Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI UMAYYAH

Dosen Pengampu : Drs. Nur Hidayat, M.MPd

“Disusun Untuk Memehuni Tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban


Islam ”
Oleh
Kelompok: 3

DITA PUSPITA SARI NIM: 20.19.01.008

JEPI TRIONO NIM: 20.19.01.022

ROPITA SARI NIM: 20.19.01.040

SYIFA AMALIA NINGRUM NIM: 20.19.01.048

SEMESTER V B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


JURUSAN TARBIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)


AL-HAUDL KETAPANG
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadiran Allah Swt yang


telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan makalah yang berjudul “Peradaban Islam Pada Masa Dinasti
Umayyah” sebagai salah satu tugas kelompok mata kuliah “Sejarah Peradaban
Islam”. Tersusunnya makalah ini tidak terlepas dari peran berbagai pihak yang
telah memberikan bantuan dan dorongan baik secara langsung maupun tidak
langsung semoga Allah membalas budi baik kepada semua pihak yang telah
berperan dalam penyusunan makalah ini. Makalah ini di susun agar pembaca
dapat mengetahui, memahami dan dapat mempermudah mengetahui Sejarah
Peradaban Islam. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan
makalah ini masih terdapat kekurangan-kekurangan baik itu secara teknis
maupun non teknis untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran membangun
agar ke depannya bisa lebih baik lagi mohon maaf atas kekurangannya penulis
mengucapkan terima kasih.

Ketapang, 18 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3
A. Sejarah Berdirinya Dinasti Umayyah ......................................................... 3
B. Para Khalifah Dinasti Umayyah .................................................................. 4
C. Masa Kemajuan Dinasti Umayyah .............................................................. 12
D. Masa Kemajuan Bidang Peradaban Dinasti Umayyah… ............................ 15
E. Masa Kehancuran Dinasti Umayyah ........................................................... 17
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 20
A. Kesimpulan .................................................................................................. 20
B. Saran ............................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengan berakhirnya kekuasaan khalifah Ali bin Abi Thalib, maka
lahirlah kekuasan bani Umayyah sebagai penerus pemimpin dan kesepakatan
bersama. Ketika mereka menghadapi kesulitan-kesulitan, maka mereka
mengambil kebijakan langsung melalui musyawarah dengan para pembesar
yang lainnya. Berbeda dengan pemerintahan Khulafaur Rasyidin, bentuk
pemerintahan bani Umayyah adalah berbentuk kerajaan, kekuasaan bersifat
feodal (penguasaan tanah/daerah/wilayah, atau turun menurun). Untuk
mempertahankan kekuasaan, khilafah berani bersikap otoriter, adanya unsur
kekerasan, diplomasi yang diiringi dengan tipu daya, serta hilangnya
musyawarah dalam pemilihan khilafah. Dinasti bani Umayyah merupakan
kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh Muawiyah Ibn Abi Sufyan.
Perintisan dinasti ini dilakukannya dengan cara menolak pembai’atan
terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib, kemudian ia memilih berperang dan
melakukan perdamaian dengan pihak Ali dengan strategi politik yang sangat
menguntungkan baginya. Terlepas dari persoalan sistem pemerintahan yang
diterapkan, sejarah telah mencatat bahwa Dinasti Umayyah adalah Dinasti Arab
pertama yang telah memainkan peran penting dalam perluasan wilayah,
ketinggian peradaban dan menyebarkan agama Islam keseluruh penjuru dunia,
khususnya eropa, sampai akhirnya dinasti ini menjadi adikuasa. Kajian tentang
Sejarah peradaban Islam tidak terlepas dari keberadaan sebuah dinasti yaitu
Dinasti Bani Umaiyyah yang berkuasa selama lebih kurang 90 tahun. Melihat
pentingnya pembelajaran mengenai corak pemerintahan Bani Umayyah, maka
pada kesempatan kali ini pemakalah akan membahas tentang Dinasti Umayyah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah berdirinya Dinasti Umayyah?
2. Siapa saja Khalifah Dinasti Umayyah?
3. Bagaimana masa kemajuan Dinasti Umayyah?

1
2

4. Apa saja kemajuan bidang peradaban Dinasti Umayyah?


5. Bagaimana masa kehancuran Dinasti Umayyah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya Dinasti Umayyah.
2. Untuk mengetahui siapa-siapa saja Khalifah Dinasti Umayyah.
3. Untuk mengetahui masa kemajuan Dinasti Umayyah.
4. Untuk mengetahui apa-apa saja kemajuan bidang peradaban Dinasti
Umayyah.
5. Untuk mengetahui masa kehancuran Dinasti Umayyah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdirinya Dinasti Umayyah


Nama Dinasti Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abd Syams
bin Abdu Manaf. Ia adalah salah seorang tokoh penting di tengah Quraisy pada
masa Jahiliah. Ia dan pamannya Hasyim bin Abdu Manaf selalu bertarung dalam
memperebutkan kekuasaan dan kedudukan. Dinasti Umayyah didirikan oleh
Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb. Muawiyah di samping sebagai pendiri
daulah Bani Abbasyah juga sekaligus menjadi khalifah pertama. Ia
memindahkan ibu kota kekuasaan Islam dan Kufah ke Damaskus. Muawiyah
dipandang sebagai pembangun Dinasti yang oleh sebagian besar sejarawan
awalnya dipandang negatif. Keberhasilannya memperoleh legalitas atas
kekuasaannya dalam perang saudara di Siffin dicapai melalui cara yang curang.
Lebih dari itu, Muawiyah juga dituduh sebagai pengkhianat prinsip-
prinsip demokrasi yang diajarkan Islam, karena dialah yang mula-mula
mengubah pimpinan negara dan seorang yang dipilih oleh rakyat menjadi
kekuasaan raja yang diwariskan turun-temurun (monarchy heredity). Di atas
segala-galanya jika dilihat dari sikap dan prestasi politiknya yang menakjubkan,
sesungguhnya Muawiyah adalah seorang pribadi yang sempurna dan pemimpin
mesir yang berbakat. Di dalam dirinya terkumpul sifat-sifat seorang penguasa,
politikus, dan administrator. Muawiyah tumbuh sebagai pemimpin karier.
Pengalaman politik te!ah memperkaya dirinya dengan kebijaksanaan-
kebijaksanaan dalam memerintah, mulai dan menjadi salah seorang pemimpin
pasukan di bawah komando Panglima Abu Ubaidah bin Jarrah yang berhasil
merebut wilayah Palestina, Suriah, dan Mesir dan tangan Imperium Romawi
yang telah menguasai ketiga daerah itu sejak tahun 63 SM. Kemudian Muawiyah
menjabat kepala wilayah di Syam yang membawahi Suriah dan Palestina yang
berkedudukan di Damaskus selama kira-kira 20 tahun.
Khalifah Utsman telah menobatkannya sebagai “Amir Al-Bahr”
(Prince of the sea) yang memimpin armada besar dalam penyerbuan ke kota

