SEMESTER V B
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan berakhirnya kekuasaan khalifah Ali bin Abi Thalib, maka
lahirlah kekuasan bani Umayyah sebagai penerus pemimpin dan kesepakatan
bersama. Ketika mereka menghadapi kesulitan-kesulitan, maka mereka
mengambil kebijakan langsung melalui musyawarah dengan para pembesar
yang lainnya. Berbeda dengan pemerintahan Khulafaur Rasyidin, bentuk
pemerintahan bani Umayyah adalah berbentuk kerajaan, kekuasaan bersifat
feodal (penguasaan tanah/daerah/wilayah, atau turun menurun). Untuk
mempertahankan kekuasaan, khilafah berani bersikap otoriter, adanya unsur
kekerasan, diplomasi yang diiringi dengan tipu daya, serta hilangnya
musyawarah dalam pemilihan khilafah. Dinasti bani Umayyah merupakan
kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh Muawiyah Ibn Abi Sufyan.
Perintisan dinasti ini dilakukannya dengan cara menolak pembai’atan
terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib, kemudian ia memilih berperang dan
melakukan perdamaian dengan pihak Ali dengan strategi politik yang sangat
menguntungkan baginya. Terlepas dari persoalan sistem pemerintahan yang
diterapkan, sejarah telah mencatat bahwa Dinasti Umayyah adalah Dinasti Arab
pertama yang telah memainkan peran penting dalam perluasan wilayah,
ketinggian peradaban dan menyebarkan agama Islam keseluruh penjuru dunia,
khususnya eropa, sampai akhirnya dinasti ini menjadi adikuasa. Kajian tentang
Sejarah peradaban Islam tidak terlepas dari keberadaan sebuah dinasti yaitu
Dinasti Bani Umaiyyah yang berkuasa selama lebih kurang 90 tahun. Melihat
pentingnya pembelajaran mengenai corak pemerintahan Bani Umayyah, maka
pada kesempatan kali ini pemakalah akan membahas tentang Dinasti Umayyah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya Dinasti Umayyah?
2. Siapa saja Khalifah Dinasti Umayyah?
3. Bagaimana masa kemajuan Dinasti Umayyah?
1
2
3
4
pengaruh yang kuat dan sebagian lagi merupakan khalifah-khalifah yang lemah.
Adapun khalifah-khalifah Bani Umayyah adalah:
1. Muawiyah I bin Abi Sufyan (41-60 H/ 661-679 M)
Muawiyah dilahirkan kira-kira 15 tahun sebelum Hijrah, dan masuk Islam
pada hari penaklukan kota Mekah bersama-sama penduduk kota Mekah
lainnya. Waktu itu ia berusia 23 tahun. Rasulullah ingin sekali mendekatkan
orang-orang yang baru masuk Islam diantara pemimpin-pemimpin keluarga
ternama kepadanya, agar perhatian mereka kepada Islam itu dapat terjamin,
dan agar ajaran-ajaran Islam itu benar-benar tertanam dalam hati mereka.
Sebab itu, Rasulullah berusaha supaya Muawiyah menjadi lebih akrab dengan
beliau. Muawiyah lalu diangkat menjadi salah satu anggota penulis wahyu,
Muawiyah banyak meriwayatkan hadis, baik yang langsung dari Rasulullah,
ataupun dari para sahabat lain diantaranya dari saudara perempuannya,
Habibah binti Abi Sufyan, istri Rasulullah, dan dari Abdullah bin Abbas, Said
bin Musayyab, dan lain-lain. Inilah yang menyebabkan Khalifah Umar suka
kepadanya. Selanjutnya pada masa Khalifah Usman, semua daerah Syam itu
diserahkan kepada Muawiyah. Dia sendiri yang mengangkat dan
memberhentikan pejabat-pejabat pemerintahannya. Dengan demikian,
Muawiyah telah berhasil memegang jabatan Gubernur selama 20 tahun. Dan
sesudah itu ia menjadi khalifah selama 20 tahun pula.
2. Yazid I bin Muawiyah (60-64 H/ 679-683 M)
Namanya Yazid bin Muawiyah, ibunya Maisun Al Kalbiyah yaitu seorang
wanita padang pasir yang dikawini Muawiyah sebelum ia menjadi Khalifah.
