Anda di halaman 1dari 50

MAKALAH SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM (SKI)

Peradaban Islam pada masa dinasti Umayyah

(661-1031 M)

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah SKI yang
diampuh oleh Pak Yayat Hidayatulloh,M.Pd.I

Oleh:

Ade Jamilah

PROGRAM STUDI PIAUD

STIT QURROTA A’YUN SAMARANG GARUT

2022-2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Peradaban Islam Pada masa Dinasti Umayyah (661 - 1031 M). Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Pak Yayat
Hidayatulloh,M.Pd.I pada mata kuliah SKI. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang Sejarah kebudayaan islam dan peserta didik
bagi para pembaca dan juga penulis. Kami mengucapkan terima kasih kepada Pak
Yayat Hidayatulloh,M.Pd.I selaku dosen pengampu pada mata kuliah SKI yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada samua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari, makalah yang
kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat kami nantikan untuk dijadikan pedoman
penulisan kedepannya.

Garut, Oktober 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Bangsa yang maju dan beradap adalah bangsa yang tidak terlepas dari
beradaban (civilization) dan memakaikan agama (religion) sebagai baju
bangganya, HAR. Gibb (1859-1940) mengatakan, Islam is a complete civilization
(Islam adalah sebuah peradaban yang sempurna).  Meskipun demikian,
kenyataannya masyarakat masih banyak yang belum mengerti betul apa itu
peradaban dan Islam sebagai agama yang sempurna belum masuk di hati bangsa
ini.
Ro aitu al-Muslimah duna al-Islam, wa ro aitu al-Islama duna al-Muslimah,
yaitu nilai-nilai Islam dapat ditemukan di tengah-tengah non-Muslim, dan
sebaliknya nilai-nilai non-Muslim banyak ditemukan pada masyarakat Islam.
Mengapa? Karena masyarakat Muslim sekarang sudah banyak melakukan
penyimpangan-penyimpangan yang membuat Islam sendiri runtuh dari nilai
tauhidnya.
Dalam perkembangan dan tuntutan zaman yang semakin lama dikuasai oleh
non-Muslim, alangkah baiknya, sebagai negara yang menghormati peradaban dan
sejarah. Khususnya Muslim ditekankan mengetahuai sejarah-sejarah nenek
moyang yang sudah mendahuluinya sebagai bahan renungan dan pembelajaran.

B.     Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, ada empat rumusan masalah sebagai
berikut:
1.      Bagaimana sejarah berdirinya sejarah Bani Umayyah?
2.      Siapa sajakah khalifah-khalifah Bani Umayyah?
3.      Bagaimana masa kemajuan Bani Umayyah?
4. Bagaimana Dinasti Ummayah di Spanyol?
5.      Bagaimana masa kemunduran Bani Umayyah?
BAB II
PEMBAHASAN

A.       SEJARAH BERDIRINYA SEJARAH BANI UMAYYAH


Nama Dinasti Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abd Syams bin
Abdu Manaf. Ia adalah salah seorang tokoh penting di tengah Quraisy pada masa
Jahiliyyah. Ia dan pamannya Hasyim bin Abdu Manaf selalu bertarung dalam
memperebutkan kekuasaan dan kedudukan.
Dinasti Umayyah didirikan oleh Muawiyyah bin Abu Sufyan bin Harb.
Muawiyyah sebagai pendiri daulah Bani Abbasiyyah juga sekaligus menjadi
khalifah pertama. Ia memindahkan ibukota kekuasaan Islam dari Kuffah ke
Damaskus.
Muawiyyah dipandang sebagai pembangun Dinasti yang oleh sebagian besar
sejarawan awalnya dipandang negatif. Keberhasilannya memperoleh legalitas atas
kekuasaannya dalam perang saudara di Siffin dicapai melalui cara yang curang.
Lebih dari itu, Muawiyyah juga dituduh sebagai pengkhianat prinsip-prinsip
demokrasi yang diajarkan Islam, karena dialah yang mula-mula mengubah
pimpinan negara dari seorang yang dipilih oleh rakyat menjadi kekuasaan raja
yang diwariskan turun-temurun (monarchy heredity).
Diatas segala-galanya jika dilihat dari sikap dan prestasi politiknya yang
menakjubkan, sesungguhnya Muawiyyah adalah seorang pribadiyang sempurna
dan pemimpin besar yang berbakat. Didalam dirinya terkumpul sifat-sifat seorang
penguasa Politikus, dan Administrator.
Muawiyyah tumbuh sebagai pemimpin karier. Pengalaman politik telah
memperkaya dirinya dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam memerintah,
mulai dari menjadi salah seorang pemimpin pasukan di bawah komando Paglima
Abu Ubaidah bin Jarrah yang berhasil merebut wilayah Palestina, Suriah, dan
Mesir dari tangan Imperium Romawi yang telah menguasai ketiga daerah itu sejak
tahun 63 SM. Kemudian Muawiyyah menjabat kepala wilayah di Syam yang
membawahi Suriah dan Palestina yang berkedudukan di Damaskus selama kira-
kira 20 tahun semenjak diangkat oleh Khalifah Umar. Khalifah Utsman telah
menobatkannya sebagai “Amr Al-Bahr” (prince of the sea) yang memimpin
armada besar dalam penyerbuan ke kota Konstantinopel walaupun belum berhasil.
Muawiyyah berhasil mendirikan Dinasti Umayyah bukan hanya dikarenakan
kemenangan diplomasi di Siffin dan terbunuhnya khalifah Ali. Melainkan sejak
semula gubernur Suriah itu memiliki “basis rasional” yang solid bagi landasan
pembangunan politiknya di masa depan.
Pertama, adalah berupa dukungan yang kuat dari masyarakat Suriah dan dari
keluarga Bani Umayyah sendiri. Penduduk Suriah yang lama diperintah oleh
Muawiyyah mempunyai pasukan yang kokoh, terlatih, dan disiplin di garis depan
dalam melawan peperangan melawan Romawi. Mereka bersama-sama dengan
kelompok bangsawan kaya Mekkah dari keturunan Umayyah berada sepenuhnya
di belakang Muawiyyah dan memasoknya dengan sumber-sumber kekuatan yang
tidak ada habisnya, baik moral, tenaga manusia, maupun kekayaan. Negeri Suriah
sendiri terkenal makmur dan menyimpan sumber alam yang berlimpah. Ditambah
lagi bumi Mesir yang berhasil dirampas, maka sumber-sumber kemakmuran dan
suplai bertambah bagi Muawiyyah.
Kedua,sebagai seorang Administrator, Muawiyyah sangat bijaksana dalam
menempatkan para pembantunya pada jabatan-jabatan penting. Tiga orang
patutlah mendapat perhatian khusus, yaitu Amr bin Ash, Mugirah bin Syu’bah,
dan Ziyad bin Abihi. Ketiga pembantu Muawiyyah merupakan empat politikus
yang sangat menggunakan di kalangan Muslim Arab. Akses mereka sangat kuat
dalam perpolitikan Muawiyyah.
Amr bin Ash sebelum masuk Islam dikagumi oleh bangsa Arab, karena
kecakapannya sebagai mediator antara Quraisy dan suku-suku Arab lainnya jika
terdapat perselisihan. Setelah menjadi Muslim hanya beberapa bulan menjelang
penaklukan Mekkah, nabi segera memanfaatkan kepandaiannya itu sebagai
pemimpin militer dan diplomat. Tokoh besar ini terutama dikenang sebagai
penakluk Mesir di zaman Umar dan menjabat gubernur pertama diwilayah itu.
Sejak wafatnyaKhalifah Utsman, ‘Amr bin Ash mendukung Muawiyyah dan
ditunjuk olehnya sebagai penengah dalam peristiwa tahkim. Sayang hanya dua
tahun ia mendampingi Muawiyyah. Orang kedua adalah Mughirah bin Syu’bah,
seorang politukus independen. Karena keterampilan politiknya yang besar,
Muawiyyah mengangkatnya manjadi gubernur di Kufah yang meliputi wilayah
bagian utara, suatu jabatan yang pernah dipegangnya kira-kira satu atau dua tahun
semasa pemerintah Umar. Keberhasilan Mughirah yang utama adalah kesuksesan
menciptakan situasi yang aman dan mampu meredam gejolak penduduk Kufah
yang sebagian besar pendukung Ali. Sedangkan orang yang ketiga bernama Ziyad
bin Abihi, seorang pemimpin kharismatik yang netral, ditetapkan oleh Mu’awiyah
untuk memangku jabatan gubernur di Bashrah dengan tugas khusus si Persia
selatan. Sikap politiknya yang tegas, adil, dan bijaksana menjamin kekuasaan
Muawiyyah kokoh di wilayah provinsi paling timur itu dikenal sangat gaduh dan
sukar diatur.
Ketiga, Muawiyyah memiliki kemampuan menonjol sebagai negarawan
sejati, bahkan mencapai tingkat “hilm”, sifat yang dimiliki oleh para pembesar
Mekkah zaman dahulu. Seorang manusia hilm seperti Muawiyyah dapat
menguasai diri secara mutlak dan mengambil keputusan-keputusan yang
menentukan, meskipun ada tekanan dan intimidasi.
Gambaran dari sifat mulai tersebut dalam diri Muawiyyah setidak-tidaknya
tampak dalam keputusannya yang berani memaklumkan  jabatan khalifah secara
turun-temurun. Situasi ketika Muawiyyah naik ke kursi kekhalifahan mengundang
banyak kesulitan. Anarkisme tidak dapat lagi dikendalikan oleh ikatan agama dan
moral, sehingga hilanglah persatuan umat. Persekutuan yang dijalin secara efektif
melalui dasar keagamaan sejak Khalifah Abu Bakar tidak dapat dielakkan dirusak
oleh peristiwa pembunuhan atas diri Khalifah Utsman dan perang saudara sesama
Muslim di masa pemerintahan Ali.
Dengan menegakkan wibawa pemerintahan serta menjamin intergrasi
kekuasaan di masa-masa yang akan datang, Muawiyyah dengan tegas
menyelenggarakan suksesi yang damai, dengan pembantaian putranya, Yazid,
beberapa tahun sebelum khalifah meninggal dunia.
Ketika Yazid bin Muawiyyah naik takhta, sejumlah tokoh terkemuka di
Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Yazid bin Muawiyyah
kemudian mengirim surat kepada Gubernur Madinah dan memintanya untuk
memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua
orang terpaksa tunduk, kecuali Husain bin Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin
Zubair bin Awwam. Bersamaan dengan itu, kaum Syi’ah (pengikut Abdullah bin
Saba’ Al-Yahudi) melakukan konsolidasi (penggabungan) kekuatan kembali dan
menghasut Husain melakukan perlawanan. Husain dibaiat sebagai khalifah di
Madinah. Pada tahun 680 M, Yazid bin Muawiyyah mengirim pasukan untuk
kembali memaksanya setia pada pemerintahan Dinasti Umayyah, sehingga terjadi
pertempuran tidak seimbang yang kemudian dikenal sebagai Pertempuran
Karbala.[1]

