Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH TAFSIR

“Ayat -ayat al-qur’an tentang prilaku zina ”


(QS An-nur : 1-3)

Nama : JAMALUDIN
Nim : 2001014

Sekolah Tinggi Agama Islam KH. Abdul Kabier


(STAIKHA)
JL Kh. Abdul Kabier, Km. 2, Kubang, Kadugenep, Kec. Petir, Kabupaten
Serang, Banten 42172
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Islam menetapkan bentuk-bentuk hukum untuk tindak kejahatan berdasarkan
apa  yang ditetapkan oleh Allah dalam wahyu-Nya dan penjelasan yang diberikan Nabi dalam
haditsnya. Oleh karena itu, apapun bentuk sanksi hukuman yang ditetapkan Allah atas suatu
kejahatan berdasarkan keadilan Illahi yang bersifat universal. Maka dari itu, umat Islam
mempunyai kewajiban untuk memahami, mematuhi dan menjalankannya.
Pada pembahasan ini, penulis hanya membahas mengenai hukum perzinaan yang
telah diatur dalam firman Allah Qur’an surah An-nur ayat 1-3. Surat An-nur merupakan
surat madaniyah. Disamping itu surat An-nur juga mengatur tentang berbagai macam
hukuman yang dapat dijatuhi terhadap pelaku perzinaan. Seperti : dirajam, dicambuk, dan
diasingkan keluar kampung. Dalam hal ini hukuman bagi pelaku zina tergantung pada
pelakunya sendiri.
Islam menempatkan persoalan zina sebagai masalah sosial yang kejahatannya
merusak tatanan sosial. Pelakunya dinyatakan melakukan kejahatan terhadap umum atau
public, sehingga merupakan perbuatan yang dapat dihukum. Allah membuat aturan terhadap
hambanya tentu dengan kemaslahatan yang cukup besar, apabila dikaitkan dengan bahaya
zina terhadap pelakunya, maka sangat banyak akibat negatif yang ditimbulkan oleh zina,
namun tidak ada satupun dampak positifnya.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas permasalahan yang akan dibahas mencakup:
1.      Bagaimana kandungan hukum dalam Qur’an Surah An-nur ayat 1-3 ?
2.      Apa jenis hukuman bagi pelaku zina terhadap orang yang sudah dan belum menikah ?
3.      Apa hikmah menikah bagi orang yang berzina ?
4.      Apa hikmah hukuman cambuk terhadap pelaku zina ?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui makna dan penjelasan yang terkandung dalam Qur’an Surah An-nur 1-3.
2.      Untuk mengetahui hukuman bagi pelaku zina yang telah menikah dan belum menikah.
3.      Untuk mengetahui hukmah menikah bagi orang yang berzina.
4.      Untuk mengetahui hikmah hukuman cambuk terhadap pelaku zina.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Makna dan Penjelasan Qur’an Surat An-nur 1-3

ٍ َ‫ت بِّيٰن‬
(1) ‫ت لَّ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكُرو َن‬ ِ
َ ‫ض ٰنَ َها َو‬
َ ٍ ۭ َ‫َأنزلْنَا ف َيهٓا ءَ ٰاي‬ ْ ‫َأنزلْٰنَ َها َو َفَر‬
َ ٌ‫ورة‬
َ ‫ُس‬
Artinya:
“ (ini adalah) satu surat yang Kami turunkan dan Kami wajibkan (menjalankan hukum-
hukum yang ada di dalam) nya, dan Kami turunkan di dalamnya ayat-ayat yang jelas, agar
kamu selalu mengingatinya”.

Ini adalah ---  ‫ض ٰنَ َها‬


ْ ‫َو َفر‬ َ ‫َأنزلْٰنَ َها‬
َ ٌ‫ورة‬
َ ‫ ُس‬ (satu surat yang Kami turunkan dan Kami wajibkan) dapat
dibaca secara Takhfif, yaitu Faradhnâhâ,  dapat pula dibaca secara Musyaddad,
yaitu Farradhnâhâ. Dikatakan demikian karena banyaknya fardhu-fardhu atau kewajiban-
ٍ َ‫بِّيٰن‬
kewajiban yang terkandung di dalamnya --- ‫ت‬ َ ٍ ۭ َ‫َأنزلْنَا فِ َيهٓا ءَ ٰاي‬
‫ت‬ َ ‫ َو‬ (dan Kami turunkan di
dalamnya ayat-ayat yang jelas) yakni jelas dan gamblang maksud-maksudnya ---  ‫ك ْم‬ ُ َّ‫لَّ َعل‬
‫( تَ َذ َّكُرو َن‬agar kamu selalu mengingatinya) asal kata Tadzakkarûna ialah Tatadzakkarûna,
kemudian huruf Ta yang kedua diidghamkan kepada huruf Dzal, sehingga
jadilah Tadzakkarûna, artinya mengambil pelajaran dari padanya.[1]

