Anda di halaman 1dari 21

MA’RIFATUL INSAN BAGIAN

KE - 9
Nataijul Ibadah (Hasil Ibadah)

A. Pengantar
Ibadah kepada Allah Ta’ala hendaknya tidak sekedar dipahami sebagai
praktek ritual belaka. Ia harus memiliki pengaruh-pengaruh positif ke dalam jiwa
manusia yakni tumbuhnya ketundukan dan kepasrahan kepada-Nya. Dengan kata
lain, suatu amalan ibadah dapat disebut sebagai ibadah yang baik, benar, utuh, atau
sempurna (al-‘ibadatus salimah) jika membawa pengaruh-pengaruh yang positif
pada jiwa.
Pembahasan materi ini bermanfaat untuk melengkapi pengetahuan Anda
dengan berbagai keutamaan dan dalil-dalil agar mampu menerapkannya dan
mengamalkannya pada kehidupan kita sehari-hari guna memperoleh kebahagiaan
didunia maupun diakhirat kelak.

B. Tujuan Instruksional Umum


Setelah mempelajari materi ini Anda diharapkan:
a. Dapat memahami apa yang dimaksud dengan Nataijul Ibadah (Buah
Ibadah)
b. Dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari

C. Tujuan Instruksional Khusus


Setelah mempelajari materi ini Anda diharapkan:
a. Memahami makna ibadah salimah
b. Mengerti unsur-unsur yang dihasilkan dan wajib diwujudkan dalam
beribadah secara benar.
c. Mengerti hubungan ibadah salimah dengan taqwa.
D. Bagan Materi
E. Uraian Materi
Allah telah menetapkan tujuan penciptaan manusia dan jin yaitu untuk
beribadah kepada-Nya, sebagai mana terdapat dalam firman-Nya:
ُ ُ ْ َ َ َّ َ ْ ْ ْ َ َّ ْ ُ ْ َ َ َ َ
‫ون‬
ِ ‫وما خلقت ال ِجن و ِالْْنس ِإلْْ ِليعب‬
‫د‬
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku”. (Adz Dzariyat 56)
Ibadah dalam Islam mencakup seluruh sisi kehidupan, ritual dan sosial,
habluminallah, dan habluminan naas, meliputi pikiran, perasaan, dan pekerjaan.
“Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku,dan matiku hanyalah
untuk Allah, Tuhan semesta alam”. (Al An’am 162).
Ibadah disebut benar manakala terpenuhi dua syarat yaitu ikhlash karena
Allah dan mengikuti aturan syariat. Allah berfirman: “yang menjadikan mati dan
hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya.
Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Al Mulk 2).
Para ahli tafsir sepakat bahwa yang dimaksud dengan ahsana amala adalah
akhlashuhum lillah dan atba’uhum lisysyariah. Semua ibadah yang diperintahkan
dalam Islam bertujuan untuk membentuk manusia membentuk manusia taqwa.

Hakikat Ibadah

Ibnu Taimiyah berkata: “makna asal dari kata ibadah adalah tunduk, namun
ibadah yang diperintahkan oleh syariat adalah perpaduan antara ketaatan sempurna
dan kecintaan yang sempurna. Ibnu Qoyyim mengatakan bahwa ibadah adalah
gabungan antara ketaatan yang penuh dan cinta yang sempurna. Maka yang taat
kepada Allah tapi tidak cinta kepada-Nya maka ia belum dikatakan beribadah.

ٌ ‫شي ُت ُك ْم َو َأ ْم َو‬
‫ال‬ ُ ‫ان َآب ُاؤ ُك ْم َو َأ ْب َن ُاؤ ُك ْم َوإ ْخ َو ُان ُك ْم َو َأ ْز َو‬
َ ِ ‫اج ُك ْم َو َع‬ َ َ ْ ْ ُ
‫قل ِإن ك‬
ْ ِ ِ
ُ
َ ‫اقْْفت ُم‬ َ َ َ ْ
‫وه ا ه‬ ‫ي‬
ُ َ َ َ ِّ َ ْ ُ ْ َ َّ َ َ َ َ ْ َ ْ َ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ ْ َ ْ َ ٌ َ َ َ
‫ول ِه‬
ِ ‫و ِتجارة تخشون كسادها ومس ِاكن ترضونها أحب ِإليكم ِمن اللْ ورس‬
‫َو ِج َه ٍاد‬
َ َّ َ ُّ ‫َ َ ه ُّ َ َ ْ َ ه‬ ْ َ َ َّ َ َ َ ََ
ْ‫قْْ َّب ُصوا حتْْ يأ ي ِتْْ ا للْ ِبأم ِرِه ۗ وا للْ ل‬ َ
‫ي ِف س ِب ِيل ِه ي‬
َْ َ ْ َْ َْ
‫اس ِقر َي‬ِ ‫يه ِدي القوم ال‬
‫ف‬
Artinya: “Katakanlah: “jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara,
isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan
yang kamu khawatiri kerugiannya,dan tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih
kamu cintai dari Allah dan rasulNya dan dari berjihad di jalanNya. Maka
tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusannya, dan Allah tidak member
petunjuk kepada orang-orang yang fasik”. (QS At Taubah 24)
Dan yang mencintai Allah tapi tidak taat kepadaNya maka ia belum dikatakan
beribadah kepada Allah. “katakanlah jika kamu benar-benar mencintai Allah,
ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu, Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali Imran 31)
Ibadah yang shahih akan menghasilkan dan melahirkan sikap dan perilaku
yang positif dalam kehidupan sehari-hari yang menjadi bekal dan pegangan dalam
mengemban amanah sebagai hamba Allah khususnya tugas da’wah. Ibadah yang
benar (al-ibadatus salimah) akan membawa pengaruh-pengaruh yang positif pada
jiwa kita diantaranya:
1. Semakin teguhnya keimanan (al-iman).

