Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Sejarah Perkembangan Islam Pada Masa Bani Umayah


Dosen Pembimbing : Miftahul Ulfah S.Pd.I M.Pd.I

Disusun oleh : Rudi syamsul maarif


Denta

Ekonomi syariah

Sekolah Tinggi KH. Abdul kabier


2020
KATA PENGANTAR

Ungkapan syukur Alhamdulillah kami haturkan kehadirat Allah SWT yang


telah memberi kemudahan dalam menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul
“Sejarah Peradaban Islam pada Masa Bani Umayyah” ini. Segala kesulitan dan
rintangan telah dilalui dengan bantuan-Nya.
Di kesempatan ini, kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.
Dalam makalah ini,Kami sebagai penyusun akan menguraikan pembahasan
tentang Sejarah Peradaban Islam pada Masa Bani Umayyah tepatnya yang terjadi di
Damaskus. Jadi kami memohon saran serta kritik kepada pembaca agar makalah ini
mendekati kesempurnaan dan tidak mengulang kesalahan lagi.
        Semoga makalah ini ada manfaatnya bagi pembaca dan penyusun khususnya.
Amin.

Kubang, 16 Maret 2021


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR  
DAFTAR ISI  
BAB I PENDAHULUAN   
A.    Latar Belakang
B.    Rumusan Masalah 
BAB II PEMBAHASAN   
A.    Sejarah dan Peralihan kekuasaan
B.    Berdirinya dan Kekhalifahan Dinasti Umayyah
C.    Kemajuan Peradaban Islam dan Perekonomian Masa Bani Umayyah
D.    Para Khalifah Berpengaruh dari Bani Umayyah
E.    Faktor yang menyebabkan Lemah dan Runtuhnya Dinasti Umayyah
BAB III. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, umat Islam terpecah menjadi tiga
kekuatan politik, yaitu Syiah, Muawiyah, dan Khawarij. Keadaan ini tentunya tidak
menguntungkan bagi Ali, akibatnya posisi Ali semakin lemah, sementara posisi Muawiyah
semakin kuat. Dan pada tahun 40 H (660 M), Ali terbunuh oleh salah seorang anggota
Khawarij .
Setelah Ali bin Abi Thalib meninggal, kedudukannya sebagai khalifah dijabat oleh anaknya,
Hasan. Namun karena penduduk Kufah tidak mendukungnya, seperti sikap mereka terhadap
Ayahnya, maka Hasan semakin lemah, sementara Muawiyah semakin kuat. Maka Hasan
mengadakan perjanjian damai dengan Muawiyah dengan menanggalkan jabatan khilafah
untuk Muawiyah pada tahun 41 H (661 M), agar tidak terjadi pertumpahan darah yang sia-
sia. Perjanjian tersebut dapat mempersatukan umat Islam dalam satu kepemimpinan politik,
yakni di bawah kepemimpinan Muawiyah bin Abi Sufyan.  Tahun tersebut dalam sejarah
dikenal sebagai tahun al-Jama'ah (tahun persatuan), sebagai tanda bahwa umat Islam telah
menyepakati secara aklamasi mempunyai hanya satu orang khalifah. Di sisi lain penyerahan
tersebut menjadikan Muawiyah sebagai penguasa absolut dalam Islam.  Dengan demikian,
maka berakhirlah apa yang disebut dengan masa Khulafa' al-Rasyidin yang bersifat
demokratis, dan dimulailah kekuasaan Bani Umayah dalam sejarah politik Islam yang
bersifat keturunan.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas penulis dapat merumuskan beberapa masalah:
1. Bagaimanakah proses awal berdirinya daulah Bani Umayyah ?
2. Seperti apakah masa-masa kejayaan daulah Bani Umayyah ?
3. Bagaimanakah proses kemunduran dan kehancuran daulah Bani Umayyah?
4.Siapa sajakah yang pernah menjabat sebagai Khalifah?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis, diantaranya adalah:
1.    Untuk mengetahui proses berdirinya daulah Bani Umayyah
2.    Untuk mengetahui masa-masa kejayaan daulah Bani Umayyah
3.    Untuk mengetahui proses kemunduran dan kehancuran daulah Bani Umayyah
4.    Sebagai pengalaman dalam dunia kepenulisan yang dituntut untuk selalu memberikan
asupan terhadap perkembangan kehidupan.
5.    Sebagai tugas kelompok untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam
BAB II
PEMABAHASAN

