Anda di halaman 1dari 15

Laporan Praktik Pembuatan Tape

Disusun Oleh:
Keisha Thufailah
Anisa Aurel Putri A
Afifa Nur Syafia
A. Siti Aisyah
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata pelajaran Agama Islam, dengan
judul: Perkembangan Ilmu Pengetahuan Pada Masa Abbasiyah.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Ibu Rahma Haris S.Pd yang telah memberikan tugas ini kepada kami dan kepada
pihak pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatas nya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran dan masukan bahkan kritik yang
membangun dari beberapa pihak.

Palopo, Mei 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ....................................................................................... i

Kata Pengantar ...................................................................................... ii

Daftar Isi ................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A.Latar Belakang ..................................................................................... 1

B.Rumusan Masalah .............................................................................. 2

C. Tujuan ................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN............................................................................... 3

A. Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyyah .............................................. 3

B. Sistem Pemerintahan Dinasti Abbasiyyah .......................................... 3

C. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Abbasiyyah ................................. 6

D. Perkembangan Kebudayaan Dinasti Abbasiyah ................................ 7

E. Faktor Eksternal dan Internal Kejatuhan Dinasti Abbasiyyah ............. 8

BAB III PENUTUP...................................................................................... 9

Kesimpulan ............................................................................................. 12

Daftar Pustaka ........................................................................................ 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Daulah Abbasiyah atau Bani Abbasiyah merupakan kekhalifahan Islam ketiga yang
berkuasa antara 750-1258. Selain menjadi kekhalifahan yang paling lama memerintah, yaitu
selama lima abad, Abbasiyah juga berhasil menjadikan dunia Islam sebagai pusat
pengetahuan dunia. Dinasti Abbasiyah resmi berdiri setelah memenangkan revolusi atas
Kekhalifan Bani Umayyah pada tahun 750. Pendiri Dinasti Abbasiyah yang sekaligus menjadi
khalifah pertamanya adalah Abdullah As-Saffah bin Ali bin Abdullah bin Al-Abbas, atau lebih
dikenal dengan Abdul Abbas As-Saffah.

Sebelum berdirinya Dinasti Abbasiyah terdapat tiga poros utama yang merupakan
pusat kegiatan, anatara satu dengan yang lain memiliki kedudukan tersendiri dalam
memainkan peranya untuk menegakan kekuasaan keluarga besar paman Rasulullah, Abbas
bin Abdul Muthalib. Dari nama Al- Abbas paman Rasulullah inilah nama ini di sandarkan
pada tiga tempat pusat kegiatan, yaitu Humaimah, Kufah,dan khurasan.

Di kota Mumaimah bermukim keluarga Abbasiyah, salah seorang pimpinannya


bernama Al-imam Muhammad bin Ali yang merupakan peletak dasar-dasar bagi berdirinya
dinasti Abbasiyah.Para penerang Abbasiyah berjumlah 150 orang di bawah para
pimpinannya yang berjumlah 12 orang dan puncak pimpinannya adalah Muhammad bin Ali.

Propaganda Abbasiyah dilaksanakan dengan strategi yang cukup matang sebagai


gerakan rahasia. Meskipun yang melakukan propaganda ini Bani Abbas sendiri, nama Bani
Abbas tidaklah begitu ditonjolkan. Mereka justru mencatut nama Bani Hasyim, agar tidak
terpecah antara pengikut Ali dan Bani Abbas, karena keduanya sama-sama dari Bani Hasyim.
Sejak dahulu, Bani Umayah tidak pernah memusuhi Bani Abbas, melainkan hanya terhadap
Bani Ali. Kalau Bani Abbas menyatakan penuntutan pangkat khalifah untuk dirinya sendiri,
tentu kurang banyak pengikutnya. Pusat propaganda ada di dua tempat, yaitu Kufah dan
Khurasan. Kufah terhitung negeri baru di wilayah Irak, dan Irak pada masa itu termasuk
dalam daerah Persia. Khurasan pun termasuk dalam daerah Persia. Keduanya menjadi pusat
perkumpulan rahasia itu sebab Bani Umayah sendiri kuat kedudukannya di kalangan bangsa
Arab, sedangkan daulah yang akan berdiri ini hendak berpusat pada Persia, bukan ke Arab.
Di kedua negeri itu, banyak orang yang merasa kurang senang jika khalifah tidak dipegang
oleh Bani Hasyim, padahal merekalah yang dekat hubungannya dengan Rasul.

