh oleh bid’ah-bid’ah agama dan pembahasan-
pembahasan filsafat. Hal ini menimbulkan bermacam-macam madzhab dan
merenggangkan persatuan umat Islam sehingga mereka terpecah belah kepada
beberapa partai golongan dan ini menjauhkan hati kaum agamawan.6
f) Konflik keagamaan
Timbulnya konflik keagamaan ini dimulai ketika terjadinya konflik antara
Khalifah Ali ibn Thalib dan Muawiyah yang berakhir lahirnya tiga kelompok
umat yaitu pengikut Muawiyah, Syi’ah dan Khawarij, ketiga kelompok ini
senantiasa berebut pengaruh. Yang senantiasa berpengaruh baik pada masa Bani
Umayah atau Abbasiyah.7 Ketika kekhalifahan Abbasiyah muncul juga kaum
zindik yang lahir pada masa Khalifah al-Mahdi, kaum ini menghalalkan yang
haram dan mencederakan adab kesopanan dan budi kemanusiaan. Oleh karena itu
al-Mahdi berusaha menindas golongan ini, sehingga untuk itu dia mendirikan
4
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II,...h. 129.
5
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II,... h. 130.
6
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan,...h. 201.
7
A Latif Osman. Ringkasan Sejarah Islam,... h. 138.
7
suatu jawatan istimewa dikepalai oleh seorang yang pangkatnya bernama
“Shahibu az-Zanadiqah”. Tugasnya adalah membasmi kaum itu serta mengikis
faham dan pengajarannya. Hal ini dilanjutkan oleh anaknya yaitu Khalifah Musa
al-Hadi.8
g) Luasnya wilayah kekuasaan Bani Abbasiyyah
Luasnya wilayah kekuasaan Bani Abbasiyyah sementara komunikasi pusat
dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di
kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.9
h) Ketergantungan dan kepercayaan khalifah kepada wazir-nya sangat
tinggi.
Dalam hal ini kita bisa melihat beberapa khalifah yang terlalu
mempercayakan kepercayaannya terhadap wazirnya. Seperti yang dilakukan oleh
Khalifah al-Amin yang menyerahkan sekalian urusan Baninya kepada wazirnya
Fadhal ibn Rabi. Dia terkenal pandai memfitnahi dan memburukkan orang lain.
Dia pula yang menghasut Harun ar-Rasyid untuk menggulingkan keluarga
Barmak dan dia juga yang memutusan tali silaturrahim antara adik dan kakak,
yaitu antara al-Amin dan al-Makmun yang mengakibatkan meletusnya perang dua
saudara dengan tewasnya al-Amin dan naiknya al-Makmun kesinggasana
Khalifah.
2. Faktor eksternal
a) Banyaknya pemberontakan
Banyaknya daerah yang tidak dikuasai oleh khalifah dengan memberikan
atau memilih gubernur dari orang yang telah berjasa kepada khalifah sebagai
hadiah dan penghormatan untuknya.Ditambah dengan kebijakan yang lebih
menekankan pada pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam.10 Akibatnya
provonsi-provinsi yang diberikan khalifah kepada gubernur-gubernur banyak
yang ingin melepaskan diri dari genggaman khalifah Abbasiyah. Adapun cara
provinsi-provinsi tersebut melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad adalah;
8
A Latif Osman. Ringkasan Sejarah Islam, h. 113-115
9
A Latif Osman. Ringkasan Sejarah Islam,... h. 120.
10
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II..., h.61.
8
Pertama, seorang pemimpin lokal memimpin suatu pemberontakan dan berhasil
memperoleh kemerdekaan penuh, seperti Bani Umayah di Spanyol dan Idrisiyah
di Maroko; Kedua, seseorang yang ditunjuk menjadi gubernur oleh khalifah,
kedudukannya semakin bertambah kuat, kemudian melepaskan diri, seperti Bani
Aghlabiyah di Tunisia dan Thahiriyah di Kurasan.
b) Bencana Bangsa Turki
Amat besar bahaya umat Turki atas Bani Abbasiyah. Beberapa khalifah
menjadi korban mereka. Tiang tua dan segala persediaan rusak binasa olehnya.