Allah Ta’ala menyeru kita untuk selalu istiqamah menjaga keimanan. Dia
berfirman,

‫ه‬ ‫ه‬ ‫ه‬


َ َ َّ َ َ ْ َ َ
ُ ‫اللْ و َر ُسوله والكتاب الذي نز َل ع َلْ َر‬َ ُ ُ َ
َ ‫َيا أيها الذين‬
ِّ ‫آمنوا آمنوا ب‬ َ َ ُّ
‫ول ِه‬
ِ ‫س‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ُ‫َو ْالك َتاب ه الذي َأ ْن َز َل م ْن َق ْبل‬
ِ ِ ِ ِ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab
yang Allah turunkan sebelumnya…” (QS. An-Nisa, 4: 136).

Diantara cara menjaga dan meneguhkan keimanan tersebut adalah dengan


melakukan perbuatan baik (ibadah) dan amal shaleh. Allah Ta’ala berfirman,
ْ ْ ْ ُّ ْ َّ َْ ُ َ َ ‫ُ َ ِّ ُ ه ُّ َ ه‬
‫الْ ِخ َرِة‬ ‫آمنوا ِبالق ْو ِل الث ِاب ِت ي ِف ال َح َي ِاة الدن َيا َو ي ِف‬ ‫يثبت ا للْ ا ِلذين‬
َ َ ُّ ْ ‫هلل َْ ال ه‬
‫هللْ َما َيش ُاء‬ ‫ظال ِمر َي َو َيف َع ُل ا‬
ِ
ُّ ‫َو ُيض ُّل ا‬
ِ
Artinya: “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan
‘ucapan yang teguh’ dalam kehidupan di dunia dan di akhirat, dan Allah
menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki”.
(QS. Ibrahim, 14:27).

Ketika menafsirkan ayat ini Imam Qatadah berkata, “Adapun dalam


kehidupan dunia, Allah meneguhkan iman mereka dengan perbuatan baik (ibadah)
dan amal shaleh (yang mereka kerjakan)”1

Maka, semakin banyak beribadah, akan semakin teguhlah keimanan kita


kepada Allah Ta’ala.

Muslim meriwayatkan dari Umar ra. dia berkata: “Tatkala kami tengah duduk
bersama Rasulullah SAW. tibatiba datang seorang lelaki yang mengenakan pakaian
sangat putih, berambut sangat hitam, tidak nampak padanya tanda-tanda bahwa dia
seorang yang sedang safar, dan tak ada seorang pun dari kami yang mengenali orang
tersebut. Dia lalu duduk di hadapan Nabi SAW. dengan menempelkan lututnya ke
lutut beliau dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas paha beliau. Setelah itu
dia bertanya: “Wahai Muhammad, tolong beri tahukan kepadaku apa itu Islam?
Rasulullah SAW. lalu menjawab: Islam adalah engkau bersaksi bahwa tiada ilah
yang berhak untuk diibadahi, kecuali Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan
Allah: engkau mendirikan shalat, engkau menunaikan zakat: engkau berpuasa pada
bulan Ramadhan: dan engkau menunaikan ibadah haji ke Baitullah jika mampu.'
Dia berkata: "Engkau benar.' Kami merasa heran, sebab dia bertanya, namun dia
pula yang membenarkannya. Dia berkata lagi: Tolong beri tahukan kepadaku apa
itu iman?' Rasul menjawab: 'Iman adalah engkau beriman kepada Allah, para

1
Lihat Tafsir Ibnu Katsir
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, dan engkau beriman
kepada gadar Allah, yang baik maupun yang buruk'. Dia pun lalu berkata: “Engkau
benar.' Dia bertanya lagi: Tolong beri tahukan kepadaku apa itu ihsan? Rasul
menjawab: Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seolah engkau melihat-
Nya: dan jika engkau tak bisa melihatnya, engkau yakin bahwa Allah pasti
melihatmu.' Selanjutnya, dia berkata: Tolong beri tahukan kepadaku kapan
datangnya hari Kiamat.' Rasul menjawab: Yang ditanya tidak lebih tahu daripada
yang bertanya.' Dia berkata lagi: Kalau begitu, tolong beri tahukan kepadaku tanda-
tanda hampir tibanya hari Kiamat.' Rasul menjawab: Tanda-tarrdanya adalah ketika
budak wanita telah melahirkan tuannya: ketika engkau telah menyaksikan orang-
orang yang sangat fakir telah bermegah-megahan dalam membangun tempat
tinggal. Selanjutnya, orang tersebut meninggalkan kami. Tidak lama berselang,
Rasul lalu bertanya kepadaku: Wahai 'Umar, tahukah engkau siapa laki-laki yang
bertanya tadi?" Aku menjawab: 'Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.' Rasul
menjawab: 'Dia adalah Jibril yang sengaja mendatangi kalian untuk mengajarkan
agama kalian.”