(2 )   ‫ٱجلِ ُدو ۟ا ُك َّل َٰو ِح ٍد ِّمْن ُه َما ِ۟ماَئةَ َج ْل َد ٍة ۖ َواَل تَْأ ُخ ْذ ُكم هِبِ َما َرْأفَةٌ ىِف ِدي ِن ٱللَّ ِه ِإن ُكنتُ ْم‬ َّ ‫ٱلزانِيَةُ َو‬
ْ َ‫ٱلزاىِن ف‬ َّ
ِِ ‫ِئ‬ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ُتْؤ منُو َن بِٱللَّه َوٱلَْي ْوم ْٱلءَاخ ِر ۖ َولْيَ ْش َه ْد َع َذ َاب ُه َما طَٓا َفةٌ ِّم َن ٱلْ ُمْؤ من‬
‫ني‬
Artinya:
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang
dari   keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan
hari            akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh
sekumpulan dari          orang-orang yang beriman”.

‫ٱلزانِيَ ةُ َوٱل َّزاىِن‬


َّ (Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina)  kedua-duanya bukan

muhshan atau orang yang terpelihara dari berzina disebabkan telah kawin. Hadd bagi pelaku
zina muhshan adalah dirajam, menurut keterangan dari Sunnah. Huruf Al yang memasuki
kedua lafadz ini adalah Al Maushulah sekaligus sebagai Mubtada, mengingat kedudukan
mubtada di sini mirip dengan Syarath, maka Khabarnya huruf Fa, sebagaimana yang
۟ ۟
disebutkan dalam ayat berikutnya ---   ‫ج ْل َد ٍة‬
َ َ‫ٱجلِ ُدوا ُك َّل َٰو ِح ٍد ِّمْن ُه َما ِماَئة‬
ْ َ‫ف‬ (maka deralah tiap-tiap
seorang dari  keduanya seratus kali dera) yakni sebanyak seratus kali pukulan. Jika
dikatakan  Jaladahu artinya ia memukul kulit seseorang; makna yang dimaksud adalah
mendera. Kemudian ditambahkan hukuman pelaku zina yang bukan muhshan ini menurut
keterangan dari Sunnah, yaitu harus diasingkan atau dibuang selama satu tahun penuh. Bagi
hamba sahaya hanya dikenakan hukuman separuh dari hukuman orang yang merdeka tadi

---  ‫ٱللَّ ِه‬ ‫َواَل تَْأ ُخ ْذ ُكم هِبِ َما َرْأفَةٌ ىِف ِدي ِن‬ (dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah

kamu untuk  menjalankan agama Allah) yakni hukum-Nya, seumpamanya kalian melalaikan


ِ ‫ْٱلء‬
sesuatu dari had yang harus diterima keduanya --- ‫اخ ِر‬
َ ‫ِإن ُكنتُ ْم ُتْؤ ِمنُو َن بِٱللَّ ِه َوٱلَْي ْوِم‬ (jika kamu
beriman kepada Allah, dan hari akhirat) yaitu hari berbangkit. Dalam ungkapan ayat ini
terkandung anjuran untuk melakukan pengertian yang terkandung sebelum syarat. Ungkapan
sebelum syarat tadi, yaitu kalimat “Dan janganlah belas kaihan kalian kepada keduanya,
mencegah kalian untuk menjalankan hukum Allah”, merupakan jawab dari syarat, atau

menunjukkan pengertian Jawab Syarat - ‫( َولْيَ ْش َه ْد َع َذ َاب ُه َما‬dan hendaklah hukuman mereka
deranya --- ‫ني‬ ِِ ‫ِئ‬
disaksikan) dalam pelaksanaan hukum َ ‫طَٓا َف ةٌ ِّم َن ٱلْ ُم ْؤ من‬ (oleh sekumpulan dari
orang-orang yang beriman) menurut suatu pendapat para saksi itu cukup tiga orang saja;
sedangkan menurut pendapat yang lain, bahwa saksi-saksi itu jumlahnya harus sama dengan
para saksi perbuatan zina, yaitu sebanyak empat orang saksi laki-laki.[2]