A.    Sejarah dan Peralihan Masa Kekuasaan


Kerajaan Bani Umayyah didirikan oleh Mu’awiyah Bin Abu Sufyan pada
tahun 41 H/661 M di Damaskus dan berlangsung hingga pada tahun 132H/750 M.
Nama dinasti ini diambil dari nama tokoh Umayyah bin 'Abd asy – Syams, kakek
buyut dari khalifah pertama bani umayyah yaitu Muawiyah I .Muawiyah I bin Abu
Sufyan adalah seorang politisi handal, ahli administrasi, wawasannya luas bijaksana,
dan dermawan. karir pertama dari pengalaman politiknya sebagai gubernur Syam
pada masa khalifah Utsman bin Affan cukup mengantar dirinya mampu mengambil
alih kekuasaan dari genggaman keluarga Ali bin Abi Thalib. Tepatnya setelah Husein
putra Ali bin Thalib dapat dikalahkan oleh Umayyah.
Bani Umayyah adalah salah satu dari keluarga suku Quraisy. Keturunan Umayyah bin
Abdul Syams bin Abdul Manaf, seorang pemimpin suku Quraisy yang terpandang.
Sebagian besar anggota keluarga Bani Umayyah menentang Nabi Muhammad SAW
yang menyampaikan Islam, setelah Nabi Muhammad SAW pindah dari Makkah ke
Madinah dan berhasil mendapatkan pengikut di kota tersebut, sikap permusuhan Bani
Umayyah belum berakhir. Mereka memimpin orang Quraisy untuk menetang dan
memerangi Nabi Muhammad SAW serta pengikutnya. Peperangan pun terjadi
beberapa kali, namun mereka tidak berhasil mengalahkan Nabi SAW.
Permusuhan Bani Umayyah berakhir setelah Nabi SAW dan para pengikutnya
berhasil memasuki kota Makkah (tahun 8 H/630 M). Merasa tidak mampu melawan
akhirnya Bani Umayyah menyerah kepada Nabi SAW dan bersedia masuk Islam.
Bani Umayyah tergolong yang belakang masuk Islam. Setelah masuk Islam, mereka
memperlihatkan loyalitas dan dedikasi tinggi terhadap agama tersebut.
Karena sikap baik, ada diantara mereka yang dipercayakan untuk menduduki jabatan
penting. Mu’awiyyah bin Abu Sufyan (21 SH / 602 M – 60 H / 600 M) misalnya pada
masa Nabi SAW diangkat menjadi penulis wahyu dan pada masa khalifah Umar bin
Khattab (42 SH / 581 M – 23 H / 644 M) diangkat pada tahun 641 sebagai Gubernur
di Suriah. Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan (47 SH / 576 M – 35 H / 656
M) Bani Umayyah juga mendapat banyak keuntungan, kekuasaan yang membentang
dari Suriah sampai Pantai Laut Tengah. Ia memanfaatkan saat tersebut untuk
mempersiapkan diri dan meletakkan dasar pendirian sebuah dinasti. Harapan itu lebih
besar terbuka setelah Utsman bin Affan di bunuh pada tahun 656 oleh para
pemberontak yang menentang kebijakan nepotisme dan penyalah gunaan harta baitul
mal untuk keperluan pribadi dan keluarga.
Ketika Ali bin Abi Thalib (603 M – 40 H / 661 M), yang diangkat oleh sahabat Nabi
SAW di Madinah sebagai khalifah pengganti Utsman, Umayyah tidak sepakat. Ia
menginginkan pengadilan terhadap pemberontak yang membunuh Ustman dan
menuduh Ali terlibat dalam pembunuhan Utsman atau paling tidak melindungi
pemberotak yang melindunginya. Sikap Mu’awiyyah yang menentang Ali di pandang
sebagai pemberontakan terhadap pemerintah yang sah hingga akhirnya Ali dan
pasukannya segera berangkat untuk memerangi Mu’awiyyah di Suriah. Sebelum
pertempuran itu terjadi, Ali mengutus delegasi, mengirim surat damai agar
Mu’wiyyah mengakuinya serta bersatu dengannya. Namun usaha itu gagal dan
terjadilah perang Shiffin (Rabu 1 safar 37 H-jum’at 8 safar 37 H) dan hampir saja
dimenangkan Ali, namun ‘Amr bin As dari Mu’awiyyah. Ali memberhentikan
peperangan demi keutuhan umat muslim dan menyatakan menyetujui Tahkim yang
berisi (membatalkan bai’ah Ali ,mengembalikannya kepada kaum muslim  dan sistem
pemerintahan Demokartis dan Pemilihan atau pengangkatan khalifah selanjutnya
harus diserahkan kembali kepada musyawarah kaum muslimin).
Kedua pihak setuju memilih seorang hakam (perantara) sebagai perunding dan
pencari jalan penyelesaian sengketa. Pihak Mu’awiyyah memilih Amr bin Ash dan
dari Ali, Abu Musa al-‘Asy’ari (sahabat Nabi SAW, w. 72/53 H) yang disetujui
mayoritas penduduk Irak. Ketika Abu Musa mengumumkan turunnya Ali dari
jabatannya, Amr bin Ash segera menyetujuinya dan menetapkan Mu’awiyyah sebagai
khalifah. Tahkim ini jelas menguntungkan Mu’awiyyah, Tahkim tersebut berakhir
dengan kekecewaan di pihak Ali yang menyebabkan umat Islam terpecah menjadi
tiga kekuatan politik, yaitu Syiah (pasukan Ali), Muawiyah, dan Khawarij (keluar dari
pasukan Ali dan melawan kedua pasukan)  dan khawarij berpendapat bahwa yang
terlibat dalam tahkim telah melakukan dosa besar hingga wajib di bunuh / bertaubat.
Khawarij merencanakan pembunuhan terhadap Ali ,Muawiyah dan Amr bin Ash.
Rencana tersebut ternyata tidak sepenuhnya berhasil, Ibnu Muljam (pengikut
khawarij) 661 hanya berhasil membunuh Ali ketika Ali ke Masjid Kuffah sedangkan
Mu’awiyyah dan Amr bin Ash selamat.
Setelah Ali wafat ,Kekhalifahan jatuh pada anaknya (Hasan bin Ali). Tetapi masa
pemerintahannya tak berjalan baik dan 6 bulan kemudian Hasan membai’ah
muawiyah untuk menghentikan fitnah dan perpecahan antara kaum Muslim setelah
terjadinya persetujuan Tahkim dihadapan dua orang putra Ali (Hasan dan Husein) dan
disaksikan oleh rakyat sehingga tahun tersebut terkenal dalam sejarah sebagai “Aamul
Jama’ah”.