Maksud “budak wanita telah melahirkan tuannya” adalah seorang wanita telah
melahirkan anak tuannya dari hubungan pergundikan dan sudah membudayanya hal
ini, sebab jika tidak dikatakan membudaya, kejadian seorang wanita yang
melahirkan anak tuannya dari hubungan pergundikan sudah pernah terjadi, baik
pada zaman Nabi SAW. masih ada, zaman Shahabat, maupun zaman sesudah
mereka. 2

2. Semakin kuatnya penyerahan diri dan ketundukkan kita kepada Allah Ta’ala
(al-Islam).
Di saat kita melakukan ibadah, hakikatnya, saat itu kita sedang melakukan
kristalisasi kesadaran diri terhadap keagungan Allah Ta’ala (as-syu’ur bi
‘adzhamatillah) dan banyaknya nikmat yang diberikan oleh-Nya kepada kita

2
Lihat: Mukhtashor Riyaadushshaalihiin (hal.30)
(assyu’ur bi katsrati ni’amillah). Maka, semakin banyak beribadah akan semakin
kuatlah syu’ur kita; dan semakin berserah dirilah kita kepada-Nya.
Sebagai muslim, kita pun memiliki keyakinan, semakin kuat komitmen
ibadah, semakin kuat pula dukungan dan pertolongan Allah Ta’ala kepada kita. Hal
ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

َ َ ُ ْ َ َ َ َ ْ َ َ ‫ا ْح َفظ‬
‫هللا ت ِجد ُه ت َجاهك‬ ‫ ِا ْحف ِظ‬، ‫هللا َي ْحفظك‬ ِ ِ
Artinya: “Jagalah Allah maka Dia akan menjagamu, jagalah Allah maka
kamu akan mendapati-Nya dihadapanmu“. (HR at-Tirmidzi no. 2516, Ahmad
[1/293] dan lain-lain, dinyatakan shahih oleh imam at-Tirmidzi dan syaikh alAlbani
dalam “Shahihul jaami’ish shagiir” no. 7957).

Makna “menjaga Allah” adalah menunaikan hak-hak-Nya dengan selalu


beribadah kepadanya, serta menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya. Dan makna “kamu akan mendapati-Nya dihadapanmu“: Dia akan
selalu bersamamu dengan selalu memberi pertolongan dan taufik-Nya kepadamu.3

Syaikhul islam ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata: “suatu musibah yang


membuatmu mau menghadap kepada Allah adalah lebih baik daripada suatu nikmat
yang membuatmu lupa dzikir kepada Allah.” (Tasliyat Ahl Al-Masho’ib, h.226)4

Orang mukmin adalah orang yang selalu menghadap Rabbnya dan memohon
kepada-Nya agar musibah yang menimpa dirinya disingkirkan, karena dia yakin

seyakin-yakinnya bahwa kendali segala urusan ada di tangan Allah .‫ﷻ‬Allah lah
yang memberi manfaat dan memberi mudharat. Karenanya, dia tak mau berpaling
kepada selain Dia. 5

3. Memperkokoh ihsan.

3
Lihat: Jaami’ul uluumi wal hikam, Ibnu Rajab (hal. 229)
4
Lihat: Tasliyat Ahl Al-Masho’ib, (hal.226)
5
Lihat: Salwaa AL-Haziin, (hal. 166)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang apa itu ihsan.
‫ه‬
َ َ َ ُ َّ َ ُ َ َ ْ ُ َ ْ َ ْ َ ُ َ َ َ َّ َ َ َ َّ َ ُ ْ َ ْ َ
‫أن تعبد اللْ كأنك تراه ف ِإن لم تكن تراه ف ِإن ه يراك‬
Artinya: “Kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihatNya; jika
kamu tidak dapat melihatNya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR.
BukhariMuslim).

Maka jika kita beribadah kepada Allah -seraya terus berupaya


memperbaikinya sehingga menjadi ibadah yang benar- akan semakin kuatlah ihsan
kita, dalam arti semakin kokohnya kesadaran akan muraqabatullah (pengawasan
Allah) dalam diri.

4. Memperkuat sikap al-ikhbat (ketundukkan) kepada Allah.


Tujuan beribadah kepada Allah Ta’ala adalah menunjukkan al-ikhbat
(ketundukkan) kepada-Nya agar Dia ridha. Maka, dengan ibadah yang benar
alikhbat akan tertanam kuat dalam diri kita. Allah Ta’ala befirman,

ْ ْ
‫ش ِْْ ِْْ ال ُمخ ِب ِت َي‬ َ ‫َفإ َل ُه ُك ْم إ َل ٌه َواح ٌد َف َل ُه َأ ْسل ُموا َو‬
‫ب‬
ِ ِ ِ ِ ِ
Artinya: “Maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah
dirilah kamu kepada-Nya. Dan, berilah kabar gembira kepada orang-orang yang
ُ َ َُ َ َّ
merendahkan diri (kepada Allah).” (Al-Hajj, 22: 34). ‫آمنوا َوع ِملوا ه‬ ‫الذين‬
ِ ‫ِإن‬
ُ َّ ْ ُ َ ْ َ َ َ ُ ْ ِّ َ َ َ ُ َ ْ َ َ
‫اب ال َجن ِة ه ْم‬‫ات وأخبتوا ِإلْ رب ِهم أول ِئك أصح‬ َ َّ
ِ ‫الص ِالح‬
َ ُ َ
‫ِف َيها خ ِالدون‬
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amalamal shalih dan merendahkan diri kepada Rabb mereka, mereka itu adalah
penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Hud, 11: 23).

Ikhbat menurut pengertian bahasa artinya permukaan tanah yang rendah. Atas
dasar pengertian bahasa ini pula Ibnu Abbas radhiyallahu anhu dan Qatadah
mengartikan lafazh mukhbitin di dalam ayat Al-Qur’an sebagai orang-orang yang
merendahkan diri.
Sedangkan menurut Mujahid, mukhbit artinya orang yang hatinya merasa
tenang bersama Allah. Karena menurut pendapatnya, khabtu artinya tanah yang
stabil. Menurut Al-Akhfasy, mukhbitin artinya orang-orang yang khusyu’. Menurut
Ibrahim An-Nakha’y, artinya orang-orang yang shalat dan ikhlas. Menurut Al-
Kalby, artinya orang-orang yang hatinya lembut. Menurut Amr bin Aus, artinya
orang-orang yang tidak berbuat zhalim, dan jika dizhalimi tidak membalas.

