Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

SEJARAH PERADABAN ISLAM


“Dinasti Abbasiyyah (750-1258 M)”
Dosen Pengampu : Savri yansyah, M.Ag

Disusun oleh :
1. Ratih Fitri Yanti (20521059)
2. Rahmadita Elsyafitri (20521058)

PRODI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
CURUP 2021
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kita panjatkan atas ke hadirat Tuhan yang Mahakuasa


karena makalah “Sejarah Peradaban Islam” telah rampung dan bisa digunakan dalam
kegiatan perkuliahan ataupun keperluan penulisan referensi terkait.
Kami sebagi penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada pembaca atas memilih dan membaca makalah yang akan memberikan informasi
sesuai kebutuhan pembeca serta memfasilitasi proses belajar dan pembelajaran yang efektif
dan kontekstual untuk terus mengembangkan kemahiran dalam mempelajari sejarah
peradaban islam khususnya pada masa dinasti abbasiyyah.

Rejang lebong , 24 Mei 2021

penullis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................3
BAB 1.....................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................3
Latar Belakang...................................................................................................................................3
Rumusan Masalah.............................................................................................................................4
Tujuan................................................................................................................................................4
BAB 2.....................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................4
Pendirian Dinasti Abbasiyyah............................................................................................................4
Pola Pemerintahan Dinasti Abbasiyyah.............................................................................................6
Ekspansi Wilayah Dinasti Abbasiyyah..............................................................................................10
Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyyah.............................................................................11
BAB 3...................................................................................................................................................19
PENUTUP.............................................................................................................................................19
Kesimpulan......................................................................................................................................19
Saran................................................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................20
BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peradaban islam mulai di bangun oleh Nabi Muhammad saw, ketika berhasil
merumuskan masyarakat Madani dan piagam Madinah. Kemudian dilanjutkan oleh Khulafa
Rasyidin (Abu Bakar, Umar Ibn Khatab, Ustman Ibn Affan dan Ali Ibn Thalib) sistem yang
dikembangkan pada saat itu adalah sistem demokrasi di mana pucuk pimpinan di pilih mulai
musyawarah oleh beberapa orang yang di tunjuk oleh kaum muslimin atau khalifah
sebelumnya.

Pada masa itu umat islam telah mencapai pusat kemuliaan. Baik dalam bidang ekonomi,
peradaban dan kekuasaan. Selain itu juga telah brkembang berbagai macam cabang ilmu
pengetahuan pasca meninggalnya Ali dan naiknya Muawiyah, sistem pemerintahan dalam
Islam berubah dratis dari sistem kekhilafahan ke Monarkhi Absolut. Monarkhi Absolut di
buktikan dengan di pilihnya Yazid sebagai putra mahkota, kemudian mengangkat dirinya
sebagai Kholifah fi Allah, mulailah babak baru dalam pemerintahan Islam dan berlangsung
terus menerus sampai kepada Khalifah Turki Usmani sebagai konsep pemerintahan Khalifah
(penguasa dan pemimpin tertinggi rakyat) terakhir dalam dunia Islam.

Dinasti Abbasyiah merupakan dinasti islam yang paling berhasil dalam mengembangkan
peradaban islam. Pemerintah dinasti ini sangat peduli dalam upaya pengembangan fasilitas
untuk kepentingan tersebut, pengembangan pusa-pusat riset dan terjemah seerti Baitu Hikam,
majlis munadzarah, dan pusat studi lainnya.

Dinasti Abbasyiah adalah masa dimana umat islam membangun pemerintahan, yang ilmu
adalah sebagai landasan utamanya, sebagai suatu keniscayaan yang diwujudkan dalam
membawa umat ke suatu negri idaman, suatu kehausan akan ilmu pengetahuan yang belum
pernah ada dalam sejarah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pendirian Dinasti Abbasiyyah
2. Bagaimana Pola Pemerintahan Dinasti Abbasiyyah
3. Bagaimana Ekspansi Wilayah Dinasti Abbasiyyah
4. Bagaimana Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyyah

C. Tujuan
1. Mengetahui Bagaimana Pendirian Dinasti Abbasiyyah
2. Mengetahui Bagaimana Pola Pemerintahan Dinasti Abbasiyyah
3. Mengetahui Bagaimana Ekspansi Wilayah Dinasti Abbasiyyah
4. Mengetahui Bagaimana Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyyah
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Pendirian Dinasti Abbasiyyah


Dengan tumbangnya daulah Bani Umayyah maka keberadaan Daulah Bani Abbasiyah
mendapatkan tempat penerangan dalam masa kekhalifahan Islam saat itu, dimana daulah
Abbasiyah ini sebelumnya telah menyusun dan menata kekuatan yang begitu rapi dan
terencana. Dan dalam makalah ini akan diurakan sedikit mengenai berdirinya masa
kekhalifahan Abbasiyah, sistem sosial politiknya, masa kejayaan dan prestasi apa saja yang
pernah diraih serta apa saja penyebab runtuhnya daulah Abbasiyah.

Masa Daulah Abbasiyah adalah masa keemasan Islam, atau sering disebut dengan
istilah ‘’The Golden Age’’. Pada masa itu Umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan,
baik dalam bidang ekonomi, peradaban dan kekuasaan.Selain itu juga telah berkembang
berbagai cabang ilmu pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-
buku dari bahasa asing ke bahasa Arab.Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah
melanjutkan kekuasaan Dinasti BaniUmayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah karena para
pendiri dan penguasa Dinasti iniadalah keturunan Abbas, paman nabi Muhammad SAW.
Dinasti Abbasiyah didirikan olehAbdullah al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn
al-Abbass. Dia dilahirkan diHumaimah pada tahun 104 H. Dia dilantik menjadi Khalifah
pada tanggal 3 Rabiul awwal132 H. Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah berlangsung dari
tahun 750-1258 M(Syalaby,1997:44).

Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan diseluruh negeri. Pemberontakan


yangpaling dahsyat dan merupakan puncak dari segala pemberontakan yakni perang
antarapasukan Abbul Abbas melawan pasukan Marwan ibn Muhammad (Dinasti Bani
Umayyah).Yang akhirnya dimenangkan oleh pasukan Abbul Abbas. Dengan jatuhnya negeri
Syiria,berakhirlah riwayat Dinasti Bani Umayyah dan bersama dengan itu bangkitlah
kekuasaanAbbasiyah.Dari sini dapat diketahui bahwa bangkitnya Daulah Abbasiyah bukan
saja pergantianDinasti akan tetapi lebih dari itu adalah penggantian struktur sosial dan
ideologi. Sehingga dapat dikatakan kebangkitan Daulah Bani Abbasiyah merupakan suatu
revolusi.Fenomena ini kemudian yang melahirkan cendikiawan-cendikiawan besar yang
menghasilkan berbagai inovasi baru di berbagai disiplin ilmu pengetahuan.Bani Abbas
mewarisi imperium besar Bani Umayah.Hal ini memungkinkan mereka dapat mencapai hasil
lebih banyak, karena landasannya telah dipersiapkan oleh Daulah Bani Umayah yang besar.
Menjelang tumbangnya Daulah Umayah telah terjadi banyak kekacauan dalam berbagai
bidang kehidupan bernegara; terjadi kekeliruan-kekeliruan dan kesalahan-kesalahan yang
dibuat oleh para Khalifah dan para pembesar negara lainnya sehingga terjadilah pelanggaran-
pelanggaran terhadap ajaran Islam, termasuk salah satunya pengucilan yang dilakukan Bani
Umaiyah terhadap kaum mawali yang menyebabkan ketidak puasan dalam diri mereka dan
akhirnya terjadi banyak kerusuhan.Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan
kekuasaan sejak masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa.Khalifah itu
dikenal memberikan toleransi kepada berbagai kegiatan keluarga Syiah.Keturunan Bani
Hasyim dan Bani Abbas yang ditindas oleh Daulah Umayah bergerak mencari jalan bebas,
dimana mereka mendirikan gerakan rahasia untuk menumbangkan Daulah Umayah dan
membangun Daulah Abbasiyah