Mereka mengangkat 12 orang propagandis. Kedua belas orang tersebut


mengembara di negeri Khurasan, Kufah, Irak, lalu mendatangi Mekah pada musim haji.
Mereka mengincar orang yang menentang kezaliman pemerintahan Bani Umayah.
Diterangkan pula tentanbagaimana keturunan Bani Hasyim yang asli telah didesak dan

1
dirampas hak turun-temurun yang mereka terima dari Rasul. Salah satu propagandis yang
terkenal ialah Abu Muslim al-Khurasany. Ia mula-mula berpropaganda dengan terang
terangan di negeri Maru. Disuruhnya seisi negeri berkumpul. Diadakannya pidato yang
mengkritik pemerintah sekarang. Muhammad bin Ali, cicit dari Abbas menjalankan
kampanye untuk mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada keluarga Bani Hasyim di
Parsi.

Akan tetapi, imam Ibrahim pemimpin Abbasiyah yang berkeinginan mendirikan


kekuasaan Abbasiyah, gerakannya diketahui oleh khalifah Ummayah terakhir, Marwan bin
Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh pasukan dinasti Umayyah dan dipenjarakan
di haran sebelum akhirnya diekskusi. Ia mewasiatka kepada adiknya Abul Abbas untuk
menggantikan kedudukannya ketika tahu bahwa ia akan terbunuh,dan memerintahkan
untuk pindah ke kufah. Sedangkan pemimpin propaganda dibebankan kepada Abu Salamah.
Segeralah Abul Abbas pindah dari Humaimah ke kufah di iringi oleh para pembesar
Abbasiyah yang lain seperti Abu Ja’far, Isa bin Musa, dan Abdullah bin Ali.

Penguasa Umayyah di kufah, Yazid bin Umar bin Hubairah, ditaklukan oleh Abbasiyah
dan di usir ke Wasit.Abu Salamah selanjutnya berkemah di kufah yang telah di taklukan
pada tahun 132 H. Abdullah bin Ali, salah seorang paman Abbul Abbas di perintahkan untuk
mengejar khaliffah Umayyah terakhir, marwan bin Muhammad bersama pasukannya yang
melarikan diri, dimana akhirnya dapat di pukul di dataran rendah sungai Zab. Khlifah itu
melarikan diri hingga ke fustat di mesir, dan akhirnya terbunuh di Busir, wilayah Al- Fayyum,
tahun 132 H/750 M. Dan beririlah Dinasti Abbasiyah yang di pimpin oleh khalifah
pertamanya, yaitu Abbul Abbas Ash- Shaffah dengan pusat kekuasaan awalnya di Kufah.

B. Rumusan Masalah

1. Sejarah berdirinya Dinasti Bani/Daulah Abbasiyyah?


2. Sistem Pemerintahan pada masa Abbasiyyah?
3. Bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Abbasiyyah?
4. Perkembangan kebudayaan pada masa Abbasiyyah?
5. Faktor eksternal dan internal kejatuhan Dinasti Abbasiyyah?

C. Tujuan
Mendeskripsikan tentang latar belakang sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyyah,
menjelaskan sistem Pemerintahan Abbasiyyah, memaparkan bagimana pertumbuhan ilmu
pengetahuan dan kebudayaan pada masa Abbasiyyah, serta menjabarkan faktor faktor yang
menyebabkan keruntuhan Dinasti Daulah Abbasiyyah.

BAB II
2
PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya dan Kelahiran Daulah Abbasiyyah


Daulah Abbasiyah adalah masa keemasan Islam. Pada masa itu umat Islam telah
mencapai puncak kemuliaan, baik dalam bidang ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Selain
itu juga telah berkembang berbagai cabang ilmu pengetahuan, ditambah lagi dengan
banyaknya penerjemahan buku buku dari bahasa asing ke bahasa Arab. Fenomena ini
kemudian yang melahirkan banyak cendekiawan besar yang menghasilkan berbagai inovasi
barudi berbagai disiplin ilmu pengetahuan.

B. Sistem Pemerintahan Dinasti Abbasiyyah

Pemerintahan Daulah Abbasiyyah merupakan kelanjutan dari pemerintahan


sebelumnya dari Bani Umayyah. Pendiri dari Daulah Abbasiyyah ini adalah Al-Saffah ibn
Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Abbas. Pola pemerintahan yang diterapkan oleh Daulah
Abbasiyyah berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.
Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yaang cukup panjang, dari tahun 132 H
(750 M) s.d. 656 H (1258 M).

Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan biasanya


membagi masa pemerintahan Daulah Abbas menjadi 5 periode:

a. Periode pertama (132-232 H/750-847 M), disebut periode pengaruh Arab dan
Persia pertama.
b. Periode kedua (232-334 H/847-945 M), disebut periode pengaruh Turki
pertama.
c. Periode ketiga (334-447 H/945-1055 M), masa kekuasaan dinasti Bani Buwaih
dalam pemerintahan Khilafah Abbasiyyah. Periode ini disebut juga masa
pengaruh Persia kedua.
d. Periode keempat (447-590 H/1055-1194 M), masa kekuasaan Daulah Bani
Selju dalam pemerintahan KhIlafah Abbasiyyah; biasanya disebut juga dengan
masa pengaruh Turki kedua (dibawah kendali) kesultanan Seljuk Raya
(Salajiqah Al-Kubrah/Seljuk Agung).
e. Periode kelima (590-656 H/1194-1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh
dinasti lain, tetapi kekuasaan nya hanya efektif disekitar kota Bagdad dan
diakhiri oleh invasi dari bangsa Mongol.

Pada awalnya ibukota negara adalah Al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namu untuk lebih
memantapkan dan menjaga stabilitas negara baru berdiri itu, khalifah Al-Mansyur (khalifah
kedua) memindahkan ibukota negara ke kota yang baru yang dibangunnya, yakni Bagdad,

3
dekat bekas ibukota Persia, tahun 762 M. Dengan demikian, pusat pemerintahan dinastin
Bani Abbas berada di tengah tengah bangsa Persia. Di ibukota yang baru ini Al-Mansyur
melakukan konselidasi dan penerbitan pemeritahannya, di antaranya dengan membuat
semacam lembaga eksekutif dan yudikatif.

Dalam bidang pemerintahan, Al-Mansur menciptakan tradisi baru dengan


mengangkat Wazir sebagai kordinator dari kementrian yang ada. Wazir pertama yang
diangkat adalah Khalid bin Barmak, berasal dari Balkh, Persia. Dia juga membentuk lembaga
protokol negara, sekretaris negara, dan Persia. Dia juga membentuk lembaga protokol
negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara dismping membenahi angkatan bersenjata.
Dia menunjuk Muhammad ibn Abbdurrahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman
negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak masa dinasti Bani Umayyah ditingkatkan paranan
nya dengan tambahan tugas. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah laku
gubernur setempat kepada khalifah.

Pada masa Al-Mahdi (khalifah ke 3) perekonomian mulai meningkat dengan


peningkatan disektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti
perak, emas, tembaga, dan besi. Disamping itu transit perdagangan antara timur dan barat
juga banyak membawa kekayaan.

Daulah Abbasiyyah mengalami masa keemasan pada masa diperintah oleh khalifah
Harun Ar-Rasyid (786-809 M) dan putranya Al-Ma’mun (813-833 M). Harun Ar-Rasyid adalah
seorang khalifah yang adil dan memiliki jiwa sosial yang sangat tinggi. Untuk meningkatkan
kesejahtraan dan layanan kesehatan, dia mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan
dokter, dan farmasi. Pada masa pemerintahanan nya sudah terdapat paling tidak sekitar 800
orang dokter. Harun Ar-Rasyid juga membangun tempat-tempat untuk pemandian umum
untuk rakyatnya. Pada waktu itu kesejahteraan, sosial, dan kesejahteraan menjadi perhatian
serius pemerintah. Untuk mendukung terwujudnya kemajuan tersebut, pemerintah
mendorong tumbuhnya ilmu pengetahuan melalui sektor pendidikan.

Perhatian pemerintah terhadap masalah pendidikan dan ilmu pengetahuan


berlanjut pada saat Daulah Abbasiyyah dipimpin oleh khalifah Al-Ma’mun. Khalifah Al
Ma’mun adalah khalifah setelah Harun Ar-Rasyid. Al Ma’mun juga dikenal sebagai khalifah
yang sangat cinta kepada ilmu filsafat pada masa pemerintahan nya, penerjemahan buku
buku asing digalakan. Untuk keperluan penerjemahan ini ia mendirikan lembaga yang
bernama Baitul Hikmah sebagai pusat penerjemahan sekaligus berfungsi sebagai perguruan
tinggi dengan perpustakaan yang besar.
Al-Mu’tasim, khalifah berikutnya (833-842 M), Memberi peluang besar kepada
orang-orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Keterlibatan mereka dimulai sebagai
tentara pengawal. Tidak seperti pada masa Daulah Umayyah, Dinasti Abbasiyyah
mengadakan perubahan sistem ketentaraan. Praktik perang bagi orang-orang muslim sudah

