Anda di halaman 1dari 12

Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 2 Bab 11 : Qaul Shahabi

Bab 11 : Qaul Shahabi

Ikhtishar

A. Pengertian
1. Makna Qaul
2. Makna Shahabi
3. Makna Qaul Shahahi
B. Pembagian Pendapat Shahabat
1. Berita
2. Riwayat atas Berita
3. Pemahaman
C. Kedudukan Qaul Shahabi
D. Kehujjahan Qaul Shahabi
E. Beberapa contoh fatwa shahabat

A. Pengertian

1. Makna Qaul
Secara bahasa, kata qaul (‫ )ﻗﻮل‬adalah mashdar dari qaala-
yaquulu qaulan (‫ ﻗﻮﻻ‬- ‫ ﯾﻘﻮل‬- ‫ )ﻗﺎل‬yang berarti al-kalam yaitu ucapan
dan perkataan. Dan bentuk jamaknya adalah aqwal (‫)أﻗﻮال‬.
Dan qaul kadang juga diartikan dengan :

ِ
‫ﻧﺎﻗﺼﺎ‬ ُ َ ‫ﻧﻄﻖ ِِﺑﻪ ﱢ‬ ٍ
ً َ ‫اﻟﻠﺴﺎن َﺗﺎﻣﺎ أ َْو‬ َ َ َ ‫ُﻛﻞ َ ْﻟﻔﻆ‬
Semua lafadz yang diucapkan oleh manusia, baik dalam bentuk

355
Bab 11 : Qaul Shahabi Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 2

sempurna atau tidak. 1


Namun secara istilah, yang dimaksud dengan qaul tidak
lain adalah pandangan atau pendapat atas suatu hukum fiqih.
Misalnya kita mengatakan pendapat mazhab Asy-Syafi’iyah
dengan ungkapan qaul syafi’iyah.
Adapun sebab kenapa pendapat atau pandangan disebut
dengan qaul, karena pendapat seseorang itu tidak bisa diketahui
kecuali setelah dia mengatakannya.
Istilah yang setara dengan qaul adalah ra’yu (‫)رأي‬, mazhab
(‫)ﻣﺬھﺐ‬.
2. Makna Shahabi
Sedangkan kata sahahabi (‫ )ﺻﺤﺎﺑﻲ‬dalam bahasa Arab
sebagaimana disebutkan dalam Al-Mishbah Al-Munir,
bermakna :

‫اﻟﻤﻌﺎﺷﺮة‬
ُ َ َ َ ُ ْ ‫اﻟﻤﺠﺎﻟﺴﺔُ َو‬
َ َ َ ُ ْ ‫اﻟﺮؤﻳﺔُ َو‬
َ ْ‫ﱡ‬
Penglihatan, duduk bersama dan bergaul
Dan kata shahabat juga bisa diartikan sebagai shahabat,
kawan atau teman.
Namun secara istilah, kata shahabi dinisbatkan kepada para
shahabat Nabi Muhammad SAW.
Dan para ulama mendefinisikan siapa saja yang dimaksud
dengan shahabat Nabi SAW sebagai :

َِ ْ ْ‫ﻋﻠﻰ اﻹ‬ ِ ً ِ ْ ‫وﺳﻠﻢ‬ ِ َ ‫اﻟﻠﻪ‬ َِ ‫ﻣﻦ‬


‫ﺳﻼم‬ َ َ َ ‫ﻣﺆﻣﻨﺎ ِﺑﻪ‬
ََ ‫وﻣﺎت‬ ُ َ ‫ﻋﻠﻴﻪ َ َ ﱠ‬
ْ َ ُ ‫ﺻﱠﻠﻰ ﱠ‬ ‫ﻟﻘﻲ اﻟﻨِ ﱠ‬
َ ‫ﱠﱯ‬ َ َْ
Orang yang bertemu dengan Nabi SAW dalam keadaan mukmin
dan meninggalkan dalam keadaan mukmin.
Tidak semua orang yang pernah bertemu dengan Nabi

1 Al-Mausuah Al-Fiqhiyah, jilid 34 hal. 59

356
Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 2 Bab 11 : Qaul Shahabi