B.       KHALIFAH-KHALIFAH BANI UMAYYAH


     Para sejarawan umumnya sependapat bahwa khalifah terbesar dari daulah
Umayyah ialah Muawiyyah, Abdul Malik dan Umar bin Abdul aziz.
Masa Kekuasaan Dinasti Umayyah hampir satu abad, tepatnya selama 90
tahun, dengan 14 orang khalifah. Adapun urutan khalifah umayyah adalah sebagai
berikut:
1.      Muawiyyah I bin Abi Sufyan (41-60 H/661-679M)
Muawiyyah bin Abi sufyan adalah bapak pendiri Dinasti Bani Umayyah
dialah tokoh pembangunan yang besar. Muawiyyah mendapat kursi kekuasaan
setelah Hasan bin Ali bin Abi Thalib berdamai dengannya pada tahun 4 H, karena
Hasan menyadari kelemahannya sehingga ia berdamai dan menyerahkan
kepemimpinan umat kepada Muawiyyah sehingga tahun itu dinamakan ‘Amul
Jama’ah, tahun persatuan. Muawiyyah dibaiat oleh umat Islam di kufah. Diantara
jasa-jasa Muawiyyah ialah mengadakan dinas pos dengan menggunakan kuda-
kuda yang selalu siap di tiap pos. Ia juga berjasa mendirikan kantor cap
(percetakan mata uang), dan lain-lain. Muawiyyah wafat pada tahun 60 H di
Damaskus karena sakit dan digantikan oleh anaknya Yazid.
2.      Yazid I bin Muawiyyah (60-64H/679-683M)
Yazid tidak sekuat ayahnya dalam memerintah, banyak tantangan yang
dihadapinya, antara lain ialah membereskan pemberontakan kaum Syi’ah yang
telah membaiat Husein sepeninggal Muawiyyah. Terjadi perang di karbala yang
menyebabkan terbunuhnya Husain. Yazid menghadapi para pemberontak di
Mekkah dan Madinah dengan keras. Dinding ka’bah runtuh dikarenakan terkena
lemparan manjaniq, peristiwa tersebut merupakan aib besar terhadap masanya.
Yazid wafat pada tahun 64 H setelah memerintah 4 tahun dan digantikan oleh
anaknya, Muawiyyah II
3.      Muawiyyah II bin Yazid (64 H/683M)
Ia hanya memerintahkan kurang lebih 40 hari, dan meletakkan jabatan
sebagai khalifah tiga bulan sebelum wafatnya. Ia mengalami tekanan jiwa berat
karena tidak sanggup memikul tanggung jawab jabatan khalifah yang sangat besar
tersebut. Dengan wafatnya, maka habislah keturunan Muawiyyah dalam
melenggangkan kekuasaan dan berganti ke Bani Marwan.
4.      Marwan I bin Hakam (64-65 H/683-684M)
Ia adalah gubernur Madinah di masa Muawiyyah dan penasihat Yazid di
Damaskus di masa pemerintahan putra pendiri daulah Umayyah itu. Ia di angkat
menjadi khalifah karena dianggap orang yang dapat mengendalikan kekuasaan
karena pengalamannya. Ia dapat menghadapi kesulitan satu demi satu dan dapat
mengalahkan kabilah Ad-Dahak bin Qais, kemudian menduduki mesir. Marwan
menundukan palestina, hijaz, dan irak. Namun ia cepat pergi hanya memerintah 1
tahun, ia wafat pada tahun 65 H dan menunjuk anaknya Abdul Malik dan Abdul
Aziz sebagai pengganti sepeninggalannya secara berurutan.
5.      Khalifah Abdul Malik (65-86H/684-705M)
Dia adalah orang kedua yang terbesar dalam deretan para khalifah Bani
Umayyah yang disebut-sebut sebagai ‘pendiri kedua’ bagi kedaulatan Umayyah.
Ia dikenal sebagai seorang khalifah yang dalam ilmu agamanya, terutama di
bidang fiqh. Ia telah berhasil mengembalikan sepenuhnya integritas wilayah dan
wibawa kekuasaan keluarga Umayyah dari segala pengacau negara yang
merajalela pada masa-masa sebelumnya. Mulai dari gerakan sparatis Abdullah bin
Zubair di Hijaz, pemberontakan kaum Syi’ah dan Khawarij, sampai kepada aksi
teror yang dilakuakn oleh Al-Mukhtar bin Ubaid As-Saqafy di wilayah kufah, dan
pemberontakan yang di pimpin oleh Mus’ab bin Zubair di Irak.
Ia juga menundukan tentara Romawi yang sengaja membuat keguncangan
sendi-sendi pemerintahan Umayyah. Ia memerintahkan menggunakan bahasa
Arab sebagai bahasa Administrasi di wilayah Umayyah, ia juga memerintahkan
untuk mencetak uang secara teratur, membangun beberapa gedung, dan masjid
serta slauran-saluran air, memajukan perdagangan, memperbaiki sistem ukuran
timbang, takaran dan keuangan dan menyempurnakan tulisan huruf Al-Qur’an
dengan titik pada huruf-huruf tertentu.
Khalifah abdul Malik memerintah selam 21 tahun dan wafat 86 H dan di
ganti oleh putranya Al-Walid
6.      Al Walid I bin Abdul Malik (86-96H/705-714M)
Memerintah 10 tahun lamanya. Pada masa pemerintahannya, kekayaan
dan kemakmuran merintah ruah. Kekuasaan Islam melangkah ke Spanyol di
bawah pimpinan pasukan Thariq bin Ziyad ketika afrika utara dipegang oleh
gubernur Musa bin Nushair. Karena kekayaan melimpah maka ia sempurnakan
pembanguna gedung-gedung, pabrik-pabrik, dan jalan-jalan yang dilengkapi
dengan sumur untuk para khalifah yang berlalu lalang di jalan tersebut. Ia
membangun masjid Al-Amawi yang terkenal hingga masa kini di Damaskus. Di
samping itu, ia menggunakan kekayaan negerinya untuk menyantuni para yatim
piatu, fakir miskin, dan penderita cacat seperti orang lumpuh, buta, dan sakit
kusta. Khalifah Walid bin Absul Malik wafat tahun 96 H dan digantikan oleh
adiknya, Sulaiman.
7.      Sulaiman bin Abdul Malik (96-99H/714-117M)
Dia tidak sebijak kakaknya, ia kurang bijaksana, suka harta sebagaimana
yang diperlihatkan ketika ia menginginkan harta rampasan perang (ghanimah) dari
Spanyol yang dibawa oleh Musa bin Nushair.
Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik dibenci oleh rakyatnya karena
tabiatnya yang kurang bijaksana itu. Para pejabatnya terpecah belah, demikian
pula masyarakatnya. Orang-orang yang berjasa di masa para pendahulunya
disiksanya, seperti keluarga Hajjaj bin Yusuf dan Muhammad bin Qasim yang
menundukan India. Ia meninggal pada tahun 99 H dan menunjuk Umar bin Abdul
Aziz sebagai penggantinya.
8.      Umar bin Abdul Aziz. (99-101H/717-719M)
Adapun khalifah yang besar ialah Umar bin Abdul Aziz. Meskipun masa
pemerintahannya sangat singkat, nama Umar merupakan ‘lembaran putih’ Bani
Umayyah dan sebuah periode yang berdiri sendiri, mempunyai karakter yang
tidak terpengaruh oleh berbagai kebijaksanaan daulah Bani Umayyah yang
banyak disesali. Ia merupakan personifikasi seorang khalifah yang takwa dan
bersih, suatu sikap yang jarang sekali ditemukan pada sebagian besar pemimpin
Bani Umayyah.
Khalifah yang adil ini adalah putra Abdul Aziz, gubernur Mesir. Ia lahir di
Hilwan dekat Kairo, atau Madinah menurut sumber lain. Rupanya keadilannya
menurun dari Khalifah Umar bin Khatab yang menjadi kakeknya dari jalur
ibunya. Ia menghabiskan waktunya di Madinah untuk mendalami ilmu Agama
Islam, khususnya ilmu hadis dan ketika ia menjadi khalifah ia memerintahkan
kaum Muslimin untuk menuliskan hadis, dan inilah perintah resmi pertama dari
penguasa Islam. Umar adalah orang yang rapi dalam berpakaian, memakai
wewangian dengan rambut yang panjang dan cara jalan yang tersendiri, sehingga
mode Umar itu ditiru orang pada masanya.
Ia dikawinkan dengan Fatimah, putri Abdul Malik, khalifah Umayyah
yang sekaligus sebagi pamannya. Ia diangkat menjadi gubernur Madinah oleh
khalifah Al-Walid bin Abdul Malik, salah seorang sepupunya. Tetapi ia dipecat
dari jabatannya itu karena masalah putra mahkota. Berbekal pengalamannya
sebagai pejabat, kaya akan ilmu dan harta, serta sebagi bangsawan Arab yang
mulia, ia diangkat sebagai Khalifah menggantikan Sulaiman, adik al-Walid.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz berubah tingkah lakunya, ia menjadi seorang
zahid, sederhana, bekerja keras, dan berjuang tanpa henti sampai akhir hayatnya
memerintah kurang lebih dua tahun.
Khalifah yang kaya itu menguasai tanah-tanah perkebunan di Hijaj, Syiria,
Mesir, Yaman dan Bahrain yang menghasilkan kekayaan 40.000 dinar tiap tahun.
Namun setelah menduduki jabatan barunya Khalifah Umar bin Abdul Azizi
mengembalikan tanah-tanah yang dihibahkan kepadanya dan meninggalkan
kebiasaan-kebiasaan lamanya serta menjual barang-barang mewahnya untuk
diserahkan hasil penjualannya ke baitul mal. Di samping itu ia mengadakan
perdamaian antara Amawiyah dan Syi’ah serta Khawarij, menghentikan
peperangan serta caci maki terhadap khalifah Ali bin Abi Thalib dalam khutbah
Jum’at dan diganti dengan bacaan ayat berikut :
“Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk mengerjakan keadilan dan bijaksana,
serta memberi kaum kerabat, dan Dia melarang perbuatan keji, munkar dan
aniaya. (QS An-Nahl : 90)
Khalifah yang adil itu berusaha memperbaiki segala tatanan yang ada di
masa kekhalifahannya seperti menaikan gaji para gubernurnya, memeratakan
kemakmuran dengan memberi santunan kepada fakir miskin, dan memperbarui
dinas pos. Ia juga menyamakan kedudukan orang-orang non-Arab sebagai warga
negara kelas dua, dengan orang-orang Arab. Ia mengurangi beban pajak dan
menghentikan pembayaran jizyah bagi orang Islam baru.
Khalifah Umar meninggal tahun 101 H dan di ganti Oleh Yazid II bin
Abdul Malik.
9.      Yazid II bin Abdul Malik (101-105H/719-723M)
Pada masa pemerintahannya timbul lagi perselisihan antara kaum
Mudariyah dan Yamaniyah. Pemerintahan yang singkat itu mempercepat proses
kemunduran Bani Umayyah. Kemudian diganti oleh Khalifah Hisyam bin Abdul
Malik.
10.  Hisyam bin Abdul Malik (105-125H/723-745M)
Meskipun tidak secemerlang tiga khalifah yang masyur sebagimana
tersebut di atas. Ia memerintah dalam waktu yang panjang, yakni 20 Tahun. Ia
dapat dikategorikan sebagai khalifah Umayyah yang terbaik karena kebersihan
pribadinya, pemurah, gemar kepada keindahan, berakhlak mulia dan tergolong
teliti terutama soal keuangan, disamping bertaqwa dan berbuat adil. Pada masa
pemerintahannya terjadi gejolak yang dipelopori oleh kaum Syi’ah serta bersekutu
dengan kaum Abbasiyyah. Mereka menjadi kuat karena kebijaksanaan yang
diterapkan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang bertindak lemah lembut
terhadap semua kelompok. Dalam diri keluarga Umayyah sendiri terjadi
perselisihan tentang putra mahkota yang melemahkan posisi Umayyah.
Masih ada empat khalifah lagi yang setelah Hisyam yang memerintah
hanya dalam waktu tujuh tahun, yakni :
11.  Al-Walid II bin Yazid (125-126H/742-743M)
12.  Yazid III bin Al-Walid (126H/743M)
13.  Ibrahim bin Al-Walid (126-127H/743-744M)
14.  Marwan bin Muhammad (127-132H/744-750M)
Dia adalah penguasa terakhir yang terkenal dengan julukan marwan al-
himar (manusia keledai). Karena kebesarannya yang luar biasa dan
kesanggupannya menahan perasaan. Sebenarnya ia adalah penguasa yang besar
tapi sayang, ia muncul ketika daulat Bani Umayyah sedang merosot.
Dia wafat pada tahun 132 H/750 M terbunuh di Mesir oleh pasukan Bani
Abbasiyyah.

