Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH ULUMUL QUR’AN

MACAM-MACAM BENTUK TAFSIR

DISUSUN OLEH :
AMAR ADITYA BASRI (20108030001)
NISA’UL USHOLIKHAH (20108030030)
ALI ATTAQI BA’ABUD (20108030035)

MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA 2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. atas rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah Ulumul Qur’an
tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah SAW yang mana
syafa’atnya kita nantikan di yaumil akhir kelak.

Penulisan makalah berjudul “Macam-Macam Bentuk Tafsir” dapat diselesaikan


karena bantuan banyak pihak. Kami berharap makalah tentang Tafsir Al-Qur’an dapat
menjadi referensi bagi pihak yang ingin mengetahui tentang Tafsiran Al-Qur’an. Selain itu,
kami juga berharap agar pembaca mendapatkan sudut pandang baru setelah membaca
makalah ini.

Kami menyadari makalah bertema Tafsir ini masih memerlukan penyempurnaan,


terutama pada bagian isi. Kami menerima segala bentuk kritik dan saran pembaca demi
penyempurnaan makalah. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, kami
memohon maaf.

Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah Ulumul Qur’an
ini dapat bermanfaat.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan

BAB II : PEMBAHASAN

A. Pertumbuhan dan perkembangan tafsir


B. Macam-macam bentuk dan metode tafsir

BAB III : PENUTUPAN

A. Simpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an merupakan sebuah kalam Allah yang diturunkan ke bumi sebagai petunjuk
bagi umat manusia. Al-Qur’an diturunkan menggunnakan bahasa Arab tetapi bahasa Al-
Qur’an ini berbeda dari bahasa sehari-hari. Jadi tidak sembarang orang bisa mengerti dari
maksud sebenarnya dari firman-firman Allah tersebut. Tidak juga hanya dengan membaca
arti arabnya, karena banyak kata kiasan-kiasan yang dipakai dalam Al-Qur’an. Maka dari itu,
agar bisa mengetahui dan memahami isi kandungan dari Al-Qur’an diperlukanlah ilmu tafsir.

Penafsiran terhadap Al-Qur’an mempunyai peranan sangat besar dan sangat penting bagi
kemajuan dan perkembangan umat Islam. Oleh karena itu, perhatian ulama sangat besar
untuk menggali dan memahami makna-makna yang terkandung dalam kitab suci Al-Qur;an
ini. Karenanya lahirlah bermacam-macam tafsir dengan bentuk dan metode penafsiran yang
beraneka ragam pula, dan dalam penafsiran itu nampak dengan jelas sebagai cermin
perkembangan penafsiran Al-Qur’an serta corak pemikiran para penafsirnya sendiri. Dalam
makalah yang singkat ini kami berusaha membahas tentang sejarah perkembangan tafsir,
macam bentuk, metode dan corak-corak dari tafsir itu sendiri.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan ilmu tafsir sehingga bisa sampai saat ini?
2. Apa saja macam-macam bentuk tafsir, metode tafsir, dan corak penafsiran Al-Qur’an?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui sejarah pertumbuhan dan perkembangan tafsir
2. Untuk mengetahui macam bentuk, metode dan corak tafsir
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pertumbuhan dan Perkembangan Tafsir


1. Tafsir Masa Rasul dan Sahabat
Muhammad SAW sebagai utusan Allah SWT yang bertugas menyampaikan
risalah Islam kepada manusia dituntut untuk mampu menjelaskan segala yang
terkandung di dalam Al-Qur’an, karena Al Qur’an merupakan pedoman hidup bagi
umat Islam. Beliau SAW menjelaskan Al-Qur’an dengan menafsirkan antara ayat Al-
Qur’an dan dengan hadits yang beliau SAW keluarkan. Karena intinya, hadits adalah
juga wahyu Allah SWT yang keluar dari kalam Rasulullah SAW. Karena Rasul SAW
tidak pernah melakukan ijtihad dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an.
Muhammad Ismail mengatakan bahwa Rasul SAW sama sekali tidak pernah
berijtihad dan beliau SAW tidak patut berijtihad, baik ditinjau secara syar’i maupun
aqli. Secara syar'i telah dijelaskan bahwa semua ucapan peringatan dan apa saja yang
beliau SAW lakukan adalah bersumber dari Wahyu. Ini dapat dilihat dari firman
Allah SWT :

َ ‫ َما يُن َذر‬L‫قُلْ ِإنَّ َمٓا ُأن ِذ ُر ُكم بِ ْٱل َوحْ ِى ۚ َواَل يَ ْس َم ُع ٱلصُّ ُّم ٱل ُّد َعٓا َء ِإ َذا‬
‫ُون‬
Artinya : “Katakanlah (hai Muhammad) : “Sesungguhnya aku hanya memberi
peringatan kepada kamu sekalian dengan wahyu dan tiadalah orang-orang yang tuli
mendengar seruan, apabila mereka diberi peringatan.” (QS. Al-Anbiya[21] : 45)

