Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

UPAH DALAM PANDANGAN ISLAM

MATA KULIAH

ETIKA PROFESI ISLAM

Disusun oleh :

Nama Nomor Induk


Robby Al Aziz : 15.3.0004
Ridwan Akmaludin : 15.1.0004

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

MUHAMMADIYAH JAKARTA

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmatnya,
kami bisa menyusun dan menyajikan makalah yang berjudul Upah dalam
pandangan Islam sebagai salah satu tugas mata kuliah Etika Profesi Islam, makalah
ini kami buat dengan maksud menjelaskan pandangan Islam terhadap Upah.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat


banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan dalam memberikan wawasan yang
lebih luas kepada pembaca. Oleh sebab itu, kami terbuka dalam menerima kritik
dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun guna menyempurnakan makalah
ini dan dapat menjadi acuan dalam menyusun makalah-makalah atau tugas-tugas
selanjutnya.

Kami mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat kesalahan
dan kekeliruan pengetikan sehingga membingungkan pembaca dalam pembacaan
atau arti kata.

Jakarta, April 2017

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG ............................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH ........................................................................... 2
C. TUJUAN PENULISAN ............................................................................. 2

BAB I I PEMBAHASAN ..................................................................................... 3


A. DEFINISI UPAH ....................................................................................... 3
B. DASAR HUKUM AL-UJRAH (UPAH) ................................................... 5
C. SYARAT-SYARAT PELAKSANAAN UPAH ........................................ 7
D. SISTEM UPAH DALAM ISLAM ............................................................ 10
E. PRINSIP PEMBAYARAN UPAH DALAM ISLAM ............................... 12

BAB III KESIMPULAN..................................................................................... 19


DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengupahan atau pemberian upah adalah salah satu masalah yang tidak

pernah selesai diperdebatkan oleh pihak top manajemen manapun, apapun

bentuk organisasinya baik itu swasta maupun pemerintah. Paradigma saat ini,

pemberian upah di negara kita disadari atau tidak lebih condong untuk berkiblat

ke barat, dimana dalam studi kasusnya upah kepada pekerja tidak tetap, atau

tenaga buruh seperti upah buruh lepas di areal perkebunan, dan upah pekerja

buruh bangunan misalnya. Mereka biasanya dibayar mingguan atau bahkan

harian. Itu untuk buruh, sedangkan gaji menurut pengertian keilmuan barat

terkait dengan imbalan uang yang diterima oleh setiap karyawan atau pekerja

tetap yang dibayarkan sebulan sekali. Sehingga dalam pandangan dan

pengertian barat, Perbedaan gaji dan upah itu hanya terletak pada jenis

karyawannya yang berkategori karyawan tetap atau tidak tetap dengan sistem

pembayarannya secara bulanan, harian atau per periode tertentu.

Konsep upah dalam islam sangat berbeda dengan konsep upah barat. Islam

sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan moral dalam sistem

pengupahan. Seperti konsep keadilan dan kelayakan.

Dalam Islam, asas kelayakan sangat dijunjung tinggi. Karena hal ini

menyangkut penghargaan atas hak asasi manusia. Maka dari itu Islam memiliki

konsep upah tersendiri yang merujuk pada Al Qur’an dan Hadits. Konsep upah

dalam fiqh Islam masuk dalam bab Ijarah (sewa menyewa). Pada konsep upah

1
(Ijarah) kita mengenal adanya dua elemen yaitu pengusaha dan pekerja.

Sedangkan dalam Islam kedua elemen itu disebut dengan ajiir dan Musta’jir.

Untuk itulah kami dalam makalah ini akan membahas lebih mendalam tentang

upah dalam Islam.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah dari

makalah ini adalah:

a. Apa yang dimaksud dengan upah dan apa saja dasar hukum Islam

mengenai upah?

b. Bagaimana syarat-syarat pelaksanaan upah?

c. Bagaimana sistem upah dalam Islam?

d. Bagaimana prinsip pengupahan dalam Islam?

C. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan permasalahan tersebut diatas maka tujuan dari penulisan

makalah ini meliputi:

1. Untuk mengetahui bagaimana konsep upah menurut hukum Islam.

2. Mengetahui syarat-syarat pelaksanaan upah, sistem upah dan prinsip

pengupahan dalam Islam.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Upah

Upah dalam bahasa Arab sering disebut dengan ajrun/ajran yang berarti

memberi hadiah/ upah. Kata ajran mengandung dua arti, yaitu balasan atas

pekerjaan dan pahala. Sedangkan upah menurut istilah adalah uang dan

sebagainya yang dibayarkan sebagai balas jasa atau bayaran atas tenaga yang

telah dicurahkan untuk mengerjakan sesuatu. Upah diberikan sebagai balas jasa

atau penggantian kerugian yang diterima oleh pihak buruh karena atas

pencurahan tenaga kerjanya kepada orang lain yang berstatus sebagai majikan.

Upah dalam Islam masuk juga dalam bab ijarah sebagaimana perjanjian

kerja, menurut bahasa ijarah berarti ”upah” atau “ganti” atau imbalan, karena

itu lafadz ijarah mempunyai pengertian umum yang meliputi upah atas

pemanfaatan sesuatu benda atau imbalan sesuatu kegiatan atau upah karena

melakukan sesuatu aktifitas.

Syarat dan Rukun Ijarah menurut ulama ada 4 yaitu:

1. Orang yang berakad yakni mu’jir dan musta’jir

2. Sewa/imbalan/upah secara alami setiap orang akan terdorong untuk

mencurahkan tenaganya untuk menghasilkan harta yang bisa

dipergunakan untuk menyambung hidupnya, oleh karena itu wajar

apabila dalam hidupnya seseorang terjadi saling tukar menukar hasil

tenaganya dengan orang lain dan suatu hal yang wajar apabila upah

akan menjadi salah satu rukun ijarah.

3
3. Adanya manfaat

4. Ijab dan Qobul

Dalam pembahasan kali ini yang di uraikan adalah al-ujrah yang terkait

dengan upah kerja, jadi yang di maksud al-ujrah adalah pembayaran (upah

kerja) yang diterima pekeja selama ia melakukan pekerjaan.

Upah adalah bentuk kompensasi atas jasa yang telah diberikan oleh tenaga

kerja. Sedangkan mengupah adalah memberi ganti atas pengambilan manfaat

tenaga dan orang lain menurut syarat-syarat tertentu. Nurimansyah Haribuan

mendifinisikan bahwasannya upah adalah segala macam bentuk penghasilan

(earning) yang diterima buruh (tenaga kerja) baik berupa uang ataupun barang

dalam jangka waktu tertentu pada suatu kegiatan ekonomi.

Sedangkan upah dalam undang-undang RI no 13 tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan adalah hak buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk

uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja atau

buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja,

kesepakatan atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi

pekerja atau buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan atau jasa yang

telah dilakukan.

Pengertian upah dalam kamus bahasa Indonesia adalah uang dan

sebagainya yang dibayarkan sebagai pembalasan jasa atau sebagai pembayaran

tenaga yang sudah dilakukan untuk mengerjakan sesuatu.

Berdasarkan pada beberapa pendapat di atas, dapat memberikan

pengertian dan pemahaman bahwa upah merupakan nama bagi sesuatu yang

4
baik berupa uang atau bukan yang lazim digunakan sebagai imbalan atau balas

jasa, atau sebagai penggantian atas jasa dari pekerjaan yang telah dikeluarkan

oleh pihak majikan kepada pihak pekerja atau buruh.

B. Dasar Hukum Al-Ujrah (Upah)

Banyak al-Qur’an dan hadist yang dijadikan argumen oleh para ulama’

untuk kebolehan al-ujrah, adapun landasan al-Qur’an diantaranya sebagai

berikut:

“Dan katakanlah : “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya

bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), Karena

Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada

kita) ialah orang yang Kuat lagi dapat dipercaya."(QS: Al-Qasas ayat 26).

Dalam tafsir Jalalayn dijelaskan sebagai berikut:

“….Jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu Maka berikanlah

kepada mereka…”(QS: At-Talaq ayat 6).