Pendapat-pendapat tentang lafazh mukhbitin ini berkisar pada dua makna,


yaitu merendahkan diri, dan merasa tenang terhadap Allah. Karena itu lafazh ini
disertai dengan kata ila (kepada), sebagai jaminan terhadap pengertian ketenangan
dan ketundukan kepada Allah. 6

‘Abdullah bin Mas'ud & berkata:

1. “Laksanakanlah apa yang telah diperintahkan Allah kepadamu, niscaya


engkau akan menjadi orang yang paling baik ibadahnya.

2. Jauhilah apa yang telah dilarang oleh Allah, niscaya engkau akan menjadi
orang yang paling zuhud.

3. Terimalah dengan ridha rizki yang diberikan Allah kepadamu, niscaya


engkau akan menjadi orang yang paling kaya.” 7

5. Meneguhkan tawakkal kepada-Nya.


Allah Ta’ala berfirman,

‫ه‬ ‫ه‬
ُ ُ ْ َ َ ُ َ َ ِّ َ َ َ ْ َ َ َ ْ َ َ
‫ومن يتوكل علْ اللْ فهو حسبه‬
Artinya: “Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah
akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. At-Thalaq, 65 : 3)

6
Lihat: Merendahkan Diri (Ikhbat), http://www.fimadani.com
7
Lihat: Nashaihul ‘ibaad (hal.65)
Mengenai tawakkal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
‫ه‬
ً ْ ُ َ ْ َ َّ ُ ُ َ َ ُ َ َ َ ُّ َ َّ
، ‫ تغدو ِخ َماصا‬، ْ‫هللا َحق ت َوك ِل ِه ل َرزقك ْم ك َما ي ْرزق الطري‬ ْ
َ َ ‫َل ْو َأ َّن ُك ْم تت َوكل ْون ع‬
‫ل‬
َ َ ُ َ َ
ِ
ً َ َ
‫وت ُر ْو ُح ِبطانا‬
Artinya: “Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan
sungguhsungguh tawakkal kepada-Nya, sungguh kalian akan diberikan rizki oleh
Allah sebagaimana Dia memberikan rizki kepada burung. Pagi hari burung
tersebut keluar dalam keadaan lapar dan pulang di sore hari dalam keadaan
kenyang.” (HR. Ahmad)

Al-Allamah Al Munawi mengatakan, “Tawakkal adalah menampakkan


kelemahan serta penyandaran (diri) kepada yang ditawakkali.” (Faidhul Qadir,
5/311).

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma mengatakan bahwa tawakkal bermakna


percaya sepenuhnya kepada Allah Ta’ala.

Imam Ahmad mengatakan, “Tawakkal berarti memutuskan pencarian disertai


keputus-asaan terhadap makhluk.”

Al Hasan Al Bashri pernah ditanya tentang tawakkal, maka beliau menjawab,


“Ridho kepada Allah Ta’ala”.

Ibnu Rajab Al Hanbali mengatakan, “Tawakkal adalah bersandarnya hati


dengan sebenarnya kepada Allah Ta’ala dalam memperoleh kemashlahatan dan
menolak bahaya, baik urusan dunia maupun akhirat secara keseluruhan.”

Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Tawakkal yaitu


memalingkan pandangan dari berbagai sebab setelah sebab disiapkan.”8

Semua sikap itu akan muncul dalam diri jika kita beribadah dengan benar
kepada-Nya.

8
Lihat: https://muslim.or.id/30-tawakkal.html
Bersikap Optimis dan Tawakkal, yakni berbesar hati dan bertekad kuat bahwa
akhirnya segala urusan akan baik, -insyaallah-.

Sikap optimis ini dapat memberi kegembiraan dalam jiwa, membuka


cakrawala hati yang luas, dan membuka pintu-pintu keberhasilan, di samping juga
dapat memotori peningkatan produktivitas, kebahagiaan, dan kegembiraan. Para
ahli psikologi telah menyebutkan “bahwa sikap optimis yang tertinggi adalah
tertanamnya keyakinan akan datangnya kesembuhan ketika sedang sakit, keyakinan
akan sukses ketika sedang mengalami kegagalan, keyakinan akan menang ketika
sedang kalah, keyakinan bahwa semua kesusahan akan tersudahi dengan baik,
keyakinan akan dapat mengatasi segala musibah, dan keyakinan akan hilangnya
berbagai macam duka ketika mengalaminya. Di samping itu, harapan dan percaya
diri itu dapat menolak berbagai macam pikiran dan perasaan buruk yang
menyebabkan putus asa, perasaan kalah dan tak berdaya" yang semua itu pasti
menyebabkan kesedihan dalam hati. 9

6. Melahirkan al-mahabbah (kecintaan) kepada Allah Ta’ala.

Salah satu tuntutan ibadah kepada Allah Ta’ala adalah lahirnya al-mahabbah
kepada-Nya di atas segalanya. Allah Ta’ala berfirman,

ْ َ َ َ ْ ٌ َ ْ َ َ ْ ُ ُ َ ِ َ َ ْ ُ ُ َ َْ َ ْ ُ ُ َ ْ َ ْ ُ ُ َ َْ َ ْ ُ ُ َ َ َ ْ ْ ُ
‫اقْْف‬ ‫قل ِإن كان آباؤكم وأبناؤكم و ِإخوانكم وأزواجكم وع ِشيتكم وأموال‬
َ ُ‫ُي‬
‫تموها ه‬
‫ول ِه‬ ‫س‬ ِّ ‫ب إ َل ْي ُك ْم م َن‬
ُ ‫الل َْ َو َر‬ َّ ‫َوت َج َار ٌة َت ْخ َش ْو َن َك َس َاد َها َو َم َساك ُن َت ْر َض ْو َن َها َأ َح‬
ِ ِ ِ ِ ِ
َ
‫و ِجه ٍاد‬ َ