‫ت بِقُ ۡر ٰا ٍن َغ ۡي ِر‬ِ ‫ال الَّ ِذ ۡي َن اَل يَ ۡرج ُۡو َن لِقَٓا َءنَا ۡائ‬ َ َ‫ت ۙ ق‬ ‌ٍ ‫ تُ ۡت ٰلى َعلَ ۡي ِهمۡ ٰايَاتُنَا بَي ِّٰن‬L‫َواِ َذا‬
‫ٰه َذ ۤا اَ ۡو بَ ِّد ۡل ‌هُ ؕ قُ ۡل َما يَ ُك ۡو ُن لِ ۡۤى اَ ۡن اُبَ ِّدلَهٗ ِم ۡن تِ ۡلقَٓاِئ نَ ۡـف ِس ۡى ۚ اِ ۡن اَتَّبِ ُع اِاَّل َما‬
َ ‫ت َرب ِّۡى َع َذ‬
‫اب يَ ۡو ٍم َع ِظ ۡي ٍم‬ َ ‫اف اِ ۡن َع‬
ُ ‫ص ۡي‬ ُ ‫ى ۚ اِنِّ ۡۤى اَ َخ‬ ‌َّ َ‫ي ُۡو ٰۤحى اِل‬
Artinya : “Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami dengan jelas, orang-
orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami berkata, "Datangkanlah
kitab selain Al-Qur'an ini atau gantilah." Katakanlah (Muhammad), "Tidaklah pantas
bagiku menggantinya atas kemauanku sendiri. Aku hanya mengikuti apa yang
diwahyukan kepadaku. Aku benar-benar takut akan azab hari yang besar (Kiamat) jika
mendurhakai Tuhanku." (QS. Yunus[10] : 15)
‫ُوح ٰى‬ ٓ ٰ ‫ق َع ِن ْٱلهَ َو‬
َ ‫ ِإ ْن هُ َو ِإاَّل َوحْ ٌى ي‬. ‫ى‬ ُ ‫نط‬
ِ َ‫َو َما ي‬
Artinya : “Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa
nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”.
(QS. An-Najm[53] : 3-4)

Sedangkan ditinjau dari aqli bawah ijtihad ada kemungkinan benar dan salah.
Sementara sebagai pengemban risalah beliau SAW tidak boleh melakukan kesalahan
dalam penyampaian risalah. Oleh karena itu kita selalu melihat Rasul SAW Selalu
Menunggu datangnya Wahyu untuk menetapkan suatu hukum tidak berusaha untuk
berijtihad.

Sedangkan para sahabat ra dalam menafsirkan suatu ayat mereka berpegang kepada :

 Al-Qur’an
Misalnya firman Allah Swt

‫ا يُ ْت ٰلى‬L‫ام اِاَّل َم‬L ْ ‫وا‬Lْ ُ‫وا اَ ْوف‬Lْٓ ُ‫ا الَّ ِذي َْن ٰا َمن‬Lَ‫اَيُّه‬
ْ َّ‫بِال ُعقُ ْو ۗ ِد اُ ِحل‬
ِ ‫ ةُ ااْل َ ْن َع‬L‫ت لَ ُك ْم بَ ِه ْي َم‬
‫ص ْي ِد َواَ ْنتُ ْم ُح ُر ۗ ٌم اِ َّن هّٰللا َ يَحْ ُك ُم َما ي ُِر ْي ُد‬
َّ ‫َعلَ ْي ُك ْم َغي َْر ُم ِحلِّى ال‬
Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji. Hewan ternak dihalalkan
bagimu, kecuali yang akan disebutkan kepadamu, dengan tidak menghalalkan berburu
ketika kamu sedang berihram (haji atau umrah). Sesungguhnya Allah menetapkan
hukum sesuai dengan yang Dia kehendaki.” (QS. Al-Maidah[5] : 1)