Kekacauan timbul dimana-mana, sedang khalifah sendiri menjadi permainan
dalam tangan panglima-panglima Turki. Perselisihan antara tentara dan rakyat
sering terjadi. Permusuhan diantara panglima-panglima Turki itu sendiri kian
menambah buruk dan keruh suasana Bani Abbasiyah.Kelemahan pemerintah
pusat di Baghdad itu menjadi peluang bagi kepala-kepala pemerintahan wilayah
untuk melakukan siasatnya. Mereka berusaha memutuskan perhubungan dengan
khalifah lalu mendirikan kerajaan sendiri-sendiri dalam daerah mereka. Dengan
demikian terurailah buhul tali persatuan Bani Abbasiyah dan berdirilah kerajaan
kecil-kecil dalam pekarangan Bani itu senndiri.
c) Dominasi Bangsa Persia
Pada awal pemerintahan Bani Abbasiyah, keturunan Parsi bekerjasama
dalam mengelola pemerintahan dan Bani Abbasiyah yang mengalami kemajuan
yang cukup pesat dalam berbagai bidang. Pada periode kedua, saat kekhalifahan
Bani Abbasiyah sedang mengadakan pergantian khalifah, yaitu dari khalifah
Muttaqi kepada khlaifah Muth’ie. Banu Buyah berhasil merebut kekuasaan.
Pada mulanya mereka berkhidmat kepada pembesar-pembesar dari pada
khalifah, sehingga banyak dari mereka yang menjadi panglima tentara,
diantaranya menjadi panglima besar. Setelah mereka memiliki kedudukan yang
kuat, para khalifah Abbasiyah berada di bawah telunjuk mereka dan seluruh
pemerintahan berada di tangan mereka. Khalifah Abbasiyah hanya tinggal
namanya saja, hanya disebut dalam doa-doa di atas mimbar, bertanda tangan di
9
dalam peraturan dan pengumuman resmi dan nama mereka ditulis atas mata uang,
dinar dan dirham.11
11
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan,...h. 139.
12
Jurji Zaidan, History of Islamic Civilization (New Delhi: Kitab Bhavan, 1978), h. 240
10
Wilayah kekuasaan Dinasti Idrisiyah adalah Maghribi (Maroko).13Dinasti
ini adalah dinasti pertama yang beraliran syiah. Sultan Idrisiyah yang terbesar
adalah Yahya IV (905 M–922 M).Dalam perkembangannya dinasti ini sempat
mengukir peradaban yang maju di masanya.Idris ibnu Abdullah memilih Maroko
sebagai basis kekuatannya dengan beberapa alasan.Pertama, Bangsa Barbar di
Maroko menerima kehadirannya dengan tangan terbuka.Kedua, Maroko cukup
kondusif untuk mendirikan kekuasaan yang otonom. Kemajuan yang Dicapai
Pemerintahan Idrisiyah mampu mengembangkan pemerintahannya dengan bagus
ketika Dinasti ini dibawah pimpin Idris II hingga Yahya IV.Orang-orang Barbar
direkrut untuk mendukung pemerintahan mereka. Idris kemudian menjadikan kota
Fez sebagai ibukota pemerintahan pada tahun 808 M. Bahkan, Fez mampu
menjadi kota terkenal di Afrika hingga Spanyol. Dinasti Idrisiyah berperan dalam
menyebarkan budaya dan agama Islam ke Bangsa Barbar dan penduduk asli. Dan
peradaban luar biasa yang diukir oleh dinasti ini adalah pendirian Universitas
Qarawiyyun yang megah dan terkenal.14
11
mengusulkan kepada khalifah agar wilayah Ifriqiyah tersebut dihadiahkan
kepadanya dan keturunannya secara permanen. Usulan Ibrahim itu kemudian
disetujui khalifah dan secara resmi ia diangkat sebagai gubernur di Tunis pada
tahun 800 M serta diberi hak otonomi secara luas, dan sebagai imbalannya dia
harus membayar upeti tahunan sebesar 40.000 dinar kepada khalifah di Baghdad.16
Dalam perjalanan selanjutnya, hubungan Ibrahim semakin baik dengan
khalifah Abbasiyah.Setelah satu tahun menjadi amir, khalifah kemudian
memberikan hak otonomi penuh kepada Ibrahim untuk mengatur wilayahnya dan
menentukan kebijakan politiknya, termasuk menentukan penggantinya tanpa
campur tangan sedikitpun dari khalifah walaupun secara formal masih tetap
mengakui kekhalifahan Baghdad.17 Dengan demikian Ibrahim ibnu al-Aghlab
membina wilayah ini dengan keturunannya, yang kemudian dikenal dengan
Dinasti Aghlabiyah.