SAW berhak disebut shahabat. Hanya mereka yang memenuhi


ketentuan saja yang disebut shahabat, yaitu :
a. Bertemu Langsung
Pertemuan dengan Nabi SAW yang dimaksud adalah
pertemuan langsung, wajah dengan wajah, dan bukan dalam
wujud cahaya (nur), ruh, qarin, bayangan apalagi mimpi.
Maka mereka yang mengaku pernah bermimpi bertemu
dengan nur, ruh, atau qarin dari Rasulullah SAW, atau bertemu
dengan beliau dalam tidur (bermimpi), tidak boleh disebut
sebagai shahabat Nabi.
b. Dalam Keadaan Muslim
Abu Jahal, Abu Lahab, Abu Thalib , ‘Uthbah dan banyak
lagi yang lainnya, adalah orang-orang yang berkali-kali bertemu
langsung dengan sosok Nabi Muhammad SAW.
Mereka bukan hanya bercakap-cakap secara langsung,
berdiskusi, berdebat atau bersitatap, bahkan juga terlibat dalam
berbagai perjanjian dan peperangan bersama dengan Rasulullah
SAW.
Namun mereka tidak termasuk shahabat Nabi, karena
mereka bukan muslim dan tidak bersyahadat, bahkan sampai
mereka mati tidak pernah memeluk agama Islam.
Ada sebagian orang kafir yang pernah bertemu dengan
Rasulullah SAW, lalu kemudian mereka memeluk Islam
sepeninggal Rasulullah SAW. Mereka ini juga tidak terhitung
sebagai shahabat Nabi SAW, karena detik-detik ketika mereka
bertemu langsung dengan beliau, agama mereka bukan Islam.
c. Mati Dalam Keadaan Muslim
Ada sebagian orang yang pernah bertemu dengan Nabi
SAW dalam keadaan muslim, namun sayangnya ketika
meninggal dunia, mati dalam keadaan kafir dan murtad.
Mereka ini juga bukan termasuk para shahabat, karena mati
bukan dalam keadaan muslim.

357
Bab 11 : Qaul Shahabi Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 2

3. Makna Qaul Shahabi


Dari pengertian dua kata di atas, jadi yang dimaksud
dengan qaul shahabi adalah :

ِ َِ ‫ـﻮل َﱂ ﻳـﺮﻓَـﻌﻪ‬
‫إﻟﻴﻪ‬ ٍ ِ ‫وﺳﻠﻢ‬
‫ﱠ‬ ِ َ ‫اﻟﻠﻪ‬
‫ﱠ‬ ‫ﱠ‬ ِ ِ ‫ﻋﻤﻦ‬ ُِ ‫ﻣﺎ‬
ْ ُ ْ َْ ْ ْ َ‫ﻣﻦ ﻗ‬ ْ َ ََ ‫ﻋﻠﻴﻪ‬
ْ َ ُ ‫ﺻﻠﻰ‬َ ‫ﱠﱯ‬
‫ﱠ‬ ‫ﻨ‬‫اﻟ‬ ‫ﺻﺤﺐ‬
َ َ ْ ‫ﱠ‬ َ ‫ﻧﻘﻞ‬ َ
‫ﻓﻊ‬
ِ ْ‫ﺣﻜﻢ اﻟﱠﺮ‬
ُ ْ ُ ُ‫ﻳﻜﻦ َﻟﻪ‬
ْ ُ َ ْ‫وﱂ‬
ََ
Pendapat yang disampaikan shahabat tanpa menyandarkannya
kepada Rasulullah SAW, dan tidak memiliki hukum marfu’
Yang perlu diperhatikan dari definisi para ulama di atas,
ada tiga hal, yaitu :
a. Hasil Ijtihad Murni Shahabat
Qaul shahabi adalah pendapat atau ijtihad sahabat Nabi
SAW, baik berupa ketetapan ataupun fatwa mereka tentang
peristiwa atau hukum yang tidak mereka jumpai status
hukumnya dalam sunnah nabi.
b. Tidak Disandarkan Kepada Nabi SAW
Pendapat tersebut tidak mereka sandarkan langsung
kepada nabi. Karena memang itu murni hasil ijtihad mereka
sendiri.
c. Tidak Memiliki Hukum Marfu’
Maksud dari ungkapan tidak memiliki hukum yang marfu’
adalah pendapat itu bukan representasi dari pendapat Nabi
SAW, baik yang bersifat perkataan atau pun perbuatan.
Dikatakan suatu hukum itu marfu’ misalnya ketika
shahabat Nabi SAW berpendapat atas sesuatu hal, lalu dia
berkata bahwa seperti itulah dahulu Nabi SAW melakukannya.
Qaulus shahabi termasuk sumber-sumber hukum Islam,
tetapi derajatnya tidak mencapai derajat ittifaq menurut
sebahagian ulama. Maksudnya, tidak semua ulama sepakat
menggunakannya dalam mengistimbathkan hukum. Selanjutnya