Dan dijelaskan bahwa penentuan upah itu harus ditentukan terlebih dahulu

sebagaimana hadist:

“Sesungguhnya Rasulallah membenci mengupah pekerja kecuali sudah

jelas upah baginya” (HR.an-Nasai).

Dan dialam riwayat yang lain:

5
“Dari abu sa’id berkata: Rasulallah saw melarang seorang buruh minta

upah sehingga lebih dahulu ia harus menerangkan (jenis) upahnya itu,dan

(rasul melarang) jualan najsy (menyuruh orang lain untuk memuji barang

dagangannya laku) sentuhan dan melempar batu” (HR.Ahmad).

Sedangkan hadits yang menjelaskan mengenai ketentuan jam kerja atau

upah lembur Islam telah mengaturnya sebagaimana sabda Rasulallah saw yaitu:

“Dan janganlah kamu membebani mereka pekerjaan yang tidak mampu

mereka kerjakan, jika kamu membebaninya maka bantulah mereka” (Hr.

Bukhari Muslim).

Dan menentukan bayaran menurut kebiasaan yang berlaku, hukumnya

sah.

Sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW.:

“Aku dan Makhramah al-‘Abidy pernah mengimpor (membeli) pakaian

dari tanah Hajar. Barang tersebut lalu kami bawa ke Makkah. Maka sambil

berjalan Rasul SAW mendatangi kami, lalu beliau menawar beberapa celana,

kemudian kami jual celana-celana itu kepadanya. Dan disana (di sebelah) dan

seseorang yang sedang menimbang dengan upah, beliau berseru: “timbanglan

dan lebihkanlah”

Pada dasarnya hubungan kerja menurut Islam merupakan suatu kerja sama

yang saling menguntungkan dalam rangka upaya meningkatkan taraf hidup

bersama baik bagi pengusaha atau pekerja, oleh karena itu tidak dibenarkan

adanya pemaksaan untuk melakukan suatu pekerjaan diluar ketentuan batas

waktu kerja yang telah diatur pemerintah, namun jika suatu perusahaan

6
membutuhkan tenaga seorang pekerja diluar waktu yang telah ditentukan, maka

berdasarkan hadits diatas seorang pengusaha harus membantu pekerja tersebut

dengan menambah upah yang biasanya ia terima.

Berdasarkan ketentuan Al-qur’an dan hadits diatas maka dapat

disimpulkan bahwa pada dasarnya upah yang di dapat harus dihasilkan dari

pekerjaan yang halal karena tidak hanya mendapat keuntungan didunia

melainkan diakhirat. Tidak ada pebedaan upah yang didapatkan laki-laki dan

perempuan, upah yang didapat sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan.

Persoalan upah bukan hanya persoalan yang berhubungan dengan uang dan

keuntungan akan tetapi lebih pada persoalan bagaimana kita memahami dan

menghargai sesama dan tolong-menolong antara yang satu dengan yang

lainnya.

C. Syarat-syarat Pelaksanaan Upah

Mengenai penyerahan upah ini secara terperinci dalam Islam telah

memberikan pedoman yaitu selesainya pekerjaan dan mempercepat dalam

bentuk pelayanan atau kesepakatan kedua belah pihak sesuai dengan syarat

yaitu mempercepat pembayaran upah pekerja.

Jika dalam akad tidak terdapat kesepakatan mempercepat atau

menangguhkan, sekiranya upah itu bersifat dikaitkan dengan waktu tertentu,

maka wajib dipenuhi sesudah berakhirnya masa tersebut. Misalnya orang yang

menyewa suatu rumah untuk selama satu bulan, kemudian masa satu bulan

telah berlalu, maka ia wajib membayar sewaan.

7
Berdasarkan prinsip keadilan upah dalam masyarakat Islam ditetapkan

melalui negosiasi antar pekerja pengusaha dan negara, serta pemerintah

mempunyai peran penting dalam penetapan upah agar di antara pihak tidak

terjadi penganiayaan, dalam Islam dijelaskan bahwa antar pekerja dan

pengusaha dilarang berbuat aniaya, keadilan yang mereka harus ditegakkan

Pengusaha harus membayar pekerja dengan bagian yang seharusnya

mereka terima sesuai dengan kerjanya begitu juga pekerja dilarang memaksa

pengusaha untuk membayar melebihi kemampuannya, dalam pelaksanaan

pemberian upah yang merupakan hak pekerja, syariat Islam telah memberikan

pedoman yaitu:

1. Selesai bekerja. Berdasarkan pada hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu

Majah bahwa nabi saw bersabda:

“Berikanlah olehmu upah orang bayaran sebelum keringatnya

kering”.

