NIM : 2110312077
Kelas 117 Agama
Pengertian Aqidah
Pengertian Aqidah berakar dari kata Aqada-Ya'qidu-Aqdatan yang berarti tali pengikat
sesuatu dengan yang lain, sehingga menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Jika
masih dapat dipisahkan berarti belum ada pengikat dan sekaligus berarti belum ada akidahnya.
Dalam pembahasan yang masyhur aqidah diartikan sebagai iman, kepercayaan atau keyakinan.
Dalam kajian Islam, arti aqidah adalah tali pengikat batin manusia dengan yang diyakininya
sebagai Tuhan yang Esa yang patut disembah dan Pencipta serta Pengatur alam semesta ini.
Aqidah sebagai sebuah keyakinan kepada hakikat yang nyata yang tidak menerima keraguan
dan bantahan. Apabila kepercayaan terhadap hakikat sesuatu itu masih ada unsur keraguan dan
kebimbangan, maka tidak disebut aqidah. Jadi aqidah itu harus kuat dan tidak ada kelemahan
yang membuka celah untuk dibantah.
M Syaltut menyampaikan bahwa aqidah adalah pondasi yang di atasnya dibangun hukum
syariat. Syariat merupakan perwujudan dari aqidah.
Oleh karena itu hukum yang kuat adalah hukum yang lahir dari aqidah yang kuat. Tidak ada
aqidah tanpa syariat dan tidak mungkin syariat itu lahir jika tidak ada aqidah.
Ibnu Khaldun mengartikan ilmu aqidah adalah ilmu yang membahas kepercayaan-
kepercayaan iman dengan dalil-dalil akal dan mengemukakan alasan-alasan untuk menolak
kepercayaan yang bertentangan dengan kepercayaan golongan salaf dan ahlus sunnah.
Untuk memahami pengertian aqidah dan peranannya dalam kehidupan, kita bisa
menganalogikannya dengan sebatang pohon yang sehat. Untuk bisa bertahan dalam berbagai
kondisi cuaca, sebatang pohon haruslah tumbuh dengan keadaan yang sempurna, di antaranya
adalah keadaan akar yang kuat untuk menjadi penopang dari seluruh komponen lainnya. Darinya
akan tumbuh batang, dahan, daun, bunga dan buah. Tanpa akar yang kuat dan sehat, pohon
apapun tidak mungkin bisa hidup.
Seperti itulah pengertian aqidah dan perannya dalam kehidupan. Ia bagaikan akar yang
menancap ke bumi, kadang ia tidak terlihat, bahkan cenderung terabaikan oleh kasat mata. Akan
tetapi, ia menjadi komponen utama dalam kehidupan yang tidak mungkin seorang muslim hidup
tanpanya. Sebagaimana akar yang menjadi topangan kala dihempa angin dan benda-benda
lainnya, aqidah juga menjadi landasan kekuatan manusia dalam kehidupan. Ia berisi nilai-nilai
utama seperti ketuhanan, kenabian dan segala hal yang dikabarkan oleh nabi perihal penjabaran
segala hal yang tidak dapat disaksikan oleh mata.
Begitulah pengertian aqidah yang dimisalkan dengan akar. Permisalan tentang akar ini
nyatanya telah termaktub dalam Al Quran, Surat Ibrahim, ayat 24:
َأَلْم َتَر َك ْي َف َض َر َب ال َّلُه َم َثاًل َك ِلَم ًة َطِّيَبًة َك َش َج َر ٍة َطِّيَبٍة َأْص ُلَه ا َثا ِبٌت َو َفْر ُع َه ا ِفي
ال َّس ا ِء
َم
“tidakkah engkau tidak melihat permisalan yang Allah Swt dari “Kalimat Thayyibah” seperti
“syajarah thayyibah” pohon yang asal (akar)nya tetap dan cabangnya di langit.”
Para ulama tafsir berpendapat bahwa Syajarah Thayyibah adalah seorang yang beriman dan
Kalimat Thayyibah adalah iman, kepercayaan atau aqidah itu sendiri. Jadi permisalan seorang
mukmin yang baik adalah yang memiliki aqidah dan keimanannya tegas dan kuat selayaknya
akar pohon yang tetap menancap ke tanah, menjaganya dari hantaman panas dan dingin berupa
syirik dan menduakan Allah Swt.
