Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

Sejarah Peradaban Islam pada Masa Kerajaan Dinasti Abbasiyah

Dosen pembimbing: Darmatang, S.Pd.i,M.Pd

Disusun oleh kelompok VI (6) :

Ivan Suryoaji (19 0202 0046)

Iin Widyastuti (19 0202 0043)

Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris

Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

Institute Agama Islam Palopo

2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karna berkat rahmat
dan karunianya yang begitu besar, saya dapat menyelesaikan makalah
ini dengan harapan dapat bermanfaat dalam menambah ilmu dan
wawasan kita.

Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Sejarah Peradaban Islam. Dalam membuat makalah ini, dengan
keterbatasan ilmu pengetahuan yang saya miliki, saya berusaha
mencari sumber data dari berbagai sumber informasi. Kegiatan
penyusunan makalah ini memberikan saya tambahan ilmu
pengetahuan yang dapat bermanfaat bagi kehidupan saya, dan semoga
bagi para pembaca makalah ini.

Sebagai manusia biasa, saya sadar bahwa dalam pembuatan makalah


ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu saya berharap akan
adanya masukan yang membangun, sehingga makalah ini dapat
bermanfaat baik bagi sendiri maupun pembaca makalah ini.

Palopo,12 Oktober 2019

Penulis kelompok VI

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................ii

DAFTAR ISI......................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................1

A. Latar Belakang..........................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................2
C. Tujuan penulisan......................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................3

A. Sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah....................................3


B. Kemajuan Peradaban Islam pada Masa Pemerintahan
Dinasti Abbasiyah.....................................................................8
C. Faktor-faktor Pendukung Kemajuan Dinasti Abbasiyah...14
D. Disentegrasi Politik.................................................................15
E. Penyebab Kehancuran Dinasti Abbasiyah...........................17

BAB III PENUTUP...........................................................................21

A. Kesimpulan..............................................................................21
B. Saran........................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA........................................................................23

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejarah merupakan suatu hal yang telah terjadi di masa lalu yang dijadikan
sebagai batu pijakan dalam sebuah peradaban. Peradaban dalam Islam, dapat
ditelusuri dari sejarah kehidupan Rasulullah, para sahabat dan sejarah
kekhalifahan Islam sampai kehidupan umat Islam sekarang. Islam yang di
wahyukan kepada Nabi Muhammad saw telah membawa bangsa Arab yang
semula terbelakang, bodoh, tidak terkenal, dan diabaikan oleh bangsa-bangsa lain,
menjadi bangsa yang maju.
Maju mundurnya peradaban Islam tergantung dari sejauh mana dinamika
umat Islam itu sendiri. Maka dari itu kita akan membahas sebuah peradaban besar
yang sangat berpengaruh luas, yaitu masa kekhalifahan Abbasiyah yang berpusat
di Baghdad.
Dalam peradaban umat Islam, Bani Abbasiyah merupakan salah satu bukti
sejarah peradaban umat Islam yang terjadi. Bani Abbasiyah merupakan masa
pemerintahan umat Islam yang memperoleh masa kejayaan yang gemilang. Pada
masa ini banyak kesuksesan yang diperoleh Bani Abbasiyah, baik itu dibidang
Ekonomi, Politik, dan Ilmu pengetahuan. Hal inilah yang perlu untuk kita ketahui
sebagai acuan semangat bagi generasi ummat Islam bahwa peradaban ummat
Islam itu pernah memperoleh masa keemasan yang melampaui kesuksesan
negara-negara Eropa.

4
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai
berikut.
1.2.1 Bagaimana sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah?
1.2.2 Bagaimana kemajuan peradaban Islam pada masa pemerintahan Dinasti
Abbasiyah?
1.2.3 Apa saja faktor-faktor pendukung kemajuan masa pemerintahan Dinasti
Abbasiyah?
1.2.4 Bagaimana disentegrasi politik pada masa pemerintahan Dinasti
Abbasiyah?
1.2.5 Apa saja penyebab kehancuran masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah?

1.3 Tujuan Penulisan


Dari latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut.
1.3.1 Mengetahui sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah.
1.3.2 Mengetahui kemajuan peradaban Islam pada masa pemerintahan Dinasti
Abbasiyah.
1.3.3 Mengetahui faktor-faktor pendukung kemajuan masa pemerintahan
Dinasti Abbasiyah.
1.3.4 Mengetahui disentegrasi politik pada masa pemerintahan Dinasti
Abbasiyah.
1.3.5 Mengetahui penyebab kehancuran masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah


Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti
Bani Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena pendiri dan penguasa
Dinasti ini adalah keturunan Abbas, paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti
Abbasiyah didirikan pada tahun 132 H/750 M, oleh Abul Abbas Ash-Shafah.1
Sebelum berdirinya Dinasti Abbasiyah terdapat tiga poros utama yang
merupakan pusat kegiatan, antara satu dengan yang lain memiliki kedudukan
tersendiri dalam memainkan perannya untuk menegakkan kekuasaan keluarga
besar paman Rasulullah SAW, Abbas bin Abdul Muthalib. Dari nama Al-Abbas
paman Rasulullah inilah nama ini disandarkan pada tiga tempa pusat kegiatan
yaitu, Humaimah, Kufah, dan Khurasan.
Dengan organisasi yang bertingkat dan mekanisme pembagian tugas di
atas gerakan Abbasiyah memutuskan bahwa Khurasan dijadikan sebagai pusat
kegiatan gerakan Abbasiyah. Alasan pemilihan Khurasan selain karena letak
geografisnya yang jauh dari ibukota Dinasti Umayyah, Damaskus, juga beberaoa
faktor sosial yang menguntungkan yaitu masyarakat Khurasan yang
berkebangsaaan Arab mendukung gerakan ini. Sedangkan masyarakat Khurasan
non-Arab mempunyai kekecewaan-kekecewaan politik terhadap Bani Umayyah
karena kebijakan dalam hal pajak yang dianggap memberatkan rakyat.2
Di kota Humaimah bermukim keluarga Abbasiyah, salah seorang
pimpinannya bernama Al-Imam Muhammad bin Ali yang merupakan peletak
dasar-dasar bagi berdirinya Dinasti Abbasiyah.3 Dia mengemukakan bahwa
pemindahan kekuasaan dari satu keluarga ke keluarga yang lain harus didahului
oleh persiapan jiwa. Bahwa perubahan yang mendadak akan menyebabkan
kegoncangan dalam masyarakat dan belum tentu berhasil, sehingga harus diatur
1
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: AMZAH, 2010), h. 138
2
Armany Lubis dkk, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Pusat Studi Wanita UIN Jakarta,
2005), h. 107
3
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, h. 139