B.    Berdirinya dan Kekhalifahan Dinasti Umayyah


Memasuki masa kekuasaan Mu’awiyyah yang menjadi awal kekuasaan
Umayyah, pemerintahan yang bersifat demokratis berubah menjadi Monarchiheridatis
(kerajaan turun temurun). Ia bermaksud mencontoh monarchi di Persia dan
Bizantium.Dia memang tetap menggunakan istilah Khalifah, namun dia memberikan
interprestasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia
menyebutnya ”Khalifah Allah” dalam pengertian “penguasa” yang diangkat oleh
Allah. Ibu kota negara dipindahkan Muawiyah dari Madinah ke Damaskus, tempat ia
berkuasa sebagai gubernur sebelumnya. Kekuasaan Bani Umayyah berumur kurang
lebih 90 tahun.
Suksensi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah bin Abu
Sufyan Radhiallahu ‘anhu mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia
terhadap anaknya, (Yazid Ibn Muawiyah Rahimahullah). sejumlah tokoh terkemuka
di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Kemudian Yazid mengirim surat
ke Gubernur Madianh, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah
setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk kecuali Husein bin
Ali dan Abdullah bin Zubair. Bersamaan dengan itu, Syi’ah (pengikut Ali) melakukan
konsolidasi (penggabungan) kekuatan kembali. Perlawanan terhadap Bani Umayyah
dimulai oleh Husein bin Ali.
Setelah kekhalifahan khulafa rrasyidin selesai ,khalifah berpindah ke tangan Bani
Umayyah dengan Khalifah pertama adalah Mu'awiyyah. Sedangkan khalifah terakhir
adalah Marwan bin Muhammad bin Marwan bin Hakam.

Masa kekuasaan mereka sebagai berikut:


1.    Mu’awiyah I bin Abu Sufyan (40-61H/661-680M)
2.    Yazid I bin Mu’awiyah (61-64H/680-683M)
3.    Mu’awiyah II bin Yazid (64-65H/683-684M)
4.    Marwan bin Hakam (65-66H/684-685M)
5.    Abdul Malik bin Marwan (66-68H/685-705M)
6.    Al-Walid I bin Abdul Malik (86-97H/705-715M)
7.    Sulaiman bin Abdul Malik (97-99H/715-717M)
8.    Umar bin Abdul Aziz (99-102H/717-720M)
9.    Yazid II bin Abdul Malik (102-106H/720-724M)
10.    Hisyam bin Abdul Malik (106-126H/724-743M)
11.    Al-Walid II bin Yazid (126-127H/743-744M)
12.    Yazid III bin Walid (127H/744M)
13.    Ibrahim bin Malik (127H/744M)
14.    Marwan II bin Muhammad (127-133H/744-750M)

Khalifah-khalifah besar Dinasti Bani Umayyah ini adalah


1.    Mu’awiyyah bin Abu Sufyan (661-680 M)
2.    Abdul Al-Malik bin Marwan (685 – 705 M)
3.    Al-Walid bin Abdul Malik (705-715 M)
4.    Umar ibn al-Aziz (717-720 M)
5.    Hisyam bin Abd al-Malik (724 – 748 M)
6.    Marwan II bin Muhammad (127-133H/744-750M)

Dari segi cara hidup, para khalifah Dinasti Umayyah telah meninggalkan pola dan
cara hidup Nabi Muhammad SAW dan al-Khulafa ar-Rasyidun. Hingga masa Ali,
pemimpin negara berlaku sebagai seorang biasa tinggal di rumah sederhana, menjadi
imam masjid, dan memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti kebanyakan orang Muslim
lainnya.Namun, pada masa Dinasti Umayyah, yang mengadopsi tradisi sistem
kerajaan pra-lslam di Timur Tengah, mereka menjaga jarak dengan masyarakat
karena tinggal di istana yang dikelilingi oleh para pengawal.Mereka juga hidup
dengan bergelimang kemewahan dan memiliki kekuasaan mutlak.

C.    Kemajuan Peradaban Islam dan Perekonomian Masa Bani Umayyah

1.    Politik
Di antara kebijakan politik yang terjadi pada masa Daulah Bani Umayyah adalah
terjadinya pemisahan kekuasaan antara kekuasaan agama (spritual power) dengan
kekuasaan politik. Amirul Mu’minin hanya bertugas sebagai khalifah dalam bidang
politik. Sedangkan urusan agama diurus oleh para ulama.

2.    Pemerintahan
a)    Perubahan Sistem Pemerintahan
Bentuk pemerintahan Muawiyah berubah dari Demokrasi menjadi monarchi
(kerajaan/dinasti) sejak ia mengangkat anaknya Yazid sebagai Putera Mahkota.
Kebijakan ini dipengaruhi oleh tradisi yang terdapat dibekas wilayah kerajaan
Bizantium.
b)    Administrasi pemerintahan
Setidaknya ada empat diwan (departemen/kementrian) yang berdiri pada Daulah Bani
Umayyah, yaitu:
1)    Diwan Rasail (urusan administrasi dan surat)
Departemen ini mengurus surat-surat negara kepada gubernur dan pegawai di
berbagai wilayah
2)    Diwan Kharraj (urusan keuangan)
Departemen ini mengurus tentang perpajakan. Gikepalai oleh Shahibul Kharraj yang
bertanggung jawab langsung kepada Khalifah.
3)    Diwan Jund (urusan kemiliteran)
Departemen ini mengurus tentang ketentaraan negara. Ada juga yang menyebut
dengan departemen peperangan.
4)    Diwan Khatam (urusan dokumentasi)
Departemen ini disebut juga departemen pencatat. Setiap peraturan yang dikeluarkan
disalin pada sebuah register kemudian disegel dan dikirim keberbagai wilayah.
5)    Diwan Qadli
Lembaga kehakiman dikepalai ketua hakim (Qathil Qudhah).Seorang hakim (Qadli)
memutuskan pekara dengan ijtihad (sungguh sungguh) dan dasar hukum berdasarkan
Al Qur-an dan Sunnah Nabi.

3.    Lambang Negara


Muawiyah menetapkan bendera merah sebagai lambang negara dimana sebelumnya
pada masa Khulafa Rassyidin belum ada. Bendera ini menjadi ciri khas Daulah Bani
Umayyah.

4.    Bahasa Resmi Administrasi Pemerintahan


Pada pemerintahan Abd Malik, Bahasa Arab dijadikan bahasa resmi administrasi
pemerintahan.