3
4

Konstantinopel walaupun belum berhasil. Muawiyah berhasil mendirikan


Dinasti Umayyah bukan hanya dikarenakan kemenangan diplomasi di Siffin dan
terbunuhnya Khalifah Ali. Melainkan sejak semula gubernur Suriah itu memiliki
“basis rasional” yang solid bagi landasan pembangunan politiknya di masa
depan. Pertama, adalah berupa dukungan yang kuat dan rakyat Suriah dan dan
keluarga Bani Umayyah sendiri. Kedua, sebagai seorang administrator,
Muawiyah sangat bijaksana dalam menempatkan para pembantunya pada
jabatan-jabatan penting. Tiga orang patutlah mendapat perhatian khusus, yaitu
‘Amr bin Ash, Mugirah bin Syu’bah, dan Ziyad bin Abihi. Ketiga, Muawiyah
memiliki kemampuan menonjol sebagai negarawan sejati, bahkan mencapai
tingkat “hum”, sifat tertinggi yang dimiliki oleh para pembesar Mekah zaman
dahulu. Seorang manusia hum seperti Muawiyah dapat menguasai din secara
mutlak dan mengambil keputusan-keputusan yang menentukan, meskipun ada
tekanan dan intimidasi.Gambaran dan sifat mulia tersebut dalam din Muawiyah
Setidak-tidaknya tampak dalam keputusannya yang berani memaklumkan
jabatan khalifah secara turun-temurun. Situasi ketika Muawiyah naik ke kursi
kekhalifahan mengundang banyak kesulitan. Anarkisme tidak dapat lagi
dikendalikan oleh ikatan agama dan moral, sehingga hilanglah persatuan umat.
Persekutuan yang dijalin secara efektif melalui dasar keagamaan sejak Khalifah
Abu Bakar tidak dapat dielakkan dirusak oleh peristiwa pembunuhan atas
Khalifah Utsman dan perang saudara sesama muslim di masa pemerintahan Ali.
Dengan menegakkan wibawa pemerintahan serta menjamin integritas kekuasaan
di masa-masa yang akan datang, Muawiyah dengan tegas menyelenggarakan
suksesi yang damai, dengan pembaiatan putranya Yazid, beberapa tahun
sebelum ia meninggal dunia.
B. Para Khalifah Dinasti Umayyah
Khalifah Muawiyah merupakan khalifah pertama dari 14 khalifah
Bani Umayyah. Dan empat orang khalifah diantara mereka memegang
kekuasaan selama 70 tahun. Mereka ialah : Muawiyah, Abdul Malik, Al-Walid
dan Hisyam. Adapun yang sepuluh orang lainnya hanya memerintah selama 21
tahun. Diantara 14 orang khalifah Bani Umayyah sebagian khalifah memiliki
5

pengaruh yang kuat dan sebagian lagi merupakan khalifah-khalifah yang lemah.
Adapun khalifah-khalifah Bani Umayyah adalah:
1. Muawiyah I bin Abi Sufyan (41-60 H/ 661-679 M)
Muawiyah dilahirkan kira-kira 15 tahun sebelum Hijrah, dan masuk Islam
pada hari penaklukan kota Mekah bersama-sama penduduk kota Mekah
lainnya. Waktu itu ia berusia 23 tahun. Rasulullah ingin sekali mendekatkan
orang-orang yang baru masuk Islam diantara pemimpin-pemimpin keluarga
ternama kepadanya, agar perhatian mereka kepada Islam itu dapat terjamin,
dan agar ajaran-ajaran Islam itu benar-benar tertanam dalam hati mereka.
Sebab itu, Rasulullah berusaha supaya Muawiyah menjadi lebih akrab dengan
beliau. Muawiyah lalu diangkat menjadi salah satu anggota penulis wahyu,
Muawiyah banyak meriwayatkan hadis, baik yang langsung dari Rasulullah,
ataupun dari para sahabat lain diantaranya dari saudara perempuannya,
Habibah binti Abi Sufyan, istri Rasulullah, dan dari Abdullah bin Abbas, Said
bin Musayyab, dan lain-lain. Inilah yang menyebabkan Khalifah Umar suka
kepadanya. Selanjutnya pada masa Khalifah Usman, semua daerah Syam itu
diserahkan kepada Muawiyah. Dia sendiri yang mengangkat dan
memberhentikan pejabat-pejabat pemerintahannya. Dengan demikian,
Muawiyah telah berhasil memegang jabatan Gubernur selama 20 tahun. Dan
sesudah itu ia menjadi khalifah selama 20 tahun pula.
2. Yazid I bin Muawiyah (60-64 H/ 679-683 M)
Namanya Yazid bin Muawiyah, ibunya Maisun Al Kalbiyah yaitu seorang
wanita padang pasir yang dikawini Muawiyah sebelum ia menjadi Khalifah.
Tetapi Maisun ini tidak merasa betah dengan kehidupan di kota. Akhirnya
Muawiyah memulangkannya kepada keluarganya bersama Yazid putranya,
karena wanita ini merindukan kehidupan di alam padang pasir dan betapa ia
benci pada kehidupan dalam istana serta pakaian-pakaian yang serba mewah
itu. Penunjukan Muawiyah terhadap penggantinya adalah suatu tindakan
yang bijaksana, dan adanya yang baru itu dari kalangan Bani Umayyah adalah
suatu hal yang dapat diterima karena keadaan darurat. Muawiyah mewajibkan
seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya Yazid.
6

