Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH PEMBELAJARAN SKI

Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah

Di susun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pembelajaran SKI

Dosen Pengampu : Ibu Fauziah, M.pd

Di Susun oleh :

1. Rohmatul Ummah (20.01.00.075)


2. Awlia Putry Syari (20.01.00.055)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL- HIKMAH
JAKARTA
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................................................i


KATA PENGANTAR .............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 3
A. Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah .................................................................................... 3
B. Pemikiran dan Peradaban Dinasti Abbasiyah ........................................................................ 6
1. Perkembangan di Bidang Ilmu Agama.................................................................................... 6
2. Perkembangan di Bidang Pendidikan...................................................................................... 9
3. Perkembangan di Bidang Administrasi ................................................................................. 12
4. Perkembangan di Bidang Politik ........................................................................................... 12
5. Perkembangan di Bidang Ekonomi ....................................................................................... 13
6. Perkembangan di Bidang Militer .......................................................................................... 14
7. Perkembangan di Bidang Seni .............................................................................................. 14
BAB III PENUTUP ............................................................................................................................. 16
A. Kesimpulan .............................................................................................................................. 16
B. Saran......................................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................... 18

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat-Nyalah tulisan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan makalah yang
berjudul “Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah” ini dibuat untuk memenuhi tugas
pemberian dari dosen Mata Kuliah Pembelajaran SKI. Kami Menyadari bahwa tulisan ini tidak
luput dari kekurangan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang
kami miliki. Oleh karena itu, semua kritik dan saran pembaca akan kami terima dengan senang
hati demi perbaikan makalah kami.

Makalah ini dapat terselesaikan berkat adanya bimbingan dan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnya pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan
terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan masukan demi kelancaran dan
kelengkapan makalah ini. Akhimya, semoga makalah yang jauh dari sempurna ini dapat
bermanfaat bagi para pembacanya.

Jakarta, 23 November 2023

Kelompok 6

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daulah Bani Abbasiyah adalah pemerintahan Islam terlama dalam sejarah Islam.
Selama lebih dari lima abad (750-1258 M/132-656 H) pemerintahan ini telah
mengadministrasi wilayah yang telah menerima Islam sebagai agama yang
mempengaruhi kebudayaan di wilayah-wilayah tersebut. Wilayah itu mencakup daerah-
daerah yang sudah terkenal sejak lama sebagai daerah yang sudah memiliki peradaban
yang maju, antara lain Maroko, Mesir, Syria, Irak. Persia. Turki, dan India. Wilayahnya
memanjang mencapai perbatasan Cina di sebelah timur dan Perancis Selatan di sebelah
barat, termasuk Andalus.
Dari segi garis waktu (time line) sejarah Islam, Daulah Bani Abbasiyah adalah
pelanjut pemerintahan Islam yang sebelumnya diampu oleh Khulafa' al Rasyidin (632-
661 M). Daulah Bani Umayyah (661-750 M). Artinya, Daulah Bani Abbasiyah secara
total telah mewarisi wilayah yang telah tunduk kepada kekuasaan Islam sejak zaman
Nabi Muhammad SAW. Dari sisi ini, Daulah Bani Umayyah sesungguhnya juga telah
mewarisi tugas yang berat,
Praktis. Daulah Bani Umayyah berhadapan dengan persoalan yang sama sekali
berbeda dan penuh tantangan. Persoalan keagamaan yang kompleks, kehidupan
ekonomi, berbedanya ras dan suku bangsa pendukung peradaban Islam adalah di antara
tantangan nyata daulah ini. Belum lagi tantangan dari luar Islam. Negeri-negeri Eropa
Barat dan Timur yang bernaung dalam kekuasaan Byzantium merupakan rival politik
potensial yang mengancam setiap waktu. Dalam situasi seperti disebut di atas itulah
Daulah Bani Abbasiyah bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama, lima abad lebih.
Bahkan dalam waktu itu, umat Islam di bawah Bani Abbasiyah telah memberi kontribusi
besar dalam pembangunan peradaban dunia secara umum.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah yang ditetapkan
dalam makalah ini adalah
1. Bagaimana Sejarah berdirinya Dinasti Abbasiyah?
2. Bagaimana pemikiran dan peradaban pada masa Dinasti Abbasiyah?

1
2

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan dari makalah ini
adalah untuk memberikan informasi tentang bagaimana Sejarah berdirinya Dinasti
Abbasiyah dan Pemikiran serta Peradaban pada Masa Dinasti Abbasiyah
BAB II

PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Dinasti Abbasiyah sudah berdiri pada masa Dinasti Umayyah, namun masih
secara rahasia dan dalam bentuk kegiatan dakwah. Dan baru berdiri secara resmi pada
tahun 750M dengan Pendirinya yaitu Abdullah as-saffah Muhammad bin Ali bin
Abdullah bin Abbas bin Abdul Mutholib. Yang melatar belakangi berdirinya Dinasti
Abbasiyah adalah karena Bani Abbas merasa lebih berhak daripada Bani Umayyah atas
kekahlifahan Islam, karena mereka bagian dari Bani Hasyim yang secara nasab
keturunan lebih dekat dengan Nabi Muhammad SAW.1
Perjalanan berdirinya dinasti ini melalui proses yang panjang. Proses Berdirinya
Dinasti Abbasiyah tidak terlepas dari proses runtuhnya Dinasti Umayyah. Saat
kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, pemimpin Bani Abbas. Ali bin Abdullah
bin Abbas bin Abdul Muthalib membentuk organisasi rahasia dalam menjalankan
propaganda untuk mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada keluarga Bani
Hasyim di Persia pada masa pemerintahan.2 Organisasi ini mengatas namakan Bani
Hasyim. bukan Bani Abbas karena untuk merangkul orang-orang yang simpati kepada
Bani Hasyim. Organisasi ini memilki tiga markas yang memiliki perannya masing-
masing yaitu di Humaimah (Yordania), Kufah (Irak), dan Khurasan. Humaimah
merupakan tempat bermukim keluarga Bani Hasyim, baik dari kalangan pendukung Ali
maupun keluarga Abbas. Sedangkan Kufah merupakan wilayah yang penduduknya
merupakan penganut aliran Syi'ah, yang selalu bergolak dan ditindas oleh Bani
Umayyah. Sementara Khurasan merupakan tempat warga pemberani, kuat fisik. teguh
pendirian. tidak terpengaruh nafsu, dan tidak mudah terpengaruh terhadap kepercayaan
yang menyimpang. Dalam perkembangannya. Kota Humaimah dijadikan sebagai pusat
perencanaan dan organisasi. Kufah sebagai kota penghubung, sedangkan Khurasan
sebagai medan gerakan.3
Setelah Ali bin Abdullah meninggal dunia, organisasi tersebut dilanjutkan oleh
putranya Muhammad bin Ali. Pada tahun 100 H, ia mengatur misi pertamanya ke
provinsi-provinsi di Persia, daerah yang penduduknya lebih simpati ke Bani Hasyim

1
Al-Azizi,A.S., Sejarah Terlengkap Peradaban Islam, (Yogyakarta: Noktah, 2017), h. 175
2
Al-Khudari,M., Bangkit dan Runtuhnya Daulah Abbasiyah, (Jakarta:Pustaka Al-Kautsar, 2016), h. 32
3
Al-Azizi, A.S., Loc.Cit.
3
4

dibandingkan Bani Umayyah.4 Organisasi ini mulai terbongkar di Khurasan pada tahun
102 H, dimana seorang warga Tamim melaporkan kepada walikota Khurasan bahwa ada
suatu kaum yang mempropagandakan perkataan yang tidak baik. Sejumlah juru dakwah
dipanggil oleh Asad bin Abdullah seorang gubernur Khurasan yang kejam. Diantara juru
dakwah yang dipanggil adalah Abu Ikrimah Assiroj yang dijatuhi hukuman potong
kedua tangan dan kaki kemudian disalib. Seorang juru dakwah yang lolos dan kabur ke
Kufah, Amar bin Ubbadi memberitahukan kepada Bukayr bin Mahan. Kemudian ia
mengirimkan surat kepada Muhammad bin Ali tentang peristiwa tersebut. Pada tahun
117 H. saat Asad menjabat periode kedua, sejumlah juru dakwah dan pengikutnya
ditangkap serta banyak diantara mereka yang dibunuh, disalib, dn dimutilasi. Kematian
Asad bin Abdullah tahun 120 H memberikan angin segar.
Di sisi lain terdapat perpecahan didalam Kubu Bani Umayyah yaitu
pemberontakan yang dilancarkan Yazid bin Abdul Malik terhadap sepupunya Walid bin
Yazid. Ketika Yazid bin Abdul Malik secara resmi menjabat sebagai Khalifah tanpa mau
mendengar saran dari orang lain, maka beberapa orang dari keluarganya memanfaatkan
kesempatan ini untuk merebut jabatan Khalifah. Dialah Marwan bin Muhammad,
dimana ia berkirim surat kepada Al Ghumar bin Yazid, saudara Walid bin Yazid ia
memprovokasinya agar menuntut balas atas kematian Walid bin Yazid. Saat itu Marwan
bin Muhammad menjabat sebagai gubernur Jazirah dan Armenia yang didukung sebuah
pasukan besar yang siap bergerak atas perintahnya yang kemudian menuntut ke
Khalifahan atas kematian Walid bin Yazid. Hingga ia berhasil mendapatkan jabatan
Khalifah.
Pada zaman Dinasti Umayyah juga, di kehidupan masyarakat muslim terdapat
pengelompokan kasta, kelompok muslim arab atau kaum mawali dianggap sebagai
masyarakat kelas atas yang bisa menjadi penguasa, dan kelompok muslim non-arab
dianggap sebagai masyarakat kelas dua. Selain itu, kelompok orang muslim Mekah,
Madinah, dan Irak kecewa dengan status istimewa bagi penduduk Syam/Syuriah, karena
pusat pemerintah Dinasti Umayyah saat itu berada di Syam. Kekecewaan juga terjadi
pada kelompok orang soleh baik arab maupun non-arab yang memandang Dinasti
Umayyah sudah jauh menyimpang dari kehidupan islam. Banyak ketidakpuasan yang
terjadi di masyarakat terhadap kepemimpinan Dinasti Umayyah. Hal ini dimanfaatkan
Bani Abbas untuk menarik pendukung gerakan propaganda yang dilancarkan Bani