5.    Militer
a)    Undang-undang Wajib Militer
Daulah Bani Umayyah memaksa orang untuk masuk tentara dengan membuat undang
undang wajib militer (Nizham Tajnid Ijbary). Mayoritas adalah berasal dari orang
Arab.
b)    Futuhat/Ekspansi (Perluasan Daerah)
Perluasan ke Asia kecil dilakukan Muawiyah dengan ekspansi ke imperium
Bizantium dengan menaklukkan pulau Rhodes dan Kreta pada tahun 54 H. Setelah 7
tahun, Yazid berhasil menaklukkan kota Konstantinopel. Perluasan ke Asia Timur,
Muawiyah menaklukkan daerah Khurasan-Oxus dan Afganistan-Kabul pada tahun
674 M. Pada zaman Abd Malik, daerah Balkh, Bukhara, Khawarizan, Ferghana,
Samarkand dan sebagian india (Balukhistan, Sind, Punjab dan Multan). Perluasan ke
Afrika Utara, dikuasainya daerah Tripoli, Fazzan, Sudan, Mesir (670 M). Perluasan
kebarat pada zamn Walid mampu menaklukan Jazair dan Maroko (89 H). Thariq bin
Ziyad (92 H) sampai di Giblaltar (Jabal Thariq). Tahun 95 H Spanyol dikuasai,
Cordova terpilih menjadi ibu kota propinsi Wilayah Islam di Spanyol.

6.    Ekonomi
a.    Sumber Pendapatan dan Pengeluaran Pemerintah
Sumber uang masuk pada zaman Daulah Ban Umayyah sebagiannya diambil dari
Dharaib (kewajiban yang harus dibayar oleh warga negara). Di samping itu, bagi
daerah-daerah yang baru ditaklukkan, terutama yang belum masuk Islam, ditetapkan
pajak istimewa. Namun pada masa Umar bin Abdul Aziz, pajak untuk non muslim
dikurangi, sedangkan jizyah bagi muslim dihentikan. Kebijakan ini mendorong non
muslim memeluk agama Islam.
b.    Dalam bidang pertanian Umayyah telah memberi tumpuan terhadap
pembangunan sector pertanian, beliau telah memperkenalkan system pengairan bagi
tujuan meningkatkan hasil pertanian.
c.    Setelah Bani Umayyah berhasil menaklukan berbagai wilayah ,jalur perdagangan
jadi semakin lancar. Ibu kota Basrah di Teluk Persi pun menjadi pelabuhan dagang
yang ramai dan makmur ,begitu pula kota eden.
Adapun pengeluaran pemerintah dari uang masuk tersebut adalah sebagai berikut:
    Gaji pegawai, tentara dan biaya tata usaha Negara
a.    Pembangunan pertanian termasuk irigasi
b.    Biaya orang hukuman dan tawanan perang
c.    Perlengkapan perang
d.    Hadiah bagi sastrawan dan ulama

7.    Mata Uang


Pada masa Abd Malik, mata uang kaum muslimin dicetak secara teratur. Pembayaran
diatur dengan menggunakan mata uang ini. Meskipun pada Masa Umar bin Khattab
sudah ada mata uang, namun belum begitu teratur.

8.    Sosial Kemasyarakatan


a.    Panti Sosial Penyandang Cacat
Ketika Walid naik tahta, ia menyediakan pelayannan khusus. Orang cacat diberi gaji,
orang buta diberikan penuntun, orang lumpuh disediakan perawat, Ia juga mendirikan
bangunan khusus untuk pengidap penyakit kusta agar mereka dirawat sesuai dengan
persyaratan standar kesehatan.
b.    Arab dan Mawali
Muslim Arab menganggap bahwa mereka lebih baik dan lebih pantas memegang
kekuasaan daripada Muslim non Arab. Muslim non Arab kala itu disebut Mawali.
Awalnya Mawali adalah budak tawanan perang yang dimerdekakan.

9.    Pendidikan
Daulah Bani Umayyah tidak terlalu memperhatikan bidang pendidikan karena mereka
fokus dalam bidang politik. Meski demikian Daulah Bani Umayyah memberikan
kebebasan pada pengembangan ilmu agama Islam ,sastra dan filsafat.
Daulah menyediakan tempat-tempat pendidikan antara lain:
a.    Kuttab
Kuttab merupakan tempat anak-anak belajar menulis dan membaca, menghafal
Alquran serta belajar pokok-pokok ajaran Islam
b.    Masjid
Pendidikan dimasjid merupakan lanjutan dari kuttab. Pendidikan dimasjid terdiri dari
dua tingkat.Pertama,tingkat menengah dididik oleh guru formal dan kedua, tingkat
tinggi yang dididik oleh Ulama dalam bidangnya.
c.    Arabisasi
Gerakan penerjemah kedalam bahasa Arab (Arabisasi buku) pada masa Marwan
sangat dilakukan. Ia memerintah untuk menerjemahkan buku buku yang berbahasa
Yunani ,Syiria ,Sansekerta dan bahasa lainnya kedalam bahasa Arab.
d.    Baitul Hikmah
Baitul Hikmah merupakan gedung pusat kajian dan perpustakaan.

10.    Kesenian
a.    Majelis Sastra
Majelis sastra adalah tempat atau balai pertemuan untuk membahas kesusterasaan dan
juga tempat berdiskusikan mengenai urusan politik. Majelis ini hanya ditujukan bagi
sastrawan dan ulama terkemuka.
b.    Arsitektur
Pada masa Walid dibangun sebuah masjid agung yang terkenal dengan sebutan
Masjid Damaskus ,Kubah as-sakhra di Yerussalem dibangun oleh Abdul Malik (691)
merupakan bangunan masjid pertama kali ditutup dengan Kubah. Pada abad VII Wlid
Ibn Abdul Malik juga membangun masjid agung di Syiria berdasarkan nama
penguasa dinasti Umayyah.