َ ُّ ‫َ َ ه ُّ َ َ ْ َ ه‬ ْ َ َّ َ َ ََ
‫للْ ال َي ْه ِدي‬ ‫قْْ َّب ُصوا َحتْْ َيأ ي ِتْْ ا للْ ِبأم ِرِه وا‬ َ
‫ي ِف س ِب ِيل ِه ي‬
َْ َ ْ َْ
‫اس ِقر َي‬ ِ ‫القوم الف‬
Artinya: “Katakanlah: ‘Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara,
isteriisteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan

9
Lihat At-Thorig ila Ash-Shihhah An-Nafsiyah 'inda Ibni Al-Qayyim Al-Jauziyah, karya Prof. "Abdul
"Aziz Al-Ahmad.
yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah
lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka
tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.’ Dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At-Taubah, 9: 24)

Maka, jika ibadah kita benar, akan lahirlah keindahan dan kenikmatan
mahabbah kepada-Nya. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ُ ُ ََ ُ َ ُ َ َْ
َ ‫ول ُه‬ ْ ْ َ َ َ َّ ُ ْ َ ٌ َ َ
‫ب‬ َّ ‫أح‬ ‫ أن يكون هللا ورس‬:‫يه َو َجد ِب ِه َّن َح َلْ َوة ِالْْ ْي َم ِان‬
ِ ‫ثالث من كن ِف‬
َ ُ َ ْ َ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ِّ َّ ُ ُّ ُ َ َ ْ َ ْ َّ ُ ْ َ َ َ ُ َ َ َّ ْ َ
‫ وأن يكره أن يعود ي ِف ا‬،ْ‫ وأن ي ِحب المرء ال ي ِحبه إال ِلل‬،‫ِإلي ِه ِمما سواهما‬
َْ َ ُْ ْ
‫لكف ِر َب ْعد أن‬
َّ َ َ ْ َْ ْ َ ُ ْ ُ ُ َ َ َْ
‫ ك َما َيك َر ُه أن ُيقذف ي ِف النا ِر‬،‫هللا ِمنه‬ ‫أنقذه‬
Artinya: “Tiga sifat yang jika ada pada diri seseorang, ia akan meraih
manisnya iman: (1) Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya, (2)
Ia mencintai seseorang, tidaklah mencintainya melainkan karena Allah, (3) Ia
membenci untuk kembali kepada kekafiran -setelah Allah menyelamatkannya
darinya- sebagaimana ia benci apabila dilempar ke dalam api.” (Hadits Muttafaq
‘Alaihi)

Sufyan bin ‘Uyainah rahimahullah berkata: “Apa-apa yang tidak disukai


seseorang lebih baik daripada apa-apa yang disukainya, karena apa-apa yang tidak
dia sukai akan membangkitkannya untuk berdo’a, sedang apa-apa yang disukainya
membuatnya terlena.”10

7. Ketujuh dan kedelapan, memupuk khauf (rasa takut) dan raja’ (pengharapan)
kepada Allah Ta’ala.

Menurut al-Ghazali Khauf dan Raja‟ merupakan dua konsep yang berkaitan
antara satu dengan yang lainnya. Keduanya menurut al-Ghazali bagaikan dua sayap
yang dapat menerbangkan seorang sufi menuju maqam berikutnya. Raja‟ adalah

10
Al-Faroj ba’da Asy-Syiddah karya Ibnu Abi Ad-Dun-ya, (hal.22)
harapan yang ditujukan kepada Allah setelah melakukan seluruh sarana kebajikan.
Harapan ini mengandung permohonan agar Allah menerima (maqbul atau mabrur)
kebajikan yang telah dilakukannya. Sebaliknya khauf adalah perasaan cemas, takut
dan khawatir manakala sarana kebajikan yang dilakukan tersebut tidak terima
(mardud) oleh Allah. Khauf dan Raja‟ dalam tasawuf menurut al-Ghazali ini dapat
menjadi hal dan dapat menjadi maqam.11 Jika cepat hilangnya disebut dengan hal,
sedangkan bila dapat bertahan lebih lama disebut maqam. Sehingga manusia
senantiasa berada di jalan yang lurus, tidak terjerumus ke dalam keputusan ataupun
merasa aman dari azab Allah. Khauf menurutnya ibarat kepedihan dan kebakaran
hati disebabkan terjadinya hal yang tidak disukai di masa depan. Hal ini senada
dengan pendapat al-Qusyairy bahwa khauf berkaitan dengan kejadian yang akan
datang, sebab seseorang hanya merasa takut jika apa yang dibenci tiba dan yang
dicintai sirna.12

Jika kita beribadah dengan benar, akan muncul dalam diri kita khauf (rasa
takut) jangan-jangan ibadah kita tidak diterima dan tidak diridhoi-Nya. Meskipun
begitu kita pun akan senantiasa memunculkan raja’ (pengharapan) terhadap
kemurahan, pengampunan dan kasih sayang Allah Ta’ala.