358
Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 2 Bab 11 : Qaul Shahabi

qaul shahabi secara logika nalar, seharusnya apa yang mereka


katakan itu bersumber dari Rasulullah SAW juga.
Namun pendapat para shahabat itu terutama muncul
manakala tidak ada nash yang sharih dari Rasulullah SAW
tentang suatu masalah. Di situlah kemudian para shahabat
mengeluarkan pendapatnya.
Selain itu, qaulush shahabi biasanya berbentuk kesimpulan
hukum yang lafadznya tidak langsung dari ucapan nabi SAW,
melainkan dari mulut para shahabat. Seperti seorang shahabat
berkata, Rasulullah SAW memerintah kita untuk begini dan
begini. Atau perkataan seorang shahabat, Rasulullah SAW
melarang kita untuk begitu dan begitu.

B. Pembagian Pendapat Shahabat

Syeikh Abu Zahrah mengatakan bahwa pada dasarnya


pendapat atau fatwa dari para shahabat bisa dibagi menjadi
beberapa macam, antara lain :
1. Berita
Shahabat Nabi menyampaikan berita yang sumbernya
didengarnya langsung dari Rasulullah SAW. Namun dia tidak
mengatakan bahwa berita itu sebagai sunnah nabi SAW.
2. Riwayat atas Berita
Shahabat menyampaikan suatu berita yang didengarnya
dari orang yang pernah mendengarnya dari nabi SAW. Namun
orang tersebut tidak menjelaskan yang didengarnya itu berasal
dari Nabi SAW.
3. Pemahaman
Shahabat Nabi SAW menyampaikan kesimpulan hukum
dari apa yang dipahaminya atas ayat-ayat tertentu di dalam Al-
Quran. Namun boleh jadi ada shahabat Nabi yang lainnya tidak
memahaminya sebagaimana yang dia pahami.

C. Kehujjahan Qaul Shahabi

359
Bab 11 : Qaul Shahabi Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 2

Tentang kehujjahan qaul shahabi, memang tidak disepakati


secara bulat oleh para ulama. Karena itulah qaul shahabi tidak
termasuk jenis dalil syariah yang muttafaq.
Namun bagaimana komposisi perbedaan pendapat di
kalangan ulama tentang kehujjahan qaul shahahi, setidaknya
ada enam pendapat yang berbeda tentang kehujjahan qaul
shahabi. Berikut akn kita bedah satu persatu.
1. Pendapat Pertama
Pendapat pertama mengatakan bahwa qaul shahabi adalah
hujjah yang bisa dijadikan dalil syar’i. Pendapat ini terutama
dikemukakan oleh mazhab Al-Malikiyah dan qaul qadimnya
mazhab Asy-Syafi’iyah.
Dari kalangan mazhab Al-Hanafiyah, yang terkenal
berpendapat seperti ini adalah Al-Imam As-Sarakhsi. Sedangkan
dari mazhab Al-Hanabilah adalah Ibnul Qayyim al-Jauziyah.
Dasar yang digunakan oleh pendapat ini antara lain adalah
ayat-ayat Al-Quran dan hadits berikut ini :
a. Para Shahabat Orang-orang Yang Mendapat Ridha Allah
Al-Quran menegaskan bahwa para shahabat ridhwanullahi
alaihim adalah orang-orang yang mendapatkan ridha dari Allah
SWT.