Ditafsirkan dengan

‫هّٰللا‬
ٖ ِ ‫ ِر‬L‫ا اُهِ َّل لِ َغ ۡي‬Lۤ L‫ ِر َو َم‬L‫ َّد ُم َولَ ۡح ُم ۡال ِخ ۡن ِز ۡي‬L‫حُرِّ َم ۡت َعلَ ۡي ُك ُم ۡال َم ۡيتَةُ َوال‬
ُ‫ة‬Lَ‫بِه َو ۡال ُم ۡن َخنِق‬
‫ا ُذ بِ َح َعلَى‬LL‫ا َذ َّك ۡيتُمۡ َو َم‬LL‫بُ ُع اِاَّل َم‬L‫الس‬
َّ ‫ل‬L َ L‫ا اَ َك‬Lۤ L‫َو ۡال َم ۡوقُ ۡو َذةُ َو ۡال ُمتَ َر ِّديَةُ َوالنَّ ِط ۡي َحةُ َو َم‬
‫ر ُۡوا ِم ۡن‬Lَ‫س الَّ ِذ ۡي َن َكف‬َ ‫و َم يَ ِٕٮ‬Lۡ Lَ‫ق ؕ اَ ۡلي‬
‌ٌ L‫ ُم ۡوا بِااۡل َ ۡزاَل ِ‌م ؕ ٰذ لِ ُكمۡ فِ ۡس‬L‫ب َواَ ۡن تَ ۡستَ ۡق ِس‬ ُ ُّ‫الن‬
ِ ‫ص‬
ُ ۡ‫ت لَـ ُكمۡ ِد ۡينَ ُكمۡ َواَ ۡت َمم‬
ۡ‫ت َعلَ ۡي ُكم‬ ُ ‫و َم اَ ۡك َم ۡل‬LL
ۡ َ‫ن ؕ اَ ۡلي‬ ۡ ‫ ۡوهُمۡ َو‬LL‫ِد ۡيـنِ ُكمۡ فَاَل تَ ۡخ َش‬
‌ِ ‫ ۡو‬LL‫اخ َش‬
‫ف‬ ٍ ِ‫ان‬LL‫ َر ُمتَ َج‬L‫ ٍة َغ ۡي‬L‫ص‬ ۡ ‫ت لَـ ُك ُم ااۡل ِ ۡساَل َم ِد ۡينًا‌ ؕ فَ َم ِن‬
َ ‫اضطُ َّر فِ ۡى َم ۡخ َم‬ ُ ‫ض ۡي‬
ِ ‫نِ ۡع َمتِ ۡى َو َر‬
‫هّٰللا‬
ِ ‫اِّل ِ ۡث ‌ۙ ٍم فَاِ َّن َ َغفُ ۡو ٌر ر‬
‫َّح ۡي ٌم‬
Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging)
hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang
jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan
pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah), (karena) itu suatu perbuatan fasik.
Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab
itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah
Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu,
dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu. Tetapi barangsiapa terpaksa karena lapar,
bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang.” (QS. Al-Maidah[5] : 3)

Contoh kedua adalah firman Allah SWT :

‫يف ْٱل َخبِي ُر‬ َ ٰ ‫ك ٱَأْلب‬


ُ ‫ْص َر ۖ َوهُ َو ٱللَّ ِط‬ َ ٰ ‫اَّل تُ ْد ِر ُكهُ ٱَأْل ْب‬
ُ ‫ص ُر َوهُ َو يُ ْد ِر‬
Artinya: “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat
segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-
An’am[6]: 103)

Ditafsirkan dengan

ٌ‫اظ َرة‬
ِ َ‫ِإلَ ٰى َربِّهَا ن‬
Artinya: “Kepada Tuhannyalah mereka melihat.” (QS. Al-Qiyamah[75]: 23)
 Nabi SAW.
Para sahabat ra selalu bertanya kepada Rasul SAW jika ada ayat yang mereka tidak
mengerti. Misalnya firman Allah SWT :

ٰۤ ُ ۡ ُ
‫ك لَهُ ُم ااۡل َمۡ ُن َوهُمۡ ُّم ۡهتَ ُد ۡو َن‬
َ ‫ول ِٕٮ‬ ‫اَلَّ ِذ ۡي َن ٰا َمنُ ۡوا َولَمۡ يَ ۡلبِس ُۡۤوا اِ ۡي َمانَهُمۡ بِظل ٍم ا‬
Artinya : “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka
dengan syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka
mendapat petunjuk.” (QS. Al-An’am[6]: 82)
Yang ditafsirkan Rasul SAW dengan mengatakan bahwa kata zhalim disini berarti
syirik.

 Pemahaman (Ijtihad).
Jika mereka tidak mendapatkan penjelasan dari Al-Qur’an dan dari Rasulullah SAW
(terutama setelah Rasul SAW wafat) mereka akan melakukan ijtihad sesuai dengan
pemahaman mereka. Namun perlu ditegaskan bahwa dalam penyampaian dan
penafsiran Al-Qur’an, para sahabat melakukannya sebatas hanya pada makna beberapa
ayat dengan penafsiran pada yang samar dan penjelasan pada yang global