Meskipun dalam internal Bani Umayyah ada orang yang lebih baik daripada
Yazid, misalnya Abdul Malik bin Marwan. Deklarasi pengangkatan anaknya
Yazid sebagai putra mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan
oposisi di kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara
beberapa kali dan berkelanjutan. Akhir riwayat hidup Yazid tidak panjang.
Masa pemerintahannya berlangsung hanya tiga tahun. Ia mati dalam usia
muda. Ia tidak sempat merasakan kenikmatan sebagai khalifah. Begitu ia naik
tahta, dihadapannya telah berkecamuk bermacam-macam peristiwa, yang
merupakan penyakit berat bagi negaranya, Ia mulai mengobati penyakit-
penyakit itu, obat yang dipakainya itu malah lebih berbahaya daripada
penyakit-penyakit itu sendiri. Peristiwa-peristiwa yang merupakan penyakit
berat bagi negaranya yang kemudian diringkas oleh penulis yaitu
pemberontakan Husein terhadap pemerintahan khalifah Yazid. Husein
enggan berbaiat kepada Yazid karena semangatnya yang begitu besar untuk
menjaga prinsip musyawarah dan keinginannya untuk mendapatkan
pemimpin yang baik. Yazid mengirim utusan yang bernama Ubaidullah bin
Ziyad tugasnya untuk mencegah Husein melarangnya dari urusan tertentu
sekalipun memeranginya. Namun, Ubaidullah membunuh Husein dan
memenggal kepalanya lalu dibawanya ke Syam. Yazid sangat kecewa dengan
peristiwa yang menyebabkan terbunuhnya cucu Nabi tersebut. Lalu Yazid
menghukum dan melaknat Ubaidullah. Setelah peristiwa terbunuhnya
Utsman, kini peristiwa terbunuhnya Husein pun menjadi sisi kelam
pemerintahan Yazid dalam catatan sejarah dan merupakan penyebab fitnah
terbesar umat ini yang tiada hentinya untuk menyalahkan Khalifah Yazid
padahal Yazid tidak memerintahkan untuk membunuhnya dan tidak pula
menampakkan kegembiraan atas peristiwa terbunuhnya Husein. Peristiwa
lainnya setelah terbunuhnya Husein adalah pemberontakan penduduk
Madinah dan membatalkan baiatnya kepada Yazid serta mengeluarkan
utusan-utusan dan penduduknya. Yazid pun mengirimkan tentara kepada
mereka untuk meminta agar mereka taat kembali kepada Yazid tanpa adanya
peperangan dan jika mereka tidak mentaati dalam waktu tiga hari maka,
7

tentara Yazid akan memasuki Madinah dengan pedang dan menghalalkan


darah mereka. Namun, Yazid meninggal dunia pada saat pasukannya dalam
keadaan mengepung Mekah.
3. Muawiyah II bin Yazid (64 H/ 683 M)
Ia hanyalah seorang pemuda yang lemah. Masa jabatannya tidak lebih dari 40
hari. Kemudian ia mengundurkan diri karena sakit. Dan selanjutnya ia
mengurung dirinya di rumah sampai ia meninggal tiga bulan kemudian.
Alasan ia dipilih karena neneknya, yaitu Muawiyah I telah meletakkan asas-
asas sistem warisan dalam jabatan Khalifah itu. Ia telah berjuang selama
bertahun-tahun untuk melaksanakan pengangkatan Yazid, disamping itu
rakyatpun telah bersedia pula untuk menerima sistem warisan itu.
4. Marwan I bin Hakam (64-65 H/ 683-684 M)
Marwan bin Hakam memegang peranan penting dalam perang Jamal. Setelah
perang Jamal selesai, Marwan mengundurkan diri dari kancah politik.
kemudian ia memberikan baiat dan sumpah setianya atas pengangkatan Ali
menjadi Khalifah. Muawiyah menganggap hal itu dilakukan Marwan
hanyalah karena suatu sebab yang memaksa, yaitu untuk menjaga
kemaslahatan Bani Umayyah yang berada di Mekah dan Madinah. Marwan
adalah seorang yang bijaksana, berpikiran tajam, fasih berbicara, dan berani.
Ia ahli dalam pembacaan Al-Qur’an. Dan banyak meriwayatkan hadis-hadis
dari para sahabat Rasulullah yang terkemuka, terutama dari Umar bin Khattab
dan Usman bin Affan. Ia juga telah berjasa dalam menertibkan alat-alat
takaran dan timbangan. Ia meninggal pada bulan Ramadhan tahun 63 H,
setelah ia membujuk lebih dahulu dua orang puteranya untuk
menggantikannya berturut-turut, yaitu Abdul Malik dan Abdul Aziz. Dengan
demikian telah mengabaikan putusan Muktamar al Jabiyah. Isinya adalah
diputuskan adanya keharusan untuk mendirikan kekhalifahan, dalam
pertemuan itu juga telah diputuskan juga sebuah prinsip yang sangat penting
bahwa pemilihan seorang Khalifah hanya terlaksana melalui prosedur
pemilihan dari umat, aspirasi umat atau wakil umat yang aspiratif dan
8

mempresentasikan kedaulatan umat, seperti para sahabat yang berkumpul


pada hari Saqifah.
5. Abdul Malik bin Marwan (65-86 H/ 684-705 M)
Abdul Malik ini dipandang sebagai pendiri kedua bagi Daulah Umayyah.
Ketika ia diangkat menjadi Khalifah, sedangkan Islam berada dalam keadaan
terpecah-belah. Abdullah bin Zubair di Hijjaz/Mekah memproklamirkan
dirinya sebagai Khalifah. Kaum Syiah mengadakan pemberontakan. Dari
kaum Khawarij membangkang pula. Maka Al Mukhtar bin Ubaids as Tsaqafi
(67 H/ 622-687 M) mengerahkan sejumlah besar tentara untuk mengganas,
dan dia sendiri tidak mengerti apa sebabnya dia mengganas. Namun, semua
kekacauan ini mampu dilewati oleh Abdul Malik. Ia berhasil mengembalikan
seluruh wilayah taat kepada kekuasaannya. Begitu pula, ia dapat menumpas
segala pembangkangan dan pemberontakan. Sebab itulah ia berhak disebut
sebagai “pendiri yang kedua” bagi Dinasti Umayyah. Khalifah Abdul Malik
memerintah paling lama, yakni 21 tahun ditopang oleh para pembantunya
yang juga termasuk orang kuat dan menjadi kepercayaannya, seperti Al-
Hajjaj bin Yusuf yang gagah berani di medan perang dan Abdul Aziz,
saudaranya yang dipercaya memegang jabatan sebagai Gubernur Mesir.
Adapun karakter Abdul Malik, antara lain ialah: percaya diri, dan diantara
orang-orang yang semasa dengan dia tak ada yang dapat menandinginya.
Diantara karya Abdul Malik yang patut dipuji ialah mengarahkan kantor-
kantor pemerintahan, membuat mata uang dengan cara yang teratur.
6. Al Walid I bin Abdul Malik (86-96 H/ 705-714 M)
Khalifah al Walid dilahirkan pada tahun 50 H. Tumbuh dengan semua
kemewahan. Ia mempelajari Kebudayaan Islam, tetapi pendidikannya tentang
bahasa arab sangat lemah, sehingga ia berbicara kurang fasih. Khalifah al
Walid bin Abdul Malik memerintah sepuluh tahun lamanya. Pada masa
pemerintahannya kekayaan dan kemakmuran melimpah ruah. Kekuasaan
Islam melangkah ke Spanyol dibawah pimpinan pasukan Tariq bin Ziyad
ketika Afrika Utara dipegang oleh Gubernur Musa bin Nusair. Karena
kekayaan melimpah ruah ia sempurnakan pembangunan gedung-gedung,
9