2. Mengalirnya manfaat, jika ijarah untuk barang

Apabila terdapat kerusakan pada ’ain (barang) sebelum

dimanfaatkan dan sedikitpun belum ada waktu yang berlalu, ijarah

menjadi batal.

3. Memungkinkan mengalirnya manfaat jika masanya berlangsung, ia

mungkin mendapatkan manfaat pada masa itu sekalipun tidak terpenuhi

keseluruhannya.

4. Mempercepat dalam bentuk pelayanan atau kesepakatan kedua belah

pihak.

8
Ketentuan-ketentuan dalam pelaksanaan ijarah (perjanjian kerja)

yaitu:

a. Para pihak yang menyelenggarakan akad haruslah berbuat atas

kemauan sendiri dengan penuh kerelaan, tidaklah boleh dilakukan

akad ijarah oleh salah satu pihak atau kedua-duanya atas

keterpaksaan.

b. Di dalam melakukan akad tidak boleh ada unsur penipuan, baik dari

pihak mu’jir dan musta’jir.

c. Sesuatu yang diakadkan harus sesuai dengan realitas, bukan sesuatu

yang tidak berwujud.

d. Manfaat dari sesuatu yang menjadi obyek transaksi ijarah adalah

sesuatu yang mubah.

e. Pemberian upah atau imbalan dalam ijarah berupa sesuatu yang

bernilai yang tidak bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku.

9
D. Sistem Upah dalam Islam

Penentuan upah atau gaji dalam Islam adalah berdasarkan jasa kerja atau

kegunaan atau manfaat tenaga kerja seseorang. Berbeda dengan pandangan

Kapitalis dalam menentukan upah, mereka memberikan Upah kepada

seseorang pekerja dengan menyesuaikannya dengan biaya hidup dalam batas

minimum, mereka akan menambah upah tersebut apabila beban hidupnya

bertambah padabatas minimum. Sebaliknya mereka akan menguranginya

apabila beban hidupnya berkurang, oleh karena itu upah seorang pekerja

ditentukan berdasarkan beban hidupnya tanpa memperhatikan jasa yang

diberikan oleh tenaga kerja seseorang dan masyarakat. Di dalam Islam

profesionalisme kerja sangatlah dihargai sehingga upah seorang pekerja benar-

benar didasari pada keahlian dan manfaat yang di berikan oleh si pekerja itu.

Islam mengakui adanya perbedaan di antara berbagai tingkatan pekerja,

karena adanya perbedaan kemampuan serta bakat yang mengakibatkan

perbedaan penghasilan dan hasil material, dalam al-Qur’an surat an-Nisa ayat

32

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah

kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain”.(QS. An-

Nisa 32).

Islam tidak percaya kepada persamaan yang tetap dalam distribusi

kekayaan, karena kemajuan sosial apapun dalam arti yang sebenarnya

menghendaki kesempatan sepenuhnya bagi perbedaan upah, Pendekatan

10
Qur’ani dalam hal penentuan upah berdasarkan perimbangan kemampuan dan

bakat ini merupakan suatu hal yang terpenting yang harus diperhitungkan.

Qur’an maupun sunnah syarat-syarat pokok mengenai hal ini adalah para

majikan harus memberi gaji kepada para pekerjanya sepenuhnya atas jasa yang

mereka berikan, sedangkan para pekerja harus melakukan pekerjaan mereka

dengan sebaik-baiknya, setiap kegagalan dalam memenuhi syarat-syarat ini

akan dianggap sebagai kegagalan moral baik dipihak majikan ataupun pekerja

dan ini harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan.