ٍ ِِ ‫اﻟﺬﻳﻦ اﺗـﱠﺒـﻌﻮﻫﻢ‬
‫ﺑﺈﺣﺴﺎن‬ ِ ‫اﻷﻧﺼﺎر و ﱠ‬
ِ ِ ِ ْ ‫ﻟﻮن ِﻣﻦ‬ َ ُِ ‫َو ﱠ‬
َ ْ ُ ُ َ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ ُ‫اﻟﺴﺎﺑﻘﻮن اﻷَﱠو‬
َ ‫و‬ ‫ﻳﻦ‬
‫ﺮ‬ ‫اﻟﻤﻬﺎﺟ‬
‫ـﻬﺎر‬ ٍ ‫ﻋﻨﻪ وأَﻋﺪﱠ َﳍﻢ ﺟﻨ‬
ِ َْ ‫ﱠﺎت‬ ِ‫ﱠ‬
ُ َ ْ‫ﲡﺮي َﲢﺘَْ َـﻬﺎ اﻷَﻧ‬ َ ْ ُ َ َ ُ َْ ْ ‫ورﺿُﻮا‬ ََ ْ‫ـﻬﻢ‬
ُ ْ‫اﻟﻠﻪُ ﻋَﻨ‬
ّ َ‫رﺿﻲ‬
ِ ْ ‫اﻟﻔﻮز‬
‫اﻟﻌﻈﻴﻢ‬ َ ْ َِ ‫ﺧﺎﻟﺪﻳﻦ ِﻓﻴﻬﺎ أَﺑﺪا‬
‫ذﻟﻚ‬ ِِ
ُ َ ُ ْ َ ً َ َ َ َ
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama dari
golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti
mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun
ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-
surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-
lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang

360
Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 2 Bab 11 : Qaul Shahabi

besar. (QS. At-Taubah : 100)

ِ ِ ‫ـﺒﺎﻳﻌﻮﻧﻚ َﲢﺖ ﱠ‬ ِِ ِ ‫اﻟﻠﻪ‬ ِ ‫ﻟﻘﺪ‬


‫ـﻌﻠﻢ َﻣﺎ ِﰲ‬
َ َ َ‫اﻟﺸﺠﺮة ﻓ‬
ََ َ ْ َ َ ُ ِ َُ‫اﻟﻤﺆﻣﻨﲔ ِ ْإذ ﻳ‬ َ ْ ُ ْ ‫ﻋﻦ‬ َ ُ ‫رﺿﻲ ﱠ‬
َ َ ْ ََ
‫ـﺘﺤﺎ ﻗَ ِﺮ ًﻳﺒﺎ‬
ً َْ‫ـﻬﻢ ﻓ‬ ِ َ َ ِ ‫ﻓﺄﻧﺰل ﱠ‬
َ َ ََ ‫ﻗُُـﻠﻮِِ ْﻢ‬
ْ ُ َ‫ﻋﻠﻴﻬﻢ َوأ ََﺛﺎﺑ‬
ْ ََْ ‫اﻟﺴﻜﻴﻨﺔ‬
Sesungguhnya Allah telah rida terhadap orang-orang mukmin
ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka
Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu
menurunkan ketenangan atas mereka dengan memberi balasan
kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (QS. Al-Fath : 18)
b. Sebagian Dari Shahabat Telah Dipastikan Masuk Surga
Jaminan pasti masuk surga diantaranya diberikan kepada
10 orang shahabat, sebagaimana tercantum dalam hadits berikut
ini :

‫ أَﺑُﻮ ﺑَْﻜﺮ ِﰲ اﳉَﻨﱠِﺔ َوُﻋَﻤﺮ ِﰲ اﳉَﻨﱠِﺔ َوُﻋﺜَْﻤﺎن ِﰲ اﳉَﻨﱠِﺔ‬: ‫َﻋْﺸَﺮةٌ ِﰲ اﳉَﻨﱠﺔ‬