6
strategi yang hati-hati dengan cara menyebarkan para propagandis untuk
mendukung keluarga Nabi saw. Ide dan pemikiran untuk mendirikan kekuasaan
Abbasiyah diatur di Humaimah, dan disebarkan di Kufah sedang tempat
pergolakan dilakukan di Khurrasan yang jauh dari pengamatan pemerintahan
pusat Umayyah di Damaskus. Para penerang dakwah Abbasiyah berjumlah 150
orang di bawah para pemimpinnya yang berjumlah 12 orang, dan puncak
pemimpinnya adalah Muhammad bin Ali. Mereka mendakwahkan kebaikan
keluarga Bani Hasyim untuk mengambil hati dan dukungan dari kelompok Syi’ah.
Langkah itu berhasil menggaet pendukung kaum Syi’ah.4
Muhammad bin Ali meninggal pada tahun 125 H/742 M. Sebelum
meninggal, ia menunjuk putranya, Ibrahim sebagai penggantinya. Di masa
Ibrahim bin Muhammad ini gerakan Abbasiyah mulai menjadi gerakan terbuka
dan pemberontakan terhadap Dinasti Umayyah pun mulai diproklamirkan. Untuk
tujuan itu Ibrahim mengutus Abu Muslim al-Khurrasani pergi ke Khurrasan
menemui Sulaiman bin Katsir al-Khuza’i dan berjuang bersamanya di daerah itu.5
Akan tetapi, gerakan Ibrahim diketahui oleh khalifah Umayyah terakhir yaitu
Marwan bin Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh pasukan Dinasti
Umayyah dan dipenjarakan di Haran sebelum akhirnya di eksekusi. Ia
mewasiatkan kepada adiknya yaitu Abul Abbas untuk pindah ke Kufah. Dan
pemimpin propaganda dibebankan kepada Abu Salamah.
Penguasa Umayyah di Kufah, Yazid bin Umar bin Hubairah ditaklukkan
oleh Abbasiyah dan diusir ke Wasit. Abu Salamah selanjutnya berkemah di Kufah
yang telah ditaklukkan. Abdullah bin Ali, salah seorang paman Abul abbas
diperintahkan untuk mengejar khalifah Umayyah terakhir, Marwan bin
Muhammad bersama pasukannya yang melarikan diri. Khalifah ini terus menerus
melarikan diri hingga ke Fustat di Mesir dan akhirnya terbunuh di Busir wilayah
Al-Fayyum, tahun 132 H/750 M dengan demikian maka tumbanglah kekuasaan
dinasti Umayyah dan berdirilah Dinasti Abbasiyah yang dipimpin oleh khalifah

4
Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Jakarta: Logos, 1997), h. 87-88
5
Armany Lubis dkk, Sejarah Peradaban Islam, h. 108

7
pertamanya, yaitu Abul Abbas Ash-Shafah dengan pusat kekuasaan awalnya di
Kufah.6
Ditinjau dari proses pembentukannya, Dinasti Abbasiyah didirikan atas
dasar-dasar sebagai berikut.
2.1.1 Dasar kesatuan untuk menghadapi perpecahan yang timbuh dari dinasti
sebelumnya.
2.1.2 Dasar universal (bersifat universal), tidak terlandaskan atas kesukuan.
2.1.3 Dasar politik dan administrasi menyeluruh, tidak diangkat atas dasar
keningratan.
2.1.4 Dasar kesamaan hubungan dalam hukum bagi setiap masyarakat Islam.
2.1.5 Pemerintahan bersifat Muslim moderat, ras Arab hanyalah dipandang
sebagai salah satu bagian saja di antara ras-ras lain.
2.1.6 Hak memerintarah sebagai ahli waris nabi masih tetap di tangan mereka.7

Adapun periode-periode pada pemerintahan Dinasti Abbasiyah dibagi


menjadi tiga periode sebagai berikut.
2.1.1 Periode Pertama (132- 232 H)
Pada periode ini kekuasaan berada di tangan para khalifah di seluruh
kerjaan Islam kecuali di Andalusia. Para khalifah di zaman tersebut
merupakan pahlawan-pahlawan yang memimpin angkaran tentara dan
mengarungi peperangan. Kebanyakan mereka adalah ulama-ulama yang
mengeluarkan fatwa dan berijtihad, cinta akan ilmu pem keluargngetahuan,
merapatkan hubungan dengan kaum keluarga dan menyampaikan pidato
yang berapi-api.
2.1.2 Periode Kedua (232-590 H)
Periode ini kekuasaan politik berpindah dari tangan khalifah kepada
golongan berikut.

6
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, h. 140
7
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar
Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 44

8
2.1.2.1 Kaum Turki (232-234 H) kecuali semasa timbul kesadaran puncak di
tangan al-Muwaffaq semasa saudaranya al-Mu’tamid menjadi khalifah
(256-279 H), kemudian di tangan al-Mu’tahdid bin al-Muwaffaq di masa
khalifah al-Mu’tamid dan di masa al-Mu’tadhif sendiri menjadi khalifah
(279-289 H).
2.1.2.2 Golongan Bani Buwaih (334-447 H).
2.1.2.3 Golongan Bani Saljuq (447-590 H).