4
terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit profesional dengan
demikian, kekuatan militer Dinasti Bani Abbas menjadi sangat kuat. Walaupun demikian,
dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang mengganggu stabilitas, baik
dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan gerakan itu seperti gerakan sisa
sisa Bani Umayyah dan kalangan internal Bani Abbas, revolusi Al-Khawarij di Afrika Utara,
gerakan Zindiq di Persia, gerakan Syi’ah, dan konflik antar bangsa dan aliran pemikiran
keagamaan, semuanya dapat di padamkan.

1. Sistem Politik dan Pemerintahan

Khalifah pertama Bani Abbasiyah, Abdul Abbas yang sekaligus dianggap


sebagai pendiri Bani Abbas, menyebut dirinya dengan julukan Al-Saffah yang berarti Sang
Penumpah Darah. Sedangkan Khalifah Abbasiyah kedua mengambil gelar Al-Mansur dan
meletakkan dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah. Di ba!ah Abbasiyah, kekhalifahan
berkembang sebagai system politik. Dinasti ini muncul dengan bantuan orang-orang Persia
yang merasa bosan terhadap Bani Umayyah di dalam masalah sosial dan politik
diskriminastif. Khalifah-khalifah Abbasiyah yang memakai gelar Imam, pemimpin
masyarakat muslim bertujuanuntuk menekankan arti keagamaan kekhalifahan. Abbasiyah
mencontoh tradisi Umayyah didalam mengumumkan lebih dari satu putra mahkota raja.

Al-Mansur dianggap sebagai pendiri kedua dari Dinasti Abbasiyah. Di masa


pemerintahannya Baghdad dibagun menjadi ibu kota Dinasti Abbasiyah dan merupakan
pusat perdagangan serta kebudayaan. Hingga Baghdad dianggap sebagai kota terpenting
di dunia pada saat itu yang kaya akan ilmu pengetahuan dan kesenian. Hingga beberapa
dekade kemudian dinasti Abbasiyah mencapai masa kejayaan.Ada beberapa sistem politik
yang dijalankan oleh Daulah Abbasiyah, yaitu:

a. Para khalifah tetap dari keturunan Arab murni, sedangkan pejabat lainnya
diambil dari kaum mawalli.
b. Kota Bagdad dijadikan sebagai ibu kota negara yang menjadi pusat kegiatan
politik, ekonomi, sosial dan ataupun kebudayaan serta terbuka untuk siapa
saja, termasuk bangsa dan penganut agama lain.
c. Ilmu pengetahuan dianggap sebagai sesuatu yang mulia, yang penting
dansesuatu yang harus dikembangkan. Kebebasan berpikir sebagai hak asasi
manusia.

5
2. Sistem Sosial

Pada masa ini, sistem sosial adalah sambungan dari masa sebelumnya (Masa Dinasti
Umaiyah) Akan tetapi, pada masa ini terjadi beberapa perubahan yang sangat mencolok,
yaitu:
a. Tampilnya kelompok ma!ali dalam pemerintahan sertamendapatkan tempat
yang sama dalam kedudukan sosial.
b. Kerajaan Islam Daulah Abbasiyah terdiri dari beberapa bangsa yang berbeda-
beda (bangsa Mesir, Syam, Jazirah Arab dll.)
c. c.Perkawinan campur yang melahirkan darah campuran.
d. d.terjadinya pertukaran pendapat, sehingga muncul kebudayaan baru.

C. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Abbasiyyah

Pada masa Bani Abbasiyah umat Islam mencapai puncak kejayaan di berbagai
bidang. Ini terjadi karena perhatian yang besar dari pemerintah terhadap kemajuan ilmu
pengetahuan. Khalifah Al-Ma’mun melakukan penerjemahan buku-buku asing dan
mendirikan baitul hikmah yang menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan. Kemudian
muncul para ilmuwan yang memiliki akidah kuat dan menguasai ilmu agama dan sains.
Seperti Al-Khawarizmi menemukan angka nol, Al- Farazi penemu astrolabe, Imam Bukhari
dan Imam Muslim yang menyusun hadis shahih yang menjadi panduan umat islam hingga
saat ini.