4
Susmihara dan Rahmat, Sejarah Islam Klasik, (Yogyakarta: Ombak, 2013), h. 210
5

Abbas. Selain itu, kelompok yang menjadi musuh Bani Umayyah seperti Syiah juga
mendukung gerakan Bani Abbas.
Selama terjadi konflik tersebut, Muhammad bin Ali yang merupakan pemimpin
kaum Syiah meninggal dunia pada tahun 126 H, dan digantikan putranya Imam Ibrahim
bin Muhammad. Kemudian propaganda dibawah petunjuk Bukayr bin Mahan, seorang
mawali penduduk Sijistan yang masih tetap bertahan atas intimidasi dan provokasi atas
gubernur-gubernur Umayyah di Persia, Dibawah kekuasaan Imam Ibrahim, propaganda
Abbasiyah lebih intensif dan mencapai kemajuan.5
Pada tahun 127 H. Bukayr bin Maham meninggal dunia, iapun diganti oleh Abu
Salamah dan Abu Muslim Al-Khurasani. Abu Salamah bertindak sebagai penghubung
antara Imam Ibrahim di Humaimah dengan pengikutnya di Khurasan yang telah dibina
oleh Abu Muslim Al-Khurasani. Terjadilah revolusi pada tahun 130 H di Khurasan.
Gerakan yang menggunakan bendera hitam dibawah pimpinan seorang Arab.
Qahthabah, menyerang Bani Umayyah yang diidentifikasi sebagai musuh-musuh
keluarga Nabi. Pasukan Qahthabah dapat menguasai sepenuhnya Khurasan kemudian
mereka masuk sampai Rayy dan Nirhawand yang terletak menuju Irak. Sekali lagi
mereka bertemu dengan pasukan Umayyah di Kufah. Dalam pertempuran, Qathabah
gugur namun pasukannya berhasil memasuki Kufah pada bulan Muharram 132 H.
Pimpinan diserahkan kepada Abu Salamah sebagai Wazir dan keluarga Nabi.6 Setelah
beberapa tahun lamanya organisasi ini tidak diketahui oleh pemerintah pusat Dinasti
Umayyah, hingga akhirnya khalifah terakhir Bani Uamyyah, Marwan bin Muhammad
mendapat surat dari Imam Ibrahim bin Muhammad yang ditujukan kepada Abu Muslim
Al-Khurasani agar membunuh semua orang yang berbahasa Arab di Khurasan. Setelah
itu, Marwan bin Muhammad memberikan perintah kepada Walikota Damaskus agar
bergerak ke Ilamimah untuk menangkap Imam Ibrahim bin Muhammad. Sebelum
Ibrahim ditangkap, ia berpesan kepada keluarganya untuk pindah ke Kufah dan
menunjuk saudaranya. Abu Abbas, untuk menjadi pengganti selanjutnya. Adapun
Ibrahim, ia dipenjarakan di Haran hingga meninggal.
Sesampainya di Kufah, keberadaan keluarga Ibrahim dirahasiakan pada
perkampungan penduduk selama 40 malam. Hingga pada 13 Rabi'ul Awal 132 H. Abu
Abbas keluar untuk menunaikan Sholat Jum'at bersama penduduk setempat. Dalam

5
Ibid.,
6
Ibid., h. 211
6

khutbahnya, ia menyatakan perang kepada Bani Umayyah atas sikap dan kedzaliman
mereka. Sesudah sholat Jum'at, ia meminta Abu Ja'far dan orang-orang dimasjid untuk
membaiatnya menjadi khalifah Langkah selanjutnya, Bani Abbas memutuskan untuk
menyerang Marwan bin Muhammad beserta pengikutnya. Abu Abbas memilih
pamannya, Abdullah bin Ali, sebagai komandan militer. Ketika itu Marwan berada di
Harran yang didukung kekuatan besar.
Pertempuran terjadi di sungai Zab pada bulan Jumadil Akhir tahun 132 H.
Pertempuran dimenangkan Abdullah bin Ali beserta pasukannya, dan Marwan bin
Muhammad berhasil melarikan diri ke Harran yang saat itu dipimpin oleh sepupunya.
Aban bin Yazid bin Muhammad. Ketika Abdullah bin Ali mendekati Harran, Marwan
melarikan diri bersama keluarganya hingga ke Qannasrin, sedangkan Abdullah bin Ali
bergerak hingga sampai di Damaskus dan menaklukkan kota tersebut yang saat itu
dipimpin oleh Walid bin Muawiyah hin Marwan. Setelah itu, Marwan bin Muhammad
bergerak ke Yordania hingga sampai di Fusthath, dan bergerak lagi menuju
perkampungan Bushair. Adapun Abdullah bin Ali, ia mendapatkan surat dari Abu Abbas
yang memerintahkannya untuk mengirimkan Shaleh bin Ali untuk mengejar Marwan
bin Muhammad.
Shaleh bin Ali segera bergerak dengan menelusuri pesisir pantai dan berlayar
hingga ke Mesir. Dari Mesir ia bergerak ke Bushair. Disanalah ia membunuh Marwan
bin Muhammad pada bulan DzulQo'dah 132 H. Dengan terbunuhnya Marwan bin
Muhammad, maka berakhirlah Daulah Umayyah.
B. Pemikiran dan Peradaban Dinasti Abbasiyah
1. Perkembangan di Bidang Ilmu Agama
Salah satu Kemajuan Ilmu dan peradaban pada Masa Dinasti Abbasiyah
dipengaruhi berkembangnya ilmu-ilmu agama. Terjadinya sistematisasi dalam ilmu
agama sehingga menjadi lebih terstruktur, luas dan terklasifikasi, seperti ilmu Tafsir,
Hadits dan Fiqh. Tepatnya pada tahun 143 H, ulama keilmuan menyusun buku-buku
dalam bentuk yang sistematis di bidang ilmu Tafsir, Hadits dan Fiqh. Keilmuan
dalam bidang fikih diadopsi oleh empat mazhab yaitu mazhab Hanafi, Maliki,
Syafi’I dan Hambali. Selanjutnya pertengahan abad ketiga penulisan hadits
mengalami perkembangan pesat melalui proses penelitian dan pemisahan hadits-
hadits sahīh dari yang dla`īf diantara tokoh-tokohnya yaitu: Al-Bukhari, Muslim,
Ibn Mājah, Abu Dāwud, AlTirmidzi, serta Al-Nasā’i. Adanya pemisahan ilmu Tafsir
menjadi ilmu mandiri yang terpisah dari ilmu Hadits, adanya Penyusanan Buku
7