Tetapi Maisun ini tidak merasa betah dengan kehidupan di kota. Akhirnya
Muawiyah memulangkannya kepada keluarganya bersama Yazid putranya,
karena wanita ini merindukan kehidupan di alam padang pasir dan betapa ia
benci pada kehidupan dalam istana serta pakaian-pakaian yang serba mewah
itu. Penunjukan Muawiyah terhadap penggantinya adalah suatu tindakan
yang bijaksana, dan adanya yang baru itu dari kalangan Bani Umayyah adalah
suatu hal yang dapat diterima karena keadaan darurat. Muawiyah mewajibkan
seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya Yazid.
6
Meskipun dalam internal Bani Umayyah ada orang yang lebih baik daripada
Yazid, misalnya Abdul Malik bin Marwan. Deklarasi pengangkatan anaknya
Yazid sebagai putra mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan
oposisi di kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara
beberapa kali dan berkelanjutan. Akhir riwayat hidup Yazid tidak panjang.
Masa pemerintahannya berlangsung hanya tiga tahun. Ia mati dalam usia
muda. Ia tidak sempat merasakan kenikmatan sebagai khalifah. Begitu ia naik
tahta, dihadapannya telah berkecamuk bermacam-macam peristiwa, yang
merupakan penyakit berat bagi negaranya, Ia mulai mengobati penyakit-
penyakit itu, obat yang dipakainya itu malah lebih berbahaya daripada
penyakit-penyakit itu sendiri. Peristiwa-peristiwa yang merupakan penyakit
berat bagi negaranya yang kemudian diringkas oleh penulis yaitu
pemberontakan Husein terhadap pemerintahan khalifah Yazid. Husein
enggan berbaiat kepada Yazid karena semangatnya yang begitu besar untuk
menjaga prinsip musyawarah dan keinginannya untuk mendapatkan
pemimpin yang baik. Yazid mengirim utusan yang bernama Ubaidullah bin
Ziyad tugasnya untuk mencegah Husein melarangnya dari urusan tertentu
sekalipun memeranginya. Namun, Ubaidullah membunuh Husein dan
memenggal kepalanya lalu dibawanya ke Syam. Yazid sangat kecewa dengan
peristiwa yang menyebabkan terbunuhnya cucu Nabi tersebut. Lalu Yazid
menghukum dan melaknat Ubaidullah. Setelah peristiwa terbunuhnya
Utsman, kini peristiwa terbunuhnya Husein pun menjadi sisi kelam
pemerintahan Yazid dalam catatan sejarah dan merupakan penyebab fitnah
terbesar umat ini yang tiada hentinya untuk menyalahkan Khalifah Yazid
padahal Yazid tidak memerintahkan untuk membunuhnya dan tidak pula
menampakkan kegembiraan atas peristiwa terbunuhnya Husein. Peristiwa
lainnya setelah terbunuhnya Husein adalah pemberontakan penduduk
Madinah dan membatalkan baiatnya kepada Yazid serta mengeluarkan
utusan-utusan dan penduduknya. Yazid pun mengirimkan tentara kepada
mereka untuk meminta agar mereka taat kembali kepada Yazid tanpa adanya
peperangan dan jika mereka tidak mentaati dalam waktu tiga hari maka,
7
takwa dan bersih, suatu sikap yang jarang sekali ditemukan pada sebagian
besar pemimpin Bani Umayyah.
9. Yazid II bin Abdul Malik (101-105 H/ 719-723 M)
Ia tumbuh berkembang dalam kemewahan dan manja, membuatnya tidak
merasakan nilai dan harga kekuasaan. Sebab, ia mendapatkan kekuasaan
sama sekali tidak merasakan jerih payahnya. Ia menjadi khalifah setelah
Umar bin Abdul Aziz, sesuai dengan pesan saudaranya yang bernama
Sulaiman bin Abdul Malik. Peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada
masa pemerintahan Yazid ini, antara lain ialah pemberontakan yang
dilakukan oleh Yazid bin Muhallab. Khalifah Umar mencurahkan tenaga
yang tidak sedikit untuk melenyapkan segala kezaliman dan memelihara
Baitul mal milik kaum muslimin, tetapi Yazid segera meruntuhkan usaha
Khalifah yang terdahulu dengan cara mengembalikan tanah-tanah dan hibah-
hibah itu kepada para pemegangnya semula. Yazid meninggal pada tahun 105
H/723 M dan memerintah selama 4 tahun.
10. Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H/ 723-742 M)
Masa pemerintahan Hisyam cukup lama, yaitu kira-kira dua puluh tahun.
Hisyam termasuk khalifah-khalifah yang terbaik. Terkenal sebagai seorang
yang penyantun dan bersih pribadinya. Ia telah mengatur kantor-kantor
pemerintahan dan membetulkan perhitungan keuangan negara dengan amat
teliti. Musuh-musuh Bani Umayyah pun mengakui kebagusan pembukuan di
masa Hisyam. Hisyam dikenal sebagai seorang khalifah yang penyantun dan
sangat taqwa. Hisyam bin Abdul Malik meninggal pada tahun 125 H/742 M.
pemerintahannya berlangsung selama dua puluh tahun. Pada masa
pemerintahannya negara mengalami kemerosotan dan melemah.
11. Al- Walid II bin Yazid II (125-126 H/ 742-743 M)
Al Walid dilahirkan pada tahun 90 H. Ketika ayahnya diangkat menjadi
Khalifah, Al-Walid berusia sebelas tahun, dan ketika ayahnya menderita
sakit yang terakhir, Al-Walid sudah berumur lima belas tahun. Diriwayatkan
bahwa, pada waktu kematian menghampiri ayahnya, Al-Walid maju ke
mimbar kemudian mengumumkan kematian ayahnya dan kemudian Al-
11
yang berasal dari satu kabilah dan masing-masing anggotanya mendapat gaji
tertentu.
C. Masa Kemajuan Dinasti Umayyah
Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai suatu era agresif,
di mana perhatian tertumpu pada usaha perluasan wilayah dan penaklukan, yang
terhenti sejak zaman kedua khulafaur rasyidin terakhir. Hanya dalam jangka
waktu 90 tahun, banyak bangsa di empat penjuru mata angin beramai-ramai
masuk ke dalam kekuasaan Islam, yang meliputi tanah Spanyol, seluruh wilayah
Afrika Utara, Jazirah Arab, Syiria, Palestina, sebagian daerah Anatolia, Irak,
Persia, Afganistan, India dan negeri-negeri yang sekarang dinamakan
Turkmenistan, Uzbekistan dan Kirgiztari yang termasuk Soviet Rusia. Menurut
Prof. Ahmad Syalabi, penaklukan militer di zaman Umayyah mencakup tiga
front penting, yaitu sebagai berikut. Pertama, front melawan bangsa Romawi di
Asia kecil dengan sasaran utama pengepungan ke ibu kota Konstantinopel, dan
penyerangan ke pulau-pulau di Laut Tengah. Kedua, front Afrika Utara. Selain
menundukkan daerah hitam Afrika, pasukan muslim juga menyeberangi Selat
Gibraltar, lalu masuk ke Spanyol. Ketiga, front timur menghadapi wilayah yang
sangat luas, sehingga operasi ke jalur ini dibagi menjadi dua arah. Yang satu
menuju utara ke daerah-daerah di seberang sungai Jihun (Ammu Darya).
Sedangkan yang lainnya ke arah selatan menyusuri Sind, wilayah
India bagian barat. Saat-saat yang paling mengesankan dalam ekspansi ini ialah
terjadi pada paruh pertama dan seluruh masa kekhalifahan Bani Umayyah, yaitu
ketika kedaulatan dipegang oleh Muawiyah bin Abi Sufyan dan tahun-tahun
terakhir dan zaman kekuasaan Abdul Malik. Di luar masa-masa tersebut, usaha-
usaha penaklukan mengalami degradasi atau hanya mencapai kemenangan-
kemenangan yang sangat tipis. Pada masa pemerintahan Muawiyah diraih
kemajuan besar dalam perluasan wilayah, meskipun pada beberapa tempat masih
bersifat rintisan. Peristiwa paling mencolok ialah keberaniannya mengepung
kota Konstantinopel melalui suatu ekspedisi yang dipusatkan di kota pelabuhan
Dardanela, setelah terlebih dahulu menduduki pulau-pulau di Laut Tengah
seperti Rodhes, Kreta, Cyprus, Sicilia dan sebuah pulau yang bemama Award,
13
tidak jauh dan ibu kota Romawi Timur itu. Di belahan timur, Muawiyah berhasil
menakiukan Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afghanistan. Ekspansi ke
timur yang telah dirintis oleh Muawiyah, lalu disempurnakan oleh Khalifah
Abdul Malik. Di bawah komando Gubernur Irak, Hajjaj bin Yusuf, tentara kaum
muslimin menyeberangi sungai Ammu Darya dan menundukkan Balkh,
Bukhara, Khawarizm, Farghana dan Samarkand.