Berdasarkan bukti sejarah tersebut, nilai keteladanan untuk memajukan ilmu


pengetahuan masa kini adalah pemerintah harus berperan aktif dalam memberi
penghargaan terhadap jasa para ilmuwan. Pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah,
pemerintah membangun berbagai infrastruktur dan lembaga, termasuk lembaga
pendidikan. Semangat mengembangkan ilmu pengetahuan yang ditunjukkan para khalifah
pun terlihat jelas. Para khalifah yang memimpin turut mendukung perkembangan ilmu
pengetahuan dengan kebijakan-kebijakannya. Alhasil, penduduk berduyun-duyun
mendatangi tempat-tempat menuntut ilmu, sementara para ilmuwan memiliki kedudukan
penting dan derajat yang tinggi. Kebijakan para khalifah dalam bidang ilmu pengetahuan
Beberapa langkah atau kebijakan yang dikeluarkan khalifah pada masa pemerintahan
Daulah Abbasiyah adalah sebagai berikut:

a. Menggalang penyusunan buku Penyusunan, buku pada masa


pemerintahan Dinasti Abbasiyah dilakukan secara besar-besaran. Hasil
penelitian para ulama kemudian disusun dalam sebuah buku sehingga
dapat dengan mudah dipelajari oleh generasi penerus.

6
b. Menggalang penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dari bahasa
asing, Khalifah Bani Abbasiyah mendukung dan mendanai penerjemahan
ilmu-ilmu pengetahuan dari bahasa asing ke Bahasa Arab. Dengan
demikian, ilmu pengetahuan yang dimiliki umat Islam semakin luas dan
berkembang.
c. Menghidupkan kegiatan-kegiatan ilmiah, Kegiatan ilmiah menjadi salah
satu kebutuhan primer bagi penduduk Daulah Abbasiyah. Hampir di
setiap majelis hingga tempat-tempat umum seperti pasar, para ilmuwan
menyampaikan pengetahuan mereka miliki.
d. Mengembangkan pusat-pusat kegiatan ilmu pengetahuan, Kekhalifahan
Abbasiyah gencar membangun Baitul Hikmah, atau pusat ilmu
pengetahuan yang sekaligus menjadi perpustakaan. Pada periode ini,
perpustakaan telah berfungsi layaknya sebuah universitas di masa
sekarang. Perkembangan lembaga pendidikan ini menjadi salah satu
cermin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan pada masa tersebut.

D. Perkembangan Kebudayaan pada Masa Bani Abbasiyyah

Dianasti Bani Umayyah merupakan pemerintahan islam yang berlangsung sejak


tahun 661 hingga 750. Terdiri dari Bani Umayyah adalah Muawiyah bin Abu Sufyan ataub
Muawiyah 1, yang sekaligus menjadi khalifah pertama dari dinasti ini. Sebagai khalifah
pertama, muawiyah 1 dipandang dapat menghadirkan budaya baru dalam sistem
pemerintahan tata negara dan kehidupan beragama. Selama memimpin, ia berusaha sebaik
mungkin untuk memulihkan kembali persatuan dalam wilayah Islam. Muawiyah 1 juga
berusaha membangun sistem pemerintahan Monarki Islam dengan menunjuk putra nya,
Yazid, sebagai putra mahkota. Keputusan ini kemudian diikuti oleh para khalifah
sesudahnya. Oleh sebab itu, Muawiyah 1 dianggap sebagai pembawa budaya baru karena
mendirikan sistem Monarki dalam sejarah politik Islam. Pusat peradaban islam pada masa
Daulah Abbasiyyah adalah:

a. Kota Bagdad, merupakan ibukota negara kerajaan Abbasiyyah yang didirikan oleh
khalifah Abu Ja’far Al-Mansur (754-775 M) pada tahun 762 M. Kota ini terletak di
tepian sungai Tigris. Masa keemasan kota Bagdad terjadi pada pemerintahan
khalifah Harun ar-rasyid (786-809 M) dan anaknya Al-Ma’mun (813-833 M).
b. Kota Samarra, letaknya disebelah timur sungai Tigris yang berjarak kurang lebih 60
KM dari kota Bagdad. Dikota ini terdapat 17 istana mungil yang menjadi contoh seni
bagunan islam dikota kota lain.

7
Kemajuan yang dicapai tidak hanya mencakup kepentingan sosial saja, tetapi juga
peradaban di semua aspek kehidupan, seperti: administrasi pemerintahan dengan biro-
bironya, sistem organisasi militer, administrasi wilayah pemerintahan, pertanian,
perdagangan, dan industri, islamiasi pemerintahan, kajian dalam bidang kedokteran,
astronomi, matematika, geografi, historiografi, filsafat islam, teologi, hukum (fiqh), dan etika
islam, sastra, seni, dan penerjemahan serta pendidikan, kesenian, arsitektur, meliputi
pendidikan dasar (kuttab), menengah, dan perguruan tinggi, perpustakaan dan toko buku,
media tulis, seni rupa, seni musik, dan arsitek.