D.    Para Khalifah Berpengaruh dari Bani Umayyah

1.    Mu’awiyah bin Abu Sufyan (41 - 61 H / 661 -680 M)


Biografi Muawiyah bin Abu Sufyan
Muawiyah bin Abu Sufyan adalah pendiri Daulah Bani Umayyah dan menjabat
sebagai Khalifah pertama. Ia memindahkan ibu kota dari Madinah al Munawarah ke
kota Damaskus dalam wilayah Suriah. Pada masa pemerintahannya, ia melanjutkan
perluasan wilayah kekuasaan Islam yang terhenti pada masa Khalifah Ustman dan
Ali. Disamping itu ia juga mengatur tentara dengan cara baru dengan meniru aturan
yang ditetapkan oleh tentara di Bizantium, membangun administrasi pemerintahan
dan juga menetapkan aturan kiriman pos. namun tidak berarti bahwa politik dalam
negeri dapat dianggap stabil. Muawiyah tidak mentaati isi perjanjiannya dengan
Hasan bin Ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian
pemimpin setelah Muawiyah diserahkan kepada pemilihan umat Islam. Muawiyah
sangat terkenal dengan sifat santunnya (hilm), telah dijelaskan jika Khalifah Umar
terkenal dengan integritas keagamaannya, maka Muawiyah terkenal dengan
patriotisme kebangsaannya. Pemerintahan Muawiyah ditandai dengan upaya
sentralisasi kekuasaan negara, bahkan pemerintahannya didasarkan pada jaringan
kerja (networks) pribadi dan ikatan kekerabatan. Deklarasi pengangkatan anaknya
Yazid sebagai putera mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi
dikalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan
berkelanjutan. Muawiyah meninggal Dunia dalam usia 80 tahun dan dimakamkan di
Damaskus di pemakaman Bab Al-Shagier.

Kemajuan Dinasti BANI  UMAYYAH  pada Masa Muawiyah


a.    Muawiyah mulai mengubah koalisi kesukuan Arab menjadi sebuah sentralisasi
monarkis.
b.    Memperkuat barisan militer dan memperluas kekuasaan administratif.
c.    Merancang alasan alasan moral dan politis yang baru demi kesetiaan terhadap
Khalifah.
d.    Berusaha menertibkan kebijakan militer dengan tetap mempertahankan panglima
Arab yang memimpin pasukan kebangsaan Arab.
e.    Meningkatkan pendapatan negara dari penghasilan pribadinya, dari lahan
pertanian yang diambil alih dari Bizantium dan Sasania dan dari investasi pembukuan
tanah baru dan irigasi.
f.    Kebijakan politik dan kekuasaan finansial yang ditempuhnya berasal dari nilai
nilai tradisi Arab, seperti Konsiliasi, konsultasi, kedermawanan dan
penghormatanterhadap bentuk bentuk tradisi kesukuan.
g.    Perluasan kekuasaan
    ke Timur, yaitu Afganistan, Pakistan dan India
    ke Barat, Romawi dan Byzantium
    ke Afrika Utara perluasan ke daerah selatan.
2.    Abdul Malik bin Marwan bin Hakam (66 - 87 H / 685-705M)
Biografi Abdul Malik bin Marwan bin Hakam
Abdul Malik bin Marwan di pandang sebagai pendiri kedua bani umayah, ketika dia
diangkat sebagai khalifah, dunia Islam dalam kondisi yang terpecah belah. Ibnu
Zubair di hizaj telah memproklamirkan diri sebagai khalifah, kaum syi’ah dan
khawarij mengadakan pemberontakan. Namun berkat kepiawaiannya akhirnya sedikit
demi sedikit Abdul Malik bin Marwan dapat memudahkan kondisi kekhalifahan.
Abdul Malik bin Marwan memperoleh pendidikan yang tinggi, seorang ahli fiqih
yang kenamaan, tampaknya abdul Malik orang yang tepat yang diangkat pada masa
itu, ia tabah dan dapat menahan goncangan dan kesukaran yang dihadapi saat  itu.
Sehingga daulah bani Umayah kembali bersatu dibawah kekuasaannya.
 
Kemajuan Dinasti BANI  UMAYYAH  pada Masa Abdul Malik
Aspek pertama dari kebijakan Abdul Malik setelah berhasil menghancurkan musuh-
musuh Bani Umayyah adalah
a.    mencetak mata uang logam, menggantikan mata uang Bizantium dan Sasania.
Mata uang yang baru ini, menghilangkan simbolisme Kristen dan Zoroastrian dan
memperkenalkan model koin yang terbuat dari emas dan perak yang bertuliskan huruf
Arab sebagai simbol kedaulatan negara.
b.    Berhasil mempersatukan umat Islam yang terpecah-pecah.
c.    menetapkan bahasa arab sebagai bahasa resmi sehingga besar pengaruhnya bagi
perkembangan: Dunia ilmu pengetahuan ,Berkembang pesatnya sastra arab dan
Terbinanya persatuan umat Islam.
d.    mendirikan lembaga mahkamah tinggi
e.    berkembangnya seni arsitektur
f.    mendirikan berbagai industri.
g.    mendirikan sejumlah bangunan monumental, Abdul Malik menetapkan
Yerusalem sebagai kota suci bagi umat Islam dan Masjid Kubah Batu (al-Kubbah al-
Shakhra) dibangun pada tanah peribadatan umat Yahudi kuno.
h.    Pada masa pemerintahan al-Walid, dibangun beberapa masjid baru di Madinah
dan di Damaskus.
i.    berhasil menundukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand.
Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind dan
daerah Punjab sampai ke Maltan.

Terdapat beberapa kesejajaran antara langkah-langkah yang ditempuh oleh Abdul


Malik dan putranya, al-Walid. yaitu praktik administrasi model Bizantium dan
Sasania. Di Suriah dan di Mesir seluruh perangkat administratif, termasuk di
dalamnya administrasi pendapatan negara berasal dari tradisi Bizantium, demikian
juga organisasi kemiliteran di Suriah mengikuti model Bizantium, sementara di Iraq,
pengadministrasian negara mengikuti pola Sasania, yakni pembagian menjadi empat
bidang; bidang keuangan, kemiliteran, surat-menyurat, dan bidang kedutaan.
Kesejajaran yang lain dari kedua khalifah Bani Umayyah ini, adalah menyusun
peralihan pejabat-pejabat pajak dari orang-orang yang berbahasa Yunani dan Suriah
kepada orang-orang yang berbahasa Arab. Catatan-catatan ringkas, penyalinan, dan
laporan-laporan, sekarang muncul dalam bahasa Arab, perubahan ini di Iraq
berlangsung pada tahun 697 M. di Suriah dan Mesir pada tahun 700 M.