Disyaratkan dalam setiap transaksi kerja, upah itu harus jelas dengan bukti

dan ciri yang bisa menghilangkan ketidakjelasan, berdasarkan keterangan serta

dalil-dalil di atas bahwasannya upah yang layak bukanlah suatu konsesi tetapi

suatu hak asasi.

Kompensasi yang berupa upah boleh saja dibayarkan tunai boleh juga

tidak, upah tersebut juga bisa dinilai dengan harta, uang ataupun jasa. Sebab

apa yang dinilai dengan harga, maka boleh dijadikan sebagai kompensasi baik

berupa materi maupun jasa dengan syarat harus jelas, apabila tidak jelas maka

tidak akan sah transaksi tersebut, pendek kata upah atau gaji haruslah jelas

sehingga menafikkan kekaburan, dan bisa dipenuhi tanpa ada permusuhan,

karena pada dasarnya semua transaksi harus bisa menafikkan permusuhan di

antara manusia dan sebelum kerja harus sudah terjadi kesepakatan tentang

gajinya.

Apabila gaji tersebut diberikan dengan suatu tempo, maka harus diberikan

sesuai dengan temponya, apabila gaji disyaratkan untuk diberikan harian,

11
bulanan atau kurang dari itu ataupun lebih maka gaji tersebut tetap harus di

berikan sesuai dengan kesepakatan tadi. Upah tidak hanya milik sekedar akad,

menurut Madhab Hanafi, mensyaratkan, mempercepat upah dan

menangguhkan sah seperti halnya mempercepat yang sebagian dan

menangguhkan yang sebagian lagi, sesuai dengan kesepakatan kedua belah

pihak, berdalil kepada sabda Rasulallah saw

Artinya “orang-orang muslim itu sesuai dengan syarat mereka”

Jika dalam akad tidak terdapat kesepakatan mempercepat atau

menangguhkan, sekiranya upah itu bersifat dikaitkan dengan waktu tertentu.

Maka wajib dipenuhi sesudah berakhirnya masa tersebut, misalnya orang yang

menyewa rumah untuk selama satu bulan kemudian masa satu bulan tersebut

telah berlalu maka ia wajib membayar sewaan, jika akad ijarah untuk suatu

pekerjaan maka kewajiban pembayaran upahnya, pada waktu berakhirnya

pekerjaan.

E. Prinsip Pembayaran Upah Dalam Islam

Konsep keadilan dalam upah inilah yang sangat mendominasi dalam

setiap praktek yang pernah terjadi di kekhalifahan Islam. Secara lebih rinci

kalau kita lihat hadits Rasulullah saw tentang upah yang diriwayatkan oleh Abu

Dzar bahwa Rasulullah s.a.w bersabda:

“Mereka (para budak dan pelayanmu) adalah saudaramu, Allah

menempatkan mereka di bawah asuhanmu; sehingga barang siapa mempunyai

saudara di bawah asuhannya maka harus diberinya makan seperti apa yang

12
dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian seperti apa yang dipakainya

(sendiri); dan tidak membebankan pada mereka dengan tugas yang sangat

berat, dan jika kamu membebankannya dengan tugas seperti itu, maka

hendaklah membantu mereka (mengerjakannya)." (HR. Muslim).

Dari hadits ini dapat didefenisikan bahwa upah yang sifatnya materi (upah

di dunia) mestilah terkait dengan keterjaminan dan ketercukupan pangan dan

sandang. Perkataan: “harus diberinya makan seperti apa yang dimakannya

(sendiri) dan memberi pakaian seperti apa yang dipakainya (sendiri)",

bermakna bahwa upah yang diterima harus menjamin makan dan pakaian

karyawan yang menerima upah. Selain itu, Hadits ini menegaskan bahwa

kebutuhan papan (tempat tinggal) merupakan kebutuhan yang bersifat hak bagi

para karyawan. Bahkan menjadi tanggung jawab majikan juga untuk

mencarikan jodoh bagi karyawannya yang masih lajang (sendiri). Hal ini

ditegaskan pula oleh Doktor Abdul Wahab Abdul Aziz As-Syaisyani dalam

kitabnya Huququl Insan Wa Hurriyyatul Asasiyah Fin Nidzomil Islami Wa

Nudzumil Ma’siroti bahwa mencarikan istri juga merupakan kewajiban

majikan, karena istri adalah kebutuhan pokok bagi para karyawan.