E. Faktor Eksternal dan Internal Kejatuhan Dinasti Abbasiyyah

1. Faktor Eksternal

a. Perang salib, Kekalahan tentara Romawi yang berjumlah 200.000 orang dari
pasukan Alp Arselan yanag hanya berkekuatan 15.000 prajurit telah
menanamkan benih permusuhan dan kebencian orang-orang kristen terhadap
ummat Islam. Kebencian itu bertabah setelah Dinasti Saljuk yang menguasai
Baitul Maqdis menerapkan beberapa peraturan yang dirasakan sangat
menyulitkan orang-orang Kristen yang ingin berziarah kesana. Oleh karena itu
pada tahun 1095 M, Paus Urbanus II menyerukan kepada ummat kristen Eropa
untuk melakukan perang suci, yang kemudian dikenal dengan nama Perang Salib.
Perang salib yang berlangsung  dalam beberapa gelombang atau peride telah
banyak menelan korban dan menguasai beberapa wilaya Islam. Setelah
melakukan peperangan antara tahun 1097-1124 M mereka berhasil menguasai
Nicea, Edessa, Baitul Maqdis, Akka, Tripoli dan kota Tyre. Pengaruh Salib juga
terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol. Disebutkan bahwa Hulagu Khan,
panglima tentara Mongol, sangat membenci Islam karena ia banyak dipengaruhi
oleh orang-orang Budha dan Kristen Nestorian. Gereja-gereja Kristen berasosiasi
dengan orang-orang Mongol yang anti Islam itu dan diperkeras di kantong-
kantong ahlul-kitab. Tentara Mongol, setelah menghancur leburkan pusat-pusat
Islam, ikut memperbaiki Yerussalem.

b. Serangan Mongolia Ke Negeri Muslim dan Berakhirnya Dinasti Abbasiyah , Orang-


orang Mongolia adalah bangsa yang berasal dari Asia Tengah. Sebuah kawasan
terjauh di China. Terdiri dari kabilah-kabilah yang kemudian disatukan oleh
Jenghis Khan (603-624 H). mereka adalah orang-orang Badui-sahara yang dikenal
keras kepala dan suka aberlaku jahat.Sebagai awal penghancuran Bagdad dan
Khilafah Islam, orang-orang Mongolia menguasai negeri-negeri Asia Tengah
Khurasan dan Persia dan juga menguasai Asia Kecil. Pada bulan September 1257,
Hulagu mengirimkan ultimatum keada Khalifah agar menyerah dan mendesak

8
agar tembok kota sebelah luar diruntuhkan. Tetapi Khalifah tetap enggan
memberikan jawaban. Maka pada Januari 1258, asuakn Hulagu bergerang untuk
mengahncurkan tembok ibukota. Sementara itu Khalifah al-Mu’tashim langsung
menyerah dan berangkat ke base pasukan mongolia. Setelah itu para pemimpin
dan fuqaha juga keluar, sepuluh hari kemudian mereka semua dibunuh. Hulagu
mengzinkan pasukannya untuk melakukan aa saja di Baghdad. Mereka
menghancurkan kota Baghdad dan membakarnya. Pembunuhan berlangsung
selama 40 hari dengan jumlah korban sekitar dua juta orang.Perlu juga
disebutkan disini peran busuk yang dimainkan oleh seorang Syi’ah Rafidhah yaitu
Ibn ’Alqami, menteri al-Mu’tashim, yang bekerjasama dengan orang-orang
Mongolia dan membantu pekerjaan-pekerjaan mereka