Menurut Imam Qusyairy, takut kepada Allah berarti takut terhadap


hukumnya. Menurutnya, khauf adalah masalah yang berkaitan dengan kejadian
yang akan datang, sebab seseorang hanya merasa takut jika apa yang dibenci tiba
dan yang dicintai sirna. Dan realitas demikian hanya terjadi di masa depan. Beliau
mengemukakan dengan mengutip perkataan Ali Daqaq bahwa perasaan takut itu
terbagi kepada tiga tingkatan yaitu khauf, khasyyah dan haibah. 13

Khauf dan Raja’ ini hendaknya tumbuh seimbang dalam diri seorang muslim.
Jangan sampai khauf menyebabkan manusia putus asa dari rahmat dan ampunan

11
Dr.H. Muzakkir, MA. Tasawuf Jalan Mudah Menuju Tuhan, (Medan: Perdana Publising, 2012), h.
98-99
12
Al-Qusyairy An-Naisabury, 123
13
M.Iqbal Irham, MA, Membangun Moral Bangsa melalui Akhlaq Tasawuf, (Ciputat, Pustaka Al-
Ihsan: 2012), h. 183
Allah Ta’ala, dan jangan sampai raja’ menyebabkan manusia menganggap remeh
ancaman dan siksa-Nya,

َ ْ َ َ ٌ َ َّ َ ُ ْ َْ َ ُ ْ ْ َ َ َْ
‫ َول ْو َي ْعل ُم الك ِاف ُر‬، ‫ َما ط ِم َع ِب َجن ِت ِه أ َحد‬، ‫هللا ِم َن ال ُعق ْو َب ِة‬
ِ ‫لو ي ْعل ُم ا ُلمؤ ِمن ما ِعند‬
ٌ َ َ َّ َ ْ َ َ َ َ َّ ‫هللا ِم َن‬ َْ َ
‫ ما قنط ِمن جن ِت ِه أحد‬، ‫الر ْح َم ِة‬ ِ ‫ما ِعند‬
Artinya: “Seandainya seorang mukmin mengetahui siksa yang ada di sisi
Allah, maka dia tidak akan berharap sedikitpun untuk masuk syurga. Dan
seandainya orang kafir mengetahui rahmat yang ada di sisi Allah, maka dia tidak
akan berputus asa sedikitpun untuk memasuki Syurga-Nya.” (HR. Muslim)

Dari Abu Hurairah ra. Dia berkata: “Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda:

“Orang mukmin lelaki atau perempuanyang tak henti-hentinya mendapat


bencana pada dirinya, anaknya, atau hartanya hingga dia menemui Allah, maka ia
dalam keadaan tidak punya kesalahan sama sekali.” (HR. Abu Dawud dalam
Sunannya 3/471 no.3092. Kata Al-Albani, sanad Hadis ini Jayyid.)14

Tidak ada gunanya bersedih Hati, sebab ingat bahwasanya tidak ada gunanya
berkeluh kesah dan menyesalai musibah yang telah terjadi, dan bahwa itu justru
menambah penderitaan dan sakit hari, karena taqdir Allah pasri berlaku tanpa diragukan.
Jadi, bersedih hati dan menyesal justru membuat musibah terasa semakin berat dalam hati
dan kepedihan menjadi berlipat ganda. Sebaliknya, dengan bersabar dan memohon pahala
Allah, maka semua akan menjadi kecil, bahkan mungkin tidak terasa sama sekali. 15

Dalam kaitan ini berkatalah ‘Ali bin Abu Thali bra.: “Sesungguhnya jika kamu
bersabar, maka taqdir apapun yang berlaku pada dirimu, kamu akan mendapat pahala
karenanya. Sebaliknya, jika kamu berkeluh-kesah, maka taqdir akan tetap berlaku pada
dirimu, sedang kamu berdosa.”16

14
Lihat As-Silsilah Ash-Shahihah, (no. 714.)
15
Lihat: Nashaihul ‘ibaad (hal.135)
16
Minhaj Al-Abidin karya Al-Ghazali, (hal.239)
Al-Ghazali mendefinisikan khauf sebagai sesuatu tang tidak disukai yang akan
terjadi di masa mendatang. Dengan khauf, berhasillah dalam hati ini kelayuan,
kekhusyukan, kehinaan diri dan ketenangan. Khauf adalah seperti cemeti, yaitu
membawa kepada amal perbuatan. Faedah khauf adalah hati-hati, takwa, mujahadah,
ibadah, fikir, dzikir dan sebab-sebab lain yang menyampaikan kepada Allah. Dan setiap
yang demikian, membawa kehidupan serta kesehatan badan dan kesejahteraan akal.
Sedangkan raja‟ adalah sesuatu yang ditunggu dan disukai di masa mendatang. Al-
Ghazali menyatakan bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. telah menyebut sebab-sebab
raja‟ dan kebanyakan daripadanya supaya dapat mengobat serangan takut yang ekstrem,
yang membawa kepada keputusan atau sifat-sifat lain yang melemahkan. Semangat raja‟
dapat menguatkan hati dan mencintai kepada Allah yang kepadaNyalah harapan.17

8. Menumbuhkan sikap at-taubah (taubat) kepada Allah Ta’ala.

Menurut bahasa, At-taubah berarti ar-rujuu’ (kembali). Sedangkan menurut


istilah, taubat adalah kembali dari kondisi jauh dari Allah Ta’ala menuju kedekatan
kepada-Nya. Atau juga berarti, pengakuan atas dosa, penyesalan, berhenti, dan
tekad untuk tidak mengulanginya kembali di masa datang.