ِِ ِ ِ ‫ٱلزانِيةُ اَل ي‬ ِ ‫ِ ِإ‬


(3). ‫ني‬ َ ‫نك ُح َهٓا ِإاَّل َز ٍان َْأو ُم ْش ِر ٌك ۚ َو ُحِّر َم ٰذَل‬
َ ‫ك َعلَى ٱلْ ُمْؤ من‬ َ َ َّ ‫ٱلزاىِن اَل يَنك ُح اَّل َزانيَةً َْأو ُم ْش ِر َكةً َو‬
َّ
            Artinya:
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau
perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-
laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang
yang mu'min”.

ِ ‫ٱلزاىِن اَل ي‬  


‫نك ُح‬ ِ ‫ٱلزانِي ةُ اَل ي‬
َّ (Laki-laki yang berzina tidak mengawini) ---  ‫نك ُح َه ٓا ِإاَّل َز ٍان َْأو ُم ْش ِر ٌك‬
َ َ َ َّ ‫َو‬
(melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang
berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki
musyrik) pasangan yang cocok buat masing-masingnya sebagaimana yang telah disebutkan
ِ
َ ‫َٰذل‬
tadi --- ‫ك‬ ‫و ُحِّر َم‬ َ (dan yang demikian itu diharamkan) menikahi perempuan-perempuan yang
berzina --- ‫ني‬ ِِ
َ ‫( َعلَى ٱلْ ُمْؤ من‬atas orang-orang yang mu'min) yang terpilih).[3]
            Ayat ini diturunkan tatkala orang-orang miskin dari kalangan sahabat Muhajirin
berniat untuk mengawini para pelacur orang-orang musyrik, karena mereka orang kaya-kaya.
Kaum Muhajirin yang miskin menyayangkan kekayaan yang dimilikinya itu akan dapat
menanggung nafkah mereka. Karena itu dikatakan, bahwa pengharaman ini khusus bagi
sahabat Muhajirin yang miskin tadi. Tetapi menurut pendapat yang lain mengatakan
pengharaman ini bersifat umum dan menyeluruh.[4]

B.     Hukuman Bagi Pelaku Zina Terhadap Orang yang Sudah Menikah dan Belum
Menikah
Ancaman hukuman bagi pelaku zina dapat dibedakan menjadi dua yaitu: seseorang
yang muhshan (orang yang pernah menikah) dan ghairu muhshan (orang yang belum
menikah). Terhadap pezina muhshan ancaman hukumannya adalah rajam yaitu dilempar
dengan batu dalam ukuran sedang sampai mati, sedangkan terhadap yang ghairu
muhshan ancamannya adalah dera 100 kali dan dibuang selama satu tahun.[5]
Hukuman dera 100 kali bagi pelaku zina yang bersifat ghairu muhshan merupakan
firman Allah dalam surat An-nur ayat 2 sebagaimana yang telah dijabarkan di atas pada topik
pembahasan tentang makna dan penjelasan Qur’an surat An-nur ayat 1 sampai 3. Adapun
ancaman atau sanksi hukuman terhadap pelaku zina yang muhshan dalah rajam sampai mati.
Ketentuan tentang hukuman rajam itu tidak merujuk kepada firman Allah tetapi berdasarkan
kepada hadits Nabi.