Pasukan Islam juga melalui Makran masuk ke Balukhistan, Sind dan
Punjab sampai ke Multan, Islam menginjjakkan kakinya untuk pertama kalinya
di bumi India. Kemudian tiba masa kekuasaan Al-Walid I yang disebut sebagai
“masa kemenangan yang luas”. Pengepungan yang gagal atas kota
Konstantinopel di zaman Muawiyah, dihidupkan kembali dengan memberikan
pukulan-pukulan yang cukup kuat. Walaupun cita-cita untuk menundukkan ibu
kota Romawi tetap saja belum berhasil, tetapi tindakan itu sedikit banyak
berhasil menggeser tapal batas pertahanan Islam lebih jauh ke depan, dengan
menguasai basis- basis militer Kerajaan Romawi di Mar’asy dan ‘Amuriyah.
Prestasi yang lebih besar dicapai oleh Al-Walid I ialah di front Afrika Utara dan
sekitarnya. Setelah segenap tanah Afrika bagian utara, pasukan muslim di bawah
pimpinan Thariq bin Ziyad rnenyeberangi Selat Gibraltar masuk ke Spanyol.
Lalu ibu kotanya, Cordova segera dapat direbut, menyusul kemudian kota-kota
lain seperti Sevilla, Elvira, dan Toledo. Gubernur Musa bin Nushair kemudian
menyempurnakan penaklukkan atas tanah Eropa ini dengan menyisir kaki
Pegunungan Pyrenia dan menyerang Carolingian Francis. Di samping
keberhasilan tersebut, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan
berbagai bidang, baik politik (tata pemerintahan) maupun sosial kebudayaan.
Dalam bidang politik, Bani Umayyah menyusun tata pemerintahan
untuk memenuhi tuntutan perkembangan wilayah dan administrasi kenegaraan
yang semakin kompleks. Selain mengangkat Majelis Penasihat sebagai
pendamping, khalifah Bani Umayyah dibantu oleh beberapa orang sekretaris
untuk membantu pelaksanaan tugas, yang meliputi:
a. Katib Ar-Rasail, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan administrasi
dan surat-menyurat dengan para pembesar setempat.
14
4. Ilmu Tafsir
Untuk memahami Al-Qur’an sebagai kitab suci diperlukan interpretasi
pemahaman secara komprehensif. Minat untuk menafsirkan Al-Qur’an di
kalangan umat Islam bertambah. Pada masa perintisan ilmu tafsir, ulama yang
membukukan ilmu tafsir yaitu Mujahid (104 H).
5. Ilmu Hadis
Ketika kaum muslimin telah berusaha memahami Al-Qur’an, ternyata ada
satu hal yang juga sangat mereka butuhkan, yaitu ucapan-ucapan Nabi yang
disebut hadis. Oleh karena itu, timbullah usaha untuk mengumpulkan hadis,
menyelidiki asal usulnya, sehingga akhirnya menjadi satu ilmu yang berdiri
sendiri yang dinamakan ilmu hadis. Di antara para ahli hadis yang termasyhur
pada masa Dinasti Umayyah adalah A1-Auzai Abdurrahman bin Amru (159
H), Hasan Basri (11O H), Ibnu Abu Malikah (119 H), dan Asya’bi Abu Amru
Amir bin Syurahbil (104 H).
6. Ilmu Fiqih
Setelah Islam menjadi daulah, maka para penguasa sangat membutuhkan
adanya peraturan-peraturan untuk menjadi pedoman dalam menyelesaikan
berbagai masalah. Mereka kembali kepada Al-Qur’an dan hadis dalam
mengeluarkan syariat. Kedua sumber tersebut untuk mengatur pemerintahan
dan memimpin rakyat. Al-Qur’an adalah dasar fiqih Islam, dan pada zaman
ini ilmu fiqih telah menjadi satu cabang ilmu syariat yang berdiri sendiri. Di
antara ahli fiqih yang terkenal adalah Sa’ud bin Musib, Abu Bakar bin
Abdurrahman, Qasim Ubaidillah, Urwah, dan Kharijah.