Sangat terlihat dengan jelas dari uraian diatas, sedikitnya terdapat dua

perbedaan konsep Upah antara Barat dan Islam:

a. Islam memandang upah sangat besar kaitannya dengan konsep moral,

sementara Barat hanya berlandaskan kebutuhan perusahaan saja.

13
b. Upah dalam Islam tidak hanya sebatas materi (kebendaan atau

keduniaan) tetapi menembus batas kehidupan yang berdimensi pada

akherat (pahala), sementara Barat tidak sama sekali.

Adapun hanya ada sedikit yang bisa disinergikan antara persamaan kedua

konsep upah menurut kaca mata Barat dan Islam, yang pertama adalah, prinsip

keadilan, dan kedua, prinsip kelayakan (kecukupan). Mari kita lihat kedua

prinsip ini dari kaca mata Islam, yaitu :

1. Prinsip Adil

Al Qur’an menegaskan bahwa:

“Berbuat adillah, karena adil itu lebih dekat kepada Taqwa". (QS.

Al-Maidah : 8).

Nabi bersabda :

“Berikanlah gaji kepada pekerja sebelum kering keringatnya, dan

beritahukan ketentuan gajinya, terhadap apa yang dikerjakan". (HR.

Baihaqi).

Dari ayat Al-Qur’an dan hadits riwayat Baihaqi di atas, dapat

diketahui bahwa prinsip utama keadilan terletak pada kejelasan aqad

(transaksi) dan komitmen atas dasar kerelaan melakukannya (dari yang ber-

aqad). Aqad dalam perburuhan adalah aqad yang terjadi antara pekerja

dengan pengusaha. Artinya, sebelum pekerja dipekerjakan, harus jelas

dahulu bagaimana upah yang akan diterima oleh pekerja. Upah tersebut

meliputi besarnya upah dan tata cara pembayaran upah.

Khusus untuk cara pembayaran upah, Rasulullah bersabda :

14
“Dari Abdillah bin Umar, Rasulullah Saw. Bersabda: “Berikanlah

upah orang upahan sebelum kering keringatnya“. (HR.Ibnu Majah dan

Imam Thabrani).

Dalam menjelaskan hadits itu, Syeikh Yusuf Qardhawi dalam

kitabnya Pesan Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, menjelaskan

sebagai berikut : Sesungguhnya seorang pekerja hanya berhak atas upahnya

jika ia telah menunaikan pekerjaannya dengan semestinya dan sesuai

dengan kesepakatan, karena umat Islam terikat dengan syarat-syarat antar

mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan

yang haram. Namun, jika ia membolos bekerja tanpa alasan yang benar atau

sengaja menunaikannya dengan tidak semestinya, maka sepatutnya hal itu

diperhitungkan atasnya (dipotong upahnya) karena setiap hak dibarengi

dengan kewajiban. Selama ia mendapatkan upah secara penuh, maka

kewajibannya juga harus dipenuhi. Sepatutnya hal ini dijelaskan secara

detail dalam “peraturan kerja" yang menjelaskan masing-masing hak dan

kewajiban kedua belah pihak. Bahkan Syeikh Qardhawi mengatakan bahwa

bekerja yang baik merupakan kewajiban karyawan atas hak upah yang

diperolehnya, demikian juga memberi upah merupakan kewajiban

perusahaan atas hak hasil kerja karyawan yang diperolehnya. Dalam

keadaan masa kini, maka aturan-aturan bekerja yang baik itu, biasanya

dituangkan dalam buku Pedoman Kepegawaian yang ada di masing-masing

perusahaan.

Hadits lain yang menjelaskan tentang pembayaran upah ini adalah :

15
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Muhammad Saw.

bahwa beliau bersabda: “Allah telah berfirman: “Ada tiga jenis manusia

dimana Aku adalah musuh mereka nanti di hari kiamat. Pertama, adalah

orang yang membuat komitmen akan memberi atas nama-Ku (bersumpah

dengan nama-Ku), kemudian ia tidak memenuhinya. Kedua, orang yang

menjual seorang manusia bebas (bukan budak), lalu memakan uangnya.