pabrik-pabrik, dan jalan-jalan yang dilengkapi dengan sumur untuk para


kafilah dagang yang berlalu lalang di jalur tersebut. Ia membangun masjid
Al-Amawwi yang terkenal hingga masa kini di Damaskus. Disamping itu ia
menggunakan kekayaan negerinya untuk menyantuni para yatim piatu,
diberinya mereka jaminan hidup, dan disediakannya para pendidik untuk
mereka. Begitu pula untuk orang-orang yang cacat, disediakannya pelayan-
pelayan khusus. Dan untuk orang-orang buta, disediakannya pula para
penuntun. Orang-orang itu semua diberinya gaji yang teratur. Khalifah Abdul
Malik wafat tahun 96 H/715 M, dan digantikan oleh adiknya, Sulaiman
sebagaimana wasiat ayahnya.
7. Sulaiman bin Abdul Malik (96-99 H/ 714-717 M)
Sulaiman bin Abdul Malik dilahirkan pada tahun 54 H/674 M. Ia dilantik
menjadi Khalifah setelah saudaranya, Al Walid meninggal dunia. Sebelum
wafatnya, Al Walid pernah bermaksud untuk memecat Sulaiman dari
kedudukannya sebagai putra mahkota, karena ia ingin mengangkat putranya
sendiri yang bernama Abdul Aziz. Khalifah Sulaiman tidak sebijaksana
kakaknya, suka harta sebagaimana diperlihatkan ketika ia menginginkan
harta rampasan perang (ganimah) dari Spanyol yang dibawa oleh Musa bin
Nusair. Ia menginginkan harta itu jatuh ke tangannya, bukan ke tangan
kakaknya, al Walid yang saat itu masih hidup walau dalam keadaan sakit.
Musa bin Nusair diperintahkan oleh Sulaiman agar memperlambat
kedatangnya ke Damaskus dengan harapan harta yang dibawanya itu jatuh ke
tangannya. Namun Musa enggan melaksanakan perintah Sulaiman tersebut,
yang mengakibatkan ia disiksa dan dipecat dari jabatannya ketika Sulaiman
naik menjadi Khalifah menggantikan al-Walid.
8. Umar bin Abdul Aziz (99-101 H/ 717-719 M)
Khalifah ketiga yang besar ialah Umar bin Abdul Aziz, meskipun masa
pemerintahannya sangat pendek, namun Umar merupakan lembaran putih
Bani Umayyah dan sebuah periode yang berdiri sendiri, mempunyai karakter
yang tidak terpengaruh oleh kebijaksanaan-kebijaksanaan Daulah Umayyah
yang banyak disesali. Dia merupakan personifikasi seorang Khalifah yang
10

takwa dan bersih, suatu sikap yang jarang sekali ditemukan pada sebagian
besar pemimpin Bani Umayyah.
9. Yazid II bin Abdul Malik (101-105 H/ 719-723 M)
Ia tumbuh berkembang dalam kemewahan dan manja, membuatnya tidak
merasakan nilai dan harga kekuasaan. Sebab, ia mendapatkan kekuasaan
sama sekali tidak merasakan jerih payahnya. Ia menjadi khalifah setelah
Umar bin Abdul Aziz, sesuai dengan pesan saudaranya yang bernama
Sulaiman bin Abdul Malik. Peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada
masa pemerintahan Yazid ini, antara lain ialah pemberontakan yang
dilakukan oleh Yazid bin Muhallab. Khalifah Umar mencurahkan tenaga
yang tidak sedikit untuk melenyapkan segala kezaliman dan memelihara
Baitul mal milik kaum muslimin, tetapi Yazid segera meruntuhkan usaha
Khalifah yang terdahulu dengan cara mengembalikan tanah-tanah dan hibah-
hibah itu kepada para pemegangnya semula. Yazid meninggal pada tahun 105
H/723 M dan memerintah selama 4 tahun.
10. Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H/ 723-742 M)
Masa pemerintahan Hisyam cukup lama, yaitu kira-kira dua puluh tahun.
Hisyam termasuk khalifah-khalifah yang terbaik. Terkenal sebagai seorang
yang penyantun dan bersih pribadinya. Ia telah mengatur kantor-kantor
pemerintahan dan membetulkan perhitungan keuangan negara dengan amat
teliti. Musuh-musuh Bani Umayyah pun mengakui kebagusan pembukuan di
masa Hisyam. Hisyam dikenal sebagai seorang khalifah yang penyantun dan
sangat taqwa. Hisyam bin Abdul Malik meninggal pada tahun 125 H/742 M.
pemerintahannya berlangsung selama dua puluh tahun. Pada masa
pemerintahannya negara mengalami kemerosotan dan melemah.
11. Al- Walid II bin Yazid II (125-126 H/ 742-743 M)
Al Walid dilahirkan pada tahun 90 H. Ketika ayahnya diangkat menjadi
Khalifah, Al-Walid berusia sebelas tahun, dan ketika ayahnya menderita
sakit yang terakhir, Al-Walid sudah berumur lima belas tahun. Diriwayatkan
bahwa, pada waktu kematian menghampiri ayahnya, Al-Walid maju ke
mimbar kemudian mengumumkan kematian ayahnya dan kemudian Al-
11