C.       MASA KEMAJUAN BANI UMAYYAH


Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai era agresif, dimana
perhatihan tertumpu pada usaha perluasan wilayah dan penaklukan, yang terhenti
sejak zaman kedua Khulafa’ Arrasyidin terakhir. Hanya dalam jangka waktu 90
tahun, banyak bangsa di empat penjuru mata angin beramai-ramai masuk ke
dalam kekuasaan Islam, yang meliputi tanah Spanyol, seluruh wilayah Afrika
Utara, Jazirah Arab, Syiria, Palestina, sebagian daerah Anatholia, Irak, Persia,
Afganistan, India, dan negeri-negeri yang sekarang dinamakan Turkmenistan,
Usbekistan, dan Kirgististan yang termasuk Soviet dan Rusia.
Menurut Prof. Ahmad Syalabi, Penaklukan militer di zaman Umayyah
mencakup front tiga penting, yaitu sebagai berikut:
Pertama, front melawan bangsa Romawi di Asia kecil dengan sasaran
utama pengepungan ke Ibukota Konstantinopel, dan peneyrangan ke pulau-pulau
di laut tengah.
Kedua, front Afrika Utara. Selain menundukkan derah hitam Arfika,
pasukan Muslim juga menyebrangi selat Gibraltar, lalu masuk ke Spanyol.
Ketiga, front timur menghadapi wilayah yang sangat luas, sehingga
operasi ke jalur ini dibagi menjadi dua arah. Yang satu menuju utara ke daerah-
daerah di seberang sungai Jihun (Amudarya). Sedangkan yang lainnya ke arah
selatan menyusuri Syin, wilayah India bagian Barat.
Saat-saat yang paling mengesankan dalam ekspansi ini ialah terjadi pada
paruh pertama dari seluruh masa Kekhalifahan Bani Umayyah, yaitu ketika
kedaulatan dipegang oleh Muawiyyah bin Sofyan dan tahun-tahun terkahir dari
zaman kekuasaan Abdul Malik. Diluar masa-masa tersebut, usaha-usaha
penaklukan mengalami degradasi atau hanya mencapai kemenangan-kemenangan
yang sangat tipis.
Pada masa pemerintahan Muawiyyah diraih dalam kemajuan besar dalam
perluasan wilayah, meskipun pada beberapa tempat masih bersifat rintisan.
Peristiwa paling mencolok ialah keberaniannya  mengepung kota Konstantinopel
melalui suatu ekspedisi  yang di pusatkan di kota  pelabuhan Dardanela, setelah
terlebih dahulu menduduki pulau pulau di Laut Tengah seperti Rodhes, Kreta,
Cyprus, Sicilia dan sebuah pulau yang bernama Award, tidak jauh dari ibukota
RomawiTimur itu. Di belahan timur, Muawiyyah berhasil menaklukkan Khurasan
sampai ke sungai Oxus dan Afghanistan.
Ekspansi ke Timur yang telah dirintis oleh Muawiyyah, lalu disempurkan
oleh Khalifah Abdul Malik. Dibawah komando gubernur Irak, Hajjaj bin Yusuf,
tentara kaum Muslimin menyeberangi sungai Amudaria dan mmenundukan Balk,
Bukhoro, Khawarizm, Fargana, Samarkhand, pasukan Islam juga melalui Makron
masuk ke Balukhistan, Syin dan Punjab sampai ke Multan, Islam menginjakkan
kakinya untuk pertama kalinya di bumu India.
Kumudian tiba masa kekuasaan Al Walid I yang disebut-sebut sebagai
masa kemenangan yang luas. Pengepungan yang gagal atas kota Knstantinopel di
zaman Muawiyyah, dihidupkan kembali denagn memberikan pukulan-pukulan
yang cukup kuat. Walaupun cita-cita untuk menundukkan ibukota Romawi tetap
saja belum berhasil, tetapi tindakan itu sedikit banyak berhasil menggeser kapal
batas pertahanan Islam lebih jauh ke depan, dengan menguasai basis-basis militer
kerajaan Romawi di Mar’asy dan ‘Amuriah.
            Prestasi yang lebih besar dicapai oleh Al-Walid I ialah di front Afrika
Utara sekitarnya. Setelah segenap tanah Afrika bagian Utara diduduki, pasukan
Muslim di bawah pimpinan Thariq bin Ziyad menyebrangi selat Gibraltar masuk
ke Spanyol. Lalu ibukotanya, Cordova segera dapat di rebut, menyusul kemudian
kota-kota lain seperti Sevilla, Elvira dan Toledo. Gubernur Musa bin Nushair
kemudian menyempurnakan penaklukan atas Tanah Eropa ini dengan menyisir
kaki Pegunungan Pyrenia dan menyerang Carolingian Prancis.
Berikut kemajuan-kemajuan semasa Dinasti Umayyah berdasarkan
bidangnya masing-masing:
1.      Bidang Kemiliteran
Kemajuan masa pemerintahan Dinasti Bani Umayyah yang paling menomjol
adalah di bidang kemiliteran. Selama peperangan dengan militer Romawi pasukan
Arab mengambil tekhnik kemiliteran mereka dan memadukannya dengan sistem
pertahanan yang telah di miliki sebelumnya. Pasukan Islam mendirikan tenda-
tenda yang terdiri dari 2-4 pintu dengan perlindungan benteng dan parit. Kuffah
dan Basroh merupakan basis militer untuk wilayah timur, formasi kekuatan
pasukan Muslim terbagi dua barisan. Barisan depan dan barisan belakang.
Seluruhnya terdiri lima lapisan, yakni satu lapisan pusat, dua lapisan pasukan
sayap, lapisan penyerbu , dan lapisan prtahanan. Kekuatan pasukan-pasukan
Dinasti Umayyah ini telah mencatat sukses-sukses besar dalam tugas-tugas
ekspansi. Kemajuan kekuatan militer pada masa ini juga di tandai dengan
terbentuknya angkatan laut Islam oleh Muawiyyah. Ia mengarahkan para pakar
kelautan untuk merancang pembuatan galangan perkapalan di pantai Syiria.
2.      Sistem Sosial
Terdapat empat kelompok masyarakat, yakni Arab Muslim. Mawalli, non
Muslim, dan kelompokm Arab-Muslim menduduki kelas sosial tertinggi di
sebabkan karena mereka sebagai kelompok pendatang yang berkuasa, juga di
karenakan sistem aristokrasi. Namun pada prinsipnya mereka semua mendapat
perlindungan hak-hak secara penuh sehingga mereka dapat hidup dengan tenang
dan damai. Perbedaan yang menonjol adalah dalam hal beban kewajiban pajak.
Hampir di katakan tidak ada perselisihan antaragama. Yang muncul perselisihan
antarsuku. Contohnya kelompok Mudariyah dengan kelompok Arab Himyariyah.
3.      Kemajuan Arsitektur
Penguasa Dinasti Umayyah pada umumnya mahir dalam seni arsitektur,
mereka mencurahkan perhatiaanya demi kemajuan bidang ini hasilnya adalah
ssejumlah bangunan megah, Masjid Baitul Maqdis di Yerussalem, yangn terkenal
dengan kubah batunya (qubah al-sakhra) didirikan pada masa Abdul Malik pada
tahun 691 M. Ia adalah masjid pertama yang di tutup kubah di atasnya. Dan juga
masjid al Aqsa yang tidak kalah tinggi arsiteknya sebuah masjid terindah yang
terdapat di Damaskus yang didirikan oleh Walid bin Abdul Aziz. Ia juga merehap
masjid Madinah antara beberapa monument peninggalan Umayyah yang terkenal
adalah istana Qusayr Amrah. Istana ini terbuat dari batu kapur yang berwarna
kuning kemerah-merahan.
4.      Bidang Politik
Dalam bidang politik, Bani Muawiyyah menyusun tata pemerintahan yang
sama sekali baru. Guna untuk memenuhi tuntutan perkembangan wilayah dan
administrasi kenegaraan yang semakin kompleks. Selain mengangkat majelis
penasehat sebagai pendamping, khalifah Bani Umayyah dibantu oleh beberapa
orang ‘ Al Kuttab “ (sekretaris) untuk membantu dalam pelaksanaan tugas , yang
meliputi:
a.       Kartib ar-Rasail, yaitu sekertaris yang bertugas menyelenggarakan administrasi
dan surat menyurat dengan pembesar-pembesar setempat.
b.      Kattib al Kharraj, sekertaris yang bertugas menyelenggarakan penerimaan
pemasukan dan penerimaan negara.
c.       Katib al Jundi, yaitu sekertaris yang bertugas menyelenggarakan hal-hal yang
berkaitan dengan ketentaraan.
d.      Katib as-Syurtah, yaitu sekertaris yang bertugas menyelenggarakan pemeliharaan
keamanan dan ketertiban.
e.       Katib al Qudat, yaitu sekertaris yang bertugas menyelenggarakan tertib hukum
melalui badan-badan peradilan dan hakim setempat.
Terbentuknya Dinasti Umayyah merupakan gambaran awal bahwa umat Islam
ketika itu telah kembali mendapatkan identitasnya sebagai negara yang berdaulat,
juga merupakan fase ketiga kekuasaan Islam yang berlangsung selama lebih
kurang satu abad (661 - 750 M). Perubahan yang dilakukan, tidak hanya sistem
kekuasaan Islam dari masa sebelumnya (masa Nabi dan Khulafaurrasyidin) tapi
juga perubahan-perubahan lain di bidang sosial politik, keagamaan, intelektual
dan peradaban.
1.        Dinamika Politik
Dalam awal perkembangannya, Dinasti ini sangat kental diwarnai nuansa
politiknya yaitu dengan memindahkan ibukota kekuasaan Islam dari Madinah ke
Damaskus. Kebijakan itu dimaksudkan tidak hanya untuk kuatnya eksistensi
Dinasti yang telah mendapat legitimasi politik dari masyarakat Syiria, namun
lebih dari itu adalah untuk pengamanan dalam negeri yang sering mendapat
serangan-serangan dari rival politiknya.
a.   Sistem Penggantian kepala Negara bersifat Monarchi. Pemindahan sistem
kekuasaan juga dilakukan Muawiyyah, sebagai bentuk pengingkaran demokrasi
yang dibangun masa Nabi dan Khalifah yang empat. dari kekhalifahan yang
berdasarkan pemilihan atau musyawarah menjadi kerajaan turun menurun
(monarch/ heridetis).
b.   Sistem Sosial (Arab dan Mawali). Pada masa Nabi dan khalifah yang empat,
keanggotaan masyarakat secara umum dalam segala hal hanya dibatasi
berdasarkan keagamaan, sehingga masyarakat secara garis besar terdiri Muslim
dan non Muslim, dan dalam memperlakukan orang  Islam sebagai mayoritas dapat
dibedakan menurut dua kriteria, pertama yang menjurus kepada hal-hal yang
praktis dan seringkali diterapkan pada kelompok, dan kreteria kedua berupa
tindakan pengabdian kepada masyarakat yang sifatnya tebih personal. Sebagai
tambahan atas kedua kriteria itu, pada Dinasti Umayyah syarat keanggotaan
masyarakat harus berasal dari orang Arab, sedangkan orang non-Arab setelah
menjadi Muslim harus mau menjadi pendukung (mawali) bangsa Arab. Dengan
demikian masyarakat Muslim pada masa Dinasti Umayyah terdiri dari dua
kelompok, yaitu Arab dan Mawali.
Dikalangan kaum Mawali lahirlah satu gerakan rahasia yang terkenal
dengan nama Asy-Syu’ubiyyah yang bertujuan melawan paham yang
membedakan derajat kaum Muslimin yang sebetulnya mereka bersaudara, dan
yang membedakan hanyalah ketaqwaan mereka serta banyak kaum Mawali yang
bersikap membantu gerakan Bani Hasyim turunan Alawiyah, bahkan juga
memihak kaum Khawarij.
c.   Kebijaksanaan dan Orientasi Politik. Selama lebih kurang 90 tahun Dinasti Bani
Umayyah ini memerintah, banyak terjadi kebijaksanaan politik yang dilakukan
pada masa ini, seperti:
1)    Pemisahan Kekuasaan. Terjadi dikotomi antara kekuasaan agama (spiritual
power) di tunjuklah qadhi/ hakim dan kekuasaan politik (temporal power).
Dapatlah dipahami bahwa Mu’awiyah bukanlah seorang yang ahli dalam
keagamaan sehingga diserahkan kepada para Ulama.
2)    Pembagian wilayah. Khalifah bin Khattab terdapat 8 Provinsi, maka pada masa
Bani Umayyah menjadi 10 Provinsi Wilayah kekuasaan terbagi dalam 10
provinsi, yaitu:
a)         Syiria dan Palestina;
b)        Kuffah dan Irak;
c)        Basrah, Persia, Sijistan, Khurasan, Bahrain, Oman, Najd dan  
             Yamamah;
d)        Arenia;
e)         Hijaz;
f)         Karman dan India;
g)        Egypt (Mesir);
h)        Ifriqiyah (Afrika Utara);
i)         Yaman dan Arab selatan, dan
j)         Andalusia.
3)   Bidang Administrasi Pemerintahan. Di bidang pemerintahan, Dinasti membentuk
semacam Dewan Sekretaris Negara (Dewan al Kitabah) yang terdiri dari lima
orang sekretaris yaitu : Katib ar Rasail, Katib al Kharraj, Katib al Jund, Katib asy
Syurtah dan katib al Qadi.[2] Untuk mengurusi administrasi pemerintahan daerah
di angkat seorang Amir al Umara (Gubemur Jenderal) yang membawahi beberapa
amir sebagai penguasa satu wilayah.
Pada masa Abdul Malik bin Marwan, jalannya pemerintahan ditentukan, oleh
empat departemen pokok (dewan) yaitu :
a)    Dewan Rasail (istilah sekarang disebut sekretaris jenderal). Dewan ini berfungsi
untuk mengurus surat-surat negara yang ditujukan kepada para gubernur atau
menerima surat-surat dari mereka. Ada dua macam sekretariat. Pertama,
sekretariat negara (dipusat) yang menggunakan bahasa Arab sebagai pengantar.
Kedua, sekretariat Provinsi yang menggunakan bahasa Yunani (Greek) dan Parsi
sebagai bahasa pengantarnya kemudian menjadi bahasa Arab sebagai pengantar
ini terjadi setelah bahasa Arab menjadi bahasa resmi di seluruh negara Islam.
b)   Dewan al-Kharaj. Bertugas untuk mengurus masalah pajak, yang dikepalai oleh
Shahib al-Kharraj diangkat oleh khalifah dan bertanggung jawab langsung kepada
khalifah.
c)    Dewan al-Barid. Merupakan badan intelijen negara yang berfungsi sebagai
penyampai berita-berita rahasia daerah kepada pemerintah pusat. Pada masa
pemerintahan Abdul Malik berkembang menjadi Departemen Pos khusus urusan
pemerintah.
d)   Dewan al-Khatam (departemen pencatatan). Setiap peraturan yang dikeluarkan
oleh khalifah harus disalin di dalam suatu register, kemudian yang asli harus
disegel dan dikirim ke alamat yang dituju.
4)    Politik Arabisasi. Dengan tatanan masyarakat yang homogin tersebut,
menimbulkan ambisi penguasa Dinasti ini untuk mempersatukan masyarakat
dengan politik Arabisme,yaitu membangun bangsa Arab yang besar dan sekaligus
menjadi kaum Muslimin. Usaha-usaha ke arah itu antara lain mewajibkan untuk
membuat akte kelahiran masyarakat Arab bagi anak-anak yang lahir di daerah-
daerah penaklukan, kewajiban berbahasa Arab bagi penduduk daerah Islam dan
bahkan adat-istiadat serta sikap hidup mereka diharuskan menjadi Arab. Pada
masa Bani Umayyah (sejak Khalifah Abd Malik bin Marwan), berkembang istilah
Arabisasi artinya usaha-usaha pengaraban oleh Bani Umayyah di wilayah-wilayah
yang dikuasai Islam. Bidang ini dilakukan Bani Umayyah antara lain dalam
pengangkatan kepala-kepala wilayah dari bangsa Arab untuk ditempatkan pada
wilayah-wilayah yang dikuasai. Di samping itu ia mengajarkan bahasa Arab di
seluruh wilayah Islam. Penerjemahan buku-buku berbahasa asing ke dalam bahasa
Arab.
5)      Kebijakan politik Dinasti Umayyah lainnya adalah upaya-upaya perluasan
wilayah kekuasaan. Pada zaman Muawiyyah, Uqbah bin Nafi' berhasil menguasai
Tunis yang kemudian didirikan kota Qairawan sebagai pusat kebudayaan Islam
pada tahun 760 M. Di sebelah, Muawiyyah memperoleh daerah Khurasan sampai
ke Lahore di Pakistan. Di sebelah barat dan utara diarahkan ke Bizantium dan
dapat menundukkan Rhodes dan pulau-pulau lain di Yunani. Pada tahun 48 H,
Muawiyyah merencanakan penyerangan laut dan darat terhadap Konstantinopel,
tetapi gagal setelah kehilangan pasukan dan kapal perang mereka.
Zaman Walid I, dengan dibantu tiga orang pimpinan pasukan terkemuka
sebagai penaduduk yaitu: Qutaybah bin Muslim, Muhammad bin al Qasim dan
Musa bin Nashir, ekspansi ke barat dan mencapai keberhasilan. Ekspansi ke barat
dilakukan oleh Musa bin Nashir, berhasil menundukkan Aljazair dan Maroko,
kemudian ia mengangkat Tariq bin Ziyad sebagai wakilnya untuk memerintah di
daerah itu dan melakukan perebutan kekuasaan dalam kerajaan Gotia Barat di
Spanyol untuk ditaklukkan, akhirnya Toledo ibukota Spanyol jatuh ke tangan
pasukan Muslim menyusul kota Seville, Malaga, Elvira dan Cordoua yang
kemudian menjadi ibukota Spanyol Islam (al Andalus).
Setelah menaklukkan Spanyol, Musa bin Nashir ambil bagian ke Spanyol dan
melanjutkan ekspansinya dengan merampas Carmona, Cadiz di sebelah tenggara
dari Calica di sebelah barat laut. Dia memutuskan untuk meneruskan ekspansinya