12
Ziadatullah Iyang menunjuk seorang faqih mazhab Maliki yang juga penyusun
kitab Asadiyat,sebagai komandan perang.Ulama besar yang berpengaruh ini
kemudianmengumandangkan jihad melawan orang-orang kafir.Semangat pasukan
Islam dalamjihad ini sangatlah tinggi dikarenakan pimpinan mereka adalah orang
yang alimdalam beragama.
b) Kemajuan di bidang Kebudayaan
Kesetabilan bidang ekonomi dan iklim politik yang kondusif
menyebabkandinasti Aghlabiyah mampu membangun beberapa kota menjadi kota
yang megah, di antaranya adalah kota Tunisia dan Sisilia, selain itu guna
mengimbangi masjid-masjid di timur dibangunlah masjid Qairawan yang megah.
Pada masa pemerintahan Ziadatullah dibangun 10.000 benteng pertahanan di
Afrika Utara dengan konstruksi dan arsitektur yang megah pula. Kota Sisilia yang
dikuasai Dinasti Aghlabiyah ini merupakan wilayah transformasi ilmu dan
kebudayaan Arab dan Islam ke wilayah Eropa lewat jalur tengah.
13
penurunan tepatnya pada abad ke-IX.Kemunduran ini terjadi di bidang politik,
yang disebabkan oleh gencarnya propaganda orang-orang Syi’ah yang dimotori
Abu Abdullah al-Syi’i atas perintah Ubaidillah al-Mahdi, pendiri dinasti
Fathimiyah. Kuatnya pasukan yang dibentuk kelompok Syi’ah dari sekte
Ismailiah ini kemudian mampu menggulingkan Dinasti Aghlabiyah pada tahun
909 M, yang pada saat itu diperintah oleh Ziadatullah II, dan sekaligus menandai
berdirinya dinasti baru dan terkenal bernama Dinasti Fathimiah. Artinya, Dinasti
Aghlabiyah juga berakhir di tangan Dinasti Fathimiyah.20
20
Badri Yatim, Sejarah Kebudayaan Sejarah Kebudayaan Islam II (Jakarta: Ditjen Binbaga
Islam,1996),h. 434., lihat pula Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta: Teras, 2011), h.
164
21
Ibn Taghri-Birdi, al-Nujum Al-Zahirah Fi Mulk Mishr Wa Al-Qahirah (Jilid. II; Leiden: 1855) h.
1, Taufik Abdullah, Ensiklopedi Dunia Islam (Jilid. II; Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve, T.t)
h. 108
14
c) Berhasil membawa Mesir pada kemajuan, sehingga Mesir menjadi pusat
kebudayaan Islam yang dikunjungi para ilmuwan dari seluruh pelosok
dunia Islam.
15
pengganti al-Ikhsyid ini masih anak-anak, sehingga pemerintahan dinasti ini
diserahkan kepada Abu al-Misk Kafur.Di masa pemerintahan Kafur inilah Dinasti
Ikhsidiyah mencapai kegemilangan. Salah satu kehebatan Kafur adalah ia dapat
memadamkan pemberontakan Dinasti Fathimiyah di sepanjang pantai utaraAfrika.
Bukan hanya itu saja, serangan dari Dinasti Hamdaniyah di Suriah Utara juga
dapat dipadamkan.Kegemilangan Dinasti Ikhsidiyah lebih tampak pada kekuatan
militernya.Wilayah-wilayah yang pernah ditaklukkan oleh Dinasti Ikhsidiyah
adalah Syam, Palestina, Makkah, dan Madinah. Kafur juga membangun istana
yang terkenal dengan sebutan Bustan al-Kafur di Raudah. 25 Dan pada saat
kekuasaan dinasti ini pula muncul beberapa intelektual Muslim ternama antara
lain Abu Ishak al-Marwazi, Hasan ibnu Rasyid al-Misri, Muhammad ibnu Walid
al-Tamimi, dan al-Mutanabbi. Kemunduran dan Kehancuran Seperti raja-raja
lainnya, penguasa Ikhsidiyah terutama sebagai pendiri dinasti, menghabiskan
uang negara dengan boros dan berlebihan demi kesenangan orang-orang
dekatnya.Diceritakan bahwa jatah harian untuk dapur Muhammad mencakup
seratus ekor domba, limaratus unggas, seribu burung dara dan seratus guci gula-
gula.Ketika diungkapkan secara puitis kepada Kafur bahwa gempa bumi yang
sering terjadi pada masa itu adalah disebabkan tarian hura-hura yang dilakukan
bangsa Mesir, orang Abisinia yang yang berbangga hati menghadiahkan uang
seribu Dinar kepada penyair yang “Ahli Seismograf” itu.