3.    Al Walid bin Abdul Malik (705-715 M)


Biografi Al Walid bin Abdul Malik
Al Walid bin Abdul Malik bergelar Al Walid I (lahir pada 668 dan meninggal di
Damaskus 23 Febuari 715 pada umur 46/47 tahun). Ia menduduki posisi Khalifah
Bani Umayyah ke6 dan tidak menguasai Bahasa Arab dengan baik, padahal telah
belajar ilmu tata bahasa Arab selama 6 bulan. Ia adalah Khalifah Bani Umayyah yang
memerintah antara 705-715. Ia diangkat sebagai khalifah tahun 705 M setelah satu
tahun sebelumnya (704 M) diangkat sebagai putra mahkota bersama adiknya
Sulaiman bin Abdul Malik.
Kekhalifahannya dinilai berhasil karena didukung oleh situasi yang baik dan terdapat
2 gubernur yang cukup disegani, Yakni Umar bin Abdul Aziz gubernur Mekkah dan
Madinah serta Hajaj bin Yusuf gubernur Irak. Ia Menjadi khalifah menggantikan
ayahnya Abdul Malik bin Marwan. Ayahnya bernama Abdul Malik, Ibunya Hind bin
Utbah .Dia mempunyai sifat kemauan keras dan berkemampuan melaksanakan
pembangunan .Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran dan
ketertiban. Umat islam merasa hidup bahagia, tidak ada pemberontakan dimasa
pemerintahannya. Ia mengembangkan sistem kesejahteraan, membangun rumah sakit,
institut pendidikan dan langkah untuk apresiasi seni.

Kemajuan Dinasti BANI  UMAYYAH pada Masa Al-Walid bin Abdul Malik
a.    Perbaikan dalam Negeri
1)    Menyediakan pelayanan khusus ,orang cacat diberi gaji ,orang buta diberi
penuntun ,orang lumpuh disediakan perawat dan menyediakan bangunan khusus
untuk pengidap kusta.
2)    Pemperbaiki fasilitas jalan raya terutama hijaz, mekkah ,madinah bagi jamaah
haji dengan fasilitas memadai seperti tempat peristirahatan yang dilengkapi air dari
sumur yang digali.
3)    Membangun Masjid Umayyah di Damaskus.
4)    Merenovasi Masjid Nabawi di Madinah.

b.    Perluasan Kekuasaan Bani Umayyah


1)    Penaklukan wilayah tengah
2)    Wilayah kekuasaan Kerajaan Romawi di Asia Kecil meliputi ibukota
Konstantinopel serta perluasan ke beberapa pulau di Laut Tengah.
3)    Penaklukan Wilayah Afrika Utara
4)    Wilayah Afrika Utara sampai ke pantai Atlantik dan menyeberangi selat Jabal
tarik (Selat Gibraltar).
5)    Penaklukan Wilayah Spanyol
6)    Wilayah Timur, Bagian Utara di seberang sungai Jihun (Amru Daria)

4.    Umar bin Abdul Aziz (98 – 101 H / 717 – 720 M)


Umar Bin Abdul Aziz merupakan Khalifah “Bani Umayyah” yang ke 8. Ia naik tahta
pada tahun 99-101 H/717-720 M. Meskipun Ia berkuasa tidak lebih dari tiga tahun,
namanya tercatat sebagai salah seorang Khalifah yang dikenang sepanjang masa
karena kepribadian dan kebijaksanaannya yang pro rakyat dan keinginannya yang
kuat mengembangkan ilmu agama Islam dan ilmu umum.Untuk mengetahui siapa
Umar bin Abdul Aziz sebenarnya, berikut uraian biogafi singkatnya. 
 