Walid mendeklarasikan dia sebagai Khalifah, kemudian dia di bai’at. Al-


Walid moralnya tidak begitu tinggi, dia mempunyai sifat kegila-gilaan, yaitu
sifat yang diwarisinya dari ayahnya. Faktor-faktor itulah nampaknya yang
telah mendorong pemuda itu untuk menguburkan rasa pilu dan sedihnya
kedalam gelas minuman keras, dan hidup dalam pelukan dayang-dayang dan
hamba-hamba sahaya perempuan, bergelimang dosa dan maksiat.
12. Yazid bin Walid bin Malik (126 H/ 743 M)
Yazid tidak dapat menikmati kedudukannya sebagai Khalifah, yang telah
dicapainya dengan usaha baik secara rahasia ataupun terang-terangan. Masa
pemerintahannya berlangsung lebih kurang enam bulan. Dan masa yang
pendek itu penuh dengan kesukaran-kesukaran. Yazid meninggal dunia
setelah memangku jabatan Khalifah dalam masa beberapa bulan itu. Ia
memberikan wasiat bagi saudaranya, Ibrahim untuk menjadi Khalifah
sesudahnya.
13. Ibrahim bin Al-Walid II (126-127 H/ 743-744 M)
Ibrahim bin al-Walid hanya memerintah dalam waktu singkat pada tahun 126
H sebelum ia turun tahta, dan bersembunyi dari ketakutan terhadap lawan-
lawan politiknya. Karena kondisi pemerintahan saat itu mengalami
goncangan, naiknya Ibrahim bin Walid sebagai Khalifah tidak disetujui oleh
sebagian kalangan keluarga Bani Umayyah. Bahkan sebagian ahli sejarah
menyebutkan di kalangan sebagian Bani Umayyah ada yang
menganggapnya hanya sebagai gubernur, bukan Khalifah.
14. Marwan II bin Muhammad (127-132 H/ 744-750 M)
Ia dibaiat sebagai khalifah setelah ia memasuki Damaskus dan setelah
Ibrahim bin Walid melarikan diri dari Damaskus pada tahun 127 H/744 M.
Marwan adalah orang besar, berani dan memiliki kebijaksanaan serta
kelincahan. Ia mempunyai pengalaman yang luas dalam bidang
pertempuran. Ia berhasil membuat rencana untuk penyusunan kembali
kekuatan-kekuatan Islam. Ia meninggalkan sistem pembagian bala tentara
kepada beberapa kesatuan, yang masing-masingnya terdiri dari orang-orang
12

yang berasal dari satu kabilah dan masing-masing anggotanya mendapat gaji
tertentu.
C. Masa Kemajuan Dinasti Umayyah
Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai suatu era agresif,
di mana perhatian tertumpu pada usaha perluasan wilayah dan penaklukan, yang
terhenti sejak zaman kedua khulafaur rasyidin terakhir. Hanya dalam jangka
waktu 90 tahun, banyak bangsa di empat penjuru mata angin beramai-ramai
masuk ke dalam kekuasaan Islam, yang meliputi tanah Spanyol, seluruh wilayah
Afrika Utara, Jazirah Arab, Syiria, Palestina, sebagian daerah Anatolia, Irak,
Persia, Afganistan, India dan negeri-negeri yang sekarang dinamakan
Turkmenistan, Uzbekistan dan Kirgiztari yang termasuk Soviet Rusia. Menurut
Prof. Ahmad Syalabi, penaklukan militer di zaman Umayyah mencakup tiga
front penting, yaitu sebagai berikut. Pertama, front melawan bangsa Romawi di
Asia kecil dengan sasaran utama pengepungan ke ibu kota Konstantinopel, dan
penyerangan ke pulau-pulau di Laut Tengah. Kedua, front Afrika Utara. Selain
menundukkan daerah hitam Afrika, pasukan muslim juga menyeberangi Selat
Gibraltar, lalu masuk ke Spanyol. Ketiga, front timur menghadapi wilayah yang
sangat luas, sehingga operasi ke jalur ini dibagi menjadi dua arah. Yang satu
menuju utara ke daerah-daerah di seberang sungai Jihun (Ammu Darya).
Sedangkan yang lainnya ke arah selatan menyusuri Sind, wilayah
India bagian barat. Saat-saat yang paling mengesankan dalam ekspansi ini ialah
terjadi pada paruh pertama dan seluruh masa kekhalifahan Bani Umayyah, yaitu
ketika kedaulatan dipegang oleh Muawiyah bin Abi Sufyan dan tahun-tahun
terakhir dan zaman kekuasaan Abdul Malik. Di luar masa-masa tersebut, usaha-
usaha penaklukan mengalami degradasi atau hanya mencapai kemenangan-
kemenangan yang sangat tipis. Pada masa pemerintahan Muawiyah diraih
kemajuan besar dalam perluasan wilayah, meskipun pada beberapa tempat masih
bersifat rintisan. Peristiwa paling mencolok ialah keberaniannya mengepung
kota Konstantinopel melalui suatu ekspedisi yang dipusatkan di kota pelabuhan
Dardanela, setelah terlebih dahulu menduduki pulau-pulau di Laut Tengah
seperti Rodhes, Kreta, Cyprus, Sicilia dan sebuah pulau yang bemama Award,
13