25
Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta: Teras, 2011), h.168
26
K. Hitti, Philip. History of Arabs (terj). Jakarta: (Serambi Ilmu Semesta. 2006). h.57
16
kali di Mesopotamia utara dengan Mosul sebagai ibu kotanya (929-991), mereka
merupakan keturunan Hamdan Ibnu Hamdun dari suku Taghlib.27 Gerakan
keluarga Hamdani ini sebenarnya sudah ada pada masa khalifah al-Mu’tadhid,
yang waktu itu tampil dengan aksi menentang khalifah Abbasiyah. Gerakan ini
gagal dan akibatnya beberapa anggota keluarganya ditangkap.Namun akhirnya
khalifah Abbasiyah membebaskan mereka, setelah al-Husain ibnu Hamdan
menangkap tokoh khawarij Harun al-Syari. Ketika bani Abbasiyah diperintah
khalifah al-Muqtadir, nasib keluarga Hamdani mengalami perubahan, keluarga ini
banyak memperoleh penghargaan dari khalifah, diantaranya adalah Abu alHaija’
Abdullah ibnu Hamdan dijadikan gubernur Mousul (Irak) pada tahun 292 H,
sedangkan Sa’id pada tahun 312 H juga diangkat menjadi gubernur Nahawand.
Taufik Abdullah, Ensiklopedi Dunia Islam (Jilid. II; Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve, T.t) h.
27
17
Meninggalnya Saif al-Daulat pada tahun 976 M, menyebabkab
kepemimpinannyaberalih kepada putranya yaitu Sa’ad al-Daulat Syarif I yang
kemudian secara berturut-turut dipegang oleh Sa’d Daulat Sa’d, Ali II, Syarif II.
Berbeda dengan Saif al-Daulat, para penggantinya ini kurang memiliki kecakapan
dalam memimpin, terutama dalam mengimbangi kekuatan-kekuatan asing yang
besar waktu itu yaitu Bani Buwaihi, Romawi, dan Fathimiyah.Akhirnya, pada
tahun 1004 Mdinasti Hamdaniyah berhasil dikuasai oleh Dinasti Fathimiyah.
28
Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta: Teras, 2011), h.172
18
tiba karena penyakit demam yang dideritanya. Ada pula yang menyebutkan bahwa
ia meninggal karena keracunan. Sebelum meninggal, ia sudah mulai menghapus
nama al-Makmun (khalifah) dalam khutbah-khutbah jumat, ini berarti bahwa
kekuasaan Thahir ini lepas dari Abbasiyah, walaupun kenyataannya tidak
melepaskan diri secara total. Kepemimpinan Thahir kemudian digantikan oleh
puteranya yang bernama Thalhah bin Thahir (w.213H/828 M). Thalhah berupaya
meningkatkan hubungan kerja sama dengan pemerintahan pusat. Ini artinya
bahwa Dinasti Thahiriyah pada realitasnya masih memiliki hubungan baik dengan
pemerintahan pusat Bani Abbasiyah. Pengganti Thalhah adalah Abdullah bin
Thahir, ia adalah saudara Thalhah sendiri. Pengangkatan khalifah yang ketiga
kalinya ini menunjukkan betapa kuatnya dominasi keluarga Thahir dalam
pemerintahan, sehingga kekuasaannya diserahkan secara turun-temurun.
29
Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam (Yogyakarta: Teras, 2011), h.177
19
golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas.