Secara bahasa, iman berarti tasdiq, atau membenarkan. Maksudnya, yaitu membenarkan
dengan tegas segala hal yang dikabarkan oleh Rasulullah dari Tuhannya. Kabar tersebut
berkenaan dengan tiga perkara yaitu Ilahiyat atau ketuhanan, nubuat atau kenabian dan sam’iyyat
atau hal immaterialistis yang dikabarkan oleh Nabi Muhammad Saw. contohnya adalah hari
kiamat, hari pembangkitan, surga dan neraka. Dari ke tiga hal ini kita diwajibkan untuk mengerti
apa saja yang absolut ada pada Tuhan, mungkin ada pada Tuhan dan mustahil ada pada Tuhan.
Pembahasan kemudian meluas ke permasalahan kenabian dan kabar-kabar yang dibawa oleh
para Nabi dari Tuhan mereka.
Semua yang terkait dengan rukun iman tersebut sudah disebutkan dalam Al Quran, surah
al-Baqarah ayat 285:
آ ال َّر و ُل ِب ا ُأْنِز َل ِإَل ِه ِم ِّبِه ا ْل ْؤ ِم ُنو َن ۚ ُك ٌّل آ ِبال َّلِه اَل ِئَك ِتِه ُك ُتِبِه
َو َو َم َم َن ْي ْن َر َو ُم َم َن ُس َم
ٍد
َو ُر ُس ِلِه اَل ُنَفِّر ُق َبْي َن َأَح ِم ْن ُر ُس ِلِه ۚ َو َقا ُلوا َس ِم ْع َنا َو َأَطْع َنا ۖ ُغْف َر ا َنَك َر َّبَنا َو ِإَلْي َك
ِص
ا ْل َم ي ُر
Artinya: Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya,
demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-
Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul Nya. (mereka mengatakan): Kami tidak membeda-bedakan
antara seseorang (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya, dan mereka mengatakan: Kami dengar
dan Kami taat. (mereka berdoa): Ampunilah Kami Ya Tuhan Kami dan kepada Engkaulah
tempat kembali. (Q.S. Al-Baqarah [2] :285).
Dalam suatu hadis Nabi Saw. menjawab pertanyaan Malaikat Jibril mengenai iman
dengan mengatakan: Bahwa engkau beriman kepada Allah, kepada malaikat-Nya, kitab-kitab
Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhirat. Dan juga engkau beriman kepada qadar, yang baik dan
yang buruk. ( HR. Bukhari )
Berdasarkan hadis tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa rukun iman itu ada enam:
1. Iman kepada Allah
2. Iman kepada Malaikat Allah
3. Iman kepada kitab-kitab Allah
4. Iman kepada Rasul-Rasul Allah
5. Iman kepada hari akhir,
6. Iman kepada qada dan qadar.
Permasalahan aqidah adalah perkara mendasar yang menjadi syarat dari keimanan seseorang.
Saat awal mula diutus Nabi Muhammad Saw telah ditugaskan untuk mengumumkan bahwa
hanyalah Tuhan yang Esa yang berhak untuk disembah, dan apa yang telah dilakukan oleh
kaumnya saat itu dari praktik-praktik paganisme tidaklah memberikan manfaat bagi mereka. Dan
untuk menguatkan dakwah kenabian tersebut, Allah Swt menguatkan nabi dengan surat-surat
yang dikenal dengan surat Makkiyah atau surat yang turun di saat periode kenabian sebelum
hijrah ke Madinah yang berisi pokok-pokok aqidah dan kepercayaan pada yang Esa.
َفَم ْن َك ا َن َيْر ُج و ِلَق ا َء َر ِّبِه َفْل َيْع َم ْل َع َم اًل َص ا ِلًح ا َو اَل ُيْش ِر ْك ِبِعَبا َد ِة َر ِّبِه َأَح ًد ا
“Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya hendaklah dia beramal
shalih dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya dalam beribadah kepada-Nya.”
(QS. Al Kahfi: 110)
Allah ta’ala juga berfirman,