2.1.3 Periode Ketiga (590-656 H)


Apabila sultan-sultan Bani Saljuq memnjadi lemaha, kerjaan mereka mulai
mengalami keruntuhan dan pecah-belah, dan segala urusan pemerintahan diurus
oleh sekelompok para pemerintah yang banyak, diantaranya dikenali dengan gelar
Syah dan Atabk. Setiap pemerintah itu menguasai perbatasan kerajaan Bani
Saljuq. Khalifah telah mengambil kesempatan ini untuk mengumumkan
kedaulatannya di Baghada dan kawasan sekitarnya. Khalifah dan putra-putranya
terus menikmati kedaulatan dan kemerdekaan yang penuh di kawasan kecil
tersebut, sehingga kaum Tartar yang dipimpin oleh Hulaku datang menyerang dan
menakluk dunia Islam serta memusnahkan kota Baghdad, membunuh khalifaj dan
menematkan pemerintahan Abbasiyah pada tahun 656 H.8
Berikut adalah daftar nama-nama khalifah pemerintahan Abbasiyah.
1. Abu Abbas as-Saffah 132-137H/750-754M
2. Abu Ja’far al-Mansur 137-159H/754-775M
3. Abu Abdullah Muhammad al-Mahdi bin al-Manshur 159-169H/775-785M
4. Abu Musa al-Hadi 169-170H/785-786M
5. Abu Ja’far Harun al-Rasyid 170-194H/786-809M
6. Abu Musa Muhammad al-Amin 194-198H/809-813M
7. Abu Ja’far Abdullah al-Ma’mun 198-218H/813-833M
8. Abu Ishak Muhammad al-Mu’tashim 218-227H/883-842M
9. Abu Ja’far al-Watsiq 227-232H/842-847M

8
A. Syalabi, Sejarah dan Kebudaayan Islam 3, (Jakarta: PT. Pustaka Al Husna Baru, 2008)
h. 19

9
10. Abul Fadhl Ja’far al-Mutawakkil 232-247H/847-861M
11. Abu Ja’far Muhammad al-Muntasir 247-248H/861-862M
12. Abul-Abbas Ahmad al-Musta’in 248-252H/862-866M
13. Abu Abdullah Muhammad al-Mu’taz 252-256H/866-869M
14. Abu Ishak Muhammad al-Muhtadi 256-257H/869-870M
15. Abul-Abbas Ahmad al-Mu’tamid 257-279H/870-892M
16. Abul-Abbas Ahmad al-Mu’tadid 279-290H/892-902M
17. Abu Muhammad Ali al-Muktafi 290-296H/902-908M
18. Abu-Fadhl Ja’far al-Muqtadir 296-320H/908-932M
19. Abu Mansur Muhammad al-Qohir 320-323H/932-934M
20. Abul-Abbas Ahmad ar-Radi 323-329H/934-940M
21. Abu Ishak Ibrahim al-Muttaqi 329-333H/940-944M
22. Abul-Qasum Abdulah al-Mustakfi 333-335H/944-946M
23. Abul-Qasim al-Mufadhdhal al-Muthi’ 335-364H/946-974M
24. Abul-Fadhl Abdul Karim al-Tha’i 364-381H/974-991M
25. Abul-Abbas Ahmad al-Qadir 381-423H/991-1031M
26. Abu Ja’far Abdullah al-Qa’ima 423-468H/1031-1075M
27. Abul-Qasim Abdullah al-Muqtadi 468-487H/1075-1094M
28. Abul-Abbas Ahmad al-Mustazhir 487-512H/1094-1118M
29. Abu Mansur al-Fadhl al-Mustarshid 512-530/1118-1135
30. Abu Ja’far al-Mansur ar-Rasyid 530-531H/1135-1136M
31. Abu Abdullah Muhammad al-Muqtafi 531-555H/1136-1160M
32. Abul-Muzhaffar al-Mustanjid 555-566H/1160-1170M
33. Abu Muhammad al-Hasan al-Mustadhi’ 566-576H/1170-1180M
34. Abul-Abbas Ahmad an-Nasir 576-622H/1180-1225M
35. Abu Nashr Muhammad az-Zahir 622-623H/1225-1226M
36. Abu Ja’far al-Mansur al-Mustansir 623-640H/1226-1242M
37. Abu Ahmad Abdullah al-Muta’shim 640-656H/1242-1258M

10
2.2 Kemajuan Peradaban Islam pada Masa Pemerintahan Dinasti
Abbasiyah
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa
keemasan. Secara politis khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan
pusat kekuasaan politik sekaligus agama. Disisi lain kemakmuran masyarakat
mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi
perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam.
Peradaban dan kebudayaan islam tumbuh dan berkembang bahkan
mencapai kejayaannya pada masa Abbasiyah. Hal tersebut dikarenakan Dinasti
Bani Abbasiyah pada periode ini lebih menekankan pembinaan peradaban dan
kebudayaan Islam daripada perluasan wilayayh. Di sini letak perbedaan pokok
antara Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah.
Puncak kejayaan Dinasti Abbasiyah terjadi pada masa khalifah Harun Ar-
Rasyid (786-809 M) dan Anaknya Al-Makmum (813-833 M). Ketika Ar-Rasyid
memerintah, negara dalam keadaan makmur, kekayaan melimpah, keamanan
terjamin walaupun ada juga pemberontakan, dan luas wilayahnya mulai dari
Afrika Utara hingga ke India.9
2.2.1 Lembaga dan Kegiatan Ilmu Pengetahuan
Kontribusi ilmu terlihat pada upaya Harun Al-Rasyid dan puteranya Al-
Makmun ketika mendirikan sebuah akademi pertama dilengkapi pusat peneropong
bintang, perpustakaan terbesar dan dilengkapi pula dengan lembaga untuk
penerjemahan.
Sebelum Dinasti Abbasiyah, pusat kegiatan Dunia Islam selalu bermuara
pada masjid. Masjid dijadikan centre of education. Pada Dinasti Abbasiyah inilah
mulai adanya pengembangan keilmuan dan teknologi diarahkan ke dalam ma’had.
Lembaga ini kita kenal ada dua tingkatan yaitu sebagai berikut.
2.2.1.1 Maktab/kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah tempat
anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, menghitung, dan menulis serta
anak remaja belajar dasar-dasar ilmu agama.