2. Tafsir Masa Tabi’in


Tabi’in menambahkan ke dalam tafsir keterangan-keterangan yang dapat
menghilangkan kesulitan yang timbul sesudah masa sahabat. Mereka tetap berpegang
teguh dengan kaidah penafsiran pada masa sahabat (yakni penafsiran yang didasarkan
pada riwayat yang yang didiktekan) dan menambahkan dengan ijtihad mereka serta
sedikit cerita- cerita Isra ‘iliyat dari para ahli kitab yang telah masuk Islam.
1. Di Makkah berdiri perguruan Ibnu Abbas dengan muridnya yang terkenal seperti
Sa’id bin jubair, Mujahid, ‘Ikrimah, Tawus bin kaisan Al-Yamani dan Atha bin
Abi Rabah.
2. Di Madinah, terdapat murid Ubai bin ka'ab yang terkenal seperti Zaid bin Aslam,
Abu ‘Aliyah dan Muhammad bin ka'ab Al-Qurazi.
3. Di Irak berdiri perguruan Ibn Mas'ud. Tabi’in yang terkenal diantaranya ‘Al-
qamah bin Qais, Masruq, Al-Aswad bin Yazid, Murrah Al-Hamazani, ‘Amir Asy-
Sya‘by, Hasan Al-Basri dan Qatadah bin Di’amah As-Sadusi.