Setelah khilafah Abbasiyah berdiri, dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan
persekutuan itu. Menurut Ibnu Khaldun, ada dua sebab Bani Abbasiyah memilih
orang-orang Persia daripada orang-orang Arab yaitu; pertama, sulit bagi orang-
orang Arab untuk melupakan Bani Umayyah. Pada masa itu mereka merupakan
warga kelas satu; kedua, orang-orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya
ashabiyah (kesukuan). Dengan demikian, khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan di
atas ashabiyah tradisional.30
Meskipun demikian, orang-orang Persia tidak merasa puas. Mereka
menginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula. Sementara
itu bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuh mereka adalah
darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa non-Arab (‘ajam).
Selain itu, wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama sangat
luas, meliputi berbagai bangsa
seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia, Turki dan India. Mereka disatukan
dengan bangsa Semit kecuali Islam, pada waktu itu tidak ada kesadaran yang
merajut elemen-elemen yang bermacam-macam tersebut dengan kuat. Akibatnya,
disamping fanatisme kearaban, muncul juga fanatisme bangsa-bangsa lain yang
melahirkan gerakan syu’ubiyah.
Fanatisme kebangsaan ini nampaknya dibiarkan berkembang oleh
penguasa. Sementara itu, para khalifah menjalankan sistem perbudakan baru.
Budak-budak bangsa Persia atau Turki dijadikan pegawai dan tentara. Mereka
diberi nasab dinasti dan mendapat gaji. Oleh Bani Abbas, mereka dianggap
sebagai hamba. Sistem perbudakan ini telah mempertinggi pengaruh bangsa
Persia dan Turki. Karena jumlah dan kekuatan mereka yang besar, mereka merasa
bahwa negara adalah milik mereka mereka mempunyai kekuasaan atas rakyat
berdasarkan kekuasaan khalifah. Kecenderungan masing-masing bangsa untuk
mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal khalifah Abbasiyah berdiri.
30
Hasjmy, A, Sejarah Kebudayaan Islam.(Jakarta: Bulan Bintang, 2005), h. 186.
20
Akan tetapi, karena para khalifah adalah orang-orang kuat yang mampu menjaga
keseimbangan kekuatan, stabilitas politik dapat terjaga.31
Setelah al-Mutawakkil, seorang khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi
tentara Turki tak terbendung lagi. Sejak itu kekuasaan Bani Abbas sebenarnya
sudah berakhir. Kekuasaan berada di tangan orang-orang Turki. Posisi ini
kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa Persia. Pada periode ketiga, dan
selanjutnya beralih kepada Dinasti Seljukdan munculnya dinasti-dinasti yang lahir
dan ada yang melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa khilafah
Abbasiyah. Dan bahkan ada yang mengaku dirinya khilafah. Dari latar belakang
dinasti-dinasti itu, nampak jelas adanya persaingan antarbangsa, terutama
antara Arab, Persia dan Turki. Disamping latar belakang kebangsaan, dinasti-
dinasti itu juga dilatar belakangi paham keagamaan, ada yang berlatar
belakang Syi’ah maupun Sunni.
b) Hilangnya sifat amanah
Hilangnya sifat amanah dalam segala perjanjian yang dibuat, sehingga
kerusakan moral dan kerendahan budi menghancurkan sifat-sifat baik yang
mendukung negara selama ini.
c) Tidak percaya pada kekuatan sendiri
Tidak percaya pada kekuatan sendiri. Dalam mengatasi berbagai
pemberontakan, khalifah mengundang kekuatan asing. Akibatnya, kekuatan asing
tersebut memanfaatkan kelemahan khalifah.32
d) Fanatik madzhab dan keagamaan
Fanatisme keagamaan berkaitan erat dengan persoalan kebangsaan.
Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai, kekecewaan mendorong
sebagian mereka mempropagandakan
ajaran Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme. Munculnya gerakan yang
dikenal dengan gerakan Zindiq ini menggoda rasa keimanan para khalifah. Al-
Mansur berusaha keras memberantasnya, bahkan Al-Mahdi merasa perlu
mendirikan jawatan khusus untuk mengawasi kegiatan orang-orang Zindiq dan
31
Hasjmy, A, Sejarah Kebudayaan Islam..., h. 188.
32
A Latif Osman. Ringkasan Sejarah Islam,... h. 140.