ke sebelah selatan Perancis, namun ada kekhawatiran dari Walid I atas pengaruh
Musa bin Nashir yang mungkin akan memproklamirkan seluruh negara yang
ditaklukkan, maka Walid I memerintahkan untuk mangakhiri ekspansinya ke
Eropa dan memanggil Musa dan Tariq ke Damaskus.[3]
Di masa Abdul Malik, Qutaybah diangkat oleh al Hajjaj bin Yusuf, gubernur
Khurasan, menjadi wakilnya pada tahun 86 H. Bersama pasukannya, Qutaybah
dapat menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Farghana dan Masarkand.
Usaha ekspansinya ke Cina diurungkan, karena delegasinya disuruh kembali
kepada pemimpinnya dengan saling tukar-menukar cenderamata, Qutaybah
menerima uang dan mencetak materai dengan bantuan pemuda kerajaan kemudian
menjelajahi kekuasannya dan pulang ke Merv, ibukota Khurasan.[4]
Muhammad bin Qasim dipercaya oleh al Hajjaj untuk menundukkan India.
Pada tahun 89 H, ia menuju ke Sind dan mengepung pelabuhan Deibul di muara
sungai Indus, kemudian tempat itu diberi nama Mihram. la memperluas
penaklukannya hingga ke Maltan sebelah selatan Punjab dan Brahmanabat.
2.      Dinamika Ekonomi
Kemenangan-kemenangan yang diperoleh umat Islam secara luas itu,
menjadikan orang-orang Arab bertempat tinggal di daerah penaklukan dan bahkan
menjadi tuan-tuan tanah. Kepada pemilik tanah diwajibkan oleh Dinasti Umayyah
untuk membayar pajak tanah, namun pajak kepala hanya berlaku kepada
penduduk non Muslim sehingga mengakibatkan banyaknya penduduk yang masuk
Islam, akibatnya secara ekonomis penghasilan negara berkurang, namun demikian
dengan keberhasilan Dinasti Umayyah menaklukkan Imperium Persia beserta
wilayah kepunyaan Imperium Byzantium, sesungguhnya kemakmuran bagi
Dinasti ini melimpah ruah yang mengalir untuk kas negara. Kebijakan Dinasti di
bidang ekonomi lainnya adalah menjamin keadaan aman untuk laiu lintas darat
dan laut, lalu lintas darat melalui jalan Sutera ke Tiongkok guna memperlancar
perdagangan sutera, keramik, obat-obatan dan wewangian, sedangkan lalu lintas
laut ke arah negeri-negeri belahan untuk mencari rempah-rempah, bumbu, kasturi,
permata, logam mulia, gading, dan bulu-buluan. Keadaan demikian membuat kota
Basrah dan Aden di teluk Persi menjadi lalu lintas perdagangan dan pelabuhan
dagang yang ramai, karena kapal-kapal dagang dibawah lindungan armada Islam
yang menuju ke Syiria dan Mesir hampir tak pernah putus. Perkembangan
perdagangan ini telah mendorong meningkatnya kemakmuran Dinasti Umayyah.
Pada masa khalifah Abdul Malik, telah dirintis industri kerajinan tangan
berupa tiraz (semacam bordiran) yakni cap resmi yang dicetak pada pakaian
khalifah dan para pembesar pemerintahan, format tiraz bertuliskan lafaz "La
Ilaaha Ilia Allah". Guna memperlancar produktifitas pakaian resmi kerajaan,
maka Abdul Malik mendirikan pabrik-pabrik kain, dan setiap pabrik diawasi oleh
Sahib at Tiraz yang bertujuan mengawasi tukang emas dan penjahit, menyelidiki
hasil karya dan membayar gaji mereka.
3.      Dinamika Sosial
Seperti yang suda di jelaskan sebelumnya, pada masa Dinasti Umayyah,
bangsa Arab mendapatkan posisi terhormat dalam masyarakat. Pada umumnya,
bangsa Arab merupakan tuan tanah hasil rampasan perang. Adanya dua kelompok
masyarakat yang membangun Daulat Umayyah yakni bangsa Arab dan non-Arab,
berpengaruh positif pada motivasi orang-orang non-Arab untuk memeluk agama
Islam. Kebijakan ini juga berpengaruh pada perkembangan dan perluasan
pemakaian bahasa Arab dengan cepat.
Salah satu permasalahan yang pantas disebutkan pada masa pemerintahan
Bani Umayyah adalah munculnya penolakan para sahabat terhadap sikap
Mua'wiyah yang mengubah sistem sukses khalifah dari pemilihan terbuka menjadi
kerajaan yang mewariskan tahta kepada keturunan raja.
4.      Intelektual dan Keagamaan
Di zaman pemerintahan Abdul Malik terdapat banyak bahasa yang digunakan
dalam administrasi, seperti bahasa Persia, Yunani dan Qibti, namun atas usaha
Salih bin Abdur Rahman, sekretaris al Hajjaj, ia mencoba menjadikan bahasa
Arab sebagai bahasa administrasi dan bahasa resmi di seluruh negeri sehingga
perhatian dan upaya penyempurnaan pengetahuan tentang bahasa Arab
mendorong lahirnya ahli bahasa yaitu Sibawaihi dengan karya tulisnya al Kitab
menjadi pegangan dalam soal tata bahasa Arab.
Dalam daerah kekuasaannya terdapat kota-kota pusat kebudayaan yaitu
Yunani Iskandariyah. Antiokia, Harran, dan Yunde Sahpur yang semula
dikembangkan oleh imuwan-ilmuwan Yahudi, Nasrani, dan Zoroaster Khalifah
Khalid bir'i Yazid bin Muawiyyah yang seorang orator dan berpikiran tajam
berupaya menerjemahkan buku-buku tentang astronomi, kedokteran dan kimia.
Khalifah Walid bin Abdul Malik memberikan perhatian kepada bimarstan,
yaitu rumah sakit sebagai tempat berobat, perawatan orang sakit dan studi kedok-
teran yang berada di Damaskus, sedangkan khalifah Umar bin Abdul Aziz
menyuruh para ulama secara resmi untuk membukukan hadits-hadits Nabi, dan
selain itu ia bersahabat dengan ibn Abjar, seorang dokter dan Iskandariah yang
kemudian menjadi dokter pribadinya.[5]
Pengaruh lain dan ilmuwan Kristen itu adalah penyusunan ilmu pengetahuan
secara sistematis, selain itu berubah pula sistem hafalan dalam pengajaran kepada
sistem tulisan menurut aturan-aturan ilmu pengetahuan yang berlaku. Pendukung
dalam pengembangan ilmu adalah golongan non-Arab dan telaahnya pun sudah
meluas sehingga ada spesialisasi ilmu menjadi ilmu pengetahuan bidang agama,
bidang sejarah, bidang bahasa dan bidang filsafat. Ilmuwan itu antara lain
Sibawaihi, al Farisi, al Zujaj (ahli nahwu), al Zuhpy, Abu Zubair, Muhammad bin
Muslim bin Idris dan Bukhari Muslim (ahli Hadits) dan Mujahid bin Jabbar (ahli
tafsir).
5.      Tali Ikatan Persatuan Masyarakat (Politik dan Ekonomi)
Ekspansi Islam yang berlangsung dari pertengahan abad ke tujuh sampai
permulaan abad ke delapan, salah satu hasilnya ialah terintegrasinya daerah-
daerah yang ditaklukkan itu dalam suatu kesatuan sosial politik yang disebut
Dunia Islam. Selanjutnya dunia Islam itu merupakan suatu kawasan ekonomi
yang terpadu dalam suatu jaringan pasaran bersama. Wilayah inti meliputi daerah-
dearah bekas kerajaan Persia, Imperium Bizantium di Suria dan Mesir serta
daerah-daerah Barbar di Mediterinian (Afrika Utara dan Spanyol) itu, merupakan
salah satu jaringan penting dari rute utama perdagangan  Internasional yang
terbentang antara China dan Spanyol, dan antara Afrika Hitam dengan Asia
Tengah.
6.      Kedudukan Amir al-Mu’minin
     Pada masa ini Amir al-Mu’minin hanya bertugas sebagai khalifah dalam
bidang temporal sedangkan urusan keagamaan di urus oleh para ulama. Berbeda
dengan Khulafa al-Rasydun yang menguasai keduanya. Pada masa ini khalifah
diangkat secara turun-temurun dari keluarga Umayyah.
7.      Sistem Fiskal
       Sumber uang masuk pada Dinasti Bani Umayyah, pada umumnya seperti di
zaman permulaan Islam. Walaupun demikian ada beberapa tambahan seperti al-
Dharaaib yaitu kewajiban yang harus dibayar oleh warga negara dan terdapat
pajak-pajak istimewa. Adapun saluran uang keluarnya sama seperti permulaan
Islam, seperti gaji para pegawai dan tentara, serta biaya tata usaha negara,
pembangunan pertanian termasuk irigasi dan penggalian terusan-terusan, ongkos
bagi orang-orang hukuman dan tawanan perang, perlengkapan perang, serta
hadiah-hadiah kepada para pujangga dan para Ulama.
       Pada masa Umayyah dicetak mata uang Muslimin secara teratur dan
pembayaran dengan mata uang ini, walaupun pada masa Umar bin Khattab sudah
dicetak mata uang kaum Muslimin namun belum begitu teratur seperti pada
khalifah Abdul Malik bin Marwan.
8.   Interregnum (Masa Peralihan Pemerintahan) Umar bin Abdul Aziz
       Interregnum ini terjadi pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang mana
pada perintahan yang dulunya kejam, menekan rakyat dan sebagainya, menjadi
kepada masa yang damai, lemah, lembut dan makmur. Dengan kebijaksanaannya
ini banyak orang yang masuk Islam, dan mengadakan dialog dengan orang Syi’ah
dan Khawarij sehingga mereka puas dan tidak mengganggu lagi. Namun,
kedamaian dan kemakmuran ini dimanfaatkan oleh Bani Hasyim untuk
membentuk gerakan bawah tanah. Gerakan ini terdiri dari orang-orang Syi’ah dan
keluarga Abbas. Gerakan inilah yang berhasil menumbangkan Bani Umayyah
nantinya.
9.      Sistem Peradilan
       Kehakiman pada masa ini mempunyai dua ciri khas, yaitu pertama, qadhi
memutuskan perkara dengan ijtihadnya berdasarkan Nas. Kedua, kehakiman
belum terpengaruh dengan politik.
10.  Pembangunan Peradaban, Intelektual, bahasa dan sastera Arab
     Masa Bani Umayyah ini merupakan peletak dasar pembangunan peradaban
Islam yang nanti pada masa Bani Abbas merupakan puncak dari peradaban Islam.
Pada masa ini ilmu Naqliyah mulai berkembang. Perkembangan yang saling
menonjol adalah ilmu tafsir dan ilmu hadits. Dan terjadi pengumpulan hadits pada
masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang dikumpulkan oleh ‘Ashim al-Anshari.
Muncul juga ilmu Nahwu (tata bahasa Arab) sehingga Sibawaihi menyusun al-
kitab untuk memperlajari tata bahasa Arab.
       Khalifah Mu’awiyah memerinthkan karya-karya bangsa Yunani yang
mengandung berbagai macam Ilmu. Dengan demikian umat Islam pada masa ini
mulai mengenal ilmu kedokteran, ilmu Kalam, seni bangunan (architecture) dan
sebagainya. Diantara peninggalan seni bangunan yang terkenal sampai sekarang
adalah Qubbah al-Sakhr (Dome of the Rock) yang didirikan di Yerussalem pada
91 H pada masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik.
11.  Sistem Militer
       Pada masa Dinasti Bani Umayyah orang masuk tentara kebanyakan dengan
dipaksa atau setengah dipaksa. Untuk menjalankan kewajiban ini dikeluarkan
semacam undang-undang wajib militer yang dinamakan Nidhamut Tajnidil Ijbary.
Politik ketentaraan dari Bani Umayyah, yaitu politik Arab, di mana anggota
tentara haruslah terdiri dari orang-orang Arab atau unsur Arab. Maka dari itu
mereka terpaksa meminta bantuan kepada bangsa Barbari untuk menjadi tentara
karena wilayah mereka yang luas meliputi Afrika Utara, Andalusia, dan lain-lain.
a.       Perluasan ke Asia Kecil
             Dengan armada laut yang terdiri dari 1700 kapal, lengkap dengan
perbekalan dan persenjataannya. Lalu Mu’awiyah menyerang pulau-pulau dilaut
tengah sehingga berhasil menduduki pulau Rhodes tahun 53 H dan pulau Kreta
tahun 54 H. Kemudian diserang kota Konstatinopel. Pulau-pulau ini dekat Cyprus
yang telah ditaklukkan pada zaman Usman. Penyerangan ini dipimpin oleh
Janadah bin Abi Umayyah. Kemudian mengepung kota Konstatinopel di bawah
pimpinan Yazid bin Mu’awiyah dan didampingi oleh pahlawan Islam yang berani
seperti Abu Ayyub al-Anshar, Abdullah ibnu Zuber, Abdullah ibnu Umar dan
Ibnu Abbas. Pengepungan ini selama 7 tahun (54-61 H). Abu Ayyub al-Anshar
gugur pada peperangan ini. Penyerangan pertama ini gagal karena ada
pengkhianatan Loen Mar’asy.
b.      Perluasan ke Timur
             Ke arah Timur dapat menaklukkan daerah Khurasan sampai ke sungai
Oxus dan dari Afghanistan sampai ke Kabul. Kemudian diteruskan pada zaman
Abd. Malik di bawah pimpinan Al- Hajjaj ibn Yusuf. Kemudian dapat
menundukkan daerah Balkh, Bukhara, Khawarizan, Fergnana, dan Samarkand.
Selanjutnya pasukan Muslim juga samapi ke India serta dapat menguasai
Balukhistan, Sind, dan daerah Punjab sampai ke Multan (713 H).
c.       Perluasan ke Afrika Utara
             Uqbah ibn Nafi’ al-Fahri telah menetap di Barqah setelah wilayah itu
dikuasai. Oleh karena kemahiran dan keberaniannya, ia mengalahkan armada
Bizantium di daerah pantai, barbar dipedalaman, serta Tripoli dan Fazzan.
             Kekuatan Maritim Islam menjadi lebih berkembang pada masa Umayyah
timur. Pada masa Khalifah al-Walid. Jenderal Thariq bin Ziyad dapat
menyeberangkan ajaran Islam ke Spanyol. Pada tahun 95 H/ 713 M dapat
membebaskan rakyat Spanyol dan Eropa dari penindasan bangsa Visigoth
(Gothik) Barat yang telah berkuasa selama 300 tahun.[6]
12.  Pemberontakan: al-Mukhtar ibn Ubaid dan Abdullah ibn Zubair
Ketika Yazid ibn Mu’awiyah naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka
Madinah tidak mau menyatkan setia kepadanya. Yazid kemudian mendirim surat
kepada Gubernur Madinah meminta untuk memaksa penduduk mengambil
sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini semua orang terpaksa tunduk kecuali
Husein ibn Ali dan Abdullah ibn Zubair. Pada tahun 680 M, Husein pindah dari
Mekkah ke Kufah atas permintaan golongan Syi’ah di Irak. Umat Islam di daerah
ini mengakui khaifahnya adalah Husein. Sehingga terjadi pertempuran dan tentara
Husein kalah sedangkan Husein mati terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim
ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbela.
Gerakan Syi’ah semakin keras, gigih dan tersebar luas. Pemberontakan
yang paling terkenal diantaranya adalah pemberontakan Mukhtar di Kufah pada
tahun 685-687 M. Walaupun dibantu oleh kalangan kaum Mawali di Persia,
Armenia dan lain-lain,  Mukhtar terbunuh oleh pasukan oposisi lainnya yaitu
gerakan Abdullah ibn Zubair.
Abdullah ibn Zubair baru secara terbuka menyatakan khalifah setelah
Husein bin Ali terbunuh. Tentara Yazid kemudian mengepung Mekkah dan
akhirnya terjadi pertempuran, pada pertempuran ini Abdullah bin Zubair
dikabarkan wafat, maka tentara Yazid kembali ke Damaskus. Gerakan Abdullah
ini baru dapat dihancurkan pada masa khalifah Abdul Malik pada tahun 693 M.
Adapun prestasi Dinasti Umayyah
1.    Bidang Fisik
Dalam pembangunan fisik, pada Diansti Umayyah telah didirikan pos-pos
yang pada pemerintahan sebelumnya tidak ditemukan. Lebih lengkapnya, dapat
dikatakan bahwa beberapa prestasi Dinasti Umayyah dalam pembangunan fisik
adalah sebagai berikut:
a.         Membangun pos-pos serta menyediakan kelengkapan peralatannya,
b.         Membangun jalan raya,
c.         Mencetak mata uang,
d.         Membangun panti asuhan,
e.         Membangun gedung pemerintahan,
f.          Memblingun masjid,
g.         Membangun rumah sakit, dan
h.         Membangun sekolah studi kedokteran.[7]
2.    Perluasan Wilayah Kekuasaan.
Dalam hal perluasan wilayah, Dinasti Umayyah menjalankan ekspansi
sebagai berikut:
a.       Menguasai Tunis pada tahun 760 M di bawah pimpinan Uqbah bin Nafi',
b.      Menguasai Khurasan hingga Lahore di sebelah Timur,
c.       Menguasai Bizantium,
d.     Menguasai Rhodes dan pulau-pulau kecil lainnya di Yunani,
e.       Di sebelah Barat, Dinasti Umayyah berhasil menaklukkan Aljazair dan
   Maroko,
f.       Selanjutnya, Dinasti Umayyah berhasil menaklukkan Andalusia yakni
   Toledo, Sevilla, Malaga, Elvira dan Cordova,
g.      Penaklukkan yang sama berlanjut hingga ke Cadiz dan Calica,
h.       Menaklukkan Baikh, Bukhara, Khawarizm, Farghana dan Samarqand,
   dan
i.       Menaklukkan India, hingga ke Brahmanabat.[8]