9
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, h. 144

11
2.2.1.2 Tingkat pedalaman, para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi
ke luar daerah atau ke masjid-masjid bahkan ke rumah-rumah gurunya.10

Pada perkembangan selanjutnya mulailah dibuka madrasah-madrasah yang


dipelopori Nizhamul Muluk yang memerintah pada tahun 456-486 H. lembaga
inilah yang kemudian berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah. Madrasah ini
dapat ditemukan di Bagdad, Balkan, Naishabur, Hara, Ishafan, Basrah, Mausil dan
kota-kota lainnya. Madrasah yang didirikan ini mulai dari tingkat rendah,
menengah, serta meliputi segala bidang ilmu pengetahuan.11

2.2.2 Corak Gerakan Keilmuan


Gerakan keilmuan pada Dinasti Abbasiyah lebih bersifat spesifik. Kajian
keilmuan yang kemanfaatannya bersifat keduniaan bertumpu pada ilmu
kedokteran. Disamping kajian yang bersifat pada Al-Quran dan Al-Hadis; sedang
astronomi, mantik dan sastra baru dikembangkan dengan penerjemahan dari
Yunani.12

2.2.3 Kemajuan dalam Bidang Agama


Pada masa Dinasti Abbasiyah, ilmu dan metode tafsir mulai berkembang,
terutama dua metode penafsiran, yaitu tafsir bi al-ma’tsur dan tafsir bi al-ra’yi.
Dalam bidang hadis, pada zamannya hanya bersifat penyempurnaan, pembukuan
dari catatan dan hafalan para sahabat. Pada zaman ini juga mulai diklafikasikan
secara sistematis dan kronologis. Pengklafikasian itu secara ketat dikualifikasikan
sehingga kita kenal dengan klasifikasi hadis shahih, dhaif dan maudhu. Bahkan
dikemukakan pula kritik sanad dan matan, sehingga terlihat jarah dan takdil rawi
13
yang meriwayatkan hadis tersebut. Diantara para ahli tafsir pada masa dinasti

10
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar
Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam, h. 50
11
A. Hasymy, Sejarah Kebudayaan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h. 212
12
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar
Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam, h. 51
13
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar
Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam, h. 51

12
Abbasiyah adalah Ibnu Jarir Ath-Thabari, Ibnu Athiyah Al-Andalusi, dan Ibnu
Muslim Muhammad bin Bahar Isfahani
Dalam bidang fiqhi, pada masa ini lahir fuqaha legendaris yang kita kenal,
seperti imam Hanifah (700-767 M), Imam Malik (735-795 M), Imam Syafei (767-
820 M) dan Imam Ahmad Ibnu Hambal (780-855 M). Sedangkan dalam bidang
hadis, pada masa ini lahir ahli hadis seperti Imam Bukhari (194-256 H), karyanya
Shahih Al-Bukhari. Imam Muslim (w. 261 H), karyanya Shahih Muslim. Ibnu
Majah, karyanya Sunan Ibnu Majah. Abu Dawud, karyanya sunan Abu Dawud.
Imam An-Nasai, karyanya sunan An-Nasai dan Imam Baihaqi.14
Ilmu lughah tumbuh berkembang dengan pesat pula karena bahasa Arab
yang semakin dewasa memerlukan suatu ilmu bahasa yang menyeluruh. Ilmu
bahasa yang dimaksud adalah nahwu, sharaf, ma’ni, bayan, badi, arudh dan insya.

2.2.4 Kemajuan Ilmu Pengetahuan, Sains dan Teknologi


Kemajuan ilmu teknologi (sains) sesungguhnya telah direkayasa oleh
ilmuan Muslim. Kemajuan tersebut adalah sebagai berikut.
2.2.4.1 Astronomi, ilmu ini melalui karya India Shindind diterjemahkan oleh
Muhammad ibnu Ibrahim Al-Farazi (777 M). Ia adalah astronom Muslim
pertama yang membuatastrolabe, yaitu alat untuk mengukur ketinggian
bintang. Di samping itu, masih ada ilmuan-ilmuan Islam lainnya, seperti
Ali ibnu Isa Al-Asturlabi, Al-Farghani, Al-Battani, Umar Al-Khayyam
dan Al-Tusi.15
2.2.4.2 Kedokteran, ilmu kedokteran pada masa daulah Abbasiyah berkembang
pesat. Rumah-rumah sakit besar dan sekolah kedokteran banyak didirikan.
Pada masa ini dokter yang pertama yang terkenal adalah Ali ibnu Rabban
Al-Tabari. Pada tahun 850 ia mengarang buku Firdaus al-Hikmah. Tokoh
lainnya adalah Al-Razi, Al-Tuqrai, dan Ibnu Sina.16

14
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, h. 148
15
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar
Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam, h. 52
16
opcit

13
2.2.4.3 Sejarah dan Geografi. Pada masa Abbasiyah sejarawan ternama abad ke 3
H adalah Ahmad bin Al-Yakubi, Abu Jafar Muhammad bin Al- Tabari.
Dalam bidang geografi umat Islam sangat maju, karena sejak semula
bangsa Arab merupakan bangsa pedagang yang biasanya menempuh jarak
jauh untuk berniaga. Di antara wilayah pengembaraan umat Islam adalah
umat Islam mengembara ke Cina dan Indonesia pada masa-masa awal
kemunculan Islam. Di antara tokoh ahli geografi yang terkenal adalah Abu
Hasan Al-Mas’udi (w.345 H/956 M), seorang penjelajah yang
mengadakan perjalanan sampai Persia, India, Srilanka, Cina, dan penulis
buku Muruj Az-Zahab wa Ma’adin Al-jawahir.17
2.2.4.4 Ilmu Kimia, bapak kimia Islam adalah Jabir ibnu Hayyan (721-815 M).
Sebenarnya banyak ahli kimia Islam ternama lainnya seperti Al-Razi, Al-
Tuqrai yang hidup pada abad ke 12 M.18
2.2.4.5 Farmasi, diantara ahli farmasi pada masa Dinasti Abbasiyah adalah Ibnu
Baithar, karyanya yang terkenal adalah Al-Mughini (berisi tentang obat-
obatan), Jami Al-Mufradat Al-Adawiyah (berisi tentang obat-obatan dan
makanan bergizi).19
2.2.4.6 Matematika, terjemahan dari buku-buku asing ke dalam bahasa Arab
menghasilkan karya dalam bidang matematika. Di antara ahli matematika
Islam yang terkenal adalah Al-Khawarizmi. Al-Khawarizmi adalah
pengarang kitab Al-Jabar wal Muqabalah (ilmu hitung), dan penemu
angka nol. Sedangkan angka lain: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 0 disebut angka
Arab karena diambil dari Arab. Sebelum dikenal angka Romawi I, II, III,
IV, V dan seterusnya. Tokoh lain adalah Abu Al-Wafa Muhammad bin
Muhammad bin Ismail bin Abbas (940-998) terkenal sebagai ahli
matematika.20