‫ف‬ ٍ ‫ﺑﻦ ﻋﻮ‬ ‫َوَﻋﻠِﱞﻲ ِﰲ اﳉَﻨﱠِﺔ َوﻃَْﻠَﺤﺔ ِﰲ اﳉَﻨﱠِﺔ َواﱡﻟﺰﺑـَْﲑ ِﰲ اﳉَﻨﱠِﺔ َوَﻋْﺒُﺪ ﱠ‬
ْ َ ِ ‫اﻟﺮ ْﲪَﻦ‬
- ‫ﻚ ِﰲ اﳉَﻨﱠِﺔ َوأَﺑُﻮ ُﻋﺒَـْﻴَﺪة ﺑُْﻦ اﳉَﱠﺮِاح ِﰲ اﳉَﻨﱠِﺔ‬ ٍ ِ‫ﻴﺪ ﺑﻦ ﻣﺎﻟ‬ ِ ِ
َ ُ ْ ُ ‫ِﰲ اﳉَﻨﱠﺔ َوَﺳﻌ‬
‫ﻴﺪ ﺑُْﻦ‬ُ ِ‫ " َﺳﻌ‬: ‫ﺎل‬
َ ‫ﺎﺷﺮ ؟ ﻓَـَﻘ‬ِ ‫ وﻣﻦ ﻫﻮ اﻟﻌ‬: ‫ ﻗَﺎﻟُﻮا‬، ‫ﺎﺷِـﺮ‬
َ َُ ْ ََ
ِ ‫وﺳَﻜﺖ ﻋِﻦ اﻟﻌ‬
َ َ َ ََ
‫َزﻳٍْﺪ – " ﻳﻌﲏ ﻧﻔﺴﻪ‬
Dari Said bin Zaid bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Ada sepuluh
orang di dalam surga : Abu Bakar di dalam surga, Umar di dalam
surga, Utsman di dalam surga, Ali di dalam surga, Thalhah di
dalam surga, Az-Zubair di dalam surga, Abdurrahman bin Auf di
dalam surga, Said bin Malik di dalam surga, Abu Ubaidah Ibnul
Jarrah di dalam surga, kemudian Said terdiam. Orang-orang
bertanya,”Siapa yang kesepuluh?”. Said menjawab,”Said bin
Zaid”- yaitu dirinya sendiri. (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Selain sepuluh orang tersebut, ada juga pemberitahuan
Nabi SAW kepada keluarga Yasir, yaitu Yasir, Sumayya dan

361
Bab 11 : Qaul Shahabi Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 2

Ammar bin Yasir.


Dan jaminan ini juga menjadi jaminan pula bahwa qaul
atau pendapat mereka bisa dijadikan hujjah.
c. Shahabat Adalah Generasi Terbaik
Rasulullah SAW telah menegaskan dalam hadits beliau
bahwa generasi terbaik di dunia ini adalah generasi dimana
belau hidup bersama mereka. Generasi itu tidak adalah generasi
para shahabat, sebagaimana sabda beliau SAW.

ِ‫ﱠ‬ ِ‫ﱠ‬ ِ ‫َﺧْﻴـُﺮ اﻟﻨﱠ‬


‫ﻳﻦ ﻳـَﻠُﻮﻧـَُﻬْﻢ‬ َ ‫ﺎس ﻗَـْﺮِﱐ ﰒُﱠ اﻟﺬ‬
َ ‫ﻳﻦ ﻳـَﻠُﻮﻧـَُﻬْﻢ ﰒُﱠ اﻟﺬ‬
Manusia paling baik adanya di masaku, kemudian masa
sesudahnya, kemudian masa sesudahnya. (HR. Bukhari dan
Muslim)
Dengan demikian, qaul shahabi sangat layak menurut
pendapat ini untuk dijadikan hujjah dalam masalah dalil syar’i.
d. Perintah Nabi Untuk Berpegang Teguh Kepada Shahabat
Rasulullah SAW dalam salah satu hadits telah
memerintahkan seluruh umatnya untuk berpegang teguh
kepada sunnah beliau dan juga sunnah para shahabat beliau.

‫ﻳﻦ َﲤَﱠﺴُﻜﻮا َِﺎ َوَﻋ ﱡ‬


‫ﻀﻮا‬ ِ ِ ‫ﻓَـﻌﻠَﻴُﻜﻢ ﺑِﺴﻨﱠِﱵ وﺳﻨﱠِﺔ اﳋﻠََﻔِﺎء اﳌﻬِﺪﻳﱢﲔ‬
َ ‫اﻟﺮاﺷﺪ‬
َ َ َْ ُ َُ ُ ْ َْ
‫َﻋﻠَْﻴـَﻬﺎ ﺑِﺎﻟﻨـﱠ َﻮِاﺟِﺬ‬
Wajiblah atas kalian untuk berpegang pada sunnahku dan sunnah
para penggantiku yang lurus. Pegang erat sunnah itu dan gigitlah
dengan geraham. (HR. Ahmad)
2. Pendapat Kedua
Pendapat kedua adalah lawan atau kebalikan dari pendapat
pertama, yaitu bahwa qaul shahabi bukan hujjah yang bisa
digunaka sebagai dasar pengambilan dalil syariah.
Di antara mereka yang disebut-sebut berpendapat seperti