tidak jauh dan ibu kota Romawi Timur itu. Di belahan timur, Muawiyah berhasil
menakiukan Khurasan sampai ke sungai Oxus dan Afghanistan. Ekspansi ke
timur yang telah dirintis oleh Muawiyah, lalu disempurnakan oleh Khalifah
Abdul Malik. Di bawah komando Gubernur Irak, Hajjaj bin Yusuf, tentara kaum
muslimin menyeberangi sungai Ammu Darya dan menundukkan Balkh,
Bukhara, Khawarizm, Farghana dan Samarkand.
Pasukan Islam juga melalui Makran masuk ke Balukhistan, Sind dan
Punjab sampai ke Multan, Islam menginjjakkan kakinya untuk pertama kalinya
di bumi India. Kemudian tiba masa kekuasaan Al-Walid I yang disebut sebagai
“masa kemenangan yang luas”. Pengepungan yang gagal atas kota
Konstantinopel di zaman Muawiyah, dihidupkan kembali dengan memberikan
pukulan-pukulan yang cukup kuat. Walaupun cita-cita untuk menundukkan ibu
kota Romawi tetap saja belum berhasil, tetapi tindakan itu sedikit banyak
berhasil menggeser tapal batas pertahanan Islam lebih jauh ke depan, dengan
menguasai basis- basis militer Kerajaan Romawi di Mar’asy dan ‘Amuriyah.
Prestasi yang lebih besar dicapai oleh Al-Walid I ialah di front Afrika Utara dan
sekitarnya. Setelah segenap tanah Afrika bagian utara, pasukan muslim di bawah
pimpinan Thariq bin Ziyad rnenyeberangi Selat Gibraltar masuk ke Spanyol.
Lalu ibu kotanya, Cordova segera dapat direbut, menyusul kemudian kota-kota
lain seperti Sevilla, Elvira, dan Toledo. Gubernur Musa bin Nushair kemudian
menyempurnakan penaklukkan atas tanah Eropa ini dengan menyisir kaki
Pegunungan Pyrenia dan menyerang Carolingian Francis. Di samping
keberhasilan tersebut, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan
berbagai bidang, baik politik (tata pemerintahan) maupun sosial kebudayaan.
Dalam bidang politik, Bani Umayyah menyusun tata pemerintahan
untuk memenuhi tuntutan perkembangan wilayah dan administrasi kenegaraan
yang semakin kompleks. Selain mengangkat Majelis Penasihat sebagai
pendamping, khalifah Bani Umayyah dibantu oleh beberapa orang sekretaris
untuk membantu pelaksanaan tugas, yang meliputi:
a. Katib Ar-Rasail, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan administrasi
dan surat-menyurat dengan para pembesar setempat.
14

b. Katib Al-Kharraj, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan penerimaan


dan pengeluaran negara.
c. Katib Al-Jundi, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan berbagai hal
yang berkaitan dengan ketentaraan.
d. Katib Asy-Syurtah, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan
pemeliharaan keamanan dan ketertiban umum.
e. Katib Al-Qudat, sekretaris yang bertugas menyelenggarakan tertib hukum
melalui badan-badan peradilan dan hakim setempat.
Dalam bidang sosial budaya, Bani Umayyah telah membuka kontak
antar bangsa-bangsa muslim (Arab) dengan negeri-negeri taklukkan yang
terkenal memiliki tradisi yang luhur seperti Persia, Mesir, Eropa, dan
sebagainya. Hubungan tersebut lalu melahirkan kreativitas baru yang
menakjubkan di bidang seni dan ilmu pengetahuan. Di bidang seni, terutama seni
bangunan (arsitektur), Bani Umayyah mencatat suatu pencapaian yang gemilang
seperti Dome of the Rock (Qubah Ash-Shakhra) di Yerusalem menjadi monumen
terbaik yang hingga kini tak henti-hentinya dikagumi orang. Perhatian terhadap
seni sastra juga meningkat di zaman ini, terbukti dengan lahirnya tokoh-tokoh
besar seperti Al-Ahtal, Farazdag, Jurair, dan lain-lain. Sekalipun masa Dinasti
Umayyah ini banyak negatifnya, namun dari segi ilmiah, bahasa, sastra, tetap
maju menonjol dan mengambil kedudukan yang layak. Bangsa Arab adalah ahli
syair, dan para penggemarnya rakyat dan orang-orang kaya memberikan
kedudukan khusus bagi para penyair itu dengan hadiah yang cukup besar dan
memuaskan. Pada saat itu para penyair memiliki kedudukan penting terutama di
masa Jahiliah.
Pada masa Abdul Aswad Ad-Duali (681 M) menyusun gramatika
Arab dengan memberi titik pada huruf-huruf hijaiyah yang semula tidak bertitik.
Usaha besar ini artinya dalam mengembangkan dan memperluas bahasa Arab,
serta memudahkan orang membaca, mempelajari, dan menjaga barisan yang
menentukan gerak kata dan bunyi suara serta ayunan iramanya, hingga dapat
diketahui maknanya. Kerajaan ini pun telah mulai menempatkan dirinya dalam
ilmu pengetahuan dengan mementingkan buku-buku bahasa Yunani dan Kopti
15

(Kristen Mesir). Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H/724-743 M) merupakan


raja Bani Umayyah yang paling terkenal di lapangan ilmu dengan meletakkan
perhatian besar pada ilmu pengetahuan.
D. Kemajuan Bidang Peradaban Masa Dinasti Umayyah
Dinasti Umayyah meneruskan tradisi kemajuan dalam berbagai
bidang yang telah dilakukan masa kekuasaan sebelumnya, yaitu masa kekuasaan
khulafaur rasyidin. Dalam bidang peradaban Dinasti Umayyah telah
menemukan jalan yang lebih luas ke arah pengembangan dan perluasan berbagai
bidang ilmu pengetahuan, dengan bahasa Arab sebagai media utamanya.
Menurut Jurji Zaidan (George Zaidan) beberapa kemajuan dalam bidang
pengembangan ilmu pengetahuan antara lain sebagai berikut:
1. Pengembangan Bahasa Arab
Para penguasa Dinasti Umayyah telah menjadikan Islam sebagai daulah
(negara), kemudian dikuatkannya dan dikembangkanlah bahasa arab dalam
wilayah kerajaan Islam. Upaya tersebut dilakukan dengan menjadikan bahasa
arab sebagai bahasa resmi dalam tata usaha negara dan pemerintahan
sehingga pembukuan dan surat-menyurat harus menggunakan bahasa arab,
yang sebelumnya menggunakan bahasa romawi atau bahasa persia di daerah-
daerah bekas jajahan mereka dan di Persia sendiri.
2. Marbad Kota Pusat Kegiatan Ilmu
Dinasti Umayyah juga mendirikan sebuah kota kecil sebagai pusat kegiatan
ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Pusat kegiatan ilmu dan kebudayaan itu
dinamakan Marbad, kota satelit dan Damaskus. Di kota Marbad inilah
berkumpul para pujangga, filsuf, ulama, penyair, dan cendekiawan lainnya,
sehingga kota ini diberi gelar ukadz-nya Islam.
3. Ilmu Qiraat
Ilmu qiraat adalah ilmu seni baca Al-Qur’an. Ilmu qiraat merupakan ilmu
syariat tertua, yang telah dibina sejak zaman khulafaur rasyidin. Kemudian
masa Dinasti Umayyah dikembangluaskan sehingga menjadi cabang ilmu
syariat yang sangat penting. Pada masa ini lahir para ahli qiraat ternama
seperti Abdullah bin Qusair (120 H) dan Ashim bin Abi Nujud (127 H).
16