17
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, h. 151
18
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar
Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam, h. 52
19
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, h. 151
20
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, h. 151

14
2.2.4.7 Sastra, dalam bidang sastra, Baghdad merupakan kota pusat seniman dan
sastrawan. Para tokoh sastra antara lain; Abu Nuwas, salah seorang
penyair terkenal dengan karya cerita humornya. An-Nasyasi, penulis buku
Alfu Lailah wa Lailah yang merupaka buku cerita sastra Seribu Satu
Malam yang sangat terkenal dan diterjemahkan ke dalam hampir seluruh
dunia.21

2.2.5 Perkembangan Politik, Ekonomi dan Administrasi


Sejarah telah mengukir bahwa pada masa Dinasti abbasiyah, umat Islam
benar-benar berada di puncak kejayaan dan memimpin peradaban dunia saat itu.
Daulat Abbasiyah berkuasa kurang lebih selama lima abad (750-1285 M).
Pemerintahan yang panjang tersebut dapat dibagi dalam dua periode. Periode I
adalah ,masa antara tahun 750-945 M, yaitu mulai pemerintahan Abu Abbas
sampai Al-Mustakfi. Periode II adalah masa antara tahun 945-1258 M, yaitu masa
Al-Mu’ti sampai Al-Mu’tasim. Sedangkan pada periode II kejayaan terus merosot
sampai datangnya pasukan Tartar yang berhasil menghancurkan Dinasti
Abbasiyah.
Pada masa pemerintahan Abbasiyah periode I, kebijakan-kebijakan politik
yang dikembangkan antara lain sebagai berikut.22
2.2.5.1 Memindahkan ibukota negara dari Damaskus ke Bagdad.
2.2.5.2 Memusnahkan keturunan Bani Umayyah.
2.2.5.3 Merangkul orang-orang Persia, dalam rangka politik memperkuat diri,
Abbasiyah memberi peluang dan kesempatan yang besar kepada kaum
mawali.
2.2.5.4 Menumpas pemberontakan-pemberontakan.
2.2.5.5 Menghapus politik kasta.

21
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, h. 152
22
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar
Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam, h. 52

15
Selain kebijakan-kebijakan di atas, langkah-langkah lain yang diambil
dalam program politiknya adalah sebagai berikut.23
2.2.5.1 Para khalifah tetap dari Arab, sementara para menteri, gubernur, panglima
perang dan pegawai lainnya banyak diangkat dari golongan Mawali.
2.2.5.2 Kota Bagdad ditetapkan sebagai ibukota negara dan menjadi pusat
kegiatan politik, ekonomi dan kebudayaan.
2.2.5.3 Kebebasan berpikir dan berpendapat mendapat porsi yang tinggi.

Bukti fisik peninggalan Dinasti Abbasiyah:

Universitas al-Azhar:
Peninggalan Khilafah Bani Abbasiyyah di Mesir
Kitab Qanun at-Thibb:
Karya Ibn Sina, di Era Khilafah Abbasiyyah. Disertai gambar organ dalam dan
alat yang digunakan untuk melakukan pembedahan
Istana Ukhaidir:
Dibangun pada 775 di dekat Kufa, sebuah wilayah yang berjarak 200 km selatan
Baghdad, istana ini sedikit banyak memberi gambaran mengenai bentuk kota
melingkar. Kompleks luas ini dikelilingi tembok setinggi 19 meter dan berbentuk
persegi agak memanjang, tepatnya berukuran 175 m x 169 m. Di dalamnya,
terdapat sejumlah pekarangan, aula, sebuah masjid, dan permandian.
Manuskrip Lama di Museum:
Peninggalan al-Khawarizmi di Bidang Matematika, al-Battani, dll
Kitab al-Adawiyyah al-Mufradah, karya Ibn al-Baithar ad-Dimasyqi
Kitab ini mengulas tentang resep obat-obatan yang terbuat dari berbagai tanaman
Masjid Agung Samarra:
Kala itu merupakan masjid terbesar di dunia. Masjid yang terkenal dengan menara
berbentuk spiral ini dibangun pada 848-852 oleh putra sekaligus pewaris al-
Mu'tasim, al-Mutawakkil. Berukuran 239 m x 156 m, masjid ini dilindungi oleh

23
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak Akar-akar
Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam, h. 54

16
tembok-tembok tinggi yang disokong oleh 44 menara semimelingkar.
Keseluruhan bangunan berdiri di dalam daerah berpagar seluas 444 m x 376 m.

2.3 Faktor-faktor Pendukung Kemajuan Dinasti Abbasiyah


Lembaga pendidikan pada masa Dinasti Abbasiyah mengalami
perkembangan dan kemajuan pesat. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan
bahasa Arab, baik sebagai bahasa adminitrasi yang sudah berlaku sejak masah
Bumi Umayyah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Disamping itu,
kemajuan tersebut paling tidak, juga ditentukan oleh dua hal yaitu sebagai berikut.
2.3.1 Terjadinya asimilasi antara bahasa Arab dengan bangsa-bangsa yang lebih
dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada
masa Bani Abbas, bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk Islam.
Asimilasi berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itu
memberi saham tertentu dalam perkembangan dalam Islam. Pengaruh
Persia, sebagaimana sudah disebutkan sangat kuat di bidang pemerintahan.
Disamping itu, bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangan ilmu,
filsafat, dan sastra.
2.3.2 Gerakan penerjemahan berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama, pada
masa khalifah Al-Manshur hingga Harun Ar-Rasyid. Pada fase ini banyak
di terjemahkan adalah karya karya dalam bidang astronomi dan mantiq.
Fase kedua berlangsung masa Khalifah Al-Makmum hingga tahun 300 H.
buku buku yang di terjemahkan dalam bidang filsafat, dan kedokteran
pada fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H terutama setelah adanya
pembuatan kertas. Selanjutnya bidang bidang ilmu yang diterjemahkan
semakin meluas.24