tafsir lengkap dari al-Fātihah sampai al-Nāsh. Terkait dengan ilmu penyusunan tafsir
menurut Ibn al-Nadīm bahwa orang yang pertama kali melakukan penyusunan tafsir
lengkap yaitu Yahya bin Ziyād al-Daylamy lebih dikenal dengan Al-Farrā dan `Abd
al-Razzāq ibn Hammam al-San`āni juga telah menyusun sebuah kitab tafsir lengkap
Pada masa Abbasiyah perkembangan ilmu pengetahuan sangat luar biasa
baik keilmuan dalam bidang agama ataupun keilmuan alam sehingga uuntuk
memudahkan memahaminya para ahli telah melakukan klasifikasi ilmu disebut
dengan ilmu naql (syara) dan ilmu aql. Adapun Ilmu Naql merupakan ilmu yang
berhubungan dengan Al-Qur`an, mencakup: ilmu qiraat, tafsir, ilmu hadits, fiqh,
ilmu kalam, nahwu, bahasa, bayan dan adab (kesusastraan). Adapun ilmu naql yang
berkembang pada masa Abbasiyah, antara lain :
a. Ilmu Qiraat, beberapa ahli qiraat seperti: Yahya ibn Haris Az Zamari, Hamzah
ibn Habib Az Zayyat, Abu Abdurrahman Al Muqri dan Khalaf ibn Hisyam Al
Bazzar.
b. Tafsir, Ahli tafsir dalam menafsirkan Al-Qur`an berorientasi pada dua arah yaitu:
at tafsir bi al ma`sur dan at tafsir bi ar ra`yi. Berjalannya waktu at tafsir bi al
ma`sur menerima pendapat ahli kitab yang masuk Islam, yaitu pendapat dari
Taurat dan Injil. Ahli tafsir yang terkenal adalah Abdullah ibn Abbas, Muqatil
ibn Sulaiman Al Azadi, Muhammad ibn Ishak, Jarir At Tabari.
c. Hadits, pembukuan hadits dimulai pada abad kedua hijriyah. Ulama hadis yang
terkenal yaitu Imam Malik, Imam Bukhari, Imam Muslim, pengarang Sahih
BukhariMuslim. Kemudian muncul Abu Daud, pengarang kitab As Sunan, At
Tirmizi, pengarang kitab Al Jami`, An Nasa`i dan Ibnu Majah mengarang kitab
As Sunan yaitu Al Kutub As Sittah.
d. Fiqih, ahli fiqih seperti Imam Malik ibn Anas, mengarang kitab Al Muwata`, Al
Mudawwanah. Ahmad ibn Hambal, Imam Syafi`i, Abu Hanifah, Al Lais ibn
Sa`d dan Abu Yusuf. Yusuf dengan karyanya berupa Kitab Al Kharraj disusun
atas permintaan Khalifah Harun Al-Rasyid, kitat itu memuat urusan keuangan
negara yang hanya dikuasai oleh pejabat seperti Abu Yusuf dan berada dekat dari
khalifah serta menguasai fiqh.
e. Ilmu Kalam, Ahli ilmu kalam terkemuka adalah Wasil ibn Ata, Abu Huzail Al
`Allaf, An Nizam, Abu Hasan Al Asy`arid an Hujjatul Islam Imam Gazali.
f. Ilmu Nahwu, Ahli ilmu nahwu Basrah disebut “ahli logika”. Di antara ilmuan
itu adalah Al-Asma`i dan Abu Ubaidah, Al-Mubarrad pengarang kitab Al Kamil.
8

g. Kesusastraan meliputi:
1) Syair: Penyair Abbasiyah yang terkenal adalah Abu Nawas, dengan syairnya
tentang arak, asrama, berburu dan ragam obyek syair lainnya sejalan dengan
kebudayaan dan kemewahan.
2) Prosa: Abdullah ibn Al Muqaffa menerjemahkan buku Pahlevi (Persia
Kuno), Kalilah Wa Dimnah dalam bahasa Sanskerta sebagai buku prosa
tertua sastra Arab.

Terdapat beberapa Ilmu Akal (Hikmah), di antaranya:

a. Astronomi, Secara historis Ilmu ini berasal dari karya India Sindhind
diterjemahkan oleh Muhammad Ibnu Ibrahim al-Farazi astronom muslim
pertama, jasanya yaitu dengan menyusun astrolabe dan menulis ringkasan ilmu
astronomi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan
Johannes Hispalensis. Ilmuan muslim lainnya adalah Ali ibnu Isa al- Asuriabi,
al-Farghani, alBattani, Umar al-Khayyam dan al-Tusi.
b. Bidang kedokteran, dokter yang terkenal yaitu Ali Ibnu Rabban al-Tarabi.
Dengan karyanya buku firdaus al-Hikmah pada tahun 850, beberapa tokoh
lainnya al-Razi, al-Farabi, dan Ibnu Sina, Ibn Bakhtisyu,Yahya ibn Masuwaih.
Para khalifah Abbasiyah bergantung pada dokter Irak, India dan Yunani,
Mikhail dan Hunyn ibn Ishaq. Jasa Al-Razi dan Ibn dengan membedakan antara
penyakit cacar dengan measles dan menyusun buku mengenai kedokteran anak.
Ibn Sina juga seorang filosof berhasil menemukan sistem peredaran darah pada
manusia, Karyanya adalah Al-Qanun fi Ath-Thib. Ibn Bakhtisyu mahir dalam
Ilmu jiwa dalam menentukan penyakit neurotis serta pengobatannya. Sementara
dokter yang beragama Nasrani Hunayn ibn Ishaq menyusun sebuah buku The
Book of Physical Cases, yang menerangkan tentang perbedaan makanan, obat,
laktasit, anatomi tubuh, racun dan obat pelunturnya.
Para dokter masa ini menerangkan tentang mulut dan gigi, jenis, jumlah dan
kegunaannya. Koehen Al Attar Al Yahudi (ahli farmasi), menyusun buku
Sinah`ah As Saidalah yang secara rinci mengemukakan obat-obatan serta
menjelaskan cara membuat obat yang diminum, ditelan, berbentuk serbuk dan
tablet
9