Biografi Umar Bin Abdul Aziz
Umar Bin Abdul Aziz dilahirkan pada tahun 63 H di Hilwan,dekat Kairo. Ia lahir
ketika ayahnya “Abdul Aziz” menjadi gubernur di Mesir.Berdasarkan garis
keturunan, Umar memiliki hubungan darah dengan Umar Bin Al Khattab. karena
ibunya yang bernama Ummu ‘Ashim bin Umar Bin Al Khattab.Salah satu ciri fisik
yang dimiliki Umar Bin Abdul Aziz adalah tanda bekas luka dibagian dahi. Luka ini
terjadi karena cengkraman binatang ketika Ia masih kecil. Ayahnya yang mengobati
luka itu dan menghapus darah dari mukanya. Karena secara garis besar keturunan Ia
memiliki hubungan darah dengan Umar Bin Khattab, maka banyak sejarawan
mengatakan bahwa Umar Bin Abdul Aziz memliki sifat yang sama yaitu keberanian
dan keadilan, kelemah lembutan, sifat kasih sayang, sabar dan cinta ilmu
pengetahuan.
Pada masa kecilnya, Umar bin Abdul Aziz tinggal menetap dirumah pamannya di
Madinah dan memperoleh pendidikan yang baik dari mereka. Banyak ilmu
pengetahuan keagamaan diperolehnya, antara lain ilmu Hadist, Al Qur-an dan
lainnya. Umar Bin Abdul Aziz belajar Hadist dari Ayahnya ,menguasai ilmu Al Qur-
an ,menghafal dan mengkaji Al Qur-an sejak masih kecil. Untuk mempedalam semua
ilmu itu ,Abdul Aziz mengirim Umar ke Madinah agar Ia belajar dengan baik ilmu
agama Islam temasuk Al Qur-an. Di Madinah Ia belajar Al Qur-an den gan Ubaidillah
Bin Abdullah hingga dewasa.
Setelah ayahnya meninggal dunia, Umar Bin Abdul Aziz diminta oleh Khalifah Andul
Malih Bin Marwan datang ke Damaskus, Dikota inilah Umar Bin Abdul Aziz
menikah dengan Fatimah, anak Khalifah Abdul Malik Bin Marwan. Dari kota inilah
Ia meniti karir politiknya sebagai pejabat pemerintahan. Sebab pada masa
kekhalifahan Al Walid Bin Abdul Malik, Ia dipercaya menjadi gubernur di Hijaz
(Mekkah dan Madinah). Karirnya berjalan baik tanpa kesalahan sedikitpun. Tetapi
karena difitnah oleh Hajjaj Bin Yusuf dituduh melindungi para pemberontak dari Iraq,
Umar Bin Abdul Aziz dipecat.
Setelah khalifah Sulaiman bin Abdul Malik wafat, Raja’ bin Haiwah mengumumkan
pengangkatan Umar Bin Abdul Aziz dan meminta masyarakat melakukan baiat
sebagai bukti kesetiaan mereka terhadap khalifah baru. Setelah Umar Bin Abdul Aziz
tahu bahwa masyarakat telah menyatakan sumpah setia kepadanya, ia berucap
“Innalillahi wa Inna Ilaihi Raji’un”.
Kemudian Keluar dan mengucapkan kalimat pendek. Hadirin sekalian,aku telah
dibebani tugas dan tanggungjawab yang sangat berat tanpa terlebih dahulu memonta
pendapatku. Jabatan ini bukan pula atas permintaan ku. Karena itu, aku membebaskan
kalian dari ba’iat yang telah kalian lakukan. Pilih orang yang kalian suka untuk
menjadi Khalifah. Akan tetapi baru saja ia turun dari mimbar, tiba-tiba semua yang
hadir disitu secara serempak berkata “Kami memilih anda”, kemudian mereka
mendatangi Umar bin Abdul Aziz dan melakukan baiat kembali.
Dalam suatu riwayat, diceritaka bahwa setelah kembali kerumahnya, Umar Bin Abdul
Aziz menangis sedih. Ketika itu Khalifah Umar ditanya oleh Istrinya, “mengapa
sedih?”
Jawab Umar:
“Aku telah dipilih untuk mengurusi umat Muhammad. Terbayang olehku nasib
masyarakat miskin yang kelaparan ,orang sakit yang tersia-sia ,orang yang tertindas
dan teraniaya ,orang asing ,tawanan perang dan orang tua yang sudah tidak lagi
mampu bekerja. Aku tahu Tuhan akan menanyaiki tentang mereka semua. Aku
khawatir aku tidak bisa memikul semua beban itu, Itulah sebabnya mengapa aku
menangis”.
dari situlah mulai terjadi perubahan sikap dan gaya hidup Umar Bin Abdul Aziz.
Sebab sebelum Ia menjadi Khalifah, Umar Bin Abdul Aziz termasuk orang yang suka
kemewahan dan musik. Tetapi setelah Ia menjadi Khalifah, semua itu
ditinggalkannya. Bahkan harta yang dimilikinya dipergunakan untuk kepentingan
masyarakat umum. Sementara Ia sendiri hidup dalam kesederhanaan dan kesahajaan.
 
Kemajuan Dinasti BANI UMAYYAH pada Masa Umar bin Abdul Aziz
Ketika dinobatkan sebagai khalifah, dia menyatakan bahwa memperbaiki dan
meningkatkan negeri yang berada dalam wilayah Islam lebih baik daripada
menambah perluasannya. Ini berarti bahwa prioritas utama adalah pembangunan
dalam negeri. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat. Kedudukan mawali
disejajarkan dengan muslim Arab.
Umar bin Abdul Aziz selama masa pemerintahannya, memperlihatkan kemajuan
diberbagai aspek,
a.    Umar memberikan hak untuk ikut berperan aktif di dalam diwan-diwan (lembaga
lembaga) kepada seluruh pasukan Muslim yang aktif, baik Arab maupun non-Arab.
b.    Hubungan pemerintah dengan golongan oposisi (kaum khawarij dan syi’ah)
membaik pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abd al-Aziz (98 - 101 H / 717 -
720 M).
c.    memberlakukan prinsip baru dalam sistim perpajakan yang didasarkan atas asas
persamaan antara Muslim Arab dan Muslim non-Arab. Khalifah Umar menetapkan
bahwa pajak bukan sebuah fungsi dari status individual. Muslim non-Arab diharapkan
membayar pajak tanah, dan demikian pula Muslim Arab harus membayar pajak tanah-
tanah mereka secara penuh.
d.    Umar menyadari bahwa dominasi sebuah etnis terhadap etnis lain adalah suatu
anakronistik, oleh karena itu antagonisme antara Arab dan non-Arab segera Ia
hapuskan, dan menjadikannya sebuah kesatuan Muslim yang universal.
e.    memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan
keyakinan dan kepercayaannya.
f.    Dimasa ini terjadi usaha pembukuan hadis-hadis yang sebelumnya tidak
dilakukan secara sistematis.Inilah jasanya yang sangat monumental (bersejarah) yang
patut dikenang.

5.    Hisyam bin Abdul Al Malik (724-743 M)


Biografi Hisyam bin Abdul Malik
Hisyam bin Abdul-Malik (lahir 691 dan meninggal 743 di umur 52 tahun) adalah
seorang Khalifah Bani Umayyah yang berkuasa sejak 724 sampai kematiannya pada
743 (selama 19 tahun).
Hisyam anak dari Khalifah Abdul Malik bin Marwan dan Ia mewarisi kekhalifahan
dari saudaranya Yazid II dengan menghadapi banyak permasalahan. Ia berhasil
menanganinya, dan menyebabkan kekhalifahan Umayyah berlanjut sebagai sebuah
negara. Masa pemerintahannya yang panjang merupakan pemerintahan yang berhasil,
dan memperlihatkan lahirnya kembali berbagai perbaikan yang pernah dirintis oleh
pendahulunya Umar bin Abdul-Aziz. Hisyam bin Abdul-Malik meninggal karena
difteri pada tahun 743. Ia digantikan keponakannya Al-Walid II.
 