3. Tafsir Masa Pembukuan


Masa pembukuan dimulai pada akhir Dinasti Umayyah dan awal Dinasti Abbasiyah.
Tafsir hanya merupakan salah satu bab dari kitab hadits. Tokoh terkemuka di bidang ini
ialah Yazid bin Harun As-Sulami, Syu’bah bin Al-Hajjaj, Waki’ bin Jarrah, Sufyan
bin ‘Uyainah, Abdurrazaq bin Hammam, Adam bin Abu Iyas, dan ‘Abd bin
Humaid.
Kemudian tafsir ditulis secara khusus dan independent serta menjadikannya sebagai
ilmu yang berdiri sendiri dan terpisah dari hadits. Qur’an ditafsirkan secara sistematis
sesuai dengan tertib mushaf. Diantara mereka ialah Al-Farra, Ibn Majah, Ibn Jarir At-
Tabari, Abu Bakar An-Naisaburi, Ibn Abi Hatim, Abusy Syaikh bin Hibban, Al-
Hakim dan Abu Bakar bin Mardawaih. Tafsir Ibn Jarir dianggap istimewa karena
beliau memaparkan berbagai pendapat dan mentarjih salah satunya serta menerangkan
I’rab dan istinbat.
Kemudian timbul mufassir yang melakukan tafsir dengan meringkas sanad-sanad dan
menghimpun berbagai pendapat tanpa menyebutkan pemiliknya. Karena itu
persoalannya menjadi kabur dan riwayat yang shahih bercampur dengan yang tidak
shahih.
Kemudian tafsir terpolusi dengan berbagai fanatisme mazhab dan masalah-masalah
kalam. Tiap mufassir memenuhi tafsirnya hanya dengan ilmu yang dikuasainya tanpa
memperhatikan ilmu-ilmu yang lain. Seperti tafsir yang hanya berdasarkan ilmu rasional,
ilmu fiqih, ilmu sejarah, ilmu nahwu, dan saraf, makna-makna isyari dan penakwilan
kallamullah dengan demikian tafsir bercampur dengan yang berbahaya. Tafsir bi ar-ra’yi
menang atas tafsir bi al-ma’sur
Kemudian datanglah masa kebangkitan modern yang keindahan dan kehalusan
ungkapan serta menitikberatkan pada aspek aspek social, pemikiran kontemporer dan
aliran modern, maka lahirlah tafsir ‘sastra sosial’. Diantara mereka adalah M. Abduh,
Sayid M. Rasyid Rida, M. Mustafa Al-Maragi, Sayid Qutub dan M. ‘Izzah
Darwazah.
4. Kitab Tafsir Terkenal
1. Kitab Tafsir bil Ma’sur
Diantara kitab tafsir bil Ma’sur yang terkenal dan banyak beredar adalah : (1) Tafsir
yang dinisbatkan kepada Ibn Abbas, (2) Tafsir Ibn ‘Uyainah, (3) Tafsir Abi Hatim,
(4) Tafsir Abusy Syaikh bin Hibban, (5) Tafsir ‘Atiyah, (6) Tafsir Abul Lais As-
Samarqandi, Bahrul ‘Ulum, (7) Tafsir Abu Ishaq, Al-Kasyfu wal Bayan ‘an
Tasriful Qur’an, (8) Tafsir Ibn Jarir At-Tabari, Jami’ul Bayan fi Tafsiril Qur’an, (9)
Tafsir Ibn Abi Syaibah, (10) Tafsir Al-Baghawi, Ma’alimut Tanzil, (11) Tafsir Abil
Fida Al-Hafidz Ibn Katsir, Tafsirul Qur’anil ‘Adzim, (12) Tafsirr As-Sa’labi, Al-
Jawahirul Hisan fi Tafsiril Qur’an, (13) Tafsir Jalaludin A-Suyuuti, Ad-Durrul
Mansur fit Tafsiri bil Ma’sur, (14) Tafsir As-Syaukani, Fathul Qadir.
2. Kitab Tafsir bir Ra’yi
Diantara kitab tafsir bir Ra’yi yang terkenal adalah : (1) Tafsir Abdurrahman bin
Kaisan Al-Asam, (2) Tafsir Abu ‘Ali Al-Juba’i, (3) Tafsir ‘Abdul Jabbar, (4)
Tafsir Az-Zamakhsyari, Al-Kasysyaf ‘an Haqa’iqi Gawamidit Tanzil wa ‘Uyunil
Aqawil fi Wujuhit Ta’wil, (5) Tafsir Fakhruddin Ar-Razi, Mafatihul Gaib, (6) Tafsir
Ibn Furak, (7) Tafsir An-Nasafi, Madarikut Tanzil wa Haqa’iqiut Ta’wil, (8) Tafsir
Al-Khazin, Lubabut Ta’wil fi Ma’anit Tanzil, (9) Tafsir Al-Hayyan, Badrul Muhit,
(10) Tafsir Al-Baidawi, Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil, (11) Tafsir Jalalain ;
Jalaludin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuti, (12) Tafsir Al-Qurthubi, Al-Jami’
It Ahkamil Qur’an, (13) Tafsir Abus Su’ud, Irsyadul ‘Aqlis Salim La Mazayal Kitabil
Karim, (14) Tafsir Al-Alusi, Ruhul Ma’ani fi Tafsiril Qur’anil ‘Adzim was Sab’ii
Masani.
5. Riwayat Hidup Beberapa Mufassir dan Tafsirnya
 Ibn Abbas ra
Beliau adalah Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi
Manaf. Dilahirkan 3 tahun sebelum hijrah di Syi’b. Wafat di Thaif pada 68 H menurut
jumhur ulama terkenal dengan julukan Turjumanul Qur’an, Habrul Ummah dan
Ra’isul Mufassirin. Umar ra sangat menghormati dan mempercayai tafsir-tafsir nya.
Pada beberapa bagian tafsirnya, terkadang mengutip dari ahli kitab keterangan-
keterangan yang sesuai dengan Al-Qur’an, namun jumlahnya amatlah terbatas. Ibn
Abbas dalam memahami makna lafadz Al-Qur’an banyak merujuk pada syair Arab
karena pengetahuannya yang sangat tinggi tentang bahasa Arab dan sastra Arab.
 Mujahid
Beliau adalah Mujahid bin Jabir Al-Makki Abdul Hajjaj Al-Makhzumi Al-Muqri’.
Dilahirkan pada 21 H dan wafat pada 102 H atau 103 H atau 104 H. Beliau adalah
murid Ibn Abbas dan beliau merupakan pemimpin atau tokoh utama mufassir generasi
tabi’in. Namun periwayatannya lebih sedikit dibanding tabi’in lain menurut Imam
Taqiyuddin An-Nabhani, Mujahid selalu bertanya kepada ahlil kitab dan karena aspek
ilmiah Sebagian ulama berhati-hati dalam mengambil perkataannya walaupun mereka
bersepakat terhadap kebenarannya sebagai contoh Imam Bukhari dan Imam Syafi'i
berpegang pada tafsirnya.
 At-Thabari
Beliau adalah Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Khalid bin Katsir Abu Ja'far At-
Tabariat-Tabari. Dilahirkan di Baghdad 224 H dan wafat di Baghdad 310 H. Kitab
tafsirnya Jami’ul Bayan fi Tafsirul Qur’an, merupakan tafsir paling besar dan utama
serta menjadi rujukan penting bagi mufassir bil ma’sur. Tafsir nya terdiri dari 30 jilid
dan merupakan tafsir paling tua yang sampai kepada kita secara lengkap
 Ibn Katsir
Beliau adalah Isma’il bin Amr Al-Quraysi bin Katsir Al-basri Ad-Dimasyqi
‘Imanuddin Abul Fida Al-Hafidz Al-Muhaddis Asy-Syafi’i. Dilahirkan pada 705 H
dan wafat 774 H. Ia adalah murid Ibn Taimiyah. Kitab tafsirnya adalah Tafsirul
Qur'anil ‘Azim, merupakan kitab tafsir bil ma’sur kedua terbaik, terdiri dari 4 jilid
berukuran besar sekarang terdapat ringkasannya yang dibuat oleh M. Nasib Ar-Rifa’i.
 Ar-Razi
Beliau adalah Muhammad bin Umar bin Hasan At-Tamimi Al-Bakri At-
Tabaristani Ar-Razi Fakhruddin, terkenal dengan Ibnul Khatib Asy-Syafi'i Al-Faqih.
Dilahirkan di Ray 543 H dan wafat di harah 606 H. Kitab tafsir besarnya adalah
Mafatihul Ghaib yang merupakan kitab tafsir bir ra’yi yang terdiri dari 8 jilid besar.
Namun tidak sempat terselesaikan dan dilanjutkan oleh beberapa orang sekalipun
demikian pembaca tafsir ini tidak akan mendapatkan perbedaan metode dan alur
pembahasan dalam penulisannya.
 Az-Zamakhsyari
Beliau adalah Abul Qasim Mahmud bin Umar Al Khawarizmi Az-Zamakhsyari.
Dilahirkan di Zamakhsyar 27 rajab 467 H dan wafat di Jurjaniah Al-Khawarizmi 538
H. Kitab tafsirnya Al-Kasysyaf’an Haqa‘iqi Gawaimidit Tanzil wa ‘Uyunil Aqawil fi
Wujuhit Ta’wil. Ini merupakan kitab tafsir bir Rayi paling masyhur dan dipakai
banyak ulama.
Az-Zamakhsyari adalah ulama jenius yang sangat ahli dalam ilmu nahwu, Bahasa,
sastra dan Tafsir. Ia penganut paham mu'tazilah dan bermazhab Hanafi. Ia mampu
mengungkapkan isyarat yang jauh dalam makna ayat untuk membela kaum mu'tazilah
dan menyanggah lawannya. Namun ia berjasa dari aspek kebahasaan ia telah
menyingkap keindahan Alquran dan daya tarik bawahnya karena ia menjadi rujukan
kebahasaan. Oleh karena itu kitab tafsirnya akan sangat berbahaya jika dibaca oleh
orang yang kurang kuat aqidahnya namun sangat bermanfaat bagi orang yang tetap
berpegang pada aqidah yang benar
 Asy-Syaukani
Beliau adalah Qadi Muhammad bin Ali bin Abdullah Asy-Syaukani As-San’ani.
Dilahirkan di Syaukan 1173 H dan wafat 1250 H. Kitab tafsirnya Fathul Qadir. Ia
awalnya bermadzhab Zaidi namun akhirnya menjadi seorang mujtahid mutlak. Asy-
Syaukani merupakan ahli ilmu nahwu, saraf dan balagah serta menguasai ilmu ushul
dan tata cara meneliti dan berdebat. Tafsirnya menggabungkan antara riwayat dengan
istinbat dan penalaran atas nash ayat. Beliau banyak bersandar pada An-Nahhas, Ibn
‘Atiyah dan Al-Qutubi.