2. Faktor Internal

Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran


dimulai sejak periode kedua. Namun demikian, faktor-faktor penyebab kemunduran itu
tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya
karena khalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat berkembang.
Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri
cenderung berperan sebagai kepala pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan
berkuasa mengatur roda pemerintahan. Disamping kelemahan khalifah, banyak faktor lain
yang menyebabkan khilafah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing faktor tersebut
saling berkaitan satu sama lain. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

a.       Perebutan Kekuasaan di Pusat Pemerintahan, Khalifah Abbasiyah didirikan


oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan dilatar
belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa Bani Umayyah
berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas. Setelah khilafah Abbasiyah berdiri,
dinasti Bani Abbas tetap mempertahankan persekutuan itu. Menurut Ibnu
Khaldun, ada dua sebab dinasti Bani Abbas memilih orang-orang Persia daripada
orang-orang Arab. Pertama, sulit bagi orang-orang Arab untuk melupakan Bani
Umayyah. Pada masa itu mereka merupakan warga kelas satu. Kedua, orang-
orang Arab sendiri terpecah belah dengan adanya ashabiyah (kesukuan). Dengan
demikian, khilafah Abbasiyah tidak ditegakkan di atas ashabiyah tradisional.
Meskipun demikian, orang-orang Persia tidak merasa puas. Mereka
menginginkan sebuah dinasti dengan raja dan pegawai dari Persia pula.
Sementara itu bangsa Arab beranggapan bahwa darah yang mengalir di tubuh
mereka adalah darah (ras) istimewa dan mereka menganggap rendah bangsa
non-Arab ('ajam) di dunia Islam. Fanatisme kebangsaan ini nampaknya dibiarkan
berkembang oleh penguasa. Sementara itu, para khalifah menjalankan sistem
perbudakan baru. Budak-budak bangsa Persia atau Turki dijadikan pegawai dan

9
tentara. Khalifah Al-Mu’tashim (218-227 H) yang memberi peluang besar kepada
bangsa Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Mereka di diangkat menjadi
orang-orang penting di pemerintahan, diberi istana dan rumah dalam kota.
Merekapun menjadi dominan dan menguasai tempat yang mereka diami,
sehingga khalifah berikutnya menjadi boneka mereka. Setelah al-Mutawakkil
(232-247 H), seorang Khalifah yang lemah, naik tahta, dominasi tentara Turki
semakin kuat, mereka dapat menentukan siapa yang diangkat jadi Khalifah. Sejak
itu kekuasaan Bani Abbas sebenarnya sudah berakhir. Kekuasaan berada di
tangan orang-orang Turki. Posisi ini kemudian direbut oleh Bani Buwaih, bangsa
Persia, pada periode ketiga (334-447), dan selanjutnya beralih kepada Dinasti
Seljuk, bangsa Turki pada periode keempat (447-590H).

b. Munculnya Dinasti-Dinasti Kecil Yang Memerdekakan Diri, wilayah kekuasaan


Abbasiyah pada periode pertama hingga masa keruntuhan sangat luas, meliputi
berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syria, Irak, Persia, Turki
dan India. Walaupun dalam kentaannya banyak daerah yang tidak dikuasai oleh
Khalifah, secara riil, daerah-daerah itu berada di bawah kekuasaaan gubernur-
gubernur bersangkutan. Hubungan dengan Khalifah hanya ditandai dengan
pembayaran upeti.Ada kemungkinan penguasa Bani Abbas sudah cukup puas
dengan pengakuan nominal, dengan pembayaran upeti. Alasannya, karena
Khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk, tingkat saling percaya
di kalangan penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah dan juga para
penguasa Abbasiyah lebih menitik beratkan pembinaan peradaban dan
kebudayaan daripada politik dan ekspansi. Selain itu, penyebab utama mengapa
banyak daerah yang memerdekakan diri adalah terjadinya kekacauan atau
perebutan kekuasaan di pemerintahan pusat yang dilakukan oleh bangsa Persia
dan Turki. Akibatnya propinsi-propinsi tertentu di pinggiran mulai lepas dari
genggaman penguasa Bani Abbas. Ini bisa terjadi dengan dua cara, pertama,
seorang peminpin lokal memimpin suatu pemberontakan dan berhasil
memperoleh kemerdekaan penuh, seperti daulat Umayyah di Spanyol dan
Idrisiyah di Marokko. Kedua, seorang yang ditunjk menjadi gubernur oleh
Khalifah yang kedudukannya semakin kuat, seerti daulah Aghlabiyah di Tunisiyah
dan Thahiriyyah di Khurasan.Dinasti yang lahir dan memisahkan diri dari
kekuasaan Baghdad pada masa khilafah Abbasiyah, di antaranya adalah:

1. Yang berkembasaan Persia: Thahiriyyah di Khurasan (205-259 H),


Shafariyah di Fars (254-290 H), Samaniyah di Transoxania (261-389 H),
Sajiyyah di Azerbaijan (266-318 H), Buwaihiyyah, bahkan menguasai
Baghdad (320-447).