Dengan gerakan terjemahan, bukan saja membawa kemajuan dalam


bidang ilmu pengetahuan umum, tetapi juga ilmu pengetahuan agama. Akan

24
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, h. 146

17
tetapi, secara garis besar ada dua faktor penyebab tumbuh dan kejayaan Bani
Abbasiyah yaitu sebagai berikut.25
2.3.1 Faktor internal: faktor yang berasal dari dalam ajaran Islam yang mampu
memberikan motivasi bagi para pemeluk untuk mengembangkan
peradabannya.
2.3.2 Faktor eksternal, ada 4 pengaruh, yaitu: semangat Islam, perkembangan
organisasi Negara, perkembangan ilmu pengetahuan, dan perluasan daerah
Islam.

2.4 Disentegrasi Politik


Fase disintegrasi adalah fase dimana pertentangan intern umat Islam di
kalangan pemerintahan, baik dimasa Bani Umayyah, maupun Abbasiyah, muncul
dalam bentuk pemisahan diri dari pemerintah pusat dan memproklamirkan diri
sebagai khalifah sendiri, di masa ini keutuhan umat Islam dalam bidang politik
mulai pecah, kekuasaan khalifah menurun dan akhirnya Baghdad dapat dirampas
dan dihancurkan oleh Hulagu pada tahun 1253.26
Disintegrasi dalam bidang politik, sebenarnya sudah mulai terjadi di akhir
zaman Bani Umayyah. Akan tetapi berbicara tentang politik Islam dalam lintasan
sejarah, akan terlihat perbedaan antara pemerintahan Bani Umayyah dengan
pemerintahan Bani Abbas. Wilayah kekuasaan Bani Umayyah, mulai dari awal
berdirinya sampai masa keruntuhannya, sejajar dengan batas-batas wilayah
kekuasaan Islam. Hal ini tidak seluruhnya benar untuk diterapkan pada
pemerintahan Bani Abbas. Kekuasaan dinasti ini tidak pernah diakui di Spanyol
dan seluruh Afrika Utara, kecuali Mesir. Bahkan dalam kenyataannya, banyak
daerah tidak dikuasai khalifah. Secara riil, daerah-daerah itu berada di bawah
kekuasaan gubernur-gubernur provinsi bersangkutan. Hubungannya dengan
khilafah ditandai dengan pembayaran upeti.
Ada kemungkinan bahwa para khalifah Bani Abbasiyah sudah cukup puas
dengan pengakuan nominal dari provinsi-provinsi tertentu, dengan pembayaran

25
Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam (Semarang: PT. Thoha Putra, 2003), h. 56
26
Muhaimin, Kawasan Dan Wawasan Studi Islam (Jakarta: Prenada Media, 2005), h. 227

18
upeti. Alasannya adalah pertama, mungkin para khalifah tidak cukup kuat untuk
membuat mereka tunduk kepadanya. Kedua, penguasa Bani Abbas lebih menitik
beratkan pembinaan peradaban dan kebudayaan daripada politik dan ekspansi.27
Akibat dari kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan peradaban
dan kebudayaan Islam daripada persoalan politik itu, beberapa provinsi tertentu di
pinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Abbasiyah. Adapun dinasti yang
lahir dan melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa Khalifah
Abbasiyah diantaranya adalah sebagai berikut.
2.3.1 Thahiriyah di Khurasan, Persia (820-872 M).
2.3.2 Safariyah di Fars, Persia (868-901 M).
2.3.3 Samaniyah di Transoxania (873-998 M).
2.3.4 Sajiyyah di Azerbaijan (878-930 M).
2.3.5 Buwaihiyah, Persia (932-1055 M).
2.3.6 Thuluniyah di Mesir (837-903 M).
2.3.7 Ikhsidiyah di Turkistan (932-1163 M).
2.3.8 Ghazwaniyah di Afghanistan (962-1189 M).
2.3.9 Dinasti Saljuk (1055-1157 M).
2.3.10 Al-Barzuqani, Kurdi (959-1015 M).
2.3.11 Abu Ali, Kurdi (990-1095 M).
2.3.12 Ayyubiyah (1167-1250 M).
2.3.13 Idrisiyah di Maroko (788-985 M).
2.3.14 Aghlabiyah di Tunisia (800-900 M).
2.3.15 Dulafiyah di Kurdistan (825-898 M).
2.3.16 Alawiyah di Tabiristan (864-928 M).
2.3.17 Hamdaniyah di Aleppo dan Musil (929-1002 M).
2.3.18 Mazyadiyah di Hillah (1011-1150 M).
2.3.19 Ukailiyah di Mausil (996-1095 M).
2.3.20 Mirdasiyah di Aleppo (1023-1079 M).
2.3.21 Dinasti Umayyah di Spanyol.
2.3.22 Dinasti Fatimiyah di Mesir.28