D. ISLAM DI ANDALUSIA/SPANYOL
Spanyol/Andalusia di kuasai oleh umat Islam pada zaman Khalifah Al-
Walid (705-715 M) salah seorang khalifah Daulah Umayah yang berpusat di
Damaskus.[1] Dan masa ini berlangsung selama hampir delapan abad ( 711 – 1492
M ).
Sebelum umat Islam menguasai Andalusia wilayah yang terletak disekitar
semenanjung Iberia dan membelah Benua Eropa dengan Afrika ini dikenal dengan
berbagai nama. Sebelum abad ke – 5 M, wilayah ini disebut dengan Iberia ( atau
Les Iberes ), yang diambil dari nama Bangsa Iberia ( penduduk tertua diwilaya
tersebut ). Ketika berada dibawah kekuasan Romawi, wilayah ini dikenal dengan
nama Asbania. Pada abad ke – 5 M, Andalusia dikuasai olah Bangsa Vandal yang
berasal dari wilayah ini sejak itu wilayah ini disebut Vandalusia yang oleh umat
Islam akhirnya disebut “ Andalusia “. Setelah itu datanglah bangsa Gothia ke
Andalusia memerangi bangsa Vandal dan menguasai Andalusia. Pada Awalnya

[
bangsa Gothia ini kuat sekali tapi kemudian banyak perpecahan dan menyebabkan
kemunduran kerajaan itu.
Kemudian setelah Witiza, raja Gothia meninggal digantikan oleh
Roderick. Peristiwa ini menyebabkan putera-putera raja Witiza sangat marah dan
mereka mengadakan perjanjian persekutuan dengan kaum muslimin. Begitu pula
telah terjadi perselisihan antara Count Julian yang memegang pemerintah.
Perselisihan ini kabarnya karena Roderik mencemarkan kehormatan puteri dari
Julian. Karena itu Julian ingin membalas dendam untuk membela kehormatan dan
nama baiknya. Ia berusaha mendorong kaum Muslimin supaya menyerbu ke
Spanyol. Tentunya ini merupakan kesempatan yang baik bagi kaum muslim.
Kaum yang memusuhi Rodrick itu akhirnya meminta Graf Julian bekerja
sama Musa bin Nushair, gubernur Muawiyah di Afrika. Musa kemudian minta ijin
pada Khalifah walid bin Abdul Malik yang berkedudukan di Damascus, dan
segera dikirmlah pasukan sebanyak 500 orang dibawah
pimpinan Tharif bin Malik untuk menyerbu Spanyol. Setelah kemenangan
pasukan ini, Musa mengirimkan pasukan gerak cepat di bawah
komando Thariq bin Ziyad, kemudian Thariq bin Ziyad berngkat untuk
memimpin 7000 orang tentara yang terdiri dari bangsa Babar. Mereka
menyebrangi selat itu dengan kapal-kapal yang disediakan oleh Julian, penguasa
di Septah, yang dulunya pernah pula menyediakan kapal-kapal untuk Tharif dan
pasukannya. Ini terjadi pada bulan Rajab atau Sya’ban tahun 92 H. Thariq beserta
pasukannya kemud ian mendarat dan menempati suatu gunung yang sampai kini
masih dikenal dengan namanya sendiri, yaitu “jabal Thariq” (Giblatar). Disanalah
Thariq mempersiapkan satuan-satuannya untuk menyerbu semenanjung yang luas
dan makmur itu.[2]
Thariq ibn Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penakluk Spanyol, karena
pasukannya lebih besar dari hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian
besar suku Barbar yang didukung oleh Musa ibn Nushair dan sebagian lagi orang
arab yang dikirim Khalifah Al-Walid. Pasukan itu kemudian menyebrangi Selat
dibawah pimpinan Thariq ibn Ziyad. Sebuah gunung tempat pertama kali Thariq
dan pasukannya mendarat dan menyiapkan pasukannya. Dikenal dengan nama

[
Giblatar (Jabal Thariq). Dengan dikuasainya daerah ini, maka terbukalah pintu
secara luas untuk memasuki Spanyol. Dalam Pertempuran di suatu tempat
bernama Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari situ Thariq dan
pasukannya terus menaklukkan kota-kota penting, seperti Cordova, Granada, dan
Toledo (Ibu kota kerajaan Goth saat itu). Sebelum Thariq menaklukkan kota
Toledo, ia meminta tambahan pasukan kepada Musa ibn Nushair di Afrika Utara.
Musa mengirimkan tambahan pasukan sebanyak 5.000 personel, sehingga jumlah
pasukan Thariq seluruhnya 12.000 orang. Jumlah ini belum sebanding dengan
pasukan Ghotik yang jauh lebih besar, 100.000 orang.
Kemenangan pertama yang dicapai oleh Thariq ibn Ziyad membuka jalan
untuk penaklukan wilayah yang lebih luas lagi. Untuk itu, Musa ibn Nushair
merasa perlu melibatkan diri dalam gelanggang pertempuran dengan maksud
membantu perjuangan Thariq. Dengan suatu pasukan yang besar, ia berangkat
menyebrangi selat itu dan satu persatu kota yang dilewatinya dapat
ditaklukkannya. Setelah Musa berhasil menaklukan Sidonia, Karmona, Seville
dan Merida serta mengalahkan penguasa kerajaan Gothic, Theodomir di Orihuela,
ia bergabung dengan Thariq di Toledo. Selanjutnya, keduanya berhasil menguasai
seluruh kota penting di Spanyol, termasuk bagian utaranya, mulai dari Saragosa
sampai Navare.[3]
Selanjutnya Thariq menggerakkan pasukannya ke pusat kekuasaan
Roderick di Spanyol. Roderick terdesak sampai perbatasan tebing sungai
Guadelete, di perbatasan antara Medinia dan Sidonia. Merasa tidak ada jalan lain,
akhirnya Roderick meninggal dengan terjun ke dalam sungai Guadelete. Setelah
berhasil dalam pertempuran melawan Roderick, Thariq dengan mudah
menaklukan kota Sidonia, Carmona, dan Granada. Setelah menaklukan kota
Cordova, ia segera bergerak ke Toledo, Ibukota pemerintahan Spanyol dan
berhasil menguasainya. Jadi dalam waktu singkat, pasukan Thariq berhasil
menguasai sebagian besar wilayah Spanyol.
Kesuksesan Thariq yang gemilang menarik perhatian Musa ibn Nusyair. Ia
mendarat di Spanyol dengan 18.000 pasukan pada bulan Juli 712 M., dan segera
menaklukan kota Saville dan sejumlah kota kecil lainnya. Di dekat kota Toledo

[
Musa menjumpai Thariq. Dengan sikap marah Musa menanyakan prihal harta
rampasan perang selama ini, namun akhirnya mereka mencapai kesepakatan
sehingga terbentuklah pasukan gabungan. Pasukan gabungan itu dengan mudah
menaklukkan kota sarragosa, Terragona dan Barcelona. Selanjutnya Musa
mengerahkan pasukannya karah Timur untuk menaklukkan negeri-negeri Eropa
lainnya. Sementara itu kabar mengenai perlakuan Musa terhadap Thariq ibn Ziyad
terdengar sampai Damaskus, Sehingga Raja Walid I memerintahkan Musa
kembali ke Damaskus.[4]
Orang tak dapat membenarkan riwayat yang menggambarkan adanya rasa
permusuhan dan saling membenci antara Musa dan Thariq, dan bahwa Musa
pernah menganiaya dan mempersalahkan Thariq. Semua fakta yang ada
dihadapan kita bahkan menunjukkan adanya kerjasama yang erat antara kedua
pahlawan itu. Musa telah mengirim bala bantuan kepada Thariq, dan kemudian ia
sendiri datang kesana dan menaklukkan negeri-negeri yang berada di belakang
pasukan Thariq. Dengan demikian ia telah berusaha untuk menghindarkan
pasukan-pasukan Thariq dari pukulan musuh dari belakang. Selanjutnya, kedua
pahlawan itu terus maju bergandeng bahu dan bekerja sama dalam menaklukkan
negeri-negeri yang masih tertinggal, hingga akhirnya mereka mencapai
kemenangan yang sempurna di daerah itu. Melihat fakta-fakta ini bagaimana pula
kita bias bekata bahwa antara kedua pahlawan itu ada rasa permusuhan?[5]
Sebelum meninggalkan Spanyol, Musa mengatur keperluan untuk
tegaknya wilayah yang baru saja ditaklukkannya. Ia mengangkat ketiga putranya :
Abdul Aziz sebagai Raja muda di Spanyol, Abdullah sebagai gubernur di Afrika,
dan Abdul Malik sebagai gubernur Maroko. Dengan membawa harta rampasan
dalam jumlah yang besar, Musa kembali ke Damaskus untuk diserahkan kepada
Raja Walid I, namun sang raja meninggal sebelum Musa tiba di Damaskus.
Penaklukan pasukan muslim terhadap Spanyol merupakan lembaran baru
yang gemilang bagi sejarah negeri ini. Penaklukan tersebut menyelamatkan
wilayah Spanyol dari Tirani. Ghotik, dengan membuka suatu era baru di mana
kebenaran dan keadilan ditegakkan. Prinsip persaudaraan universal diterapkan