21
melakukan mihnah dengan tujuan memberantas bid’ah. Akan tetapi, semua itu
tidak menghentikan kegiatan mereka. Konflik antara kaum beriman dengan
golongan Zindiq berlanjut mulai dari bentuk yang sangat sederhana seperti
polemik tentang ajaran, sampai kepada konflik bersenjata yang menumpahkan
darah di kedua belah pihak. Gerakan al-Afsyin dan Qaramithah adalah contoh
konflik bersenjata itu.
Pada saat gerakan ini mulai tersudut, pendukungnya banyak berlindung di
balik ajaran Syi’ah, sehingga banyak aliran Syi’ah yang
dipandang ghulat (ekstrim) dan dianggap menyimpang oleh penganut Syi’ah
sendiri. Aliran Syi’ah memang dikenal sebagai aliran politik dalam Islam yang
berhadapan dengan paham Ahlussunnah. Antara keduanya sering terjadi konflik
yang kadang-kadang juga melibatkan penguasa. Al-Mutawakkilmemerintahkan
agar makam Husein Ibn Ali di Karballa dihancurkan. Namun anaknya, Al-
Muntashir (861-862 M.), kembali memperkenankan orang Syi’ah “menziarahi”
makam Husein tersebut. Syi’ah pernah berkuasa di dalam khilafah Abbasiyah
melalui Bani Buwaih lebih dari seratus tahun. Dinasti Idrisiyah di Marokko dan
khilafah Fathimiyah di Mesir adalah dua dinasti Syi’ah yang memerdekakan diri
dari Baghdad yang Sunni.
Konflik yang dilatarbelakangi agama tidak terbatas pada konflik
antara muslim dan zindiq atau Ahlussunnah dengan Syi’ah saja, tetapi juga antar
aliran dalam Islam. Mu’tazilah yang cenderung rasional dituduh sebagai
pembuat bid’ah oleh golongan salafy. Perselisihan antara dua golongan ini
dipertajam oleh al-Ma’mun, khalifah ketujuh dinasti Abbasiyah (813-833 M),
dengan menjadikan Mu’tazilah sebagai mazhab resmi negara dan
melakukan mihnah. Pada masa al-Mutawakkil (847-861 M),
aliran Mu’tazilah dibatalkan sebagai aliran negara dan golongan Sunni kembali
naik daun. Tidak tolerannya pengikut Hanbali terhadap Mu’tazilah yang rasional
dipandang oleh tokoh-tokoh ahli filsafat telah menyempitkan horizon intelektual
padahal para salaf telah berusaha untuk mengembalikan ajaran Islam secara murni
sesuai dengan yang dibawa oleh Rasulullah.
22
Aliran Mu’tazilah bangkit kembali pada masa Bani Buwaih. Namun pada
masa Dinasti Seljuk yang menganut paham Sunni, penyingkiran golongan
Mu’tazilah mulai dilakukan secara sistematis. Dengan didukung penguasa
aliran Asy’ariyah tumbuh subur dan berjaya. Pikiran-pikiran al-Ghazali yang
mendukung aliran ini menjadi ciri utama paham Ahlussunnah. Pemikiran-
pemikiran tersebut mempunyai efek yang tidak menguntungkan bagi
pengembangan kreativitas intelektual Islam.33
e) Kemerosotan ekonomi
Khilafah Abbasiyah juga mengalami kemunduran di bidang ekonomi
bersamaan dengan kemunduran di bidang politik. Pada periode pertama,
pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk
lebih besar dari yang keluar, sehingga Baitul-Mal penuh dengan
harta.34 Pertambahan dana yang besar diperoleh antara lain dari al-Kharaj,
semacam pajak hasil bumi.
Setelah khilafah memasuki periode kemunduran, pendapatan negara
menurun sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan
negara itu disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya
terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat. diperingannya pajak
dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak lagi
membayar upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan
oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah. Jenis pengeluaran
makin beragam dan para pejabat melakukan korupsi.35Kondisi politik yang tidak
stabil menyebabkan perekonomian negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi
ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah kedua,
faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.
2. Faktor Ekternal
b) Disintegrasi
34
Mufrod Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Jakarta: Logos, 1997), h. 96.
35
Ahmad Amin. Islam dari Masa ke Masa. (Bandung: CV Rusyda, 1987). h. 42.