c. Bidang Ilmu Kimia, bapak Ilmu Kimia Islam adalah Jabir ibnu Hayyan Tahun
721 M 815 M. Ahli Kimia lainnya seperti: al-Razi, al-Tuqrai yang hidup pada
abad ke 12 M.
d. Bidang sejarah dan geografi yaitu Al-Mas’udi terkenal dalam bidang sejarah
yang ahli geografi. Sejarawan yang ternama abad ketiga adalah Ahmad bin al-
Yaqubi, Abu Jafar Muhammad bin Jafar bin Jarir al-Tabari, dan ahli ilmu bumi
yang termasyur adalah ibnu Khurdzabah tahun 820 M-913 M.
e. Ilmu Filsafat, Ilmuan Muslim dalam bidang filsafat yauti al-Kindi atau Abu
Yusuf bin Ishaq.7
f. Ilmu Matematika terkenal yaitu Muhammad ibn Musa Al-Khawarizmi yang
telah menciptakan ilmu aljabar.
2. Perkembangan di Bidang Pendidikan
Dalam bidang pendidikan telah dibangun sekitar 30.000 mesjid di Baghdad
berfungsi sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran pada tingkat dasar.
Perkembangan pendidikan pada masa dinasti Abbasiyah dibagi dua masa yaitu pada
Abad ke-7 M-10 M (pendidikan khas Arabia) dan pada Abad ke-11 M. Dalam
perkembangannya secara alamiah sistem kegiatan pendidikan dan pengajaran diatur
oleh pemerintah dan pada masa ini sudah dipengaruhi unsur non-Arab.
Terdapat beberapa lembaga pendidikan pada masa dinasti Abbasiyah di
antaranya yaitu:
a. Kuttab
Latar belakang berdirinya kuttab dilihat dalam Kepandaian tulis baca pada
kehidupan sosial dan politik umat Islam dari awal pengajaran alqur’an juga telah
memerlukan kepandaian tulis baca, karena tulis baca semakin terasa perlu, maka
kuttab sebagai tempat belajar menulis dan membaca, terutama bagi anak-anak
berkembang dengan pesat.
b. Al-Hawanit al-Warraqien (Toko Buku)
Toko-toko Kitab Perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam yang
semakin pesat terus diikuti dengan penulisan kitab-kitab dalam berbagai cabang
ilmu pengetahuan, berdirilah toko-toko kitab. Pada mulanya toko-toko tersebut
berfungsi sebagai tempat berjual beli kitab-kitab yang ditulis dalam berbagai
ilmu pengetahuan, mereka membelinya dari para penulis lalu menjualnya

7
Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), h.64
10

kepada yang berminat untuk mempelajarinya. Kemajuan dalam bidang ilmu


pengetahuan mendorong lahirnya para pengarang mendorong lahirnya industri
perbukuan, dan industri perbukuan mendorong lahirnya toko-toko buku dalam
bahasa Arab disebut Al-Hawanit al-Warraqien.8
c. Manazil al-Ulama (Rumah-rumah Ulama)
Pada masa Abbasiyah diantara rumah-rumah ulama yang difungsikan sebagai
lembaga pendidikan dan kegiatan ilmiah adalah rumah al-Rais Ibn Sina,
sebagian ada ang membaca kitab al-Syifa’ dan sebagian lain membaca kitab al-
Qanun.9 Selanjutnya Abu Sulaiman al-Sijistani menggunakan sebahagian besar
waktu dirumah untuk menuntut ilmu dan para ulama senior untuk menvalidasi
bacaanbacaannya, hal ini diperkuat oleh Abi al-Hasan Abd al-Munjim
mengatakan bahwa rumah abu sulaiman banyak dikunjungi para ulama untuk
tukar menukar informasi (muzakarah), dan berdiskusi (munazarah).
d. Al-Sholahun al-Adabiyah (Sanggar Sastra)
Al-Sholahun al-Adabiyah mulai tumbuh sederhana pada masa pemerintah Bani
Umayyah, berkembang pesat pada zaman Abbasiyah .Majlis atau Saloon
Kesusasteraan Majlis atau Saloon kesusasteraan adalah majelis khusus yang
diadakan khalifah untuk membahas berbagai ilmu pengetahuan, pada masa
khalifah Harun ar-Rasyid majelis sastra mengalami kemajuan. adanya
perlombaan antara ahliahli syair, perdebatan antara fukaha dan sayembara antara
ahli kesenian dan pujangga.10 Sanggar sastra meniru kebudayaan asing yang
diambil oleh khalifah Arab dari para penguasa yang agung yang merupakan
tanda penghormatan atas kekuasannya. Terdapat kode etik, al-Maqrizi
mengatakan sanggar sastra tidak bisa menerima setiap orang yang
menginginkannya namun sanggar tersebut hanya diperbolehkan untuk
sekelompok manusia tertentu.
e. Madrasah Pendidikan
Madrasah muncul dizaman khalifah Bani Abbas sebagai kelanjutan dari
pendidikan yang dilaksanakan dimesjid dan tempat lainnya. Menurut Ahmad
Tsalabi bahwa minat masyarakat untuk mempelajari ilmu di halaqoh yang ada
dimesjid-mesjid meningkat dari tahun ke tahun sehingga mulai difikirkan