Di bawah pimpinan Imam mereka Muhammad bin Ali Al-Abbasy mereka bergerak
dalam dua fase, yaitu fase sangat rahasia dan fase terang-terangan dan pertempuran. Selama
Imam Muhammad masih hidup gerakan dilakukan sangat rahasia.Propaganda dikirim ke
seluruh pelosok negara, dan mendapat pengikut yang banyak, terutama dari golongan-
golongan yang merasa ditindas, bahkan juga dari golongan-golongan yang pada mulanya
mendukung Daulah Umayah.

Setelah Imam Muhammad meninggal dan diganti oleh anaknya Ibrahim, pada
masanya inilah bergabung seorang pemuda berdarah Persia yang gagah berani dan cerdas
dalam gerakan rahasia ini yang bernama Abu Muslim Al-Khurasani. Semenjak masuknya
Abu Muslim ke dalam gerakan rahasia Abbasiyah ini, maka dimulailah gerakan dengan cara
terang-terangan, kemudian cara pertempuran, dan akhirnya dengan dalih ingin
mengembalikan keturunan Ali ke atas singgasana kekhalifahan, Abu Abbas pimpinan
gerakan tersebut berhasil menarik dukungan kaum Syiah dalam mengobarkan perlawanan
terhadap kekhalifahan Umayah. Abu Abbas kemudian memulai makar dengan melakukan
pembunuhan sampai tuntas semua keluarga Khalifah, yang waktu itu dipegang oleh Khalifah
Marwan II bin Muhammad. Begitu dahsyatnya pembunuhan itu sampai Abu Abbas menyebut
dirinya sang pengalir darah atau As-Saffah. Maka bertepatan pada bulan Zulhijjah 132 H
(750 M) dengan terbunuhnya Khalifah Marwan II di Fusthath, Mesir dan maka resmilah
berdiri Daulah Abbasiyah.

Dalam peristiwa tersebut salah seorang pewaris takhta kekhalifahan Umayah, yaitu
Abdurrahman yang baru berumur 20 tahun, berhasil meloloskan diri ke daratan
Spanyol.Tokoh inilah yang kemudian berhasil menyusun kembali kekuatan Bani Umayah di
seberang lautan, yaitu di keamiran Cordova. Di sana dia berhasil mengembalikan kejayaan
ke-khalifahan Umayah dengan nama kekhalifahan Andalusia.

Pada awalnya kekhalifahan Daulah Abbasiyah menggunakan Kufah sebagai pusat


pemerintahan, dengan Abu Abbas As-Safah (750-754 M) sebagai Khalifah
pertama.Kemudian Khalifah penggantinya Abu Jakfar Al-Mansur (754-775 M)
memindahkan pusat pemerintahan ke Baghdad. Di kota Baghdad ini kemudian akan lahir
sebuah imperium besar yang akan menguasai dunia lebih dari lima abad lamanya. Imperium
ini dikenal dengan nama Daulah Abbasiyah.

Dalam beberapa hal Daulah Abbasiyah memiliki kesamaan dan perbedaan dengan
Daulah Umayah.Seperti yang terjadi pada masa Daulah Umayah, misalnya, para bangsawan
Daulah Abbasiyah cenderung hidup mewah dan bergelimang harta.Mereka gemar
memelihara budak belian serta istri peliharaan (hareem). Kehidupan lebih cenderung pada
kehidupan duniawi ketimbang mengembangkan nilai-nilai agama Islam .Namun tidak dapat
disangkal sebagian khalifah memiliki selera seni yang tinggi serta taat beragama.
B. Pola Pemerintahan Dinasti Abbasiyyah
Pada zaman Abbasiyah, konsep kekhalifahan berkembang sebagai sistem politik.
Menurut pandangan para pemimpin dinasti Abbasiyah, kedaulatan yang ada
pada pemerintahan (khalifah) adalah berasal dari Allah. Bukan berasal dari rakyat
sebagaimana diaplikasikan oleh Abu Bakar dan Umar pada zaman Khulafaur Rasyidin.

Hal ini dapat dilihat dengan perkataan al-Mansur "saya adalah sultan Tuhan diatas
buminya". Pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan social,
politik, ekonomi dan budaya yang terjadi disetiap masa tersebut. Dinasti Abbasiyah dibagi
menjadi 5 fase pemerintahan, dan sistem politik yang dijalankan oleh dinasti Abbasiyah I
adalah :

 Para khalifah tetap dari keturunan arab, sedang para Menteri, panglima, gubernur, dan para
pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan mawali.
 Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik,
ekonomi, social dan kebudayaan.
 Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia.
 Kebebasan berfikir sebagai hak asasi manusia yang diakui sepenuhnya.
 Para Menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam
pemerintahan.

Selanjutnya, dinasti Abbasiyah dalam periode II, III, dan IV mengalami penurunan
terhadap politik nya terutama kekuasaan politik sentral. Hal ini dikarenakan negara-negara
bagian sudah tidak menghiraukan pemerintahan pusat, kecuali politik saja. Panglima didaerah
sudah berkuasa didaerahnya, dan mereka mendirikan (membentuk) pemerintahan sendiri.
Misalnya dinasti Umayyah yang muncul kembali di Andalusia (Spanyol) dan dinasti
Fathimiyah. Pada awal masa berdirinya dinasti Abbasiyah ada 2 tindakan yang dilakukan
oleh para khalifah guna mengamankan dan mempertahankan dari kemungkinan adanya
gangguan atau timbulnya pemberontakan, yaitu tindak keras terhadap bani Umayyah dan
pengutamaan orang-orang turunan Persia.

Dalam menjalankan pemerintahan, Abbasiyah dibantu oleh seorang wazir (perdana


Menteri) dan jabatannya disebut dengan wizarat. Sedangkan wizarat terbagi menjadi 2 yaitu,

 Wizarat tanfiz (sistem pemerintahan presidensial) yaitu wazir hanya sebagai pembantu
khalifah dan bekerja atas nama khalifah.
 Wizarat tafwidl (parlemen cabinet) yang mana wazir memiliki kuasa penuh atas
pemerintahan dan khalifah hanya sebatas formalitas lambang atau sebagai pengukuh dinasti
lokal atau gubernurnya khalifah.