Ketiga, adalah orang yang menyewa seorang upahan dan mempekerjakan

dengan penuh, tetapi tidak membayar upahnya" (HR. Bukhari).

Hadits diatas menegaskan tentang waktu pembayaran upah, agar sangat

diperhatikan. Keterlambatan pembayaran upah, dikategorikan sebagai

perbuatan zalim dan orang yang tidak membayar upah para pekerjanya

termasuk orang yang dimusuhi oleh Nabi saw pada hari kiamat. Dalam hal

ini, Islam sangat menghargai waktu dan sangat menghargai tenaga seorang

karyawan (buruh).

2. Kelayakan (Kecukupan)

Jika Adil berbicara tentang kejelasan, transparansi serta

proporsionalitas ditinjau dari berat pekerjaannya, maka Layak berhubungan

dengan besaran yang diterima layak disini bermakna cukup dari segi pangan,

sandang dan papan.

Dari hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dzar bahwa Rasulullah SAW

bersabda :

“Mereka (para budak dan pelayanmu) adalah saudaramu, Allah

menempatkan mereka di bawah asuhanmu; sehingga barang siapa

16
mempunyai saudara di bawah asuhannya maka harus diberinya makan

seperti apa yang dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian seperti apa

yang dipakainya (sendiri); dan tidak membebankan pada mereka dengan

tugas yang sangat berat, dan jika kamu membebankannya dengan tugas

seperti itu, maka hendaklah membantu mereka (mengerjakannya)." (HR.

Muslim).

Dapat dijabarkan bahwa hubungan antara majikan dengan pekerja

bukan hanya sebatas hubungan pekerjaan formal, tetapi karyawan sudah

dianggap merupakan keluarga majikan. Konsep menganggap karyawan

sebagai keluarga majikan merupakan konsep Islam yang lebih dari 14 abad

yang lalu telah dsabdakan oleh Nabi Muhammad SAW. Konsep ini dipakai

oleh pengusaha-pengusaha Arab pada masa lalu, dimana mereka (pengusaha

muslim) seringkali memperhatikan kehidupan karyawannya di luar

lingkungan kerjanya. Hal inilah yang sangat jarang dilakukan saat ini.

Wilson menulis dalam bukunya yang berjudul Islamic Business Theory

and Practice yang kurang lebih maksudnya adalah “Walaupun perusahaan

itu bukanlah perusahaan keluarga, para majikan Muslimin acapkali

memperhatikan kehidupan karyawan di luar lingkungan kerjanya, hal ini

sulit untuk dipahami oleh para pengusaha Barat".

Konsep Islam jauh sangat berbeda dengan konsep upah menurut Barat.

Upah menurut Islam sangat besar kaitannya dengan konsep Moral, Upah

dalam Islam tidak hanya sebatas materi (kebendaan atau keduniaan) tetapi

17
menembus batas kehidupan, yakni berdimensi akherat (pahala). Jadi mulai

dari sekarang, marilah kita terapkan prinsip Islam kembali.

18
BAB III
KESIMPULAN

1. Upah dalam bahasa Arab sering disebut dengan ajrun/ajran yang berarti
memberi hadiah/ upah. Kata ajran mengandung dua arti, yaitu balasan atas
pekerjaan dan pahala. Sedangkan upah menurut istilah adalah uang dan
sebagainya yang dibayarkan sebagai balas jasa atau bayaran atas tenaga yang
telah dicurahkan untuk mengerjakan sesuatu. Upah dalam Islam masuk juga
dalam bab ijarah sebagaimana perjanjian kerja, menurut bahasa ijarah berarti
”upah” atau “ganti” atau imbalan, karena itu lafadz ijarah mempunyai
pengertian umum yang meliputi upah atas pemanfaatan sesuatu benda atau
imbalan sesuatu kegiatan atau upah karena melakukan sesuatu aktifitas. Upah
diberikan sebagai balas jasa kepada pihak buruh atas kerja kerasnya
mengerjakan tugas yang diberikan oleh majikannya.
2. Berdasarkan ketentuan Al-qur’an dan hadits diatas maka dapat disimpulkan

bahwa pada dasarnya upah yang di dapat harus dihasilkan dari pekerjaan yang

halal karena tidak hanya mendapat keuntungan didunia melainkan diakhirat.