4. Ilmu Tafsir
Untuk memahami Al-Qur’an sebagai kitab suci diperlukan interpretasi
pemahaman secara komprehensif. Minat untuk menafsirkan Al-Qur’an di
kalangan umat Islam bertambah. Pada masa perintisan ilmu tafsir, ulama yang
membukukan ilmu tafsir yaitu Mujahid (104 H).
5. Ilmu Hadis
Ketika kaum muslimin telah berusaha memahami Al-Qur’an, ternyata ada
satu hal yang juga sangat mereka butuhkan, yaitu ucapan-ucapan Nabi yang
disebut hadis. Oleh karena itu, timbullah usaha untuk mengumpulkan hadis,
menyelidiki asal usulnya, sehingga akhirnya menjadi satu ilmu yang berdiri
sendiri yang dinamakan ilmu hadis. Di antara para ahli hadis yang termasyhur
pada masa Dinasti Umayyah adalah A1-Auzai Abdurrahman bin Amru (159
H), Hasan Basri (11O H), Ibnu Abu Malikah (119 H), dan Asya’bi Abu Amru
Amir bin Syurahbil (104 H).
6. Ilmu Fiqih
Setelah Islam menjadi daulah, maka para penguasa sangat membutuhkan
adanya peraturan-peraturan untuk menjadi pedoman dalam menyelesaikan
berbagai masalah. Mereka kembali kepada Al-Qur’an dan hadis dalam
mengeluarkan syariat. Kedua sumber tersebut untuk mengatur pemerintahan
dan memimpin rakyat. Al-Qur’an adalah dasar fiqih Islam, dan pada zaman
ini ilmu fiqih telah menjadi satu cabang ilmu syariat yang berdiri sendiri. Di
antara ahli fiqih yang terkenal adalah Sa’ud bin Musib, Abu Bakar bin
Abdurrahman, Qasim Ubaidillah, Urwah, dan Kharijah.
7. Ilmu Nahwu
Pada masa Dinasti Umayyah karena wilayahnya berkembang secara luas,
khususnya ke wilayah di luar Arab, maka ilmu nahwu sangat diperlukan. Hal
tersebut disebabkan pula bertambahnya orang-orang Ajam (non-arab) yang
masuk Islam, sehingga keberadaan bahasa arab sangat dibutuhkan. Oleh
karena itu, dibukukanlah ilmu nahwu dan berkembanglah satu cabang ilmu
yang penting untuk mempelajari berbagai ilmu agama Islam.
17

8. Ilmu Jughrafi dan Ilmu Tarikh


Pada masa Dinasti Umayyah telah berkembang menjadi ilmu tersendiri.
Demikian pula ilmu tarikh (ilmu sejarah), baik sejarah umum maupun sejarah
Islam pada khususnya. Adanya pengembangan dakwah Islam ke daerah-
daerah baru yang luas dan jauh menimbulkan gairah untuk mengarang ilmu
jughrafi (ilmu bumi atau geografi), demikian pula ilmu tarikh. Ilmu jughrafi
dan ilmu tarikh lahir pada masa Dinasti Umayyah, barulah berkembang
menjadi suatu ilmu yang betul-betul berdiri sendiri pada masa ini.
9. Usaha Penerjemahan
Untuk kepentingan pembinaan dakwah islamiyah, pada masa Dinasti
Umayyah dimulai pula penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dan
bahasa-bahasa lain ke dalam bahasa arab. Dengan demikian, jelaslah bahwa
gerakan penerjemah telah dimulai pada zaman ini, hanya berkembang secara
pesat pada zaman Dinasti Abbasiyah. Adapun yang mula-mula melakukan
usaha penerjemahan yaitu Khalid bin Yazid, seorang pangeran yang sangat
cerdas dan ambisius. Ketika gagal memperoleh kursi kekhalifahan, ia
menumpahkannya dalam ilmu pengetahuan, antara lain mengusahakan
penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dan bahasa lain ke dalam bahasa
arab. Didatangkannyalah ke Damaskus para ahli ilmu pengetahuan yang
melakukan penerjemahan dan berbagai bahasa. Maka diterjemahkan buku-
buku tentang ilmu kimia, ilmu astronomi, ilmu falak, ilmu fisika, kedokteran,
dan lain-lain. Khalid sendiri adalah ahli dalam ilmu astronomi.
Demikianlah berbagai kernajuan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti
Umayyah yang telah berkembang pesat sebagai embrio perkembangan ilmu
pengetahuan pada zaman Dinasti Abbasiyah.
E. Masa Kehancuran Dinasti Umayyah
Meskipun kejayaan telah diraih oleh Bani Umayyah ternyata tidak
bertahan lebih lama, dikarenakan kelemahan-kelemahan internal dan semakin
kuatnya tekanan dari pihak luar. Menurut Dr. Badri Yatim, ada beberapa faktor
yang menyebabkan Dinasti Umayyah lemah dan membawanya kepada
kehancuran, yaitu :
18

1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru
bagi tradisi arab, yang lebih menentukan aspek senionitas, pengaturannya
tidak jelas. Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan
terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
2. Latar belakang terbentuknya Dinasti Umayyah tidak dapat dipisahkan dan
berbagai konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi’ah (para
pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara
terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di
masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-
gerakan ini banyak rnenyedot kekuatan pemerintah.
3. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara Suku Arabia
Utara (Bani Qais) dan Arab Selatan (Bani Kaib) yang sudah ada sejak zaman
sebelum Islam semakin runcing. Perselisihan ini mengakibatkan para
penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan
dan kesatuan. Di samping itu, sebagian besar golongan timur lamanya merasa
tidak puas karena status Mawali itu menggambarkan suatu inferioritas,
ditambah dengan keangkuhan Bangsa Arab yang diperhatikan pada masa
Bani Umayyah.
4. Lemahnya pemerintahan daulah Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap
hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak
sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi
kekuasaan. Di samping itu, sebagian besar golongan awam kecewa karena
perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
5. Penyebab langsung runtuhnya kekuasaan Dinasti Umayyah adalah
munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas bin
Abbas Al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dan Bani Hasyim
dan golongan Syi’ah. Dan kaum Mawali yang merasa dikelasduakan oleh
pemerintah Bani Umayyah.
Beberapa penyebab tersebut muncul dan menumpuk menjadi satu,
sehingga akhirnya mengakibatkan keruntuhan Dinasti Umayyah, disusul dengan
berdirinya kekuasaan orang-orang Bani Abbasiyah yang mengejar-ngejar dan
19