23
Akibat dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan peradaban
dan kebudayaan Islam dari pada persoalan politik itu, provinsi-provinsi tertentu di
pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbasiyah, dengan berbagai
cara di antaranya pemberontakan yang dilakukan oleh pemimpin lokal dan mereka
berhasil memperoleh kemerdekaan penuh. Bahkan berusaha merebut pusat
kekuasan di Baghdad.
Hal ini dimanfaatkan oleh pihak luar dan banyak mengorbankan umat,
yang berarti juga menghancurkan Sumber Daya Manusia (SDM). Yang paling
membahayakan adalah pemerintahan tandingan Fatimiah di Mesir walaupun
pemerintahan lainnyapun cukup menjadi perhitungan para khalifah di Baghdad.
Pada akhirnya, pemerintah-pemerintah tandingan ini dapat ditaklukan atas
bantuan Bani Saljuk atau Buyah.36
c) Perang Salib
Perang Salib ini terjadi pada tahun 1095 M, saat Paus Urbanus II berseru
kepada umat Kristen di Eropa untuk melakukan perang suci, untuk memperoleh
kembali keleluasaan berziarah di Baitul Maqdis yang dikuasai oleh
Penguasa Seljuk, serta menghambat pengaruh dan invasi dari tentara Muslim atas
wilayah Kristen.37 Selain seruan Paus Urbanus ada juga dua faktor penyebab
terjadinya perang salib yaitu para pedagang besar yang berada di pantai Timur
laut Tengah, terutama yang berada di kota Venezia, Genoa dan Pisa berambisi
untuk menguasai sejumlah kota dagang di sepanjang pantai Timur dan selatan laut
Tengah untuk memperluas jaringan dagang mereka. Sedangkan sebab lainnya
adalah orang-orang Kristen beranggapan jika mereka mati dalam perang salib
maka jaminannya adalah surga.
Periodesasi perang salib terbagi menjadi tiga, yaitu; Pertama, periode penaklukan
yang dimulai oleh pidato Paus Urbanus II yang memotivasi untuk berperang salib.
Pada periode ini terjadi beberapa pertempuran yaitu gerakan yang dipimpin oleh
Pierre I’ermitte melawan pasukan Dinasti Bani Saljuk. Pasukan ini mudah
dipatahkan oleh pasukan Bani Saljuk; Kedua, Gerakan yang dipimpin oleh
36
Dedi Supriyadi. Sejarah Peradaban Islam. (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h. 141.
37
Mustafa Sodiq. Kompetensi Dasar Sejarah. (Solo: Tiga Serangkai, 2004), h. 144.
24
Godfrey of Bouillon. Gerakan ini merupakan gerakan terorganisir rapi. Mereka
berhasil menundukan kota Palestina (Yerussalem) pada 7 Juli 1099 dan
melakukan pembantaian besar-besaran terhadap umat Islam. Begitu juga mereka
menundukkan Anatalia Selatan, Tarsus, Antiolia, Allepo, Edessa, Tripoli, Syam,
Arce dan Bait al-Maqdis; Ketiga, periode reaksi umat Islam (1144-1192). Periode
ini muncullah pasukan yang dikomandani oleh Imanuddin Zangi untuk
membendung pasukan salib bahkan pasukan ini dapat merebut Aleppo dan
Edessa. Lalu setelah wafatnya Imanuddin Zangi maka anaknya menggantikannya
yaitu Nuruddin Zangi, dia berhasil menaklukan Damaskus, Antiolia dan Mesir. Di
Mesir muncullah Shalahuddin al-Ayyubi (Saladin) yang berhasil membebaskan
Bait al-Maqdis. Dari keberhasilan umat Islam tersebut membangkitkan kaum
Salib untuk mengirim ekspedisi militer yang lebih kuat. Ekspedisi ini dipimpin
oleh raja-raja besar Eropa, seperti Frederick I, Richard I dan Philip II. Disini
terjadiilah pertempuran sengit antara pasukan Richard dan pihak Saladin. Pada
akhirnya keduanya melakukan gencatan senjata dan membuat
perjanjian. Ketiga, yaitu periode perang saudara kecil-kecilan atau periode
kehancuran di dalam pasukan Salib.38
Walaupun umat Islam berhasil mempertahankan daerah-daerahnya dari
tentara Salib, namun kerugian yang mereka derita banyak sekali, karena
peperangan itu terjadi di wilayahnya. Kerugian-kerugian ini mengakibatkan
kekuatan politik umat Islam menjadi lemah. Dalam kondisi demikian mereka
bukan menjadi bersatu, tetapi malah terpecah belah. Banyak Bani kecil yang
memerdekakan diri dari pemerintahan pusat Abbasiyah di Baghdad.39
d) Serangan Bangsa Mongol dan jatuhnya Baghdad
Pada tahun 565 H/1258 M, tentara Mongol yang berkekuatan sekitar
200.000 orang tiba di salah satu pintu Baghdad. Khalifah Al-Musta’shim,
penguasa terakhir Bani Abbas di Baghdad (1243 – 1258), betul-betul tidak
berdaya dan tidak mampu membendung “topan” tentara Hulagu Khan.