[
kepada seluruh rakyat. Kebebasan beragama terjamin, baik bagi mereka yang
beragama yahudi maupun Kristen. Sekalipun atas mereka diwajibkan membayar
jizya, namun terasa sangat ringan dibandingkan beban berbagai pajak yang dipikul
mereka pada masa sebelum pemerintahan muslim. Segala bentuk perpajakan yang
memberatkan rakyat dihapuskan dan digantikan dengan sistem perpajakan yang
adil. Para budakdan hamba sahaya dibebaskan. Perdagangan dan perniagaan
mengalami kemajuan pesat. Pertanian dikembangkan dengan membangun
sejumlah sistem irigrasi. Pembangunan menjadikan sejumlah kota di Spanyol
berdiri dengan megah. Cordova merupakan simbol kehebatan pada abad
pertengahan, suatu abad di mana bangsa Eropa tengah dilanda kegelapan dan
kebodohan. Spanyol merupakan satu-satunya negeri Eropa yang pertama kali
mengalami masa pencerahan lantaran kemajuan pendidikan dan peradaban, pada
saat itu kemajuan pendidikan dan peradaban Spanyol selama masa pemerintahan
muslim mengantarkan negeri-negeri Eropa lainnya mencapai masa pencerahan di
masa belakangan.
Demi ketertiban urusan administrasi, pemerintahan muslim di Spanyol
dibagi menjadi empat wilayah provinsi, masing-masing di bawah penguasaaan
gubernur. Masyarkat Spanyol diberikan kebebasan beragama dan antara mereka
dengan kaum emigrant Arab Muslim menjalin integritas masyarakat, bahkan
dalam urusan perkawinan sekalipun. Mereka diberikan kebebasan hidup,
beragama dan kebebasan berfikir. Selama masa ini masyarakat Spanyol
mengalami kemajuan pesat dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan, sehingga
Spanyol mencapai puncak kemajuan, pada saat itu, selama pemerintahan
Muslim.[6]

1.  PERKEMBANGAN ISLAM DI SPANYOL/ANDALUSIA


Sejak pertama kali berkembang di Spanyol sampai dengan berakhirnya
kekuasaan Islam di sana, Islam telah memainkan peranan yang sangat besar. Masa
ini berlangsung selama hampir 8 abad (711-1492 M). Pada tahap awal semenjak
menjadi wilayah kekuasaan Islam, Spanyol diperintah oleh wali-wali yang
diangkat oleh pemerintahan Bani Umayah di Damaskus. Periode ini kondisi sosial
politik di Spanyol masih diwarnai perselisihan disebabkan karena kompleksitas
[
etnis dan golongan. Selain itu juga timbul gangguan dari sisa-sisa musuh Islam di
Spanyol yang bertempat tinggal di wilayah-wilayah pedalaman. Periode ini
berakhir dengan datangnya Abdur Rahmad Al-Dhalil ke Spanyol pada tahun 138
H/755 M.[7]

a.        Periode Pertama (711-755 M)


Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang
diangkat oleh Khalifah Bani Umayah yang berpusat di Damskus. Pada periode ini
stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguan-
gangguan masih terjadi baik datang dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari
dalam antara lain berupa perselisihan di antara elit penguasa, terutama akibat
perbedaan etnis dan golongan. Di samping itu, terdapat perbedaan pandangan
terhadap khalifah di Damaskus dan Gubernur Afrika Utara yang berpusat di
Kairawan. Masing-masing mengaku bahwa, merekalah yang berhak menguasai
daerah Spanyol ini. Oleh karena itu, terjadi dua puluh kali pergantian wali
(gubernur) Spanyol dalam jangka waktu yang amat singkat. Perbedaan seringnya
terjadi perang saudara. Hal ini ada hubungannya dengan perbedaan etnis, terutama
antara Barbar asal Afrika Utara dan Arab. Di dalam etnis Arab sendiri, terdapat
dua golongan yang terus menerus bersaing, yaitu suku Qaisy (Arab Utara) dan
Arab Yunani (Arab Selatan). Perbedaan etnis ini seringkali menimbulkan konflik
politik, terutama ketika tidak ada figur yang tangguh. Itulah sebabnya di Spanyol
pada saat itu tidak ada gubernur yang mampu mempertahankan kekuasaannya
untuk jangka waktu yang agak lama.
Gangguan dari luar datang dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yang
bertempat tinggal di daerah-daerah pergunungan yang memang tidak pernah
tunduk kepada pemerintahan Islam. Gerakan ini terus memperkuat diri. Setelah
berjuang lebih dari 500 tahun, akhirnya mereka mampu mengusir Islam dari bumi
Spanyol.
            Karena seringnya terjadi konflik internal dan berperang menghadapi
musuh luar, maka dalam periode ini Islam Spanyol belum memasuki kegiatan

[
pembangunan dipandang peradaban dan kebudayaan. Periode ini berakhir dengan
datangnya Abd Al-Rahman Al-Dakhil ke Spanyol pada tahun 13 H/755 M.[8]

b.        Periode Kedua (755-912 M)


Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang
bergelar amir (Panglima atau Gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat
pemerintah. Spanyol menjadi bagian dari imperium Islam dalam masa
pemerintahan Walid bin Abdul Malik. Sejak itu Spanyol merupakan bagian dari
wilayah kekuasaan Islam. Bangsa Spanyol bahagia dan makmur di bawah
pemerintahan Muslim. Ia tetap menjadi bagian dari kekhalifahan Umayah hingga
pecahnya pemberontakan Abbasiyah. Abbasiyah berhasil menegakkan
kekuasaannya di berbagai bagian imperium kecuali Spanyol. Di sana seorang
putra Bani Umayah mendirikan pemerintahan yang merdeka.
Pendiri dinasti Umayah yang merdeka ini ialah Abdurrahman bin Abi
Spfyan, cucu Khalifah Umayah ke 10, Hisyam. Dia adalah salah seorang di antara
sedikit Bani Umayah yang terlepas dari Pembalasan dendam yang keji dari
khalifah Abbasyiah yang pertama, Asaffah. Setelah singgah lima tahun di
Palestina, Mesir, dan Afrika, akahirnya dia sampai di Geuta. Disana dia diberi
perlindungan oleh seorang Berber, keluarga pamannya dari pihak ibu. Kemudian
mengutus pelayannya, Badar, untuk berunding dengan orang-orang Siria di
Spanyol. Orang-orang Siria merupakan pendukung utama bani Umayah, dan
mereka siap menyambut pemuda petualang dari dinasti kesayangannya itu.
Karena itu Abdurrahman pergi ke Spanyol dan memperoleh sambutan hangat
pada tahun 755 M. Pribadi yang menarik dari seorang Petualang muda ini serta
nama besar keluarganya, membuat dia memperoleh dukungan rakyat. Gubernur
Abbasiyah yang lemah memeranginya di Masarah. Pertempuran Masarah itu
merupakan pertempuran yang menentukan. Yusuf gubernur Abbasiyah untuk
Spanyol, dikalahkan karena Khalifah Manshur tidak dapat mengirimkan bantuan
pada waktunya. Abdurrahman menjadi penguasa Spanyol dan menempatkan
dirinya di Singgasana Spanyol sebagai seorang amir yang merdeka (756 M).maka

[
di dalam masa enam tahun sejak kejatuhan pemerintahan Umayah, suatu dinasti
Umayah yang baru didirikan di Spanyol.[9]
Semenjak menjabat sebagai penguasa Spanyol, Abdur Rahman
menghadapi berbagai gerakan pemberontakan internal. Gangguan pihak luar yang
terbesar adalah serbuan pasukan papin, seorang raja prancis dan putranya bernama
Charlemagne. Namun pasukan penanggung jawab ini dapat dikalahkan oleh
kekuatan Abdur Rahman. Belum selesai menangani aksi pemberontakan ia keburu
meninggal dunia pada tahun 172 H/788 M., sebelum Amirat Umayah di Spanyol
ini berdiri tegak.[10]
1.       Hisyam I (172-180 H/788-796 M)
Abdur Rahman di gantikan oleh putranya yang bernama Hisyam I (172-
180 H/788-796 M). Ia merupakan penguasa yang lemah lembut dan administrator
yang liberal. Ia menghadapi pemberontakan yang dilancarkan oleh saudaranya
sendiri di Toledo, yakni Abdullah dan Sualiman. Pemberontakan ini dapat
ditaklukan oleh Hisyam. Selanjutnya Hisyam mengarahkan perhatiannya ke
wilayah utara. Umat Kristen yang tidak henti-hentinya melancarkan gangguan
keamanan ditindasnya sekaligus berhasil mengalahkan kekuatan perancis. Kota
Norebonne ditaklukkannya, sementara suku-suku yang tinggal di Galicia
mengajukan perdamaian.
Hisyam merupakan penguasa yang adil, dan bermurah hati khususnya
terhadap rakyatnya yang lemah dan miskin. Ia senantiasa ingin mengetahui
keluhan si miskin ia senantiasa dengan keluar malam masuk perkampungan di
kordoba, dan dengan mengunjungi mereka yang sedang sakit. Lalu meringankan
beban mereka dengan membagikan sejumlah uang. Sekalipun tempramennya
lemah lembut, namun seringkali ia menunjukan sikap tegas terhadap para pesuruh
dan pemberontak yang mengancam stabilitas Negara.
2.      Hakam I (796-822 M)
Hakam I menggantikan ayahnya, Hisyam I, menduduki tahta Spanyol. Dia
adalah orang yang tidak baik dan tidak mulia. Dia suka dilingkungi kemegahan

[
dan pertunjukan-pertunjukan. Pembawaanya suka senang-senang dan menikmati
kehidupan yang diperolehnya, dia sangat kecanduan dengan minum anggur.
Tak lama setelah pelantikannya, hakam dihadapkan pada pemberontakan
yang hebat dari para pembelot yang dipimpin oleh seorang Faqih. Orang-orang
faqih itu sangat mempengaruhi para pembelot yang tinggal dipinggiran kota
Cordova sebelah selatan, yang ketika itu ibu kota Spanyol Muslim. Karena
kedermawanan kebijakan Hisyam yang disalahgunakan, kaum faqih itu menjadi
suatu kekuatan di negeri itu. Dia menghindari semua campur tangan dalam urusan
Negara” karena frustasi dalam harapannya memperoleh kekuasaan, dan merasa
bangga akan kependetaan mereka, mereka menjadi penghasut dengan pidato-
pidato.” Oleh karena itu, kaum faqih berusaha membakar kefanatikan orang-orang
Spanyol Muslim. Pengaruh mereka di antara orang-orang itu tak terhingga.
Sebagian besar penduduk di seleruh jazirah itu adalah mualaf, yaitu orang-orang
yang baru masuk Islam. Mereka diangap rendah oleh orang-orang Arab yang
berdarah murni. Pemimpin kaum faqih itu, Yahya bin Yahya, berkomplot dengan
sekelompok kaum bangsawan untuk mengangkat seorang paman Hakam ke atas
singgasana Kordofa. Akan tetapi, komplotan itu tercium sehingga tokoh-tokoh
faqih serta kaum bangsawan, sekitar 72 orang junmlahnya, dibunuh, dan Yahya
selamat melarikan diri.[11][11]
Hakam meninggal pada tahun 207 H/ 822 M, setelah berkuasa selama 26
tahun, suatu periode yang paling banyak diwarnai pertempuran. Ibnu Al-Athir,
mencatatnya sebagai penguasa Andalusia pertama yang bijaksana sekaligus
ksatria. Satu kekurangannya adalah tidak bersikap ramah terhadap fuqaha. Ia tidak
menghendaki campur tangan fuqaha dalam urusan Negara. Inilah sebab timbulnya
gerakan fuqaha yang berusaha menggulingkan kekuasaan hakam. Mererka muncul
sebagai oposisi hakam dan berusaha menciptakan kegaduhan sehingga melatari
gerakan pemberontakan di Gordoha.[12]
3.      Abdurrahman II (822-852 M)
Hakam digantikan oleh anaknya, Abdurrahman, yang nama panggilannya
Ausad.pergantiannya tidak terlepas dari persaingan karena Abdullah, anak

[11]

[
Abdurrahman I, melakukan usaha untuk menduduki tahta. Namun hal ini gagal
dan Abdullah harus tunduk.
Pemerintahan tidak terlepas dari kesulitan-kesulitan. “orang-orang Kristen
dari Merida bangkit memberontak di bawah pimpinan Mahmud bin Al Jabar,
bekas pengumpul pajak dan sulaiman bin Martin. Penyebab pemberontakan ini
adalah pembebanan pajak atas barang sehari-hari dan kekejaman para mentri serta
para pengumpul pajak“. Abdurrahman menumpasnya dengan kekerasan.
Bajingan-bajingan itu ditundukkan dan 7000 pemberontak di bunuh. Suatu
pemberontakan yang baru pecah di Toledo. Dalam pemberontakan itu para
neo/muslim dan orang-orang Yahudi mengambil bagian. Pemberontakan itu
dipimpin oleh seorang muallaf yang bernama Hasyim. Akan tetapi, Hasyim dapat
dikalahkan dan dibunuh dan para pemberontak itu dicerai-beraikan.
Menjelang akhir pemerintahan, golongan fanatic dari penduduk Kristen di
Kordova bangkit memberontak. Pemberontakan ini mengambil sikap yang paling
membahayakan. Mereka menghina orang-orang Islamdan menjelek-jelekkan Nabi
mereka. Tidak beral;asan bagi orang-orang Kristen untuk mengeluh terhadap
pemerintahan Arab. Mereka memperoleh kebebasan beragama, kehidupan social
dan ekonomi serta di beri jabatan-jabatan yang penting dalam pengelolaan
Negara. Orang-orang Kristen itu sangat terpengaruh olehj kesusaateraan dan
bahasa Arab. Mereka juga mengadopsi perilaku dan adat istiadat Arab tanpa
memeluk agama Islam. Orang-orang Kristen yang terpengaruh ooleh Arab itu,
yang disaebut Mozarab, dibenci oleh saudara-saudaranya yang fanatic dengan
mencela mereka sebagai tidak beragama. Pasra pemimpin golongan masyarakat
ini adalha seorang pendeta, Enlogios dan sahabatnya, Alvaro. Mereka
menggerakkan yang tidak puas dan dengan cara itu meningkatkan kebencian
golongan yang keras kepala. “Fitnahan kepada Nabi Muhammad dan kepada
Islam oleh orang-orang Kristen mempunyai arti yang sangat pentinmg di dalam
sejarah Islam di Spanyol. Hal itu menunjukkan sikap keras kepala orang-orang
Kristen yang menolak pemerintahan Muslim dan mengutuk setiap yang berbau
Muslim”. Abdurrahman harus mengambil tindakan yang efektif di dalam masalah
itu, dan mengakibatkan banyak laki-laki maupun perempuan yang suka rela mati
sebagai syuhada.[13]
Abdurrahman mewarisi kejayaan dan kemakmuran yang diciptakan oleh
pendahulunya yaitu Hakam. Kerusuhan yang terjadi pada saat itu antara lain
ditimbulkan oleh umat Kristen di daerah pendalaman yang dikepalai pimpinan
Suku Leon, dan juga terdapat serbuan bangsa Norman terhadap wilayah pantai
Spanyol. Kedua kekuatan asing ini dapat dikalahkan pada masa pemerintahan II
selama 30 tahun ini, perekonomian rakyat mengalami kemajuan dan kemakmuran.
Ia sangat mencintai seni, kepustakaan, dan berusaha membangun Kordoba sebagai
Baghdad II. Ia mendirikan sejumlah Istana, taman dan menghiasi Ibukota dengan
berbagai bangunan mesjid yang indah. Banyak Ilmuwan berkumpul di istananya
yang sebagian mereka berasal dari Baghdad.
4.      Muhammad I (238-273 H / 853-886 M)
Muhammad menggantikan kedudukan ayahnya yaitu Abdurrahman II.
Pada masa ini masyarakat Kristen Toledo dengan bantuan pimpinan suku Leon
bangkit menentang Muhammad. Pasukan Muhammad menumpas kekuatan
pemberontak dalam pertempuran di Guadelet. Di Kordoba timbul gerakan
perusuh. Muhammad segera menempuh langkah-langkah pengamanan ibukota ini
dengan menumpas semua kekuatan pemberopntak. Kekacauan di pusat
pemerintahan ini dimanfaatkan oleh bangsa Perancis dengan menciptakan
gangguan di wilayah utara, dan oleh Normandia yang melancarkan serbuan
terhadap wilayah pantai Spanyol.
Kedua kekuatan asing ini dapat dikalahkan oleh pasukan Muhammad I.
Pada akhir masa pemerintahan, muncul sejumlah pemberontakkan diberbagai
pennjuru. Seorang muslim Spanyol yang bernama Musa mengklaim sebagai
penguasa atas kota Aragon. Pemberontakan di wilayah barat dipimpin oleh Ibnu
Marwan. Pemberontakan terbesar terjadi di wilayah perbukitan antara kota Ronda
dan Malaga yang dipimpin oleh Umar ibnu Hafsun.
5.      Munzir (273-275 H/886-888 M)
Munzir merupakan penguasa yang energik dan pemberani. Seandainya ia
berusia panjang, niscaya ia cukup mampu menegakkan kedamaian dan ketertiban