8
Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2014), h. 152
9
Ibid., h. 157
10
Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam,(Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2008),h. 103
11

tempat untuk mempelajari ilmu yang dirancang secara khusus dan dilengkapi
dengan berbagai sarana dan prasarana dan lain sebagainya.
f. Pendidikan Rendah di Istana
Pendidikan rendah di istana muncul berdasarkan pemikiran bahwa pendidikan
itu harus bersifat menyiapkan anak didik agar mampu melaksanakan tugas-
tugasnya kelak. khalifah dan keluarganya serta para pembesar istana lainnya
berusaha menyiapkan pendidikan rendah agar anak-anaknya sejak kecil sudah
diperkenalkan dengan lingkungan dan tugas-tugas yang akan diemban
g. Perpustakaan dan Observatorium
Dalam mengembangkan ilmu pengetahuan maka didirikan perpustakaan,
Observatorium, serta tempat penelitian dan kajian ilmiah
h. Al-Ribath
Al-Ribath adalah tempat untuk melakukan latihan, bimbingan, dan pengajaran
bagi calon sufi. Di dalam Al-Ribath terdapat berbagai ketentuan terkait
pendidikan tasawuf, terdiri dari syekh (guru besar), mursyid (guru utama), mu’id
(asisten guru), dan mufid (fasiltator). Sementara Murid dalam al-ribath dibagi
sesuai tingkatannya mulai dari ibtidaiyah, tsanawiyah, dan aliyah, dan terkhusus
untuk yang lulus diberikan pengakuan berupa ijazah.
i. Az-Zawiah
Az-Zawiyah adalah tempat yang berada dibagian pinggir masjid yang digunakan
untuk melakukan bimbingan wirid, dan zikir untuk mendapatkan kepuasan
spiritual.
j. Rumah Sakit
Rumah sakit, difungsikan sebagai tempat mendidik sumber daya yang
berhubungan dengan perawatan dan pengobatan, dan mengadakan berbagai
penelitian dan praktikum dalam bidang kedokteran dan obat-obatan. Pada
intinya rumah sakit difungsikan sebagai lembaga pendidikan
k. Badiah
Badiah adalah dusun-dusun tempat tinggal orang-orang Arab yang tetap
mempertahankan keaslian dan kemurnian bahasa Arab, kefasihan berbahasa
dengan memelihara kaidah-kaidah bahasanya. Badiah-badiah merupakan
sumber bahasa Arab asli dan murni. Khalifah-khalifah mengirimkan anak-
anaknya kebadiah-badiah untuk mempelajari syair-syair dan sastra Arab.
Sebahagian ulama-ulama serta ahli ilmu pengetahuan lainnnya yang pergi
12

kebadiah-badiah dengan tujuan untuk mempelajari bahasa dan kesusasteraan


Arab yang asli ldan murni tersebut. Badiah-badiah dijadikan sebagai sumber
ilmu.
3. Perkembangan di Bidang Administrasi
Pada masa Abu Ja’far Al-Mansur (754-775 M) memindahkan ibukota negara
yang awalnya Al-Hasyimiyah menjadi ke kota yang baru dibangunnya Bagdad pada
tahun 762 M. Al-Manshur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya.
Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di lembaga eksekutif
dan yudikatif. Pengangkatan wazir sebagai koordinator departemen,wazir pertama
yang diangkat adalah Khalid bin Barmak, berasal dari Balkh Persia, membentuk
lembaga protokol negara, sekretaris negara, dewan penyelidik keluhan, dan
kepolisisan negara disamping membenahi angkatan bersenjata. Dan Muhammad ibn
Abdurrahman ditugaskan sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara.
Selanjutnya Jawatan pos yang telah ada sejak masa Dinasti Umaiyah ditingkatkan
peranannya dengan tambahan tugas. Dulunya hanya berfungsi untuk mengantar
surat namun pada masa al-Manshur, jawatan pos diamanahkan untuk menghimpun
seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan
lancar.

Terdapat perkembangan sistem pemerintahan dengan didirikannya :

a. Kedinasan atau biro (diwan) diwan al-rasail yakni berkesanaan dengan kerja
kearsipan atau surat menyurat,
b. Diwan al-kharaj, yakni dinas yang menanangani pengumpulan pajak,
c. Diwan al-jaysh, menangani pengeluaran militer khalifah, penanganan terhadap
tugastugas pemerintahan dan adanya tugas untuk melaporkan tingkah laku
gubernur setempat kepada khalifah.
4. Perkembangan di Bidang Politik
Wilayah kekuasaan Abbasiyah telah mencakup Persia, Afganistan, sebagian
India, Turkistan, Balukhisran, sebagian Romawi Timur, Spanyol, dan lain-lain.
Umat Islam telah mampu membentuk satu imperium yang besar. Mampu
menaklukkan negara-negara kaya sekaligus memiliki peradaban yang tinggi,
terutama Persia, Asia Kecil, Mesir, dan negerinegeri di Afrika Utara hingga Spanyol,
dan keseluruhannya merupakan pusat-pusat peradaban dunia pada masa itu. Dalam
pembagian wilayah, pemerintahan Abbasiyah menamakannya dengan Imaraat,
13

gubernurnya bergelar Amir/Hakim. Imaraat terdiri dari Imaraat Al-Istikhfa, Al-


Amaarah Al-Khassah dan Imaarat Al-Istilau. Sementara Kepada wilayah/ imaraat
ini diberi hakhak otonomi terbatas, sedangkan desa/ al-Qura dengan kepala desanya
as-Syaikh al-Qoryah diberi otonomi penuh. Dan Abbasiyah juga telah membentuk
angkatan perang yang kuat di bawah panglima. Khalifah juga membentuk Baitul
Mal /Departemen Keuangan untuk mengatur keuangan negara khususnya.11
Pada masa pemerintahan Abbasiyah kebijakan-kebijakan politik yang
dikembangkan antara lain:
a. Ibu kota negara dipindahkan dari Damaskus ke Baghdad.
b. Menumpas semua keturunan Bani Umayyah yang membahayakan.
c. Dalam rangka politik, Dinasti Abbasiyah memperkuat diri dengan merangkul
orangorang persia, Abbasiyah juga memberi peluang dan kesempatan kepad
kaum mawali.
d. Menumpas pemberontakan-pemberontakan dalam kekuasaan pemerintahan
e. Menghapus politik kasta yang membahayakan pemerintahan.