Tidak ada pebedaan upah yang didapatkan laki-laki dan perempuan, upah

yang didapat sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan. Persoalan upah bukan

hanya persoalan yang berhubungan dengan uang dan keuntungan akan tetapi

lebih pada persoalan bagaimana kita memahami dan menghargai sesama dan

tolong-menolong antara yang satu dengan yang lainnya.

3. Syarat-syarat pelaksanaan upah:

a. Selesai Bekerja.

b. Mengalirnya Manfaat, jika ijarah itu barang.

19
c. Memungkinkan mengalirnya manfaat jika masanya berlangsung, ia

mungkin mendapatkan manfaat pada masa itu sekalipun tidak

terpenuhi keseluruhannya

d. Mempercepat dalam bentuk pelayanan atau kesepakatan kedua

belah pihak.

4. Rukun-rukun Ijarah diantaranya:

a. Orang yang berakad yakni mu’jir dan musta’jir

b. Sewa/imbalan/upah secara alami setiap orang akan terdorong untuk

mencurahkan tenaganya untuk menghasilkan harta yang bisa

dipergunakan untuk menyambung hidupnya, oleh karena itu wajar

apabila dalam hidupnya seseorang terjadi saling tukar menukar hasil

tenaganya dengan orang lain dan suatu hal yang wajar apabila upah

akan menjadi salah satu rukun ijarah.

c. Adanya manfaat

d. Ijab dan Qobul

5. Sistem Pengupahan dalam Islam yaitu :

a. Setiap orang mempunyai pendapatan berbeda-beda sesuai dengan

keahliannya.

b. Upah yang diberkan harus jelas dengan bukti dan ciri yang bisa

menghilangkan ketidakjelasan.

c. Upah boleh dibayarkan tunai atau tidak, upah yang diberikan bisa

harta, uang atau jasa.

d. Upah harus diterima sesuai dengan kesepakatan penerimaan upah.

20
6. Prinsip-prinsip upah dalam islam yaitu :

a. Prinsip Adil

Dalam surat Al-Maidah ayat 8, Allah perintahkan manusia untuk

berbuat Adil. Adil disini berlaku untuk pemberi upah dan penerima

upah. Pemberi upah wajib memberikan upah sesuai dengan

pekerjaan dan kesepakatan yang dibuat. Sedangkan penerima upah

wajib mengerjakan pekerjaan sesuai dengan yang disepakati.

b. Prinsip Kelayakan

Layak disini maksudnya cukup dari segi pangan, sandang dan papan.

Serta menganggap buruh seperti halnya saudara, seperti yang

dijelaskan dalam Hadist dibawah ini:

“Mereka (para budak dan pelayanmu) adalah saudaramu, Allah

menempatkan mereka di bawah asuhanmu; sehingga barang siapa

mempunyai saudara di bawah asuhannya maka harus diberinya

makan seperti apa yang dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian

seperti apa yang dipakainya (sendiri); dan tidak membebankan pada

mereka dengan tugas yang sangat berat, dan jika kamu

membebankannya dengan tugas seperti itu, maka hendaklah

membantu mereka (mengerjakannya)." (HR. Muslim).

7. Berbeda dengan konsep Arab, upah menurut Islam sangat besar kaitannya

dengan konsep Moral, Upah dalam Islam tidak hanya sebatas materi

(kebendaan atau keduniaan) tetapi menembus batas kehidupan, yakni

21
berdimensi akherat (pahala). Jadi mulai dari sekarang, marilah kita terapkan

prinsip Islam kembali.

22
DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran dan Hadist

digilib.uinsby.ac.id/8671/5/Bab2.pdf

rianamuslikhah.blogspot.com/2015/02/makalah-upah-dalam-islam.html

http://listiaistika8.blogspot.co.id/2013/07/makalah.html

23

Anda mungkin juga menyukai