[
Negara. Munzir memimpin sendiri pasukan untuk menghadapi kekuatan Umar ibn
Hafsun. Ia keburu meninggal sebelum mengamankan Negara dari gangguan para
pemberontak.
6.       Abdullah (275-300 H/888-912M)
Abdullah merupakan saudara Munzir. Menurut ibn Al-Athir, “Pada masa
ini timbul gerakan pemberontakan dan kerusuhan di segenap penjuru wilayah
Spanyol. Kondisi ini berlangsung sejak awal masa pemerintahanm Abdullah
hingga berakhir”. Ia tidak hanya mendapat perlawanan dari masyarakat Spanyol
pedalaman, tetapi kelompok Aristokratis arab juga menentangnya. Pertengkaran
yang sengit terjadi antar kelangan Arab, kalangan Seville, kalngan Elvire.
Pertengkaran ini sangat mengancam kekuasaaan raja.Umar ibn Hafsun
memanfaatkan kondisi pertengkaran ini dengan upaya memperluas wilayah
kekuasaan hingga mendekati batas Ibukota. Abdullah mengarahkan pasukannya
untuk menumpas gerakan pemberontakan dibawah pimpinan Obaydullah.
Pemberontakan yang terbesar selama ini, yakni pemberontakan Umar ibn Hafsun
berhasil dikalahkan oleh pasukan Obaydullah, sehingga pemberontakan kecil
lainnya segera tunduk kepadanya. Tahta kerajaan berhasil ditegakkannya.[14]

c.        Periode ke-3(912-1013M)


Periode ini berlansung mulai dari pemerintahan Aburrahman III yang
bergelar “An-Nasir” sampai munculnya “raja-raja kelompok” yang dikenal
dengan sebutan Mulk At-Thawa’if. Pada periode ini, Spanyol diperintahn oleh
penguas adengan gelar khalifah, pengguanaan gelar khalifah tersebut bermual dari
berita yang sampai pada Abdurrahman III, bahwa Al-Muktadir Khalifah Daulah
Bani Abbas di Baghdad meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri.
Menurut penilaiannya, keadaan ini menunjukkan bahwa suasana pemerintahan
Abbasyiah sedang berada dalam kemelut, ia berpendapat bahwa saat ini
merupakan saat yang paling tepat untuk memakai gelar khalifah yang telah hilang
dari kekuasaan bani Umayyah selama 150 tahun lebih. Karena itulah, gelar ini
dipakai mulai tahun 929 M. khalifah-khalifah besar yang memerintah pada
periode ini ada tiga orang yaitu Abdurrahman An-Nasir (912-961 M), Hakam II
(961-976 M) dan Hisyam II(976-1009 M).
[
Pada periode ini umat islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan
kejayaan, menyaingi kejayaan Daulah Abbasyiah di Baghdad. Abdurrahman An-
Nasir mendirikan universitas Kordoba. Perpustakaannya memiliki koleksi ratusan
ribu buku. Hakam II juga seporang korektor buku dan pendiri perpustakaan. Pada
masa ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran.
Pembangunan kota berlangsung cepat.
Awal dari kehancuran Khalifah Bani Umayyah di Spanyol adalah ketika
Hisyam naik tahta dalam usia 11 tahun. Oleh karena itu, kekuasaan aktual berada
diterangan para pejabat. Pada tahun 981 M, khalifah menunjuk ibn Abi Amir
sebagai pemegang kekuasaan secara mutlak. Dia seorang yang ambisius yang
berhasil menancapkan kekuasaannya secara mutlak dan melebarkan wilayah
kekuasaan Islam dengan menyingkirkan rekan-rekan dan saingan-saingannya.
Atas keberhasilan-keberghasilannya, dia mendapat gelar Al-Manshur Billah. Ia
wafat pada tahun 1002 M dan digantikan oleh anaknya Al-Muzaffar, yang masih
dapat mempertahankan keunggulan kerajaan. Akan tetapi, setelah wafat pada
tahun 1008 M, dia digantikan oleh adiknya yang tidak memilikim kualitas bagi
jabatan itu. Dalam beberapa tahun saja, Negara yang tadinya m,akmur dilanda
kekacauan dan akhirnya kehancuran total. Pada tahun 1009 M khalifah
menguindurkan diri. Beberraapa orang yang dicoba untuk menduduki jabatan itu
tidak ada yang sanggup memperbaiki keadaan. Akhirnya, pada tahun 1013 M,
Dewan Mentri yang memerintah Cordova menghapuskan jabatan khalifah. Ketika
itu, Spanyol sudah berpecah dalam banyak sekali negara kecil yang berpusat di
kota-kota tertentu.[15]
1.      Abdurrahman III
2.      akam II(961-976 M)
3.      Hisyam II ( 972 M )
4.      Hajib Al-Manshur (976-1002 M)
5.      Sulaiman.
Kejayaan Daulah Umayah berakhir ketika meninggalnya Hakam pada tahun 366
H atau 976 M.[16]

[
d.        Periode keempat (1013-1086 M)
Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negara
kecil dibawah pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth-Thawaif, yang
berpusat di suatu kota seperti Seville, Cordova, Toledo, dan sebagainya. Yang
terbesar diantaranya adalah Abbadiyah di Seville. Pada periode ini umat Islam
Spanyol kembali memasuki masa pertikaian intern. Ironisnya, kalau terjadi perang
saudara, ada diantara pihak-pihak yang bertikai itu yang meminta bantuan kepada
raja-raja kristen. Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan
politik Islam itu, untuk pertama kalinya, orang-orang kristen pada periode ini
mulai mengambil inisiatif penyerangan. Meskipun kehidupan politik tidak stabil,
namun kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana
mendorong para sarjana dana sastrawan untuk mendapatkan perlindungan dari
satu istana ke istana lain.[17]

e.        Periode Kelima (1086-1248 M)


Sekalipun pada masa ini kekuatan muslim Spanyol terpecah menjadi
sejumlah negara kecil, namun terdapat kekuatan yang dominan yakni dinasti
Murabithun (1086-1143 m). dan diansti Murabithun pada mulanya merupakan
gerakan keagamaan di Afrika utara yang dipimpin oleh tokoh-tokoh agama (kiai)
yang tinggal di Ribath (sejenis surau) yang dipimpin oleh seorang guru yang
bernama Abdullah ibn Yasin. Gerakan Ribath ini berubah menjadi gerakan militer
yang melakukan gerakan expansi di bawah pimpinan ibn Tasyfin yang berpusat di
kota Marrakusy.
Ia masuk ke Spanyol atas “undangan” penguasa-penguasa Islam di sana
yang telah memikul beban berat perjuangan mempertahankan negeri-negerinya
dari serangan-serangan orang-orang kristen. Ia dan tentaranya memasuki Spanyol
pada tahun 1086 M dan berhasil mengalahkan pasukan Castilia. Karena
perpecahan di kalangan raja-raja muslim, Yusuf melangkah lebih jauh untuk
manguasai Spanyol dan ia berhasil untuk itu. Akan tetapi, penguasa-penguasa
sesudah ibn Tasyfin adalah raja-raja yang lemah. Pada tahun 1143 M, kekuasaan

[
diansti ini berakhir, baik di Afrika utara maupun di Spanyol dan digantikan oleh
dinasti Muwahhidun.
Al-Muwahhidun didirikan oleh ibn Tumart, berasal dari kawasan sus di
Afrika Utara. Ibn Tumart menamakan gerakannya dengan al-Muwahhidun karena
gerakan ini bertujuan untuk menegakkan tauhid (keesaan Allah), menolak segala
bentuk pemahaman anthropomorfisme (tajsim) yang dianut oleh Murabitun.
Karena itu, semangat perjuangan Ibn Tumart adalah menghancurkan kekuatan
Murabithun. Ditangan Abdul Mun’im, seorang panglima militer Ibn Tumart dan
sekaligus pengganti kedudukannya, Muwahhidun berhasil memasuki Spanyol.
Antara tahun 1114-1154 M., kota-kota muslim di Spanyol.jatuh ke tangannya;
kordoba, Almeria, dan Granada. Abdul Mun’im digantikan oleh saudaranya yang
bernama Yaqub, dan kemudian tampilah Yaqub sebagai penerusnya. Dalam
beberapa generasi ini Muwahhidun mengalami masa-masa kemajuan. Setelah
kematian Yaqub, Muwahhidun memasuki masa-masa kemundurannya.bersama
dengan kemunduran Muwahhidun ini, Pasukan salib yang telah dikalahkan oleh
salahuddin di palestina kembali ke eropa dan mulai menggalang kekuasaan baru
di bawah pimpinan Alfanso IX. Kekuasaan keristen ini mengulangi serangannya
ke Andalusia. Kali ini mereka berhasil mengalahkan kekuatan muslim
Muwahhidun. Setelah beberapa kali mengami kekalahan dan terusterdesak,
akhirnya penguasa Muwahhidun meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika
Utara (Marokko). Sepeninggalan Muwahhidun ini, di Spanyol timbul kembali
sejumlah kerajaan kecil. Di antara mereka yang terbesar adalah kekuatan
Muhammad ibn Yusuf ibn Nash yang lebih terkenal sebagai " ibn Ahmad". Ia
berhasil menegakkan sebuah kerajaan selama kurang lebih 2 abad.[18]

f.        Periode keenam (1248-1492 M)


Pada periode ini, islam hanya berkuasa di daerah Granada, dibawah dinasti
bani Ahmar (1232-1492 M). peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di
zaman Abdurrahman an- Nasir. Akan tetapi, secara politik, dinasti ini hanya
berkuasa diwilayah yang terkecil. Kekuasaan islam yang merupakan pertahanan
terakhir di Spanyol ini berakhir karena perselisihan orang-orang istana dalam
memperebutkan kekuasaan. Abu Abdullah Muhammad merasa tidak senang
[
kepada ayahnya karena menunjuk anaknya yang lain sebagai pengganti menjadi
raja. Dia memberontak dan berusaha memberantas kekuasaan. Dalam
pemberontakan itu, ayahnya terbunuh kemudian digantikan oleh Muhammad ibn
Sa'ad. Abu Abdullah kemudian meminta bantuan kepada Ferdinand an Isabella
untuk menjatuhkannya. Dua penguasa Kristen ini dapat mengalahkan penguasa
yang syah dan Abu Abdullah naik tahta.
Tentu sasja, Ferdinan dan Isabella yang mempersatukan dua kerajaan
besar Kristen melalui perkawinan itu tidak cukup merasa puas. Keduanya ingin
merebut kekuasaan terakhir umat islam di Spanyol. Abu Abdullah tidak kuasa
menahan serangan-serangan orang Kristen tersebut dan pada akhirnya mengaku
kalah. Ia menyerahkan kekuasaan kepada Ferdinan dan Isabela. Dan keudian dia
hijrah ke Afrika Utara. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol
pada tahun 1492 M. umat islam setelah itu dihadapjkan pada 2 pilihan, masuk
Krusten atau meniggalkan Spanyol. Pada tahun 1609 M, boleh dikatakan tidak
ada lagi umat islam di daerah ini.[19]