Terdapat Langkah-langkah lainnya yang digunakan dalam politik yaitu:

a. Para Khalifah tetap dari bangsa arab, sedangkan para menteri, gubernur,
panglima perang serta pegawai lainnya banyak diangkat dari golongan mawali.
b. Kota Baghdad ditetapkan sebagai Ibukota Negara dan juga nenjadi pusat
kegiatan Politik, ekonomi, dan kebudayaan.
c. Kebebasan berfikir dan berpendapat mendapat bagian yang tinggi.
5. Perkembangan di Bidang Ekonomi
Perkembangan di Bidang Ekonomi Pada masa Al-Mahdi perekonomian
mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian, malalui irigasi dan
peningkatan hasil penambangan seperti perak, emas, tembaga, dan besi. Penghasilan
gandum, beras, kurma dan zaitun. Perkembangan dagang transit antara Timur dan
Barat juga membawa kejayaan. Basrah menjadi pelabuhan yang penting pada masa
pemerintahan Al-Mahdi. Kekayaan Abbasiyah dimanfaatkan Harun al-Rasyid untuk
keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi didirikannya.
Pada masanya terdapat sekitar 800 orang dokter, dibangunnya pemandian-

11
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1993), h. 125
14

pemandian umum. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuam,


dan kebudayaan serta kekuasaan menjadi fokus pemerintah.
Sumber utama pendapatan Abbasiyah diambil dari pemungutan pajak, dan
zakat yang diwajibkan bagi setiap umat Muslim. Zakat hanya dibebani pada pemilik
tanah produktif, hewan-hewan ternak, logam mulia sebagai emas dan perak, barang-
barang dagangan dan harta benda lainnya yang bisa berkembang dan menghasilkan.
Semua harta yang terkumpul dari umat Islam akan dibagikan oleh kantor
perbendaharaan pemerintah untuk kepentingan dan kesejahteraan umat islam sendiri
yaitu digunakan untuk orang miskin, anak yatim, musafir, orang yang ikut dalam
perang suci, para budak, dan untuk tawanan yang harus ditebus dari musuh. Sumber
pendapatan pemerintah lainnya yaitu pajak atau upeti dari bangsa lain, uang tebusan,
pajak untuk perlindungan, rakyat non Mulim (jizyah), pajak tanah (kharaj), dan
pajak yang dikumpulkan dari barang dagangan orang non Muslim yang masuk ke
wilayah islam. Semua barang yang wajib pajak ini, pajak tanah adalah pajak yang
terbesar dan menjadi sumber utama pendapatan pemerintahan dari umat non
Muslim. Seluruh pemasukan disebut fay dan disalurkan oleh khalifah untuk gaji
tentara, memelihara mesid, jalan dan jembatan, pembangunan infrastruktur, dan
untuk kepentingan umum masyarakat Islam
6. Perkembangan di Bidang Militer
Al-Mu’tashim memberi peluang besar kepada orang-orang Turki untuk
masuk dalam pemerintahan, keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal.
Tidak seperti pada masa Umayyah, Abbasiyah mengadakan perubahan sistem
ketentaraan. Praktik orangorang muslim mengikuti perang sudah terhenti. Tentara
dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit profesional. Kekuatan militer dinasti
Bani Abbas menjadi sangat kuat.
7. Perkembangan di Bidang Seni
Perhatian para Khalifah Abbasiyah terhadap seni budaya sangat besar yaitu
mencakup syair-syair, seni musik, arsitektur, kaligrafi, dan penjilidan buku. Bidang
syair yang terkenal di antaranya adalah Ibnu Muqaffa’, Abu Nawas dan Bashahar
ibn Bard. Pada bidang arsitektur Khalifah Abbasiyah membangun istana-istana,
masjid-masjid yang indah, dan tempat peristirahatan. Bidang seni kaligrafi
Abbasiyah mencatat beberapa nama besar di antaranya Ibnu Muqlah ibn Bawwab
dan Yaqut al-Musta’shim. Dan Ibnu Muqlah merumuskan metode penulisan
kaligrafi yang dipakai sampai sekarang. Arsitetur Seni dekor mengalami kemajuan
15

