Nama : JAMALUDIN
Nim : 2001014
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui makna dan penjelasan yang terkandung dalam Qur’an Surah An-nur 1-3.
2. Untuk mengetahui hukuman bagi pelaku zina yang telah menikah dan belum menikah.
3. Untuk mengetahui hukmah menikah bagi orang yang berzina.
4. Untuk mengetahui hikmah hukuman cambuk terhadap pelaku zina.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna dan Penjelasan Qur’an Surat An-nur 1-3
ٍ َت بِّيٰن
(1) ت لَّ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكُرو َن ِ
َ ض ٰنَ َها َو
َ ٍ ۭ ََأنزلْنَا ف َيهٓا ءَ ٰاي ْ َأنزلْٰنَ َها َو َفَر
َ ٌورة
َ ُس
Artinya:
“ (ini adalah) satu surat yang Kami turunkan dan Kami wajibkan (menjalankan hukum-
hukum yang ada di dalam) nya, dan Kami turunkan di dalamnya ayat-ayat yang jelas, agar
kamu selalu mengingatinya”.
(2 ) ٱجلِ ُدو ۟ا ُك َّل َٰو ِح ٍد ِّمْن ُه َما ِ۟ماَئةَ َج ْل َد ٍة ۖ َواَل تَْأ ُخ ْذ ُكم هِبِ َما َرْأفَةٌ ىِف ِدي ِن ٱللَّ ِه ِإن ُكنتُ ْم َّ ٱلزانِيَةُ َو
ْ َٱلزاىِن ف َّ
ِِ ِئ ِ ِ ِ ِ
َ ُتْؤ منُو َن بِٱللَّه َوٱلَْي ْوم ْٱلءَاخ ِر ۖ َولْيَ ْش َه ْد َع َذ َاب ُه َما طَٓا َفةٌ ِّم َن ٱلْ ُمْؤ من
ني
Artinya:
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang
dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan
hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh
sekumpulan dari orang-orang yang beriman”.
muhshan atau orang yang terpelihara dari berzina disebabkan telah kawin. Hadd bagi pelaku
zina muhshan adalah dirajam, menurut keterangan dari Sunnah. Huruf Al yang memasuki
kedua lafadz ini adalah Al Maushulah sekaligus sebagai Mubtada, mengingat kedudukan
mubtada di sini mirip dengan Syarath, maka Khabarnya huruf Fa, sebagaimana yang
۟ ۟
disebutkan dalam ayat berikutnya --- ج ْل َد ٍة
َ َٱجلِ ُدوا ُك َّل َٰو ِح ٍد ِّمْن ُه َما ِماَئة
ْ َف (maka deralah tiap-tiap
seorang dari keduanya seratus kali dera) yakni sebanyak seratus kali pukulan. Jika
dikatakan Jaladahu artinya ia memukul kulit seseorang; makna yang dimaksud adalah
mendera. Kemudian ditambahkan hukuman pelaku zina yang bukan muhshan ini menurut
keterangan dari Sunnah, yaitu harus diasingkan atau dibuang selama satu tahun penuh. Bagi
hamba sahaya hanya dikenakan hukuman separuh dari hukuman orang yang merdeka tadi
--- ٱللَّ ِه َواَل تَْأ ُخ ْذ ُكم هِبِ َما َرْأفَةٌ ىِف ِدي ِن (dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah
menunjukkan pengertian Jawab Syarat - ( َولْيَ ْش َه ْد َع َذ َاب ُه َماdan hendaklah hukuman mereka
deranya --- ني ِِ ِئ
disaksikan) dalam pelaksanaan hukum َ طَٓا َف ةٌ ِّم َن ٱلْ ُم ْؤ من (oleh sekumpulan dari
orang-orang yang beriman) menurut suatu pendapat para saksi itu cukup tiga orang saja;
sedangkan menurut pendapat yang lain, bahwa saksi-saksi itu jumlahnya harus sama dengan
para saksi perbuatan zina, yaitu sebanyak empat orang saksi laki-laki.[2]
B. Hukuman Bagi Pelaku Zina Terhadap Orang yang Sudah Menikah dan Belum
Menikah
Ancaman hukuman bagi pelaku zina dapat dibedakan menjadi dua yaitu: seseorang
yang muhshan (orang yang pernah menikah) dan ghairu muhshan (orang yang belum
menikah). Terhadap pezina muhshan ancaman hukumannya adalah rajam yaitu dilempar
dengan batu dalam ukuran sedang sampai mati, sedangkan terhadap yang ghairu
muhshan ancamannya adalah dera 100 kali dan dibuang selama satu tahun.[5]
Hukuman dera 100 kali bagi pelaku zina yang bersifat ghairu muhshan merupakan
firman Allah dalam surat An-nur ayat 2 sebagaimana yang telah dijabarkan di atas pada topik
pembahasan tentang makna dan penjelasan Qur’an surat An-nur ayat 1 sampai 3. Adapun
ancaman atau sanksi hukuman terhadap pelaku zina yang muhshan dalah rajam sampai mati.
Ketentuan tentang hukuman rajam itu tidak merujuk kepada firman Allah tetapi berdasarkan
kepada hadits Nabi.
[1] Imam Jalaluddin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain, (Bandung: Sinar Baru Al Gesindo, 2006), hlm. 1450.
[2] Ibid., hal. 1450-1451.
[3] Ibid., hal. 1451-1452.
[4] Ibid.
[5] Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 280.
[6] Syaikh Yasir Ja’far, Kemaksiatan Penghancur Rumah Tangga, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar,
2008), hlm. 20.
[7] Ibid., hlm 21.
[8] Ibid., hlm 21-22.
[9] Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfury, Tafsir Ibnu Katsir, (Bandung: Sygma Creative Media Crop,
2012), hal. 552.
[10] Ibid.