Untuk membantu khalifah dalam menjalankan tata usaha negara diadakan sebuah
dewan yang bernama diwanul kitabah (secretariat negara) yang dipimpin oleh seorang raisul
kitab (sekretaris negara), dan dalam menjalankan pemerintahan negara, wazir dibantu
beberapa raisul diwan (Menteri departemen). Tata usaha negara bersifat sentral yang
dinamakan an-Nidzamul Idary al-Markazy. Selain itu, dalam zaman daulah Abbasiyah juga
didirikan Angkatan perang, Amirul umara, Baitul mal, organisasi kehakiman, dsb. Selama
dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan
perubahan politik, social, ekonomi dan budaya.
Masa 5 periode pemerintahan daulah bani Abbasiyah, antara lain :

 Periode Pertama (750-847 M)

Pada periode pertama pemerintahan dinasti Abbasiyah mencapai masa emasnya.


Secara politik, khalifah merupakan tokoh sesungguhnya yang kuat dan merupakan pusat
kekuasaan politik dan agama sekaligus. Disisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai
tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat
dan ilmu pengetahuan dalam islam.

Masa pemerintahan Abu al-Abbas, pendiri dinasti ini sangat singkat. Yaitu dari tahun
750-754 M. karena itu, Pembina hakiki dari dinasti Abbasiyah adalah Abu Ja'far al-Mansur
(754-775M). pada awal mula, ibu kota adalah al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun, untuk
memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri, al-Mansur memindahkan ibu
kota negara ke kota baru yang dibangunnya, Baghdad, dekat ibu kota bekas Persia,
Ctesiphon, Tahun 762 M. dengan demikian pusat pemerintahan dinasti Abbasiyah berada
ditengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kota yang baru tersebut, al-Mansur melakukan
konsolidasi dan penertiban pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal untuk
menduduki jabatan di Lembaga eksekutif dan yudikatif. Dibidang pemerintahan dia
menciptakan tradisi baru dengan mengangkat wazir sebagai coordinator departemen. Jabatan
wazir yang menggabungkan sebagian fungsi perdana Menteri dengan Menteri dalam negeri
itu selama lebih dari 50 tahun berada ditangan keluarga terpandang berasal dari Balkiah,
Persia (Iran). Wazir yang pertama adalah Khalid bin Barmak, kemudian digantikan oleh
anaknya, Yahya bin Khalid. Yang terakhir ini kemudian mengangkat anaknya Ja'far bin
yahya menjadi gubernur Persia barat dan kemudian Khurasan. Pada masa tersebut, persoalan-
persoalan administrasi negara lebih banyak ditangani oleh keluarga Persia itu. Masuknya
keluarga non arab ini kedalam pemerintahan merupakan unsur pembeda antara dinasti
Umayyah yang berorientasi ke bangsa arab.

Khalifah al-Mansur juga membentuk Lembaga protocol negara, sekretaris negara, dan
kepolisian negara disamping membenahi Angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad
Ibn Abdul ar-Rahman sebagai hakim pada Lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang
sudah ada sejak ,asa dinasti Umayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas.
Kalau dulu hanya sekedar untuk mengantar surat, pada masa al-Mansur jawatan pos
digunakan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi
kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah
laku gubernur setempat kepada khalifah.

Khalifah al-Mansur juga berusaha menaklukkan kembali daerah-daerah yang


sebelumnya membebaskan diri dari pemerintahan pusat, dan memantapkan keamanan
didaerah perbatasan. Dipihak lain, dia berdamai dengan caisar Costantine V dan selama
genjatan senjata 758-765M, Byzantium membayar upeti tahunan. Pada masa al-Mansur
pengertian khalifah kembali berubah. konsep khilafah dalam pandangannya dan setelahnya
merupakan mandate dari Allah bukan dari manusia,, bukan pula sebagai pelanjut nabi
sebagaimana pada masa Khulafaur Rasyidin. Popularitas dinasti Abbasiyah mencapai
puncaknya dimasa Harun ar-Rasyid (786-809M) dan putranya al-Ma'mun (813-833 M).
kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun ar-Rasyid untuk keperluan social, rumah sakit,
Lembaga Pendidikan dokter dan farmasi didirikan. Tingkat kemakmuran paling tinggi
terwujud dimasa ini. Kesejahteraan social, kesehatan, Pendidikan, ilmu pengetahuan dan
kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara
islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.

Dengan demikian, telah terlihat bahwa pada masa Harun ar-Rasyid lebih menekankan
pembinaan peradaban dan kebudayaan islam dibanding dengan perluasaan wilayah yang
sejatinya sudah luas. Orientasi kepada pembangunan peradaban dan kebudayaan ini menjadi
unsur pembanding lainnya dengan dinasti Umayyah. Al-Ma'mun setelah ar-Rasyid dikenal
sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan
buku asing digalakkan. Ia juga mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting
adalah pembangunan Bayt al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan
tinggi dengan perpustakaan yang besar, pada masa al-Ma'mun inilah Baghdad mulai menjadi
pusat peradaban, kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Al-mu'tashim (833-842M) khalifah
setelahnya memberikan peluang besar kepada orang Turki untuk masuk kedalam
pemerintahan. Demikian ini dengan dilatar belakangi dengan adanya persaingan antara
golongan arab dan Persia pada masa al-ma'mun dan sebelumnya. Keterlibatan mereka
dimulai sebagai tantara pengawal. Tak seperti masa dinasti Umayyah, dinasti Abbasiyah
mengganti sistem ketentaraan. Praktek orang muslim mengikuti perang sudah berakhir.
Tentara dibina khusus menjadi prajurit-prajurit professional. Dengan demikian, kekuatan
militer Abbasiyah menjadi sangat kuat.

Dalam periode ini sebenarnya banyak Gerakan politik yang mengganggu stabilitas.
Baik dari segi Abbasiyah maupun dari luar. Gerakan-gerakan seperti itu, seperti Gerakan
sisa-sisadinasti Umayyah dan kalangan intern dinasti Abbas dan lainnya dapat dipadamkan.
Dalam kondisi seperti itu, para khalifah memilii prinsip kuat sebagai pusat politik dan agama
religious. Apabila tidak, seperti pada periode setelahnya, stabilitas tak dapat lagi di control,
bahkan khalifah sendiri berada dibawah pengaruh kekuasaan yang lain.

 Periode Kedua (847-945 M)

Perkembangan kebudayaan, peradaban serta kemajuan besar yang dicapai Abbasiyah


pada periode pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah, bahkan cenderung
mencolok. Kehidupan mewah para khalifah ini ditiru oleh para hartawan dan anak-anak
pejabat. Demikian ini menyebabkan roda pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin.
Kondisi ini memberi peluang kepada tentara professional turki yang semula diangkat oleh
khalifah al-Mu'tashim untuk mengambil alih kendali pemerintahan. Usaha mereka berhasil,
sehingga kekuasaan sesungguhnya berada ditangan mereka, sementara kekuasaan dinasti
Abbas didalam khilafah Abbasiyah yang didirikannya mulai pudar. Hal tersebut merupakan
titik utama awal runtuh nya dinasti Abbasiyah, meskipun dapat bertahan hingga lebih dari
400 tahun.