B. Macam Bentuk dan Metode Tafsir

1. Bentuk Tafsir
a. Tafsir Bil Ma’sur
Ialah tafsir yang berdasarkan pada kutipan yang shohih menurut urutan penafsiran
Alquran dengan Alquran, Al-Qur’an dengan as-sunnah, Al-Qur’an dengan perkataan
para sahabat, dengan apa yang dikatakan oleh tokoh-tokoh besar tabi’in.  
Perbedaan pendapat di kalangan ahli tafsir Bil ma'tsur sedikit sekali dan hanya
berkisar pada dua hal.  Pertama,  perbedaan redaksi sebuah kata yang menunjukkan
maksud yang berbeda tetapi maksud akhirnya sama.  misalnya kata  Shiratal  Mustaqim
ada yang menafsirkan dengan Alquran sedangkan yang lain dengan Islam.  Pada
dasarnya keduanya adalah sama. Karena panduan Islam adalah Alquran. Kedua,  mufasir
menafsirkan kata-kata yang umum dengan menyebutkan sebagian makna dari sekian
banyak macamnya.
Tafsir Bil ma'tsur adalah tafsir yang harus diikuti dan dipedomani karena ia adalah
Jalan pengetahuan yang benar dan merupakan jalan paling aman untuk menjaga diri dari
ketergelinciran dan kesesatan dalam memahami Alquran. 
Contoh tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an atau ayat dengan ayat adalah firman
Allah dalam Surat Al An’am ayat 82 ditafsirkan oleh surat Luqman ayat 13. Allah SWT
berfirman:

َ ‫ين آ َمنُوا َولَ ْم يَ ْلبِسُواِإي َمانَهُ ْم بِظُ ْل ٍم ُأولَِئ‬


َ ‫ك لَهُ ُم األ ْم ُن َوهُ ْم ُم ْهتَ ُد‬
‫ون‬ َ ‫الَّ ِذ‬
Artinya:
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan
kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah
orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. Al-An’am 6:82)
Penafsiran ayat dengan ayat tidak selamanya berdasarkan petunjuk Nabi seperti
dalam contoh di atas, tetapi bisa juga atas pemahaman para sahabat atau tabi’in seperti
dalam penafsiran maksud kalimati dalam Surat Al-Baqarah 37. Allah SWT berfirman:

ِ ‫اب َعلَ ْي ِه ِإنَّهُ هُ َو التَّ َّوابُ الر‬


‫َّحي ُم‬ ٍ ‫فَتَلَقَّى آ َد ُم ِم ْن َربِّ ِه َكلِ َما‬
َ َ‫ت فَت‬
Artinya:
“Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima
taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat Lagi Maha Penyayang.” (Q.S.
Al-Baqarah 2:37)
Contoh tafsir Al-Qur’an dengan Hadits Nabi adalah apa yang diriwayatkan oleh
Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Jarir dan lain-lain dari ‘Adi bin Hati, ia berkata: Aku bertanya
kepada Rasulullah SAW tentang firman Allah SWT: ghairil maghdhubi ‘alaihim wa la
adh-dhallin, Nabi menjelaskan bahwa ghairil maghdhubi ‘alaihim wa la adh-dhallin,
adalah Yahudi, dan wa la adh-dhallin adalah Nashara.
b. Tafsir bir Ra’yi
Ialah tafsir yang di dalam menjelaskan maknanya, Mufassir hanya berpegang pada
pemahaman sendiri dan penyimpulan yang didasarkan pada ro'yu.  tafsir ini bila hanya
berdasarkan ro’yu semata tanpa ada dasar yang shohih adalah haram. Allah SWT :  

…. ‫وال تقف ما لي‬ ‫لك به علم س‬


Artinya: “ Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya…” (QS.  Al Isra’[17]:36)
Sabda rasulullah shallallahu alaihi wasallam “ Siapa yang berbicara tentang Alquran
dengan pemikirannya Semata,  kemudian benar,  maka itu pun tetap dinilai salah.” (HR. 
Abu Dawud,   turmudzi dan Nasa'i)
“Siapa yang berkata tentang Quran menurut pendapatnya sendiri atau menurut apa
yang tidak diketahuinya,  hendak  Ia menempati tempat duduknya di neraka” (HR.
Tirmidzi, Nasa’i dan Abu Dawud, hadits ini hasan, baik)
Tafsir bir Rayi yang dibenarkan menurut at Thabari adalah tafsir yang menafsirkan
Alquran menurut kaidah kaidah bahasa Arab.  ini berlaku bagi semua takwil dan
mufassir selama penakwilan dan penafsirannya tidak keluar dari pendapat Salaf ( sahabat
dan para imam)  serta tidak menyimpang dari penafsiran khalaf ( tabiin dan ulama masa
dulu).  oleh karena itu tafsir bir Rayi terbagi atas : (1)  tafsir Mahmud ( terpuji),  yakni
tafsir Yang pengarangnya mengetahui ketentuan bahasa dan mendalami uslub-nya serta
mengetahui ketentuan syariat. (2)  tafsir madzmum ( tercela),  yakni tafsir yang dikarang
tanpa ilmu ( baik ilmu bahasa maupun syariat),  hanya berdasarkan pemikiran dan hawa
nafsunya.
c. Tafsir Sufi
Penafsiran yang dilakukan para sufi yang pada umumnya dikuasai oleh ungkapan
mistik. Ungkapan-ungkapan tersebut tidak dapat dipahami kecuali oleh orang-orang sufi
yang melatih diri untuk menghayati ajaran tasawwuf. Diantara kitab tafsir shufi adalah
kitab: Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim, karangan Imam al-Tusturi.