362
Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 2 Bab 11 : Qaul Shahabi

ini adalah mahzab Asy-Syafi’i dalam qaul qadimnya. Di antara


ulama mazhab ini yang berpendapat bahwa qaul shahabi bukan
hujjah adalah Al-Ghazali, Al-Amidi. Selain itu pendapat ini juga
merupakan pendapat dari Al-Imam Ahmad yang mewakili
mazhab Al-Hanabilah menurut riwayat kedua.
Dari kalangan mazhab Al-Hanafiyah, yang ikut dalam
pendapat ini adalah Al-Karkhi dan Ad-Dabbusi. Mazhab Adz-
Dzahiri dan Mu’tazilah juga termasuk yang berpendapat bahwa
qaul shahabi bukan hujjah.
a. Perintah Untuk Merujuk Kepada Quran dan Sunnah
Al-Quran menegaskan kalau ada hal-hal yang
diperselisihkan di antara umat Islam, maka diperintahkan untuk
merujuk kepada Allah dan Rasul-Nya, yaitu Al-Quran dan As-
Sunnah. Dalam hal ini tidak ada perintah untuk merujuk kepada
para shahabat.

‫ﻣﻨﻜﻢ َِﻓﺈن‬ ِ ِ َ ‫ُوﱄ‬ ِ ‫اﻟﻠﻪ وأ‬ ِ ‫اﻟﺬﻳﻦ آﻣﻨُﻮاْ أ‬ِ ‫ﻳﺎ أَﻳﱡـﻬﺎ ﱠ‬
ْ ِْ ‫اﻟﺮﺳﻮل َوأ‬
ْ ُ ‫اﻷﻣﺮ‬ َ ُ ‫َﻃﻴﻌُﻮاْ ﱠ‬ َ َ ّ ‫ا‬
ْ‫ﻮ‬ ‫َﻃﻴﻌ‬
ُ َ َ َ َ
ِ ‫ﺑﺎﻟﻠﻪ واﻟْﻴ‬
ِ ِ َ ُ ِ ْ ُ‫ﻛﻨﺘﻢ ﺗ‬ ِ ِ ‫اﻟﻠﻪ و ﱠ‬ ِ ِ ‫ﺷﻲء ﻓَ ﱡ‬ ٍ
‫ـﻮم‬
ْ َ َ ّ ‫ـﺆﻣﻨﻮن‬ ْ ُ ُ ‫اﻟﺮﺳﻮل إن‬
ُ َ ّ ‫ـﺮدوﻩ َإﱃ‬ ُ ُ ْ َ ‫ـﻨﺎزﻋﺘﻢ ِﰲ‬ ْ ُْ َ ََ‫ﺗ‬
ِ َْ‫َﺣﺴﻦ ﺗ‬
‫ﺄوﻳﻞ‬ ِ ِِ
ُ َ ْ ‫ذﻟﻚ ﺧَْﻴ ٌـﺮ َوأ‬
َ َ ‫اﻵﺧﺮ‬
Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul
, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah
dan Rasul , jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik
akibatnya. (QS. An-Nisa : 59)
b. Kita Diperintah Untuk Berijtihad
Dalam hal terentu ketika tidak ada rujukan dari Al-Quran
dan As-Sunnah, kita diperintahkan untuk berijtihad, dan bukan
diperintah untuk bertaqlid kepada para shahabat. Oleh karena
itu Allah SWT berfirman :