Sarana kita untuk kembali dan mendekat kepada Allah Ta’ala adalah dengan
beribadah kepada-Nya. Maka, jika kita senantiasa beribadah kepada-Nya, akan
tumbuhlah suasana taubat dalam keseharian kita. Sikap taubat inilah diantaranya
yang menjadi ciri orang-orang yang sempurna keimanannya. Allah Ta’ala
berfirman,

َ ْ ْ َ ُ َّ َ ُ َّ َ ُ َّ َ ُ َ ْ َ ُ َ ْ َ ُ َّ
‫الْ ِم ُرون‬ ‫اجدون‬
ِ ‫الت ِائبون الع ِابدون الح ِامدون الس ِائحون الر ِاكعون الس‬
ُْ َ ْ
‫وف‬ِ ‫ِبالمعر‬

17
Al-Ghazali, Ihya‟ Ulum al-din terj. Prof Ismail Yakub, Ihya‟ Al-Ghazali, jilid VII, (Jakarta: C.V.
Faizan, 1985), h. 66-68.
ْ ْ َ ُ َ ْ َ َ ْ ُ ْ َ َ ُ َّ َ
ِّ ‫ون ل ُح ُدود ا ه‬
َ ‫لل َْ َو‬
‫ش ِْْ ِْْ ال ُمؤ ِم ِنر َي‬
ِ ‫ب‬ ِ ِ ‫والناهون ع ِن المنك ِر والح ِافظ‬
Artinya: “Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat,
yang memuji, yang melawat, yang ruku’, yang sujud, yang menyuruh berbuat
ma’ruf dan mencegah berbuat munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah.

Dan gembirakanlah orang-orang mu’min itu.” (QS. At-Taubah, 9: 112)

9. Membiasakan ad-du’a (menyeru/memohon) kepada Allah Ta’ala. Nabi

shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

َ ْ ُّ َ ُّ
‫الدع ُاء ُمخ ال ِع َباد ِة‬
Artinya: “Doa adalah inti ibadah“. (HR. Tirmidzi)18

Di dalam “Tuhfatul Ahwadzi bi Syarhi Jami’ at-Tirmidzi” terdapat penjelasan


bahwa doa itu disebut sebagai inti dari sebuah ibadah sebab orang yang berdo’a
hakikatnya adalah sedang memohon kepada Allah ketika harapan kepada selainNya
sudah terputus. Dan hal itu merupakan hakikat tauhid (pengesaan Allah) dan
keikhlasan (kemurnian aqidah), dan tidak ada ibadah yang melebihi derajat
keduanya. Dalam hadits lain disebutkan,

َُ َ ُ ُ َ ُّ
‫الع َبادة‬
ِ ‫الدعاء هو‬
Artinya: “Do’a adalah sesuatu yang sangat mendasar dalam ibadah” (HR.
Abu Dawud)

Jika kita membiasakan diri beribadah kepada-Nya, maka akan terbiasalah kita
menyeru dan memohon kepada-Nya. Dengan begitu kita tidak akan termasuk ke
dalam golongan orang-orang yang menyombongkan diri kepada-Nya. Allah Ta’ala

berfirman, ‫ه‬

18
Syaikh Al-Albani mendhaifkan hadits ini.
َ ُ ُ َْ َ َ
َ ‫ون َج َه َّن َم َداخر‬ َ َ ْ َ َ ُ ْ َ ْ َ َ َّ
‫ين‬ ِ ِ ‫ل‬‫خ‬ ‫د‬‫ي‬‫س‬ ْ ‫ت‬ِ ‫ي‬ ‫اد‬ ‫ب‬‫ع‬ِ ‫ن‬‫ع‬ ‫ون‬ْ ْ ‫ك‬
ِ ‫ِي‬ ‫ت‬‫س‬‫ي‬ ‫ين‬‫الذ‬
ِ ‫ن‬ ‫ِإ‬
Arinya: “Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari
menyembah-Ku akan masuk Jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS.
AlMu’min, 40: 60)

Sebagian mufassir mengatakan bahwa makna ‘an ‘ibadatiy (dari menyembah-


Ku) dalam ayat di atas adalah ‘an du’aiy (dari berdoa kepada-Ku).

10. Terwujudnya sikap khusyu’ (lembut, tenang, tunduk, dan kerendahan diri di
hadapan Allah Ta’ala).

Secara bahasa khusyu’ berarti as-sukuun (diam/tenang) dan at-tadzallul


(merendahkan diri). Sifat mulia ini bersumber dari dalam hati yang kemudian
pengaruhnya terpancar pada anggota badan manusia.

Imam Ibnu Rajab berkata: “Asal (sifat) khusyu’ adalah kelembutan,


ketenangan, ketundukan, dan kerendahan diri dalam hati manusia (kepada Allah
Ta’ala). Tatkala Hati manusia telah khusyu’ maka semua anggota badan akan ikut
khusyu’, karena anggota badan (selalu) mengikuti hati, sebagaimana sabda
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam: “Ketahuilah, sesungguhnya dalam tubuh
manusia ada segumpal daging, jika segumpal daging itu baik maka akan baik
seluruh tubuh manusia, dan jika segumpal daging itu buruk maka akan buruk
seluruh tubuh manusia, ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati
manusia”.

Maka jika hati seseorang khusyu’, pendengaran, penglihatan, kepala, wajah


dan semua anggota badannya ikut khusyu’, (bahkan) semua yang bersumber dari
anggota badannya”19

Allah Ta’ala menyebut orang-orang yang khusyu’ di antaranya dalam


firman-

19
https://muslim.or.id/13989-meraih-khusyu-dalam-ibadah-1.html
Nya berikut ini,

َ َ ْ َ َ َ َّ ٌ َ َ َ َ َّ َ َ َّ َ ْ ْ ُ َ ْ َ
َّ ‫وا ب‬
‫ه‬ ‫ر‬ ‫ع‬
ِ ‫اش‬
ِ ‫خ‬ ‫ال‬ ْ ‫ل‬‫ع‬ ‫ال‬ ‫إ‬ِ ‫ة‬‫ي‬‫ت‬ِ ‫ك‬‫ل‬ ‫ا‬ ‫ه‬‫ن‬‫إ‬ ‫و‬ ‫ة‬ِ ‫ال‬‫الص‬‫و‬ ْ ِْ ‫واست ِعين ِ ِي‬
‫الّص‬
َ ‫َ َ ُ ُّ ي‬ ِ
‫الذين يظنون‬ ِ
َ ُ َ ْ َ ْ ُ َّ َ َ ْ ِّ َ ُ َ ُّ ُ َّ َ
‫أنهم مالقو رب ِهم وأنهم ِإلي ِه ر ِاجعون‬
Artinya: “Dan mintalah pertolongan (kepada) Allah dengan sabar dan
sholat. Dan sesungguhhya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi
orangorang yang khusyu’ , (yaitu) orang-orang yang menyakini, bahwa mereka
akan menemui Rabb-nya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (QS. Al-