27
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, h. 153

19
2.5 Penyebab Kehancuran Dinasti Abbasiyah
Penyebab kehancuran Dinasti Abbasiyah terbagi dua yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internalnya yaitu banyak peristiwa penaklukan terdahulu
hanya tinggal nama. Kemungkinan terjadinya desentralisasi dan pembagian
kekuasaan di daerah-daerah selalu mengiringi setiap penaklukan yang dilakukan
tergesan-gesa dan tidak usai. Metode administrasi yang diterapkannya pun tidak
kondusif bagi penciptaan stabilitas negara.29 Seiring lintasan zaman, darah
penakluk telah bercampur dengan darah taklukan, diserta hilangnya kualitas dan
posisi dominan yang mereka miliki. Perlahan-lahan imperium mereka dikuasai ole
bangsa yang dulu mereka taklukan. Standar kehidupan mewah yang menonjolkan
minuman keras dan nyanyian, merupakan faktor lain yang melemahkan vitalitas
keluarga dan tentu saja menghasilkan keturunan-keturunan yang lemah yang terus
memegang tahta. Posisi mereka semakin lemah karena muculnya berbagai
pertikaian yang tak berkesudahan, dan persaingan untuk menjadi pewaris tahta
yang tidak pernah bisa dipastikan. Selain itu, faktor ekonomi tidak bisa diabaikan.
Pembebanan pajak dan pengaturan wilayah-wilayah provinsi demi keuntungan
kelas penguasa telah menghancurkan bidang pertanian dan industri. Kehancuran
ekonomi nasional tentu saja berakibat langsung pada turunnya tingkat
intelektualitas masyarakat dan mengekang tumbuhnya pemikiran kreatif.
Sedangkan faktor eksternalnya yaitu adanya serbuan kaum Barbar (dalam
kasus ini, Mongol atau Tartar). Pada 1253, Hulagu, cucu Jengis Khan bergerak
dari Mongol memimpin pasukan berkekuatan besar untuk membasmi kelompok
pembuh dan menyerang kekhalifaan Abbasiyah.30
Di dalam referensi lain menyebutkan bahwa adapun beberapa faktor yang
menjadi penyebab kehancuran Dinasti Abbasiyah adalah; Pertama, masuknya
dominasi kekuatan luar ke dalam pusat pemerintahan Baghdad, sehingga
menjadikan khalifah sebagai boneka. Dalam arti, secara de jure, khalifah yang
berkuasa atas seluruh Dinasti Abbas, tetapi de facto, pemerintahan dikuasai oleh

28
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, h. 154
29
Philip K. Hitti, History of The Arabs (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2006), h. 617
30
Philip K. Hitti, History of The Arabs, h. 619

20
kekuatan lain. Seperti diketahui bahwa sejak awal khalifah Bani Abbas
memasukkan unsur-unsur luar non-Arab, baik personil maupun kebudayaannya,
seperti unsur Persia maupun unsur Turki. Lambat maun unsur-unsur tersebut ikut
mewarnai jalannya pemerintahan hingga pada perkembangan selanjutnya, militer
dan penjaga dikuasai oleh orang-orang Turki.31
Kedua, pada periode kedua (950-1050 M), banyak wilayah-wilayah yang
dipimpin oleh gubernur melepaskan diri dari pusat Baghdad, kemudian mereka
mendirikan dinasti-dinasti kecil secara mandiri.
Ketiga, kesulitan ekonomi. Sumber penghasilan Bani Abbas antara lain
adalah pajak dari wilayah dan pertanian. Sehubungan dengan ini, banyaknya
wilayah yang melepaskan diri sangat mempengaruhi jumlah wilayah pembayar
pajak. Maka untuk meningkatkan pembayaran, pemerintah memaksimalkan peran
militer untuk menekan dan mengambil pembayaran pajak, tetapi cara ini
membutuhkan pula biaya yang besar. Pendapatan Bani Abbas menurun karena
para petugas pajak memonopoli pajak, disamping pertanian terganggu karena
irigasi tertimbun oleh lumpur dan sungai Nahwaram mengalami kerusakan besar
akibat perang, dan tidak segera diperbaiki salurannya.32
Keempat, ketidak jelasan sistem pergantian khalifah. Dinasti ini tidak
mempunyai ketentuan mengenahi mekanisme penggantian khalifah. Hal ini
membuat orang-orang Turki pengawal khaifah leluasa untuk mengangkat siapa
saja yang dia kehendaki di antara keluarga dinasti sebagai khalifah. Dan kelima,
munculnya gerakan-gerakan pemberontakan. Pada masa Al-Muhtadi timbul
pemberontakan kaum Zanj di bawah pimpinan Ali bin Muhammad. Di Irak
terdapat gerakan Syi’ah, Qaramithah yang dipimpin oleh Hamdan Qarmat yang
memulai operasinya pada 874 M.33

Menurut W. Montgomery Watt, bahwa beberapa faktor yang menyebabkan


kemunduran pada masa daulah Bani Abbasiyah adalah sebagai berikut.

31
Moh. Nurhakim, Sejarah dan Peradaban Islam (Malang: UMM Pres, 2003), h. 71
32
Moh. Nurhakim, Sejarah dan Peradaban Islam, h. 72
33
Moh. Nurhakim, Sejarah dan Peradaban Islam, h. 73

21
2.5.1 Luasnya wilayah kekuasaan daulah Abbasiyah, sementara komunikasi
pusat dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling
percaya di kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat
rendah.
2.5.2 Dengan profesionalisme angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah
kepada mereka sangat tinggi.
2.5.3 Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara
bayaran sangat besar. Pada saat kekuatan militer menurun, khalifah tidak
sanggup memaksa pengiriman pajak ke Bagdad.

Sedangkan menurut Dr. Badri Yatim, M.A, diantara hal yang


menyebabkan kemunduran daulah Bani Abbasiyah adalah sebagai berikut.
2.5.1 Persaingan antara bangsa
Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan
orang-orang Persia. Persekutuan dilatarbelakangi oleh persamaan nasib kedua
golongan itu pada masa Bani Umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas.
Setelah Dinasti Abbasiyah berdiri, Bani Abbasiyah tetap mempertahankan
persekutuan itu. Pada masa ini persaingan antarabangsa menjadi pemicu untuk
saling berkuasa. Kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi
kekuasaan sudah dirasakan sejak awal Abbasiyah berdiri.
2.5.2 Kemerosotan ekonomi
Khilafah Abbasiyah juga mengalami kemunduran di bidang ekonomi
bersamaan dengan kemunduran di bidang politik. Pada periode pertama,
pemerintahan Bani Abbasiyah merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang
masuk lebih besar daripada yang keluar, sehingga baitul mal ngan penuh dengan
harta. Setelah khilafah menghalami periode kemunduran, pendapatan negara
menurun, dan dengan demikian terjadi kemerosotan dalam bidang ekonomi.
2.5.3 Konflik keagamaan
Fanatisme keagamaan terkait erat dengan persoalan kebangsaan. Pada
periode Abbasiyah, konflik keagamaan yang muncul menjadi isu sentra sehingga
mengakibatkan terjadi perpecahan. Berbagai aliran kegamaan seperti Mu’tazilah,

22
Syiah, Ahlu Sunnah, dan kelompok-kelompok lainnnya menjadikan pemerintahan
Abbasiyah mengalami kesulitan untuk mempersatukan berbagai faham
keagamaan yang ada.
2.5.4 Perang salib
Perang salib merupakan sebab dari eksternal umat islam. Perang salib
yang berlangsung beberapa gelombang banyak menelan korban. Konsentrasi da
perhatian pemerintahan Abbasiyah terpecah belah untuk menghadapi tentara Salib
sehingga memunculkan kelemahan-kelemahan.