Kemajuan DINASTI UMAYYAH pada masa Hisyam Bin Abdul Al Malik
a.    Menata administrasi pemerintahan dan keuangan yang sangat stabil
b.    Membangun irigasi untuk pertanian
c.    Membangun pusat kerajinan sutra
d.    Membangun pabrik pembuatan pakaian tentara
e.    Membangun pabrik senjata
f.    Mengembangkan usaha peternakan
g.    Militer
1)    Di India, Hisyam mengirimkan pasukan untuk mengakhiri pemberontakan Hindu
di bawah pimpinan Jai Singh di Sind. Ini membuat Bani Umayyah dapat menegaskan
kembali kekuasannya atas provinsi di India.
2)    Di Spanyol, perseteruan dalam negeri selama bertahun-tahun diakhiri, dan
Hisyam mengirimkan pasukan besar yang berangkat ke Perancis. Walau pada
awalnya sukses, pasukan Islam kemudian dikalahkan dalam Pertempuran Tours (balat
asy-syuhada) oleh Charles Martel. Meskipun demikian, kekhalifahan Islam tetap
melanjutkan kekuasaannya atas Spanyol.
3)    Di Afrika Utara, pemberontakan besar suku Berber berhasil ditumpas dengan
tewasnya ratusan ribu pemberontak. Kemenangan ini selamanya mengakhiri
pemberontakan di sana. Hisyam juga menghadapi pemberontakan oleh Zaid bin Ali,
cucu Husain bin Ali, namun pasukan Zaid berhasil dikalahkannya.

6.    Marwan bin Muhammad (127-133 H/744-750M)


    Setelah dibai’at sebagai Khalifah, Ia mencoba memperbaiki keadaan pemerintahan
yang sudah kacau. Ia mencoba memperbaiki pemerintahan yang sudah rusak ,tetapi
bukannya membaik malah menjadi hancur.
    Pada masa ini kekuata kaum pemberontak diantaranya diwakili kaum Khawarij dan
keturunan Abbas bin Abdul Mutholib semakin kuat. Kaum Abbasiyah berani
memproklamirkan berdirinya dinasti Abbasiyah 129H/446M, yang dipimpin oleh
Ibrahim. Marwan berhasil menangkap dan membunuhnya. Namun Ibrahim digantikan
oleh Abu Al Abbas as Shaffah yang lebih kuat dan didukung oleh kaum Syi’ah dan
Khurasan.Pada tahun 131 H / 748 M, terjadilah pertempuran besar antara pasukan as-
Shoffah dan Marwan di sungai Zab.
Marwan melarikan diri dan terbunuh pada tahun 132 H. Pada tahun ini pula, tepatnya
hari Kamis, tanggal 30 Oktober, as-Shaffah dibai’at menjadi khalifah  pertama Bani
Abbasiyah. Ia berhasil merebut kekuasaan pemerintahan dari tangan Dinasti
Umayyah.
Dengan terbunuhnya Marwan, maka hancurlah kerajaan dinasti Umayyah jiid I.
Namun, ada salah seorang keturunan Dinasti Umayyah jilid I yang berhasil melarikan
diri dari kejaran pasukan Abbasiyah dan kelak ia membangun kerajaan besar dinasti
Umayyah jilid II di Andalusia.

E.    Faktor yang menyebabkan Lemah dan Runtuhnya Dinasti Umayyah


Ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan
membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain adalah:
1.    Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi
tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas.
Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan
yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
2.    Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari
konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi'ah (para pengikut Ali)
dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal
dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani
Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan
pemerintah.
3.    Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia
Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman
sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani
Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping
itu, sebagian besar golongan mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian
timur lainnya, merasa tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu
inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa
Bani Umayyah.
4.    Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup
mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul
beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Disamping itu, golongan
agama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan
agama sangat kurang.
5.    Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah
munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd al-
Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan
Syi'ah, dan kaum mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani
Umayyah.
BAB III
Kesimpulan
Demikian kekuasaan Islam dalam kepemimpinan Bani Umayyah di Timur
meskipun berlangsung dalam pembentukan monarki arab dengan mengandalkan
panglima-panglima arab lapisan aristokrasi yang sesungguhnya berlawanan dengan
kebijaksanaan Nabi dan para Khalifah sebelumnya. Bagaimanapun ia telah
memperkenalkan dan memperkembangkan lembaga-lembaga istimewa dari
pemerintahan Islam.
Selama lebih kurang 90 tahun Daulah Bani Umayyah berkuasa tentu memiliki
kelebihan dan kekurangan. Diawali dengan proses pemindahan kekuasaan. Mulai dari
ketidaksukaan terhadap Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, peristiwa tahkim, hingga
Ali terbunuh, amul jama’ah yang dilakukan Hasan bin Ali.
Dilanjutkan dengan selama berkuasa 90 tahun. Sistem pemerintahan yang monarchi,
diskriminasi terhadap mawali, pemerintahan ‘tangan besi’, serta kemajuan-kemajuan
yang telah diraih. Berakhir dengan runtuhnya kekuasaan Daulah Bani Umayyah
dengan kematian Marwan bin Muhammad. Mengisyaratkan bahwa tak ada yang abadi
di dunia ini.
Demikian halnya didukung pula oleh sumbangan para khalifahnya terhadap
pembentukan dan pengembangan peradaban Islam, sekalipun belum cukup sebanding
dengan kegiatan kebudayaan yang dibangun oleh pemerintahan Islam sesudahnya.
DAFTAR PUSTAKA

Karim, Abdul, 2007, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta : Pustaka
Book Publisher.
https://ejournal.unisnu.ac.id/JI/article/view/1344
https://core.ac.uk/download/pdf/297700521.pdf

Anda mungkin juga menyukai