Khalifah al-Mutawakkil (847-861 M) yang merupakan awal dari periode ini adalah
seorang khalifah yang lemah. Pada masa pemerintahan nya orang turki dapat merebut
kekuasaan dengan cepat. Setelah ia wafat, merekalah yang memilih dan mengangkat khalifah.
Dengan demikian kekuasaan tidak lagi berada ditangan bani Abbas, meskipun mereka tetap
memegang jabatan khalifah. Sebenarnya terdapat beberapa cara untuk melepaskan diri daeri
genggaman tantara turki tersebut, tetapi cara tersebut selalu gagal. Dari 12 khalifah dari
periode kedua tersebut hanya 4 orang yang wafat dengan wajar. Selebihnya dibunuh atau
diturunkan dari tahtanya dengan paksa. Wibawa khalifah merosot tajam. Setelah tantara turki
melemah dengan sendirinya, didaerah-daerah muncul tokoh-tokoh kuat yang kemudian
memerdekaan diri dari kekuasaan pusat dan mendirikan dinasti-dinasti kecil. Inilah awal
mula masa disintegrasi dalam sejarah politik islam. Adapun factor penting yang
menyebabkan kemunduran Abbasiyah adalah :

 Luasnya wilayah kekuasaan yang harus dikendalikan. Sementara komunikasi lambat.


Bersamaan dengan itu, tingkat kepercayaan dikalangan para penguasa dan pelaksana sangat
rendah.
 Dengan profesionalisasi tantara, ketergantungan terhadap mereka sangat tinggi.
 Kesulitan keuangan karena beban pembiayaan tantara sangat besar, setelah khalifah merosot,
khalifah tak sanggup memaksa pengiriman pajak ke Baghdad.

 Periode Ketiga (945-1055 M)

Pada periode ini, Abbasiyah berada dibawah kekuasaan dinasti Buwaih. Keadaan
khalifah lebih buruk dari sebelumnya karena dinasti Buwaih merupakan penganut syi'ah.
Khalifah tak lebih sebagai pegawai yang diperintah dan diberi gaji. Dinasti Buwaih membagi
kekuasaannya menjadi 3 bersaudara, Ali untuk bagian selatan negara Persia, Hasan untuk
wilayah bagian utara, dan Ahmad untuk wilayah al-Ahwaz, Wasit dan Baghdad. Dengan
demikian Baghdad pada periode ini tidak lagi menjadi pusat pemerintahan islam karena telah
pindah ke Syiraz dimasa berkuasanya Ali bin Buwaih yang memiliki kekuasaan Bani
Buwaih. Meskipun demikian, dalam bidang ilmu pengetahuan Abbasiyah terus mengalami
kemajuan di periode ini. Dimasa inilah muncul pemikir-pemikir besar seperti al-Farabi, Ibn
Sina, Ibn Maskawaih, dan kelompok studi Ikhwan as-Safa. Bidang ekonomi, pertanian, dan
perdagangan juga mengalami kemajuan. Kemajuan ini juga diikuti dengan pembangunan
masjid dan rumah sakit. Pada masa Buwaih berkuasa di Baghdad, telah terjadi beberapa kali
kerusuhan aliran ahlusunnah dan syi'ah, pemberontakan tentara, dan sebagainya.

 Periode Keempat (1055-1199 M)

Periode ini ditandai dengan adanya kekuasaan dinasti Seljuk atas Dinasti Abbasiyah.
Kehadiran bani Seljuk ini adalah atas undangan khalifah untuk melumpuhkan kekuatan
Buwaih di Baghdad. Keadaan khalifah memang membaik, paling tidak karena
kewibawaannya dalam bidang agama kembali setelah beberapa lama dikuasai oleh orang-
orang syi'ah. Sebagaimana diperiode sebelumnya, ilmu penetahuan juga berkembang di
periode ini. Nidzam al-Mulk, perdana Menteri pada masa Ali Arselan dan Malik Syah
mendirikan madrasah Nidzamiyah (1067M) dan madrasah Hanafiyah di Baghdad. Cabang-
cabang madrasah nidzamiyah didirikan hampir disetiap kota di Irak dan Khurasan. Madrasah
ini menjadi model bagi perguruan tinggi dikemudian hari. Dari madrasah ini telah lahir
banyak cendekiawan islam dari berbagai fokus disiplin ilmu. Diantaranya adalah al-
Zamakhsari, penulis dalam bidang tafsir dan teologi, al-Ghazali dalam bidang ilmu tasawwuf
dan ilmu kalam, dan Umar Khayyam dalam bidang perbintangan. Dalam bidang politik, pusat
kekuasaan juga tak terletak di Baghdad. Mereka membagi wilayah kekuasaan menjadi
beberapa provinsi dengan seorang gubernur yang mengepalainya. Pada masa pusat kekuasaan
melemah, masing-masing provinsi tersebut memerdekakan diri. Konflik dan peperangan yang
terjadi diantara mereka melemahkan mereka sendiri, dan sedikit-sedikit kekuasaan politik
khalifah menguat kembali, terutama untuk Irak. Kekuasaan tersebut berakhir di Irak ditangan
Khawarizm Syah pada tahun 590 H (1199 M).
 Periode Kelima (1199-1258 M)

Pada masa periode kelima masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi
kekuasaan nya hanya efektif disekitar kota Baghdad dan diakhiri oleh invasi dari bangsa
mongol.

C. Ekspansi Wilayah Dinasti Abbasiyyah

Pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah, luas wilayah kekuasaan Islam semakin
bertambah, meliputi wilayah yang telah dikuasai Bani Umayyah, antara lain Hijaz, Yaman
Utara dan Selatan, Oman, Kuwait, Irak, Iran (Persia), Yordania, Palestina, Lebanon, Mesir,
Tunisia, Al-Jazair, Maroko, Spanyol, Afganistan dan Pakistan, dan meluas sampai ke Turki,
Cina dan juga India.
Khalifah Al-Manshur berusaha menaklukan kembali daerah-daerah yang sebelumnya
membebaskan diri dari pemerintah pusat, dan memantapkan keamanan di daerah perbatasan.
Di antara usaha-usaha tersebut adalah merebut benteng-benteng di Asia, kota Malatia,
wilayah Coppadocia, dan Cicilia pada tahun 756-758 M. Ke utara, bala tentaranya melintasi
pegunungan Taurus dan mendekati selat Bosporus.Di pihak lain, dia berdamai dengan kaisar
Constantine V dan selama genjatan senjata 758-765 M, Bizantium membayar upeti tahunan.
Bala tentaranya juga berhadapan dengan pasukan Turki Khazar di Kaukasus, Daylami di laut
Kaspia, Turki di bagian lain Oksus dan India.

D. Peradaban Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyyah

Masa kekuasaan Dinasti Abbasiyah yang cukup lama antara tahun 132-656 H/750-1258
M memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan peradaban Islam. Pada
saat itu, telah banyak kemajuan yang dicapai oleh dinasti ini sehingga menempatkan posisi
Daulah Abbasiyah menjadi pusat perhatian dunia dalam berbagai bidang.
Perkembangan peradaban yang terjadi pada saat itu melebihi perkembagan yang pernah
dicapai oleh dinasti sebelumnya, Dinasti Umayyah/Umawiyah. Selain karena Dinasti
Abbasiyah merupakan kelanjutan dari Dinasti Umayyah, juga karna kebijakan Dinasti
Abbasiyah yang lebih berorientasi pada pembangunan peradaban dari pada perluasan wilayah
kekuasaan.
Seperti yang telah disebutkan pada tulisan sebelumnya, bahwa sebenamya puncak keemasan
Dinasti Abbasiyah dicapai pada saat periode pertama kekuasaan mereka. yaitu di masa
kepemimpinan sembilan khalifah periode pertama. Secara politik, para khalifah benar-benar
tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuatan politik serta agama.