membunuh setiap orang dari Bani Umayyah yang dijumpainya. Demikianlah,


Dinasti Umayyah pasca wafatnya Umar bin Abdul Aziz yang berangsur-angsur
melemah. Dinasti Bani Umayyah diruntuhkan oleh Dinasti Bani Abbasiyah pada
masa Khalifah Marwan bin Muhammad (Marwan II) pada tahun 127 H/744 M.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan-penjelasan yang telah disebut, maka dapat kita ambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Dengan berakhirnya kekuasaan Khalifah Ali bin Abi Thalib, maka lahirlah
kekuasan Bani Umayyah sebagai penerus pemimpin dan kesepakatan
bersama. bentuk pemerintahan Bani Umayyah adalah berbentuk kerajaan,
kekuasaan bersifat feodal (penguasaan tanah/daerah/wilayah, atau turun
menurun). Untuk mempertahankan kekuasaan, khilafah berani bersikap
otoriter, adanya unsur kekerasan, diplomasi yang diiringi dengan tipu daya,
serta hilangnya musyawarah dalam pemilihan khilafah. Dinasti Bani
Umayyah merupakan kerajaan Islam pertama yang didirikan oleh Muawiyah
Ibn Abi Sufyan.
2. Adapun urutan Khalifah Umayyah adalah sebagai berikut:
a. Muawiyah I bin Abi Sufyan 41-60H/661-679M
b. Yazid I bin Muawiyah 60-64H/679-683M
c. Muawiyah II bin Yazid 64H/683M
d. Marwan I bin Hakam 64-65H/683-684M
e. Abdul Malik bin Marwari 65-86H/684-705M
f. Al-Walid I bin Abdul Malik 86-96H/705-714M
g. Sulaiman bin Abdul Malik 96-99H/714-717M
h. Umar bin Abdul Aziz 99-101H/717-719M
i. Yazid II bin Abdul Malik 101-105H/719-723M
j. Hisyam bin Abdul Malik 105-125H/723-742M
k. Al-Walid II bin Yazid II 125-126H/742-743M
l. Yazid bin Walid bin Malik 126H/743 M
m. Ibrahim bin Al-Walid II 126-127H / 734-744M
n. Marwan II bin Muhammad 127-132H / 744-750M

20
21

3. Kemajuan Bidang Peradaban Dinasti Umayyah Dalam bidang perluasan


wilayah yang meliputi tanah Spanyol, seluruh wilayah Afrika Utara, Jazirah
Arab, Syiria, Palestina, sebagian daerah Anatolia, Irak, Persia, Afganistan,
India dan negeri-negeri yang sekarang dinamakan Turkmenistan, Uzbekistan
dan Kirgiztari yang termasuk Soviet Rusia. Bidang sosial budaya, Bani
Umayyah telah membuka kontak antar bangsa-bangsa muslim (Arab) dengan
negeri-negeri taklukkan yang terkenal memiliki tradisi yang luhur seperti
Persia, Mesir, Eropa, dan sebagainya. Hubungan tersebut lalu melahirkan
kreativitas baru yang menakjubkan di bidang seni dan ilmu pengetahuan. Di
bidang seni, terutama seni bangunan (arsitektur), Bani Umayyah mencatat
suatu pencapaian yang gemilang seperti Dome of the Rock (Qubah Ash-
Shakhra) di Yerusalem menjadi monumen terbaik yang hingga kini tak henti-
hentinya dikagumi orang.
4. Menurut Jurji Zaidan (George Zaidan) beberapa kemajuan dalam bidang
pengembangan ilmu pengetahuan antara lain sebagai berikut:
a. Pengembangan Bahasa Arab
b. Marbad Kota Pusat Kegiatan Ilmu
c. Ilmu Qiraat
d. Ilmu Tafsir
e. Ilmu Hadis
f. Ilmu Fiqih
g. Ilmu Nahwu
h. Ilmu Jughrafi dan Ilmu Tarikh
i. Usaha Penerjemahan
Demikianlah berbagai kernajuan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti
Umayyah yang telah berkembang pesat sebagai embrio perkembangan ilmu
pengetahuan pada zaman Dinasti Abbasiyah.
5. Menurut Dr. Badri Yatim, ada beberapa faktor yang menyebabkan Dinasti
Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran, yaitu:
22

a. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang


baru bagi tradisi arab, yang lebih menentukan aspek senionitas,
pengaturannya tidak jelas.
b. Latar belakang terbentuknya Dinasti Umayyah tidak dapat dipisahkan dan
berbagai konflik politik yang terjadi di masa Ali.
c. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara Suku
Arabia Utara (Bani Qais) dan Arab Selatan (Bani Kaib) yang sudah ada
sejak zaman sebelum Islam semakin runcing.
d. Lemahnya pemerintahan daulah Bani Umayyah juga disebabkan oleh
sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak
sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi
kekuasaan.
e. Penyebab langsung runtuhnya kekuasaan Dinasti Umayyah adalah
munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas bin
Abbas Al-Muthalib.
B. Saran
Dalam penyusunan dan penyampaian pada aspek Peradaban Islam pada masa
Dinasti Umayyah merupakan materi yang sangat luas. Makalah ini tentunya jauh
dari kesempurnaan, baik dari kesempurnaan kebenaran maupun keluasan serta
kedalaman analisis dalam kajiannya. Kritik dan saran yang kontruktif dari para
pembaca sangat penulis butuhkan demi kesempurnaan dalam pembuatan
makalah selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mas’ud (2008). Menuju Paradigma Islam Humanis.


Yogyakarta:Gama Media.
Amin, Samsul Munir (2009). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Amzah.
Hasan, Ustman (1986) Metode Penelitian Sejarah. Jakarta :Departemen Agama RI.
Hasymy, A (1993). Sejarah Kebudayaan Islam Cetakan ke-4. Jakarta : Bulan
Bintang.
Karim, M. Abdul (2007). Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam.
Yogyakarta:Bagaskara.

23

Anda mungkin juga menyukai