7. Ilmu Nahwu
Pada masa Dinasti Umayyah karena wilayahnya berkembang secara luas,
khususnya ke wilayah di luar Arab, maka ilmu nahwu sangat diperlukan. Hal
tersebut disebabkan pula bertambahnya orang-orang Ajam (non-arab) yang
masuk Islam, sehingga keberadaan bahasa arab sangat dibutuhkan. Oleh
karena itu, dibukukanlah ilmu nahwu dan berkembanglah satu cabang ilmu
yang penting untuk mempelajari berbagai ilmu agama Islam.
17
1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru
bagi tradisi arab, yang lebih menentukan aspek senionitas, pengaturannya
tidak jelas. Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan
terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
2. Latar belakang terbentuknya Dinasti Umayyah tidak dapat dipisahkan dan
berbagai konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi’ah (para
pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara
terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di
masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-
gerakan ini banyak rnenyedot kekuatan pemerintah.
3. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara Suku Arabia
Utara (Bani Qais) dan Arab Selatan (Bani Kaib) yang sudah ada sejak zaman
sebelum Islam semakin runcing. Perselisihan ini mengakibatkan para
penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan
dan kesatuan. Di samping itu, sebagian besar golongan timur lamanya merasa
tidak puas karena status Mawali itu menggambarkan suatu inferioritas,
ditambah dengan keangkuhan Bangsa Arab yang diperhatikan pada masa
Bani Umayyah.
4. Lemahnya pemerintahan daulah Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap
hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak
sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi
kekuasaan. Di samping itu, sebagian besar golongan awam kecewa karena
perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
5. Penyebab langsung runtuhnya kekuasaan Dinasti Umayyah adalah
munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas bin
Abbas Al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dan Bani Hasyim
dan golongan Syi’ah. Dan kaum Mawali yang merasa dikelasduakan oleh
pemerintah Bani Umayyah.
Beberapa penyebab tersebut muncul dan menumpuk menjadi satu,
sehingga akhirnya mengakibatkan keruntuhan Dinasti Umayyah, disusul dengan
berdirinya kekuasaan orang-orang Bani Abbasiyah yang mengejar-ngejar dan
19
A. Kesimpulan
Dari penjelasan-penjelasan yang telah disebut, maka dapat kita ambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Dengan berakhirnya kekuasaan Khalifah Ali bin Abi Thalib, maka lahirlah
kekuasan Bani Umayyah sebagai penerus pemimpin dan kesepakatan
bersama. bentuk pemerintahan Bani Umayyah adalah berbentuk kerajaan,
kekuasaan bersifat feodal (penguasaan tanah/daerah/wilayah, atau turun
menurun). Untuk mempertahankan kekuasaan, khilafah berani bersikap
otoriter, adanya unsur kekerasan, diplomasi yang diiringi dengan tipu daya,
serta hilangnya musyawarah dalam pemilihan khilafah. Dinasti Bani
Umayyah merupakan kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh Muawiyah
Ibn Abi Sufyan.
2. Adapun urutan Khalifah Umayyah adalah sebagai berikut:
a. Muawiyah I bin Abi Sufyan 41-60H/661-679M
b. Yazid I bin Muawiyah 60-64H/679-683M
c. Muawiyah II bin Yazid 64H/683M
d. Marwan I bin Hakam 64-65H/683-684M
e. Abdul Malik bin Marwari 65-86H/684-705M
f. Al-Walid I bin Abdul Malik 86-96H/705-714M
g. Sulaiman bin Abdul Malik 96-99H/714-717M
h. Umar bin Abdul Aziz 99-101H/717-719M
i. Yazid II bin Abdul Malik 101-105H/719-723M
j. Hisyam bin Abdul Malik 105-125H/723-742M
k. Al-Walid II bin Yazid II 125-126H/742-743M
l. Yazid bin Walid bin Malik 126H/743 M
m. Ibrahim bin Al-Walid II 126-127H / 734-744M
n. Marwan II bin Muhammad 127-132H / 744-750M
20
21
23