363
Bab 11 : Qaul Shahabi Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 2

ِ َ َْ ْ ‫ُوﱄ‬
‫اﻷﺑﺼﺎر‬ َِْ َ
ِ ‫ﻓﺎﻋﺘﱪُوا َﻳﺎ أ‬
Maka ambillah pelajaran wahai orang-orang punya pandangan
(QS. Al-Hasyr : 2)
Para ulama pendukung pendapat ini menafsirkan ayat di
atas sebagai perintah untuk berijtihad.
c. Para Shahabat Juga Berijtihad
Qaul shahabi bukan hujjah karena apa yang menjadi fatwa
dan pendapat mereka tidak lain semata-mata hanya hasil ijtihad
para shahabat itu sendiri. Sehingga tidak bisa dijadikan sebagai
sumber hukum.
Sebab apa yang dihasilkan hanya oleh sebuah ijtihad, maka
kedudukannya bukan sumber hukum. Sebab yang namanya
ijtihad itu bisa benar dan bisa salah. Padahal sumber hukum itu
tidak boleh salah.
Dalam kenyataannya fatwa para shahabat sendiri seringkali
saling berbeda antara satu dengan yang lainnya. Maka sesuatu
yang berbeda-beda tidak layak untuk dijadikan hujjah dalam
proses pengambilan hukum.
3. Pendapat Ketiga
Pendapat ketiga merupakan pendapat campuran antara
pendapat pertama dan kedua. Pendapat ketiga ini mengatakan
bahwa qaul shahabi merupakan hujjah, tetapi terbatas pada
empat orang shahabat saja, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman dan
Ali ridhwanullahialaihim. Selain mereka maka qaul shahabi bukan
hujjah.
4. Pendapat Keempat
Pendapat keempat hampir mirip dengan pendapat ketiga.
Bedanya mereka membatasi bahwa yang merupakan hujjah
hanya sebatas qaul dari Abu Bakar dan Umar saja. Selebihnya
bukan hujjah.
5. Pendapat Kelima

364
Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 2 Bab 11 : Qaul Shahabi

Pendapat kelima menerima bahwa qaul shahabi merupakan


hujjah, selama fatwa itu sejalan dengan qiyas.
6. Pendapat Keenam
Pendapat keenam adalah kebalikan dari pendapat kelima.
Pendapat keenam menerima bahwa qaul shahabi merupakan
hujjah, selama fatwa itu justru tidak sejalan dengan qiyas.

D. Beberapa Contoh Fatwa Shahabat

Ada beberapa contoh yang bisa disebutkan tentang qaul


atau fatwa para shahabat, di antaranya :
1. Fatwa Aisyah
a. Laki-laki Dewasa Menyusu Pada Wanita Agar jadi Mahram
Aisyah berpendapat bahwa meski pun seseorang sudah
bukan lagi bayi, tetapi masih bisa menjadi mahram dengan
seorang wanita lewat penyusuan.
Pendapat ini berbeda dengan yang telah disepakati oleh
jumhur shahabat lain dan juga jumhur ulama kemudian, bahwa
batas maksimal penyusuan yang berakibat pada kemahraman
adalah usai dua tahun. Bila seorang bayi telah lewat usianya dari
dua tahun, maka bila dia menyusu kepada seorang wanita tidak
akan berakibat menjadi mahram pada wanita itu.
b. Batal Maksimal Kehamilan
Aisyah binti Abu Bakar radhiyallahuanha, istri Rasulullah
SAW, pernah berfatwa tentang batas maksimal kehamilan
seorang wanita. Menurut beliau, batas maksimal masa
kehamilan seorang wanita adalah dua tahun. Hal itu bisa kita
ketahui melalui ungkapan beliau :
Anak tidak berada didalam perut ibuya lebih dari dua tahun.
2. Fatwa Anas bin Malik
Anas bin malik radhiyallahuanhu pernah berfatwa tentang
batas minimal wanita mendapat haidh. Dalam fatwa itu, beliau
mengatakan bahwa minimal mendapat darah haid selama tiga

365
Bab 11 : Qaul Shahabi Seri Fiqih Kehidupan (1) : Muqadimah - 2

hari.
3. Fatwa Umar bin Al-Khattab
Amirul Mukminin Umar bin Al-Khaththab radhiyallahuanhu
punya fatwa tentang laki-laki yang menikahi wanita dalam masa
‘idah.
Dalam fatwa itu, mereka harus dipisahkan dan diharamkan
baginya untuk menikahi wanita tersebut untuk selamanya.
4. Ibnu Umar dan Ibnu Abbas
Wanita hamil dan menyusui yang meninggalkan puasa
Ramadhan cukup membayar fidyah tanpa harus berpuasa
qadha’.
Pendapat mereka ini berbeda dengan jumhur ulama.

366

Anda mungkin juga menyukai