2.  KEMAJUAN PERADABAN


1. Filsafat
Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat brillian
dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang
dilalui ilmu pengetahuan Yunani Arab ke Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap
filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan pada abad ke-9 M, selama
pemerintahan penguasa bani Umayyah yang ke-5, Muhammad bin Abdurrahman
(832-886 M).
Atas inisiatif Al-Hakam(961-976 M), karya-karya ilmiah dan filosofis di
impor dari Timur dalam jumlah besar, sehingga, Cordova dengan perpustakaan
dan universitas-universitasnya mampu mernyaingi Baghdad sebagai pusat utama
ilmu pengetahuan didunia Islam. Apa yang dilakukan oleh para pemimpin dinasti
bani Umayyah di Spanyol ini merupakan persiapan untuk melahirkan filosof-
filosof besar pada masa sesudahnya.
Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab-Spanyol adalah Abu
Bakr Muhmmad ibn Al-Sayyigh yang lebih dikenal dengan ibn Bajjah. Dilahirkan
[
di Saragossa ia pindah ke Sevila dan Granada. Meninggal karena keracunan di Fez
pada tahun 1138 M dalam usia yang masih muda sepertyi Al-Farabi dan Ibn Sina
di Timur, masalah yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis. Magnum
opusnya adalah Tadbir Al-Mutawahhid. Serta yang terkenal lainnya ialah Abu
Bakr Ibn Thufa'il, penduduk asli Wadhi' Asy, sebuah dusun kecil disebelah timur
Granada dan wafat pada usia lanjut tahun 1185 M. ia banyak menulis masalah
kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah
Hay Ibn Yaqzhan.
Bagian akhir abad ke-12 M menjadi saksi munculnya seorang pengikut
Aristoteles yang terbesar di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibn Rasyd, dari
Cordova. Ia lahir tahun 1126 M dan meninggal tahun 1198 M. cirri khasnya
adalah kecermatan dalam menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dan kehati-
hatian dalam menggeluti masalah-masalah menahun tentang keserasian filsafat
dan agama.dia juga ahli Fiqh dengan karyanya Bidayatul Mujtahid.
2. Sains
Ilmu-ilmu kedokteran, musik, matematika, astronomi, kimia dan lain-lain
juga berkembang dengan baik. Abbas Ibn Farnash termasyhur dalam ilmu kimia
dan astronomi.ialah orang pertama yang menemukan perbuatan kaca dari batu.
Ibrahim Ibnu Yahya Al Naqqash terkenasl daalm Ilmu Astronomi. Ia dapat
menentikan waktu terjadinya gerhana matahari dan menentukan berapa lamanya.
Ia juga berhasil membuat teropong modern yang dapat mnenetukan jarak antara
tata surya dan bintang-bintang. Ahmad Ibnu Ibas dari cordova adalah ahli dalam
bidang obat-obatan. Umm Al-Hasan binti Al Abi Jafar dan saudara perempuan
Al-Hafiz adalah dua orang ahli kedoktoran dari kalangan wanita.
Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian barat
melahirkan banyak pemikir terkenal. Ibnu jubair dari falencia ( 1145-1228 M)
menulis tentang negeri-negeri muslim Medinterania dan Sicilia dan Ibnu batutah
dari tangier (1304-1377 M) mencapai samudra pasai dan cina. Ibnu Al-Khatib
(1317-1374 M) menyusun riwayat Granada, sedangkan ibnu khaldun dari Thunis
perumus filsafat sejarah. Semua sejarawan bertempat tinggal sdi Spanyol,
kemudian pindah ke Afrika. Itulah sebagian besar-besar nama besar dalam bidang
sains.
3. Fiqih
Dalam bidang fiqih Spanyol Islam dikenal sebagai penganut mahzab
Maliki. Memperkenalkan mahzab ini adalah ziat ibnu abdul arrahman.
Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh ibnu Yahya yang menjadi Qodi pada
masa Hisyam ibnu ala rahman. Ahli fiqih lainnya diantaranya adalah abu baker
ibnu al qutiyah, munzir ibnu said al baluti dan ibnu hazm yang terkenal.
4. Musik dan Kesenian
Dalam bidang musik dan bidang seni suara Spanyol Islam mencapai
kecermelangan dengan tokohnya al hasan ibnu Hafi yang dijuluki zariyab. Setiap
kali diselenggarakan pertemuan dan perjamuan zariyab selalu tampil menunjukan
kebolehannya. Ia juga terkenak sebagai pengubah lagu. Ilmu yang dimilikinya itu
diturunkan kepada anak-anaknya. Baik pria maupun wanita, dan juga kepada
budak-budak, sehingga kemashurannya tersebar luas.
5. Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam
di Spanyol. Hal itu dapat diterima oleh orang-orang Islam dan non Islam. Bahkan,
penduduk asli Spanyol menduakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang
ahli dalam bahasa arab baik keterampilan membaca maupun tata bahasa mereka
itu antara lain : Ibnu Sayyidi, Ibnu Malik, Pengarang Alfiyah, Ibnu Khuruf, Ibnu
al Hajj, Abu Ali Al Isybilli, Abu Al Hasan, Ibnu Usfur, dan Abu Hayyan al
Gharnathi.
Seiring dengan kemajuan bahasa itu karya-karya sastra banyak
bermunculan seperti al 'Iqd Al Farid karya Ibnu Abdul Rabbih, Al Dzakhirah fi
mahasin ahl al-jazirah oleh Ibnu Bassam, kitab ala Qalaid buah karya Al Fath
Ibnu Khaqam dan banyak lagi yang lain.

Cordova
Cordova adalah ibukota Spanyol sebelum Islam, dan kemudian diambil
alih oleh Bani Umayah. Oleh penguasa muslim, kota ini dibangun dan diperindah.
Jembatan besar dibangun diatas sungai yang mengalir di tengah kota. Taman-
taman kota dibangun untuk menghiasi ibukota Spanyol Islam. Pohon-pohon dan
bunga di impor dari timur. Di seputar ibukota berdiri istana-istaan yang megah
yang semakin mempercantik pemandangan, setiap Istana dan taman diberi nama
tersendiri dan dipuncaknya terpancang Istana damsik.
Diantara kembanggaan kota cordova lainya adalah mesjid cordova.
Menurut ibnu al dhalai', terdapat 491 mesjid disana, di samping itu, cirri khusus
kota-kota Islam adalah tempat tempat pengundian. Di cordova saja terdapat
sekitar 900 pemandian di sekitarnya berdiri perkampungan-perkampungan yang
indah. Karena air sungai tak dapat diminum, penguasa muslim mendirikan saluran
air dari pergunungan yang panjangnya 80 km.
Granada
Granada adalah tempat pertahanan terakhir umat Islam di Spanyol.
Diosana berkumpul sisa-sisa kekuatan arab dan pemikir Islam. Posisi cordova
diambil alih oleh Granada di masa-masa akhir kekuasaan Islam di Spanyol.
Arsitektur bangunannya terkenal diseluruh Eropa Istana al hamra yan gindah dan
megah adalah pusat dan puncak ketinggian arsitektur Spanyol Islam. Istana itu
dikelilingi taman-taman yang tidak kalah indahnya.
Kisah tentang kemajuan pembangunan fisik ini masih bias di perpanjang
dengan kota dan istana al-Zahra, istana al-Gazar, menara Girilda dan lain-lain.

3.  SEBAB RUNTUHNYA KERAJAAN ISLAM DI SPANYOL


1. Konflik Islam dengan Kristen
Para penguasa muslim tidak melakukan islamisasi secara sempurna.
Mereka sudah merasa puas dengan hanya menagih upeti dari kerajaan-kerajaan
Kristen taklukannya dan membiarkan mereka mempertahankan hokum dan adapt
mereka termasuk posisi hierarkhi tradisional asal tidak ada perlawanan bersenjata.
Namun demikian, kehadiran Arab Islam telah memperkuat rasa kebangsaan
orang-orang Spanyol Kristen. Hal itu menyebabkan kehidupan Negara Islam di
Spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan antara Islam dan Kristen. Pada
abad ke-11 M umat Kristen memperoleh kemajuan pesat, sementara umat Islam
sedang mengalami kemunduran.

2. Kesulitan Ekonomi
Di paruh kedua masa kedua Islam di Spanyol, para penguasa membangun
kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat "serius", sehingga
lalai membina perekonomian. Akibatnyaq timbul kesulitan ekonomi yang amat
memberatkan dan mempengaruhi kondisi politik dan militer.
3. Tidak jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan
Hal ini menyebabkan perebutan kekuasaan diantara ahliwaris. Bahkan,
karena inilah kekuasaan bani Umayyah runtuh dan Muluk At-Thawa'if muncul ke
Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh
ketangan Ferdinand an Isabela, diantaranya juga disebabkan permasalahan ini.
4. Keterpencilan
Spanyol Islam bagaikan terpencil dari dunia Islam yang lain. Ia selalu
berjuang sendiri, tanpa mendapat bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan
demikian tidak ada kekuatan alternative yang mampu membendung kebangkitan
Kristen disana.[20]

[
E.       MASA KEMUNDURAN BANI UMAYYAH
Meskipun kejayaan telah diraih oleh Bani Umayyah ternyata tidak bertahan
lebih lama, dikarenakan kelemahan-kelemahan internal dan semakin kuatnya
tekanan dri pihak luar.
Menurut Dr. Badri Yatim, ada beberapa faktor yang menyebabkan Dinasti
Umayyah lemah dan membawanya pada kehancuran, yaitu sebagai berikut:
1.        Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah suatu yang baru bagi
tradisi Arab yang lebuh menentukan aspek senioritas, pengaturannya tidak jelas.
Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan
yang tidak sehat dikalangan anggota keluarga istana.
2.        Latar belakang terbentuknya Dinasti Umayyah tidak dapat dipisahkan dari
berbagai konflik politik yang terjadi di masa Ali bin Abi Thalib. Sisa-sisa Syi’ah
(para pengikut Ali) dan Khawarij terus terjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka
seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa
pertengahan kekuasaan Dinasti Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan
ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3.        Pada masa kekuasaan Dinasti Umayyah, pertentangan etnis antara Suku Arabia
Utara (Bani Qais) dan Arab Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman
sebelum Islam semakin runcing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa
Dinasti Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan.
Disamping itu, sebagian besar golongan Timur lainnya merasa tidak puas karena
status Mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan
keangkuhan bangsa Arab yang diperhatikan pada masa Bani Umayyah.
4.        Lemahnya pemerintah daulah Dinasti Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup
mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul
beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Di samping itu,
sebagian besar golongan awam kecewa karena perhatian penguasa terhadap
perkembangan agama sangat kurang.
5.        Penyebab langsung runtuhnya kekuasaan Dinasti Umayyah adalah munculnya
kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas bin Abbas Al-Muthalib.
Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah,
dan kaum Mawali yang merasa dikelasduakan oleh pemerintah Dinasti Umayyah.
Beberapa penyebab tersebut muncul dan menumpuk menjadi satu, sehingga
akhirnya mengakibatkan keruntuhan Dinasti Umayyah, disusul dengan berdirinya
kekuasaan orang-orang Bani Abbasiyyah yang mengejar-ngejar dan membunuh
setiap orang dari Dinasti Umayyah yang dijumpainya.
Demikianlah, Dinasti Umayyah pasca wafatnya Umar bin Abdul Aziz yang
berangsur-angsur melemah. Kekhalifan sesudahnya dipengaruhi oleh pengaruh-
pengaruh yang melemahkan dan akhirnya hancur. Dinasti Bani Umayyah
diruntuhkan oleh Dinasti Bani Abbasiyyah pada masa khalifah Marwan bin
Muhammad (Marwan II) pada tahun 127 H/744 M.[9]
BAB III
PENUTUP

Masa kekhalifahan Bani Umayyah yang hanya berumur 89 tahun yaitun di


mulai pada masa Muawiyyah bin Abu Sofyan ini banyak mengalami kemajuan
perkembangan yang cukup pesat.
                        Pada masa Muawiyyah bi Abu Sofyan perluasan wilayah yang
terhenti pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib di lanjutkan
kembali.
Ekspansi ke Barat secara besar-besaran di lanjutkan di zama Al-Walid bin
Abdul Malik. Masa pemerintahan Al Walid adalah masa ketentraman,
kemakmuran, dan ketertiban.
Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa
dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyyah bin Abu Sofyan mendirikan
dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang yang
lengkap dengan peralatanya di sepanjang dalam. Dia juga berusaha menertibkan
angkatan bersenjatan dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus
seorang hakim atau qodhi mulai berkembang menjadi profesi tersendiri. Qodhi
adalah seorang spesialis di bidangnya.
DAFTAR PUSTAKA
Hasymy, A., Sejarah Kebudayaan Islam,Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
Hitti, Philip K., Dunia Arab, terj. Ushuluddin Hutagalung dan O.D.P Sihombing,
Bandung: Sumur Bandung, tth
Suryanegara,Ahmad Mansur , Api Sejarah, Bandung: Salamadani, 2012.
Amin, Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2010.
Nasution, Harun, Islam Ditinjau Dari Beragai Aspeknya,  Jakarta: UI Press, 1978.
Osman, A.Latif, Ringkasan Sejarah,Jakarta: Widjaya, 1951.
Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, Jakarta: Prenada Media, 2010.
Sulasman dan Suparman, Sejarah Islam di Asia dan Eropa, Bandung : Pustaka
Setia , 2013.
Souyb, Jousouf, Sejarah Umayyah,Jakarta: Bulan Bintang, 1977.
[1] Sulasman dan Suparman, Sejarah Islam di Asia dan Eropa, (Pustaka Setia:
Bandung, 2013), hlm. 127.
[2] A. Hasymy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta, Bulan Bintang, 1975)
hlm.151.
[3] Philip.K.Hitti, Dunia Arab, terj. Ushuluddin Hutagalung dan O.D.P
Sihombing (Bandung Sumur Bandung.tth) hlm.85
[4] Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya,  (Jakarta, UI Press,
1978), jilid 1, hlm.61.
[5] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, (Jakarta, Prenada Media, 2010),
h.40
[6] Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah, (cet ke-5, Bandung: Salamadani,
2012), hlm. 64-65
[7] Jousouf Souyb, Sejarah Umayyah (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), h.236
[8]A.Latif Osman, Ringkasan Sejarah (Jakarta: Widjaya, 1951), h.99
[9] Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm.
118-136.

Anda mungkin juga menyukai