Baqarah, 2 : 45 -46)

َ َْ َ َ َْ َ َ ْ ُْ َ َ ْ ُْ َ َ ْ ُْ َ َ ْ ُ ْ َّ
‫ات‬ِ ‫ات والق ِان ِت ي والق ِانت‬ ِ ‫ات والمؤ ِم ِت ي والمؤ ِمن‬ ِ ‫ِإن المس ِل ِمر ي والمس ِلم‬
َ َ ْ َ َ َ ْ َ َّ َ َ َّ َ ‫الصاد َق‬ َّ ‫الصادقر َي َو‬ َّ ‫َو‬
‫ات‬ ِ ‫ات والخا ِش ِعر ي والخ ِاشع‬ ِ ‫ات والص ِاب ِرين والص ِاب َر‬ ِ ِ ِِ
ِّ َ ْ
‫َوال ُمت َصد ِقر َي‬
َ َ ْ َ ْ ُ َ ُ َ َ ْ َ ‫الصائ َم‬ َّ َ َ َّ َ ‫َو ْال ُم َت َص ِّد َق‬
ِ ‫ات والح ِاف ِظر ي ف ُرَوجهم والح ِافظ‬
‫ات‬ ِ ِ َ ‫ات والص ِائ ِمر ي و‬ ِ
ً‫الل َْ َل ُه ْم َم ْغف َر ًة َوأ ْج ًرا َعظيما‬ َّ َ ً ِ َ َ َّ َ
ُّ ‫الذاك َرات أ َع َّد‬ َّ َ
ِ ِ ِ ِ ‫و‬ ‫ا‬ ‫ي‬
‫ت‬ ِ ‫ك‬ ْ ‫الل‬ ‫ين‬ ‫ر‬
ِ ِ ‫و‬
‫اك‬ ‫الذ‬

‫ه‬ ‫ه‬
Artinya: “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan
perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta’atannya,
laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki
dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki
dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara
kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah,
Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar” (QS.
AlAhzab, 33: 35).
Dari uraian poin-poin di atas dapat disimpulkan bahwa al-‘ibadatus salimah
(ibadah yang benar) akan menghasilkan pengaruh yang positif pada jiwa kita, yakni
tertanamnya at-taqwa (ketakwaan). Allah Ta’ala berfirman,

‫ه‬ ‫ه‬ ‫ه‬


َ ُ َّ َ ْ ُ َ َ ْ ُ ْ َ ْ َ َ ُْ َ َ َ ْ ُ َّ َ ُّ َ َ
ُ ‫اع ُب ُدوا َرَّب ُك‬
‫الذين ِمن قب ِلكم لعلكم تتقون‬ِ ‫و‬ ‫م‬ ‫ك‬ ‫ق‬ ‫ل‬‫خ‬ ‫ي‬ ‫الذ‬
ِ ‫م‬ ‫يا أيها الناس‬
Artinya: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan
orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa…” (QS. Al-Baqarah, 2: 21).

َّ ‫ه‬
‫والل أعلم بالصواب‬
DAFTAR PUSTAKA

Lihat Tafsir Ibnu Katsir


1
Lihat: Mukhtashor Riyaadushshaalihiin (hal.30)
1
Lihat: Jaami’ul uluumi wal hikam, Ibnu Rajab (hal. 229)
1
Lihat: Tasliyat Ahl Al-Masho’ib, (hal.226)
1
Lihat: Salwaa AL-Haziin, (hal. 166)
1
Lihat: Merendahkan Diri (Ikhbat), http://www.fimadani.com
1
Lihat: Nashaihul ‘ibaad (hal.65)
1
Lihat: https://muslim.or.id/30-tawakkal.html
1
Lihat At-Thorig ila Ash-Shihhah An-Nafsiyah 'inda Ibni Al-Qayyim Al-Jauziyah,
karya Prof. "Abdul "Aziz Al-Ahmad.
1
Al-Faroj ba’da Asy-Syiddah karya Ibnu Abi Ad-Dun-ya, (hal.22)
1
Dr.H. Muzakkir, MA. Tasawuf Jalan Mudah Menuju Tuhan, (Medan: Perdana
Publising, 2012), h. 98-99
1
Al-Qusyairy An-Naisabury, 123
1
M.Iqbal Irham, MA, Membangun Moral Bangsa melalui Akhlaq Tasawuf, (Ciputat,
Pustaka Al-Ihsan: 2012), h. 183
1
Lihat As-Silsilah Ash-Shahihah, (no. 714.)
1
Lihat: Nashaihul ‘ibaad (hal.135)
1
Minhaj Al-Abidin karya Al-Ghazali, (hal.239)
1
Al-Ghazali, Ihya‟ Ulum al-din terj. Prof Ismail Yakub, Ihya‟ Al-Ghazali, jilid VII,
(Jakarta: C.V. Faizan, 1985), h. 66-68.
1
Syaikh Al-Albani mendhaifkan hadits ini.
1
https://muslim.or.id/13989-meraih-khusyu-dalam-ibadah-1.html
GAMBAR-GAMBAR BUKU REFERENSI.

Anda mungkin juga menyukai