Adapun masa kekuasaan sesudahnya, kebanyakan dipimpin oleh khalifah-khalifah lemah


yang banyak dikendalikan oleh orang-orang di luar Dinasti bani Abbasiyah. Walaupun
demikian, dalam bidang ilmu pengetahuan Dinasti Abbasiyah terus mengalami kemajuan.

Berikut beberapa perkembangan peradaban yang terjadi pada saat dinasti Abbasiyah berkuasa
adalah sebagai berikut:

A. Bidang llmu Pengetahuan dan Filsafat


Para pemimpin Dinasti Abbasiyah. terutama pada periode awal, merupakan khalifah-khalifah
yang kuat secara politis dan memilki perhatian besar terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan. Periode inilah yang berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan filsafat dalam dunia Islam. Oleh karena itu, pada masa Dinasti Abbasiyah
ilmu pengetahuan mengalami perkembanagan dan kemajuan yang sangat pesat. Pada masa
dinasti ini pula banyak bermunculan ilmuwan-ilmuwan muslim dari berbagai disiplin ilmu.
Ilmu-ilmu yang berkembang pada saat itu diantaranya adalah ilmu hukum Islam, qird’at,
manthiq, sastra, matematika, kedokteran, astronomi, astrologi, filsafat, dan lain-lain.

Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Abbasiyah selain disebabkan
oleh perhatian khalifah yang sangat besar, juga disebabkan oleh hal-hal berikut:

1. Terjadinya asimilasi yang bernilai guna bagi perkembangan ilmu pengetahuan antara
bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang memang lebih dahulu mengalami
perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan dan filsafat.

2. Gerakan penerjemahan yang berlangsung tiga fase. Fase yang awal atau fase pertama, pada
masa Khalifah al-Mansur hingga Harun ar-Rasyid. fase kedua berlangsung mulai zaman
Khalifah al-Makmun hingga tahun 300 H. Fase ketiga, setelah tahun 300 H, terutama setelah
adanya pembuatan kertas.

Gerakan penerjemahan berbagai ilmu pengetahuan dari bahasa asalnya ke bahasa Arab di
masa Khalifah al-Mansur ditandai dengan dibentuknya Dewan Penerjemah.

Bahasa Latin dan Bahasa Yunani pada tahun 141 H/761 M. Buku-buku klasik Romawi dan
Yunani yang terdiri dari buku-buku filsafat, astronomi, farmasi, dan seni budaya dialih
bahasakan ke dalam bahasa Arab.

Di zaman Khalifah Harun ar-Rasyid, Dewan Penerjemah Bahasa ini ditingkatkan lagi fungsi
dan peranannya dengan mendirikan Khizdnatul Hikmah tahun 180 H/796 M. Tidak hanya
bergerak dalam bidang penerjemahan, tempat ini juga berfungsi sebagai perpustakaan dan
pusat penelitian.

Pada tahun 207 H/822 M, Khalifah al-Makmun mengembangkan fungsi Khizanatul Hikam
yang didirikan oleh Harun ar-Rasyid dengan mendirikan Baitul Hikam. Tempat ini tidak
hanya menjadi pusat studi orang-orang dari wilayah Daulah Abbasiyah, tetapi hampir dari
seluruh penjuru dunia. Untuk mengatasi persoalan-persoalan keagamaan yang sulit
dipecahkan, Khalifah al-Makmun mendirikan Majlis Munazarah.

Landasan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat yang diprakarsai oleh khalifah-
khalifah terkemuka Abbasiyah ini telah memberikan peran yang besar dalam kemajuan ilmu
pengetahuan dan filsafat bagi masa-masa selanjutnya. llmuwan-ilmuwan dalam berbagai
bidang dan karya-karya besar telah banyak dihasilkan dari tempat ini. Kemajuan ilmu
pengetahuan dan filsafat telah membawa Dinasti Abbasiyah, khususnya Baghdad sebagai ibu
kota negara, menjadi tempat yang memilki peradaban tertinggi di dunia dan dikenal dengan
negeri “Seribu Satu Malam”.

B. Bidang Sosial dan Ekonomi


Kesejahteraan seluruh warga Abbasiyah menjadi prioritas utama bagi para pemimpin dinasti
tersebut dalam melaksanakan kekuasaannya, terutama pada periode awal perjalanan
kekuasaan dinasti ini. Khalifah Abu Ja’far al-Mansur merupakan tokoh utama peletak dasar
ekonomi Abbasiyah. Sikap adil, tegas, dan bijaksana yang dimilikinya membuat Dinasti
Abbasiyah menjadi maju dalam segala bidang.

Ketika Khalifah al-Mansur wafat, kas negara berjumlah 810.000.000 dirham. Sedangkan
ketika Khalifah Harun ar-Rasyid wafat jumlah kas negara 900.000.000 dirham. Kemajuan
ekonomi rakyat Abbasiyah pada masa itu disebabkan oleh usaha-usaha para khalifah yang
mendorong kemajuan dalam sektor perdagangan, pertanian, dan industri.

1. Sektor pertanian
Untuk meningkatkan hasil pertanian, pada masa dinasti Abbasiyah telah dibangun banyak
bendungan, kanal, irigasi, dan terusan untuk memenuhi dan mengatur pengairan yang
dibutuhkan para petani. Hasilnya, sektor pertanian menjadi maju, penghasilan meningkat dan
rakyat menjadi sejahtera. Sebagai contoh, pada masa kepemimpinan khalifah Harun ar-
Rasyid, istri khalifah, Zubaidah menyaksikan penderitaan rakyat akibat kemarau panjang
dalam kunjungannya ke Makkah dan Madinah.

Atas usulan permaisuri, khalifah membangun sebuah bendungan dan terusan yang dapat
mengalirkan air untuk
kebutuhan penduduk. Akhirnya penduduk dua kota suci itu menjadi sejahtera, dan makmur.
Untuk mengenang jasa permaisuri, bendungan itu diberi nama "terusan Zubaidah".

2. Sektor Perdagangan dan Jasa


Perekonomian warga pada masa Dinasti Abbasiyah pada umumnya meningkat mulai zaman
pemerintahan al-Mahdi (158-169 H/775-785 M) seiring dengan peningkatan di sektor
pertanian dan hasil tambang. Hubungan luar negeri antara Dinasti Abbasiyah dan kerajaan-
kerajaan lain telah membawa peningkatan tersendiri bagi Abbasiyah dalam sektor
perdagangan dan jasa.

Basrah menjadi pelabuhan penting, sebagai tempat transit antara Timur dan Barat, banyak
mendatangkan kekayaan bagi Abbasiyah. Selain Basrah, ada juga pelabuhan Damaskus dan
dermaga Kuffah. Hasil tambang, hasil pertanian, dan hasil industri banyak diperdagangkan di
dalam maupun di luar wilayah Abbasiyah.

3. Sektor Perindustrian
Salah satu penyokong kuatnya perekonomian Dinasti Abbasiyah berasal dari sektor industri
Para khalifah menganjurkan masyarakat untuk berlomba-lomba dalam membuat industri,
baik pertambangan maupun pengolahan.