C.    Hikmah Menikah Bagi Orang yang Berzina


Pada surat An-nur ayat 3 dijelaskan bahwa laki-laki pelaku zina tidak pantas menikah
dengan seorang wanita yang menjaga kehormatannya dan wanita yang mulia, ia hanya pantas
menikah dengan orang seperti dirinya, atau lebih jelek dari dirinya, seperti wanita nakal dan
pelaku dosa, atau wanita musyrik penyembah berhala (sebagai pelajaran atas keburukan
akhlak da perilakunya).[6]
Selanjutnya dijelaskan bahwa, wanita yang berzina yang berzina tidak pantas menikah
dengan seorang laki-laki beriman yang menjaga kehormatannya, wanita seperti itu hanya
pantas dinikahi oleh lelaki seperti dirinya atau lebih hina dari dirinya. seperti oleh laki-laki
yang juga pelaku zina atau laki-laki musyrik yang kafir. Karena, jiwa-jiwa yang suci enggan
untuk menikah dengan para pelaku dosa yang fasik.[7]
Imam Fakhrurrazi berpendapat bahwa sesungguhnya lelaki yang fasik dan kotor yang
kerjanya hanya berzina dan berbuat fasik itu tidak ingin menikahi para wanita yag shalihah,
ia hanya menginginkan wanita fasik yang kotor seperti dirinya atau wanita musyrik.
Sedangkan bagi wanita fasik dan kotor itu, para lelaki yang shalih tidak ingin menikah
dengan mereka. Para lelaki yang shalih itu lari dari mereka, yang menginginkan mereka
hanya orang-orang yang berasal dari jenis mereka, yaitu orang-orang fasik dan musyrik. Ini
terjadi pada umumya, sebagaimana dikatakan bahwa yang berbuat baik itu hanyalah
seseorang yang bertaqwa walaupun terkadang orang yang tidak bertaqwa juga melakukan
kebaikan, demikian juga dengan hal ini.[8]
D.    Hikmah Cambuk Bagi Pelaku Zina
ِ ‫ْٱلء‬
Allah SWT berfirman, ‫اخ ِر‬
َ ‫ِإن ُكنتُ ْم ُتْؤ ِمنُو َن بِٱللَّ ِه َوٱلَْي ْوِم‬  maksudnya adalah kerjakanlah
hal itu dan jalankanlah hukuman kepada siapa pun yang berzina. Hukumlah yang keras
dengan hukuman itu tanpa menyakiti agar dia dan orang yang berbuat semacamnya jera.[9]
Perintah menjalankan hukuman di hadapan orang banyak terdapat dalam firman
Allah,   ‫ني‬ِِ ‫ َولْيَ ْش َه ْد َع َذ َاب ُه َما طَٓاِئَف ةٌ ِّم َن‬ayat tersebut menjelaskan bahwa hal itu merupakan
َ ‫ٱلْ ُم ْؤ من‬
suatu hukuman bagi dua orang yang berzina. Jika mereka didera dihadapan orang banyak,
hukuman tersebut lebih berpengaruh dan manjur sebagai suatu peringatan untuk membuat
mereka jera. Karena sesungguhnya, dengan pelaksanaan hukuman seperti itu terdapat sebuah
teguran keras, celaan dan terbukanya suatu kesalahan jika manusia dating menyaksikannya.
[10]
BAB III
KESIMPULAN
   Ayat ini diturunkan tatkala orang-orang miskin dari kalangan sahabat Muhajirin berniat
untuk mengawini para pelacur orang-orang musyrik, karena mereka orang kaya-kaya.
Ancaman hukuman bagi pelaku zina dapat dibedakan menjadi dua yaitu: seseorang
yang muhshan (orang yang pernah menikah) dan ghairu muhshan (orang yang belum
menikah). Selanjutnya dijelaskan bahwa, wanita yang berzina yang berzina tidak pantas
menikah dengan seorang laki-laki beriman yang menjaga kehormatannya, wanita seperti itu
hanya pantas dinikahi oleh lelaki seperti dirinya atau lebih hina dari dirinya. seperti oleh
laki-laki yang juga pelaku zina atau laki-laki musyrik yang kafir.

[1] Imam Jalaluddin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain,  (Bandung: Sinar Baru Al Gesindo, 2006), hlm. 1450.
[2] Ibid., hal. 1450-1451.
[3] Ibid., hal. 1451-1452.
[4] Ibid.
[5] Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta:  Kencana, 2010), hlm. 280.
[6] Syaikh Yasir Ja’far, Kemaksiatan Penghancur Rumah Tangga, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar,
2008), hlm.     20.
[7] Ibid., hlm 21.
[8] Ibid., hlm 21-22.
[9] Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfury, Tafsir Ibnu Katsir, (Bandung: Sygma Creative Media Crop,
2012), hal. 552.
[10] Ibid.

Anda mungkin juga menyukai