pesat, pada masa Abu Ja`far Al-Manshur. Dekorasi kubah dari emas dan di atasnya
terdapat patung yang bisa berputar jika tertiup angin dan Istana-istana menjadi
media menuangkan lukisan dan dekorasi. Dekorasi dari bahan gibs, ditutup dengan
gordyn berhiaskan lukisan khas Persia. Masjid Jami’ Cordoba merupakan peradaban
yang masih bertahan sampai sekarang, mesjid ini merupakan mesjid yang termasyur
di Andalusia, namun sekarang dijadikan sebagai katedral. Abdurrahman ad-Dakhil
mulai membangun mesjid ini tahun 170 H / 786 M, lalu dilanjutkan oleh putranya
Hisyam dan khalifah-khalifah selanjutnya, mesjid ini merupakan mesjid yang paling
indah di Cordoba dan salah satu mesjid terbesar di dunia. Peninggalan arsitektur
bangunan lainnya adalah Al-hambra, dibangun pada abad ke 13, terdiri dari 3 bagian
yaitu Royal Palace, benteng Alcazaba, dan taman Generalife, ide untuk membentuk
beberapa bangunan di Alhambra ini adalah untuk menciptakan surga dunia. Di
Baghdad terdapat juga penyanyi, pemain lute, dan pencipta lagu terkenal. Ahli
musik yang terkenal pada adalah Ibrahim ibn al-Mahdi, Al-Watsiq adalah pemain
instrumen lute. Al-Mu’tazz (866 – 869 M) dan al-Muntashir (861 – 862 M) yang
merupakan ahli di bidang musik dan sastra (Harimurti, 2015). Seni musik
berkembang dengan pesat di era Abbasiyah, Perkembangan seni musik tidak lepas
dari kegencaran penerjemahan risalah musik dari Bahasa Yunani ke dalam Bahasa
Arab dan dukungan para penguasa terhadap musisi dan penyair membuat seni
musik, terlebih perkembangannya musik dipandang sebagai cabang dari matematika
dan filsafat, peradaban Islam melalui kitab yang ditulis al-Kindi merupakan yang
pertama kali memperkenalkan kata musiqi. Al-Isfahani (897 M-976 M) dalam Kitab
al-Afghani mencatat beragam pencapaian seni musik di dunia Islam.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dinasti Abbasiyah sudah berdiri pada masa Dinasti Umayyah, namun masih
secara rahasia dan dalam bentuk kegiatan dakwah. Dan baru berdiri secara resmi pada
tahun 750M dengan Pendirinya yaitu Abdullah as-saffah Muhammad bin Ali bin
Abdullah bin Abbas bin Abdul Mutholib. Yang melatar belakangi berdirinya Dinasti
Abbasiyah adalah karena Bani Abbas merasa lebih berhak daripada Bani Umayyah atas
kekahlifahan Islam, karena mereka bagian dari Bani Hasyim yang secara nasab
keturunan lebih dekat dengan Nabi Muhammad SAW.
Pemikiran dan Peradaban Dinasti Abbasiyah:
1. Perkembangan di Bidang Ilmu Agama
Salah satu Kemajuan Ilmu dan peradaban pada Masa Dinasti Abbasiyah dipengaruhi
berkembangnya ilmu-ilmu agama. Terjadinya sistematisasi dalam ilmu agama
sehingga menjadi lebih terstruktur, luas dan terklasifikasi, seperti ilmu Tafsir, Hadits
dan Fiqh.
2. Perkembangan di Bidang Pendidikan
Terdapat beberapa lembaga pendidikan pada masa dinasti Abbasiyah di antaranya
yaitu: Kuttab, Al-Hawanit al-Warraqien (Toko Buku), Manazil al-Ulama (Rumah-
rumah Ulama), Al-Sholahun al-Adabiyah (Sanggar Sastra), Madrasah Pendidikan,
Madrasah Pendidikan, Pendidikan Rendah di Istana, Perpustakaan dan
Observatorium, Al-Ribath, Az-Zawiah, Rumah Sakit, Rumah Sakit, Badiah.
3. Perkembangan di Bidang Administrasi
Terdapat perkembangan sistem pemerintahan dengan didirikannya : Kedinasan atau
biro (diwan) diwan al-rasail yakni berkesanaan dengan kerja kearsipan atau surat
menyurat, Diwan al-kharaj, yakni dinas yang menanangani pengumpulan pajak,
Diwan al-jaysh, menangani pengeluaran militer khalifah, penanganan terhadap
tugastugas pemerintahan dan adanya tugas untuk melaporkan tingkah laku gubernur
setempat kepada khalifah.

16
17

4. Perkembangan di Bidang Politik


Wilayah kekuasaan Abbasiyah telah mencakup Persia, Afganistan, sebagian India,
Turkistan, Balukhisran, sebagian Romawi Timur, Spanyol, dan lain-lain.
5. Perkembangan di Bidang Ekonomi
Perkembangan di Bidang Ekonomi Pada masa Al-Mahdi perekonomian mulai
meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian, malalui irigasi dan peningkatan
hasil penambangan seperti perak, emas, tembaga, dan besi. Penghasilan gandum,
beras, kurma dan zaitun.
6. Perkembangan di Bidang Militer
Al-Mu’tashim memberi peluang besar kepada orang-orang Turki untuk masuk
dalam pemerintahan, keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal. Tidak
seperti pada masa Umayyah, Abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan.
7. Perkembangan di Bidang Seni
Perhatian para Khalifah Abbasiyah terhadap seni budaya sangat besar yaitu
mencakup syair-syair, seni musik, arsitektur, kaligrafi, dan penjilidan buku.
B. Saran
Kami sebagai penulis menyadari dalam membuat makalah ini masih terdapat
beberapa kekurangan dan kesalahan baik dari segi penulisan maupun dari segi
penyusunan kalimatnya, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kepada para
pembaca makalah ini agar dapat memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun.
DAFTAR PUSTAKA

Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2014

Al-Azizi,A.S., Sejarah Terlengkap Peradaban Islam, Yogyakarta: Noktah, 2017

Al-Khudari,M., Bangkit dan Runtuhnya Daulah Abbasiyah, Jakarta: Pustaka Al-


Kautsar, 2016

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Jakarta: PT Raja
Grafindo,1993
Harun Nasution, Filsafat dan Mistisisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang,1978

Susmihara dan Rahmat, Sejarah Islam Klasik, Yogyakarta: Ombak, 2013

Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008

18

Anda mungkin juga menyukai