2.5.5 Serangan Bangsa Mongol (1258 M)


Serangan tentara Mongol ke wilayah kekuasaan Islam menyebabkan
kekuatan Islam menjadi lemah, apalagi serangan Hulaga Khan dengan pasukan
Mongol yang biadab menyebabkan kekuatan Abbasiyah menjadi lemah dan
akhirnya menyerang kepada kekuatan Mongol.34

Akhir dari kekuasaan Dinasti Abbasiyah ialah ketika Baghdad dihacurkan


oleh pasukan Mongol yang dipimpin oleh Hulaga Khan 656 H/1258 M. Hulaga
Khan adalah seorang saudara Kubilay Khan yang berkuasa di Cina hingga ke Asia
Tenggara, dan saudara Mongol Khan yang menugaskan untuk mengembalikan
wilayah-wilayah sebelah barat dari Cina ke pangkuannya. Baghdad
dibumihanguskan dan diratakan dengan tanah. Khalifah Bani Abbasiyah yang
terakhir dengan keluraganya, Al-Mu’tashim Billah dibunuh, buku-buku yang
terkumpul di Baitul Hikmah dibakar dan dibuang ke sungai Tigris sehingga
berubahlah warna air sungai tersebut yang jernih bersih menjadi hitam kelam
karena lunturan tinta yang ada pada buku-buku itu.
Dengan demikian, lenyaplah Dinasti Abbasiyah yang telah memainka
perang penting dalam percaturan kebudayaan dan peradaban Islam dengan
gemilang.

34
Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, h. 155-156

23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan materi yang dijelaskan sebelumnya, maka dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut.
3.1 Daulah Bani Abbasiyah diambil dari nama Al-Abbas bin Abdul Mutholib,
paman Nabi Muhammad SAW. Pendirinya ialah Abdullah As-Saffah bin Ali
bin Abdullah bin Al-Abbas, atau lebih dikenal dengan sebutan Abul Abbas
As-Saffah. Daulah Bani Abbasiyah berdiri antara tahun 132 – 656 H / 750 –
1258 M.
3.2 Adapun kemajuan peradaban Islam pada masa Bani Abbasiyah dapat dilihat
dari beberapa hal yaitu munculnya lembaga dan kegiatan ilmu pengetahuan,
corak gerakan keilmuan, kemajuan dalam bidang agama, kemajuan dalam
bidang ilmu pengetahuan, sains dan teknologi, serta perkembangan politik,
ekonomi dan administrasi.
3.3 Faktor pendukung kemajuan peradaban Islam pada masa Bani Abbasiyah
adalah terjadinya asimilasi antara bahasa Arab dengan bangsa-bangsa yang
lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Serta
adanya gerakan penerjemahan berlangsung dalam tiga fase: Pada masa
khalifah Al-Manshur hingga Harun Ar-Rasyid, masa Khalifah Al-Makmum
hingga tahun 300 H, pada fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H
3.4 Pada pemerintahan Bani Abbasiyah terjadi disentegrasi politik muncul dalam
bentuk pemisahan diri dari pemerintah pusat dan memproklamirkan diri
sebagai khalifah sendiri.
3.5 Adapun yang menjadi faktor penyebab kehancuran Dinasti Abbasiyah dapat
dilihat dari beberapa pendapat para ahli. Salah satunya adalah menurut Badri
Yatim yaitu persaingan antar bangsa, kemerosotan ekonomi, serangan bangsa
mongol, konflik keagamaan dan perang salib.

24
3.2 Saran
Makalah ini dibuat dengan segala kemampuan dan keterbatasan, maka dari
itu kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan sehingga untuk
mencapai kesempurnaan itu diharapkan agar pembaca dapat memberi saran dan
kritik untuk membangun. Dengan sepenuh hati, kami memohon kepada Allah
semoga makalah ini bisa bermanfaat buat sang pembaca serta penulis bahkan
kepada khalayak umum. Akhirnya kami ucapkan terimakasih banyak atas saran
dan kritiknya, semoga makalah ini bisa bermanfaat. Amin ya robbal ‘alamin.

25
DAFTAR PUSTAKA

Ali, K. 1997. Sejarah Islam Dari Awal Hingga Runtuhnya Dinasti Usmai (Tarikh
Modern). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Hasymy, A. 1993. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Hitti, Philip K. 2006. History of The Arabs. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.
Lubis, Armany, dkk.2005. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Pusat Studi Wanita
UIN Jakarta.
Mufrodi, Ali. 1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos.
Muhaimin. 2005. Kawasan Dan Wawasan Studi Islam. Jakarta: Prenada Media.
Munir, Samsul. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: AMZAH.
Murodi. 2003. Sejarah Kebudayaan Islam. Semarang: PT. Thoha Putra.
Nurhakim, Moh. 2003. Sejarah dan Peradaban Islam. Malang: UMM Pres.
Sou’yb, Joesoef. Sejarah Daulat Abbasiah I. Jakarta: Bulan Bintang.
Syalabi, A. 2008. Sejarah dan Kebudaayan Islam 3. Jakarta: PT. Pustaka Al
Husna Baru.
Thohir, Ajid. 2004. Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam: Melacak
Akar-akar Sejarah, Sosial, Politik, dan Budaya Umat Islam. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.

26

Anda mungkin juga menyukai