d. Tafsir Fikih
Penafsiran ayat al-Qur’an yang dilakukan (tokoh) suatu madzhab untuk dapat dijadikan
sebagai dalil atas kebenaran madzhabnya. Tafsir fikih banyak ditemukan dalam kitab-kitab
fikih karangan imam-imam dari berbagai madzhab yang berbeda, sebagaimana kita
temukan sebagian para ulama mengarang kitab tafsir fikih adalah kitab: “Ahkam al-
Qur’an” karangan al-Jasshash.
e. Tafsir Falsafi
Penafsiran ayat-ayat al-Qur’an dengan menggunakan teori-teori filsafat. Contoh kitab
tafsir falsafi adalah kitab:
Mafatih al-Ghaib yang dikarang al-fakhr al-Razi. Dalam kitab tersebut ia menempuh cara
ahli filsafat keituhan dalam mengemukakan dalil-dalil yang didasarkan pada ilmu kalam
dan simantik (logika)
f. Tafsir ‘Ilmi
Penafsiran ayat-ayat kauniyah yang terdapat dalam al-Qur’an dengan mengaitkannya
dengan ilmu-ilmu pengetahuan modern yang timbul pada masa sekarang. Diantara kitab
tafsir ‘ilmi adalah kitab: al-Islam Yata’adda, karangan al-‘Allamah Wahid al-Din Khan.
g. Tafsir Adabi
Penafsiran ayat-ayat al-Qur’an dengan mengungkapkan segi balaghah al-Qur’an dan
kemu’jizatannya, menjelaskan, makna-makna dan saran yang dituju al-Qur’an,
mengungkapkan hukum-hukum alam, dan tatanan kemasyarakatan yang dikandungnya.
Tafsir adabi merupakan corak baru yang menarik pembaca dan menumbuhkan
kecintaannya terhadap al-Qur’an serta memotivasi untuk menggali makna-makna dan
rahasia al-Qur’an. Di antara kitab tafsir adabi adalah kitab tafsir al-Manar, karya
Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha.
2. Metode Tafsir
a. Metode Ijmali
Metode ijmali adalah metode yang paling awal muncu karena sudah digunakan sejak
Nabi dan para sahabat. Nabi dan para sahabat dalam menafsirkan Al-Qur’an tidak
memberikan rincian yang detail, hanya secara ijmali atau global. 
Dengan metode ijmali, seorang mufasir menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an secara
ringkas, mulai dari ayat pertama sampai ayat terakhir sesuai dengan susunan ayat dan surat
di dalam mushaf dengan bahasa yang populer dan mudah dimengerti. Makna yang
diungkapkan ayat-ayat dengan menggunakan lafazh bahasa yang mirip bahkan sama
dengan lafazh Al-Qur’an, sehingga pembaca akan merasa bahwa uraiannya tersebut tidak
jauh dari gaya bahasa Al-Qur’an itu sendiri.
b. Metode Tahlili
Setelah metode ijmali, dikenal metode tahlili. Dengan menggunakan metode ini,
seorang mufasir berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an dari berbagai
aspek, mulai dari aspek bahasa, asbab an nuzul, munasabah dan aspek lain yang
memungkinkan sesuai dengan minat dan kecenderungan mufasir sendiri. Penafsiran
dilakukan dengan menggunakan sistematika mushaf Al-Qur’an, urut dari awal sampai
akhir ayat demi ayat.
c. Metode Muqarin
Setelah metode ijmali dan tahlili, muncul metode muqarin atau perbandingan. Dengan
metode ini seorang mufasir melakukan perbandingan antara (1) teks ayat-ayat Al-Qur’an
yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih, atau
memilki redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang sama; (2) ayat-ayat Al-Qur’an dengan
hadits yang pada lahirnya terlihat bertentangan; dan (3) berbagai pendapat ulama tafsir
dalam menafsirkan Al-Qur’an.
d. Metode Maudhu’i
Yang terakhir muncul adalah metode  maudhu’i atau tematik. Berbeda dengan metode
ijmali dan tahlili yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an secara kronologis sesuai dengan
urutan ayat dan surat yang terdapat dalam mushaf, maka metode maudhu’i ini membahas
ayat-ayat yang dalam berbagai surat yang telah diklasifikasikan dalam tema-tema tertentu.
Dengan metode ini seorang mufasir menghimpun ayat-ayat yang mengandung pengertian
serupa, mengkompromikan antara pengertian yang am dan khas, antara yang muthlaq dan
yang muqayyad, mensinkronkan ayat-ayat yang lahirnya tampak kontradiktif, menjelaskan
ayat nasikh dan mansukh, sehingga semua ayat tersebut bertemu pada satu muara, tanpa
perbedaan dan kontradiksi atau tindakan pemaksaan terhadap sebagian ayat kepada
makna-makna yang sebenarnya tidak tepat
BAB III

PENUTUPAN
C. Kesimpulan

Penafsiran terhadap Al-Qur’an mempunyai peranan sangat besar dan sangat penting
bagi kemajuan dan perkembangan umat Islam. Oleh karena itu, perhatian ulama sangat besar
untuk menggali dan memahami makna-makna yang terkandung dalam kitab suci Al-Qur’an
ini.

 Perkembangan Tafsir Al-Qur’an :


1. Tafsir Masa Rasul dan Sahabat
a) Al-Qur’an
b) Nabi SAW
c) Pemahaman (Ijtihad)
2. Tafsir Masa Tabi’in
3. Tafsir Masa Pembukuan
4. Kitab Tafsir Terkenal
5. Riwayat Hidup Beberapa Mufassir dan Tafsirnya
 Macam bentuk dan metode tafsir :
1. Bentuk Tafsir
a) Tafsri bil-Ma’tsur
b) Tafsir bil-Ra’yi
c) Tafsir Sufi
d) Tafsir Fikih
e) Tafsir Falsafi
f) Tafsir ‘Ilmi
g) Tafsir Adabi
2. Metode Tafsir
a) Metode Ijmali
b) Metode Tahlili
c) Metode Muqarin
d) Metode Maudhu’i
DAFTAR PUSTAKA

i. Nasrudin, Juhana.2017.Kaidah Ilmu Tafsir Al-Qur’an Praktis. Yogyakarta: Deepublish


ii. http://islamiyah2931.blogspot.com/2015/05/makalah-tafsir-al-quran.html
iii. https://wakidyusuf.wordpress.com/2017/09/06/macam-macam-tafsir/
iv. https://www.cryptowi.com/makalah-bahasa-indonesia/
v. https://www.bunehaba.com/contoh-daftar-pustaka/

Anda mungkin juga menyukai