Banyak kota yang dibangun sebagai pusat pusat industri. Basrah sebagai pusat industri gelas
dan sabun, Kuffah sebagai industri tekstil, Khazakstan sebagai industri sutera, Damaskus
sebagai industri pakaian jadi dari sutera bersulam, dan Syam sebagai pusat industri keramik
dan gelas berukir.

C.Bidang Pemerintahan, Politik, dan Militer

1. Pemerintahan
Para khalifah Dinasti Abbasiyah telah meletakkan dasar-dasar pemerintahan yang kuat demi
keberlangsungan kekuasaan yang panjang. Berbagai macam cara mereka tempuh demi
mengamankan kekuasaan yang telah mereka raih. Walaupun para khalifah mereka pada
periode-periode selanjutnya adalah khalifah-khalifah lemah yang mengakibatkan
kemunduran dinasti. Pada periode awal, dinasti ini telah tampil sebagai dinasti yang kuat,
berwibawah dan disegani.

Bidang pemerintahan yang ditata pada periode keemasan Dinasti abbasiyah adalah sebagai
berikut.

a. Pengangkatan wazir (perdana menteri) dan para menteri kabinetnya yang bertugas sebagai
pembantu khalifah dalam menjalankan roda pemerintahannya.

b. Pembentukan Sekretariat Negara (Ditabah Kitabah) yang dipimimpin oleh Ra'isul Kitabah
(Sekretaris Negara). Dalam menjalankan tugasnya, Ra'isul Kitabah di bantu oleh lima
sekertaris pembantu, yaitu sebagai berikut:

1. Katib Rasail: sekretaris bidang persuratan (surat menyurat).


2. Katib Kharraj: sekretaris bidang perpajakan dan kas negara.
3. Katib Jundi: sekretaris bidang kemiliteran, pertahanan dan keamanan.
4. Katib Qada: sekretaris bidang hukum dan perundang-undangan.
5. Katib Syurtah: sekretaris bidang kepolisian dan keamanan sipil.

c. Pembentukan departeman sebagai lembaga pembantu perdana menteri, antara lain:

 Diwanul Kharij: Departemen Luar Negeri


 Diwanul Ziman: Departemen Pengawasan Urusan Negara.
 Diwanul Jundi: Departemen Pertahanan dan Keamanan.
 Diwanul Akarah: Departemen Tenaga Kerja dan Pekerjaan Umum.
 Diwanul Rasa'il: Departemen Pos dan Telekomunikasi.

d. Pengangkatan gubernur dan penataan pemerintahan desa. Dinasti Abbasiyah membagi


kekuasaannya menjadi beberapa wilayah, sesuai dengan letak geografis dan demografisnya.
Setiap wilayah dipimpin oleh seorang gubernur (Amir).

Untuk memudahkan pengawasan dan koordinasi dalam melaksanakah tugas negara, di


bawah gubernur dibentuk pemerintahan desa (Qaryah) yang dipimpin oleh Syaikhul Qaryah
(Kepala Desa).

e. Pembentukan angkatan bersenjata yang terdiri dari angkatan darat dan angkatan laut.
Setiap angkatan dipimpin oleh seorang panglima yang disebut Amirul Umara.

f. Pembentukan Baitul Mal dan lembaga kas negara yang mengelola bidang:

1. Perbendaharaan negara (Diwanul Khizanah)


2. Hasil bumi (Diwanul Azira‘ah)
3. Perleng kapan tentara (Diwanul Khazinussilah)
g. Pembentukan Mahkamah Agung, yang menangani beberapa bidang.

1. AI-Qadi: mengadili perkara agama, hakimnya disebut Qadi.


2. Al-Hisbah: mengadili perkara umum, baik pidana maupun perdata, hakimnya disebut
AAl-Mustahsib
3. An-Nazar fil Mazalim: pengadilan tingkat banding setelah dari pengadilan Al-Qada
atau AI-Hisbah, hakimnya disebut Sahibul Mazalim.

2. Politik dan Militer

Berdirinya Dinasti Abbasiyah merupakan kelanjutan dari Dinasti Umayyah yang berhasil
digulingkan. Dalam usahanya mendirikan sebuah dinasti, keturunan Bani Abbas banyak
dibantu oleh orang-orang muslim bukan Arab, mereka umumnya berasal dari Persia.
Demikian juga dengan kaum Alawiyyin yang beraliran Syi’ah memiliki andil besar dalam
mewujudkan Dinasti Abbasiyah. Latar belakang tersebut memengaruhi kebijakan politik
yang ditempuh oleh para khalifah. Bani Abbas di setiap periode. Mereka menempuh jalur
politik yang berbeda-beda sesuai dengan

zamannya masing-masing dan sesuai dengan kualitas kepemimpinan para khalifah tersebut.
Beragamnya kebijakan politik yang ditempuh oleh setiap periode kepemimpinan itu
merupakan khazanah peradaban sendiri yang pernah di capai oleh dinasti dalam bidang
politik. Usaha-usaha politik yang pernah ditempuh oleh dinasti ini di antaranya sebagai
berikut:

Pada periode awal (132-232 H/750-847 M), kebijakan politik yang ditempuh oleh dinasti ini
diwarnai oleh usaha-usaha para khalifah dalam memberikan landasan bagi pemerintahan
yang tangguh dan mempertahankan kekuasaan di tangan keturuna Bani Abbas. Oleh karena
itu usaha-usaha yang ditempuh adalah:

a. Menumpas habis keturunan Bani Umayyah dan tidak memberikan ruang gera sekecil apa
pun kepada mereka untuk tampil dalam panggung politik.

b. Memindahkan ibu kota Abbasiyah dari al-Hasyimiyah dekat Kuffah yang selalu mendapat
gangguan musuh ke Baghdad. Di Baghdad, khalifah Abbasiyah dapat menjalankan
pemerintahannya jauh lebih baik.
c. Abu Ja’far al-Mansur dapat membangun Kota Baghdad menjadi kota yang metropolis dan
menjadi pusat peradaban dunia.

d. Khalifah al-Mansur menyingkirkan Abu Muslim al-Khurasani yang memili pengaruh kuat
bagi muslim non-Arab karena dianggap mengancam kekuasaan Demikian juga dengan
dengan Abdullah bin Ali, paman al-Mansur sendiri, karen tidak ikut membai’atnya saat
menjadi khalifah.

Menumpas pemberontaka, pemberontakan yang dipelopori kaum yang


menggunakan kedok agama, seperti:
 Gerakan kelompok ar-Rawandiyah, yaitu para pendukung Abu Muslim. Mereka tidak
menerima pimpinannya di bunuh oleh khalifah Abbasiyah. Kelompok ini memasukan
ajaran zoroaster, Ma’niyah, Saba’iyah, Mazdakiyah ke dalam ajaran Islam. Mereka
meyakini bahwa ruh Isa a.s telah menjelma pada bin Thalib dan keturunannya.
 Gerakan kelompok al-Muqanniyah, muncul pada masa Khalifah almakmun (198-218
H/813-833 M) yang dipimpin Muqanna. Menurut mukanna shaIat, puasa, zakat, dan
haji tidaklah wajib. adapun harta dan wanita adalah milik bersama.
 Gerakan kelompok az-Zanadiqah, muncul pada masa Khalifah al-Watsiq (227-232
H/842-847 M). Pengikut gerakan ini disebut kaum Zindiq, yaitu kelompok atheis
yang menghalalkan segala cara dalam memperoleh sesuatu. Kelompok ini pun
menghalalkan pergaulan bebas, minum arak, dan menghindari menyebut nama Allah.