10
2. Yang berbangsa Turki: Thuluniyah di Mesir (254-292 H), Ikhsyidiyah di
Turkistan (320-560 H), Ghaznawiyah di Afganistan (352-585 H), Dinasti
Seljuk dan cabang-cabangnya
3. Yang berbangsa Kurdi: al-Barzukani (348-406 H), Abu Ali (380-489 H),
Ayubiyah (564-648 H).
4. Yang berbangsa Arab: Idrisiyyah di Marokko (172-375 h), Aghlabiyyah di
Tunisia (18-289 H), Dulafiyah di Kurdistan (210-285 H), Alawiyah di
Tabaristan (250-316 H), Hamdaniyah di Aleppo dan Maushil (317-394
H), Mazyadiyyah di Hillah (403-545 H), Ukailiyyah di Maushil (386-489
H), Mirdasiyyah di Aleppo 414-472 H).

c. Kemerosotan Perekonomian, Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas


merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari yang
keluar, sehingga Baitul-Mal penuh dengan harta. Perekonomian masyarakat
sangat maju terutama dalam bidang pertanian, perdagangan dan industri. Tetapi
setelah memasuki masa kemunduran politik, perekonomian pun ikut mengalami
kemunduran yang drastis.Setelah khilafah memasuki periode kemunduran ini,
pendapatan negara menurun sementara pengeluaran meningkat lebih besar.
Menurunnya pendapatan negara itu disebabkan oleh makin menyempitnya
wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu
perekonomian rakyat. diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil
yang memerdekakan diri dan tidak lagi membayar upeti. Sedangkan pengeluaran
membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat
semakin mewah. jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabat melakukan
korupsi.Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara
morat-marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan
politik dinasti Abbasiyah kedua, faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.

d.  Munculnya Aliran-Aliran Sesat dan Fanatisme Keagamaan


Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai untuk menjadi penguasa,
maka kekecewaan itu mendorong sebagian mereka mempropagandakan ajaran
Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme. Munculnya gerakan yang dikenal
dengan gerakan Zindiq ini menggoda rasa keimanan para khalifah.Adalah khalifah
Al-Manshur yang berusaha keras memberantasnya, beliau juga memerangi
Khawarij yang mendirikan Negara  Shafariyah di Sajalmasah pada tahun 140 H.
setelah al Manshur wafat digantikan oleh putranya Al-Mahdi yang lebih keras
dalam memerangi orang-orang Zindiq bahkan beliau mendirikan jawatan khusus
untuk mengawasi kegiatan mereka serta melakukan mihnah dengan tujuan
memberantas bid'ah. Akan tetapi, semua itu tidak menghentikan kegiatan
mereka.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dinamakan khilafah bani Abbasiyah karena para pendiri dan penguasanya adalah
keturunanal Abbas paman nabi Muhammad SAW. Dinasti ini didirikan oleh Abdullah Al-
Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Abbas. Berdirinya Dinasti ini tidak terlepas
dari keamburadulan Dinasti sebelumnya, dinasti Umaiyah. Pada mulanya ibu kota negera
adalah Al-Hasyimiyah dekat kufah. Namun untuk lebih memantapkan dan menjaga
setabilitas negara al-Mansyur memindahkan ibu kota negara ke Bagdad. Dengan demikian
pusat pemerintahan dinasti Abasiyah berada di tengah-tengah bangsa Persia. Al-Mansyur
melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah
personal untuk menduduki jabatan di lembaga eksekutif dan yudikatif. Puncak
perkembangan dinasti Abbasiyah tidak seluruhnya berawal dari kreatifitas penguasa Bani
Abbasiyah sendiri. Sebagian diantaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam
bidang pendidikan misalnya di awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang.
Namun lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abas
dengan berdirinya perpustakaan dan akademi. Pada beberapa dekade terakhir, daulah
Abbasiyah mulai mengalami kemunduran, terutama dalam bidang politiknya, dan akhirnya
membawanya pada perpecahan yang menjadi akhir sejarah daulah abbasiyah.

B. Daftar Pustaka

Buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Kelas 8, Halaman 231-236, Muhammad
Ahsan dan Sumiati
https://www.academia.edu/29881214/Makalah_Dinasti_Abbasiyah
https://pendidikanmu.com/2022/02/dinasti-abbasiyah.html
https://alindrahaqeem.com/latar-belakang-berdirinya-dinasti-abbasiyah/
https://ariniulyatululfah.blogspot.com/2016/06/faktor-eksternal-dan-internal-
kejatuhan.html

12

Anda mungkin juga menyukai