38
Dedi Supriyadi. Sejarah Peradaban Islam..., h. 144.
39
Dedi Supriyadi. Sejarah Peradaban Islam, h. 145.
25
Pada saat yang kritis tersebut, wazir khilafah Abbasiyah, Ibn Alqami ingin
mengambil kesempatan dengan menipu khalifah. la mengatakan kepada khalifah,
“Saya telah menemui mereka untuk perjanjian damai. Hulagu Khan ingin
mengawinkan anak perempuannya dengan Abu Bakr Ibn Mu’tashim, putera
khalifah. Dengan demikian, Hulagu Khan akan menjamin posisimu. la tidak
menginginkan sesuatu kecuali kepatuhan, sebagaimana kakek-kakekmu terhadap
sulthan-sulthan Seljuk.
Khalifah menerima usul itu, la keluar bersama beberapa orang pengikut
dengan membawa mutiara, permata dan hadiah-hadiah berharga lainnya untuk
diserahkan kepada Hulagu Khan. Hadiah-hadiah itu dibagi-bagikan Hulagu
kepada para panglimanya. Keberangkatan khalifah disusul oleh para pembesar
istana yang terdiri dari ahli fikih dan orang-orang terpandang. Tetapi, sambutan
Hulagu Khan sungguh di luar dugaan khalifah. Apa yang dikatakan wazirnya
temyata tidak benar. Mereka semua, termasuk wazir sendiri, dibunuh dengan leher
dipancung secara bergiliran.40
Dengan pembunuhan yang kejam ini berakhirlah kekuasaan Abbasiyah di
Baghdad. Kota Baghdad sendiri dihancurkan rata dengan tanah, sebagaimana
kota-kota lain yang dilalui tentara Mongol tersebut. Walaupun sudah dihancurkan,
Hulagu Khan memantapkan kekuasaannya di Baghdad selama dua tahun, sebelum
melanjutkan gerakan ke Syria dan Mesir.
Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan
bangsa Mongol bukan saja mengakhiri kekuasaan khilafah Bani Abbasiyah di
sana, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban
Islam, karena Bagdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang sangat
kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumihanguskan
oleh pasukan Mongol yang dipimpin Hulaghu Khan tersebut.41
40
Al-Iskandari, Umar dan Safdaj, al-Miraj,. At-Tarikhu al-Islamiyu Juz II. (Ponnorogo:
Darussalam Pers, tt) h. 136.
41
Al-Iskandari, Umar dan Safdaj, al-Miraj,. At-Tarikhu al-Islamiyu Juz II..., h. 138.
26
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berikut ini adalah faktor yang menjadi kemunduran Daulah Abbasiyah.
Faktor dari dalam:
a) Kemewahan hidup di kalangan penguasa
b) Melebihkan Bangsa Asing dari Bangsa Arab
c) Ankara murka terhadap Bani Umayah dan Alawiyin
d) Perebutan kekuasaan antara keluarga Bani Abbasiyah
e) Pengaruh bid’ah-bid’ah agama dan filsafat
f) Konflik keagamaan
g) Luasnya wilayah kekuasaan daulah Abbasiyyah
h) Ketergantungan dan kepercayaan khalifah kepada wazir-nya sangat tinggi.
27
e) Kemerosotan ekonomi
Faktor dari luar:
a) Disintegrasi
b) Perang Salib
c) Serangan Bangsa Mongol dan jatuhnya Baghdad
B. Saran
1. Hendaknya kita mempelajari sejarah agar menjadi pelajaran berharga di
masa mendatang.
2. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis.
28
DAFTAR PUSTAKA
29