Seluruh gerakan yang mengatas namakan agama tersebut, semuanya dapat ditumpas. Oleh
karena itu hal tersebut merupakan prestasi tersendiri untuk militer Abbasiyah saat itu.

e.Menjalin hubungan luar negeri

Sebagaimana kita ketahui bahwa Dinasti Abbasiyah dapat berdiri karena berhasil
menggulingkan pemerintahan sebelumnya, Dinasti Umayyah. Maka untuk mengamankan
jalannya pemerintahan, para khalifah pada periode awal dinasti ini menjalin hubungan
persahabatan yang baik dengan negeri-negeri lain, di antaranya:

1. Menjalin hubungan persahabatan dengan raja Frank yang memiliki kekuasaan di


sebagian Andalusia. Maksud dilakukan hubungan persahabatan ini untuk
mengantisipasi jika ada serangan dari Abdurrahman ad-Dakhil, khalifah Bani
Umayyah 11 di Andalusia, Spanyol.
2. Menjalin hubungan dengan Afrika Barat. Daerah tersebut merupakan wilayah
kekuasaan kaum Barbar yang terus bermusuhan dengan penguasa bani umayyah
selama bertahun-tahun. Daerah tersebut dapat ditaklukkan pada zaman al-Mansur
tahun 155 H/772 M, dan dapat menambah kekuatan bagi kekuasaan Abbasiyah di
Baghdad.

f. Menaklukan Byzantium yang mencoba melakukan serangan ke wilayah Abbasiyah.


Kejadian ini terjadi tahun 143 H/761 M dan memaksa Kaisar Byzantium bersedia
membayar jizyah/upeti.
Pada periode kedua (232-334 H/847-946 M), kebijakan politik yang ditempuh oleh
para khalifah Dinasti Abbasiyah banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur Turki. Orang-
orang Turki banyak menduduki jabatan penting dalam pemerintahan dan militer. Pada
masa inilah terjadi profesionalisme militer. Tentara hanya terdiri dari orang-orang yang
terlatih saja, mekanisme kepangkatan dan gaji mereka pun sudah diatur. Walaupun pada
gilirarmya, kebijakan ini mendatangkan kerugian besar bagi Dinasti Abbasiyah.
Orang-orang Turki yang banyak memangku jabatan penting akhirnya tidak dapat
dikendalikan, mereka mampu mengontrol kekuasaan bahkan banyak gubernur dan
panglima tentara yang menyatakan diri menjadi khalifah. Oleh karena itu banyak daerah-
daerah kecil yang berusaha memisahkan diri. Periode ini, bisa disebut awal periode
perpecahan.
Pada periode ketiga (334-487 H/946-1004 M) ditandai dengan munculnya kekuatan
Bani Buwaih yang beraliran Syi'ah. Mereka tidak puas dengan pemerintahan Dinasti
Abbasiyah yang mengabaikan jasa-jasa pendahulu mereka yang ikut andil dalam
mendirikan Daulah Abbasiyah Mereka mulai menguasai wilayah Persia barat dan
sebagian lrak. Sementara itu Dinasti fatimiyah yang dipelopori keturunan Hasan bin Ali
binAbi Thalib telah mampu mendirikan kerajaan di Mesir. Mereka juga mampu
menguasai Suriah dan Afrika Timur.
Kekuatan Bani Buwaihi semakin bertambah dan dapat mengontrol kekuasaan di
Baghdad. Pada zaman khalifah al-Mustakfi tahun 335 H/945 M, Bani Buwaihi dapat
menekan khalifah dan menjadikan Ahmad Buwaihi sebagai Amirul Umara (panglima
besar) yang diberi gelar kehormatan Mu’izud Daulah (yang memperkuat kekuasaan),
Sejak itu, selama kurang lebih satu abad, kekuasaan Abbasiyah dikontrol oleh Bani
Buwaihi dan para khalifah tidak mampu berbuat banyak untuk mempertahankan
kedaulatan negara.
Pada periode keempat (487-656 H/1094-1258 M) kekuasaan Dinasti Abbasiyah
berada di bawah kontrol kaum Saljuk dari Turki. Mereka mampu menghilangkan
dominasi Buwaihi yang telah lama mengontrol pemerintahan setelah berhasil menduduki
jabatan-jabatan penting pemerintahan.
Selama periode ini mereka berhasil mengambil alih kekuasaan para khalifah. Khalifah
hanya diperkenankan mengurusi masalah-masalah agama saja. Kekhalifahan dinasti ini
akhimya hilang setelah pasukan Mongol memorak-porandakan Baghdad tahun 656
H/1258 M.
Demikianlah perkembangan politik dan militer yang terjadi selama kurang lebih lima
abad masa Dinasti Abbasiyah. Sebenarnya, Dinasti Abbasiyah hanya mampu mandiri
dalam masalah politik dan militer selama periode pertama mereka berkuasa saja, yaitu
kurang lebih selama 100 tahun.

D. Bidang Seni Budaya

Dinasti Abbasiyah yang berlangsung kurang lebih selama lima abad, secara politis,
bisa dikatakan hanya mampu mandiri selama satu abad saja, yaitu selama periode pertama
sekitar tahun 132-232 H/750-847 M.
Namun bidang ilmu pengetahuan, kesusasteraan, dan seni budaya terus mengalami
pertumbuhan. Keadaan demikian disebabkan karena para khalifah Daulah Abbasiyah lebih
berorientasi pada pertumbuhan peradaban dari pada perluasan wilayah dan kekuasaan.
Sebab lain adalah karena adanya asimilasi bangsa Arab dengan bangsa bukan Arab
sehingga terjadinya transfer pengetahuan secara terus menerus dalam bidang ilmu, seni,
maupun filsafat. Apalagi setelah kegiatan penerjemahan berbagai macam buku dari Yunani,
India, Byzantium, dan Persia ke dalam bahasa Arab pada zaman Khalifah Harun ar-Rasyid
dan Khalifah al-Makmun, kaum muslimin seakan-akan tidak ada puas-puasnya menyerap
ilmu pengetahuan dari negara-negara yang lebih dahulu maju peradabannya.
Pada masa kekhalifahan Abbasiyah, peradaban Islam dalam bidang seni budaya dan
kesusasteraan mencapai puncak keemasannya. Kota Baghdad menjadi kota pusat studi ilmu,
seni, dan sastra dari berbagai penjuru dunia. Perkembangan peradaban yang kita bisa
identifikasi dalam bidang sastra dan seni budaya di antaranya sebagai berikut:

1. Seni Arsitektur
Pada umumnya, khalifah-khalifah Abbasiyah sangat menyukai seni arsitektur. Untuk
keperluan membangun sebuah gedung, misalnya masjid, istana, madrasah dan perkantoran,
mereka tidak segan-segan mendatangkan arsitek-arsitek dari luar Abbasiyah, seperti
Byzantium, Yunani, Persia, dan India. Para ahli yang didatangkan tersebut tidak hanya untuk
keperluan membangun suatu bangunan, tetapi ada yang ditugaskan untuk mengajar orang-
orang Abbasiyah. Sehingga bermunculan para arsitek muslim di masa itu.
Bukti dari tumbuhnya peradaban seni arsitektur pada masa Dinasti Abbasiyah dapat
kita temukan sampai saat ini dari keindahan gedung-gedung istana, masjid, madrasah, dan
sebagainya hasil peninggalan Dinasti Abbasiyah.
Seni Tata Kota Bukti dari ketinggian nilai seni tata kota masa dinasti ini adalah
adanya kota-kota yang dibangun dengan teknik dan seni tata kota yang tinggi, di antaranya
sebagai
berikut:
a. Kota Baghdad
Kota Baghdad yang dibangun tahun 145 H/763 M pada masa
pemerintahan Khalifah al-Mansur ini melibatkan 100.000 orang ahli
bangunan, terdiri dari arsitek, tukang batu, tukang kayu, pemahat, pelukis, dan
lain-lain, yang didatangkan dari Suriah, Iran, Basrah, Mosul, Kuffah, dan
daerah-daerah yang lainnya. Biaya yang dihabiskan mencapai 4.833.000
dirham.
Kota Baghdad dibangun berbentuk bundar sehingga disebut kota
bundar (al-Muadawwarah). Dikelilingi dua lapis tembok besar dan tinggi.
Bagian bawah selebar 50 hasta dan bagian atas 20 hasta, tingginya 90 kaki
(27,5 m). Di luar tembok dibangun parit yang dalam, yang berfungsi ganda
sebagai saluran air dan sebagai benteng pertahanan.
Di tengah kota dibangun istana khalifah diberi nama aI-Qasr aZ-
Zahabi (istana emas) yang melambangkan kemegahan dan keindahan. Di
samping istana, dibangun juga Masjid Jami’ al-Mansur.
b. Kota Samarra
Kota Samarra dibangun pada masa Khalifah al-Mu’tashim Billah (218-
227 H/833-842 M) lima tahun setelah Kota Baghdad mengalami kemajuan.
Walaupun tidak semegah dan seindah Kota Baghdad, Samarra termasuk kota
yang dibangun dengan nilai seni dan tata kota yang tinggi.
Di dalam kota ini terdapat istana yang indah dan megah, masjid raya,
taman bunga dan alun-alun. Rumah-rumah pejabat pemerintah, pusat-pusat
pelayanan publik tempat perbelanjaan juga dibangun di kota tersebut.
Masyarakat dapat menggubakan berbagai keperluan dengan mudah.
Selain dua kota yang disebutkan di atas, tentu masih banyak bukti
peninggalan peradaban masa lalu dalam seni arsitektur maupun tata kota.
Misalnya Masjid Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah yang
berdiri dengan megah dan indah. Keindahan dan kemegahannya masih bagian
dari tingginya nilai seni Dinasti abbaaiyah dan penguasa muslim yang lain.
Menurut kebiasaan, setiap penguasa muslim pada masanya masing-masing
turut ambil bagian dalam renovasi dan pengembangan kedua masjid suci
tersebut.

2. Seni Sastra
Pada masa Abbasiyah berkuasa, dunia sastra mengalami kemajuan. Kota Baghdad
dikenal sebagai pusat sastrawan dan penyair. Bahkan kebanyakan khalifah yang memimpin
dinasti ini menyukai sastra. Sehingga perkembangan sastra Islam pada masa dinasti ini
mencapai puncak keemasarmya. Berikut beberapa penyair dan sastrawan yang terkenal saat
itu.
a. Abu Atahiyah (130-211 H/760-841 M)
b. Abu Nawas (145-198 H/741-794 M)
c. Abu Tamam (w 232 H/847 M)
d. Al-Buhtury (206-285 H/821-900 M)
e. Al-Mutanabbi (303-354 H/916-967 M)

Adapun buku cerita yang terkenal dan sangat melegenda di kalangan umat Islam
adalah cerita yang berjudul “Alfu Lailah Wa Lailah” (1001 malam) yang ditulis oleh
Mubasyir Ibnu Fathik.

3. Seni Suara dan Seni Musik


Seni suara dan musik juga mengalami kemajuan. Para khalifah Dinasti Abbasiyah
umumnya menyukai musik dan lagu. Acara-acara resmi kerajaan dan acara keluarga
raja/khalifah sering menggunakan hiburan musik dan lagu. Berikut beberapa seniman musik
dan lagu pada masa Abbasiyah adalah:
 Yunus bin Sulaiman (w 148 H/765 M)
 Khalil bin Ahmad al-Farahidi (w 175 H/791 M)
 Isha bin Ibrahim al-Maushuli (w 250 H/850 M)
BAB 3

PENUTUP
A. Kesimpulan
Dinasti Abbasyiah merupakan masa pemerintahan umat islam yang
merupakan asa keemasan dan kejayaan dari peradaban uumat islam yang
pernah ada. Pada masa dinasti Abbasyiah kekayaan negara melimpah dan
kesejahteraan rakyat sangat tinggi.
Pada zaman Abbasiyah, konsep kekhalifahan berkembang sebagai
sistem politik. Menurut pandangan para pemimpin dinasti Abbasiyah,
kedaulatan yang ada pada pemerintahan (khalifah) adalah berasal dari Allah.
Bukan berasal dari rakyat sebagaimana diaplikasikan oleh Abu Bakar dan
Umar pada zaman Khulafaur Rasyidin.
Pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah, luas wilayah kekuasaan
Islam semakin bertambah
Pusat peradaban islam mengalami kemajuan yang pesat sehingga pada
masa ini banyak muncul para tokoh ilmuan dari kalangan umat islam, baik itu
dalam bidang agama, bidang umum dan bidang ekonomi dan juga melahirkan
tokoh-tokoh dibidang ilmu masing-masing. Pada masa pemerintahan khalifah
Harun Al-Rasyid kesejahteraan umat islam sangat terjamin, karena pada masa
inilah puncak dari kajayaan dinasti Abbasyiah pembangunan dilakukan
dimana-mana.

B. Saran
Untuk mengetahui lebih jauh dan lebih banyak bahkan lebih lengkap
mengenaisejarah peradaban islam , pembaca dapat membaca dan mempelajari
buku-buku dari berbagai pengarang. Karena di dalam makalah mengenai
bahasa yang baik dan benar serta bahasa baku. Kami menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran
yang bersifat membangun untuk kesempurnaan penulisan makalah-makalah
selanjutnya sangat diharapkan
DAFTAR PUSTAKA

https://www.literasita.com/2019/08/perkembangan-peradaban-islam-pada-masa.html

https://makalahnih.blogspot.com/2014/07/dinasti-abbasiyah.html

https://muslimenergizer.wordpress.com/2011/11/17/dinasti-abbasiyyah/

http://www.mahadalyjakarta.com/proses-berdirinya-dinasti-abbasiyah/

https://www.kompasiana.com/ilnaf/5dadcac80d823005986e5ed3/sistem-politik-pemerintahan-dan-
bentuk-negara-pada-masa-dinasti-abbasiyah?page=1

Anda mungkin juga menyukai