Anda di halaman 1dari 19

KEBUDAYAAN ISLAM PADA MASA DINASTI UMAYYAH

Oleh: Tri pebriansyah, Nur rofiqoh, Shofia Abdurrahman

Dosen: Abdul Ghofur, M.A,M.Ud

Fakultas Agama islam

Jurnal Pendidikan Agama islam

Universitas islam 45 bekasi (unisma 45)

Bekasi jawa barat

Abstrak

Daulah Bani Umayyah, sebagaimana dicatat dalam sejarah merupakan


kelanjutan dari khulafaurrasyidin, suatu pemerintahan pada masa khulafaurrasyidin
yang pernah mengukir sejarah peradaban Islam selama kurang lebih 30 tahun, sejak
berakhirnya risalah kenabian Muhammad saw. Namun, dalam perkembangannya ia
kemudian berubah menjadi sistem kerajaan, yang peralihan kekuasaan-Nya
dijalankan berdasarkan keturunan Hal ini menyebabkan bergesernya sistem
pemerintahan Islam, dari sistem demokrasi (syura) menjadi sistem monarchy
heridetis (kerajaan turun temurun). Masa kekuasaan Dinasti Umayyah yang cukup
panjang, kurang lebih 91 tahun merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
kejayaannya, sehingga mampu memberikan kontribusi yang sangat besar bagi
perkembangan peradaban Islam. Berangkat dari uraian di atas, kajian ini akan
mencoba menelusuri sejarah berdirinya dinasti Umayyah, yang pembahasannya
difokuskan pada permasalahan peradaban yang terjadi, meliputi asal-usul,
latarbelakang dan penggagas terbentuknya dinasti Umayyah
Kata kunci : Dinasti Umayyah, Peradaban islam, Kebudayaan Islam

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Daulah Bani Umayyah berdiri pada tahun 41 H/661 M. Didirikan oleh


Mu'awiyyah bin Abi Sufyan. Ia adalah gubernur Syam pada masa pemerintahan
Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan. Selama ia menjabat gubernur, ia telah
membentuk kekuatan militer yang dapat memperkuat posisinya di masa-masa
mendatang la tidak segan-segan menghamburkan harta kekayaan untuk merekrut
tentara bayaran yang mayoritas adalah keluarganya sendiri. Bahkan pada masa Umar
bin Khattab, ia mengusulkar untuk mendirikan angkatan laut, tetapi Umar
menolaknya. Dan angkatan lautnya berhasil didirikan ketika masa pemerintahan
Utsman bin Affan

Bani Umayah adalah sebuah nama yang diadopsi dari nama salah seorang tokoh
kabilah Quraisy pada masa jahiliyyah, yaitu Umayyah ibn Abd Al-Syam ibn Abd
Manaf ibn Qusay Al-Quraisyi Al-Amawiy.1 Dinasti Umayyah dinisbatkan kepada
Mu'awiyah ibn Abi Sofyan ibn Harb ibn Umayyah ibn Abd Al-Syams yang
merupakan pembangun dinasti Umayyah dan juga khalifah pertama yang
memindahkan ibu kota kekuasaan Islam dari Kufah ke Damaskus.2

1
Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2004), 181
2
Pendiri Dinasti Umayyah adalah Umayyah bin Abi Sufyan. Penisbatan dinasti kepada Umayyah karena
Umayyah ialah seorang tokoh terkemuka yang berpengaruh besar di kalangan bangsa Quraisy, nenek moyang
muawiyyah. Pada masa khalifah Usman bin Affan, Muawiyyah diangkat menjadi gubernur Syam (Syiria), yang
berkedudukan di Damaskus. Tabiat pribadinya penyambur dan penyantun, dia juga diplomat yang ulung.
Dinasti Umayyah merupakan sebuah rezim pemerintahan Islam yang berada di
bawah kekuasaan keluargaUmayyah3 yang berlangsung dari tahun 661 M-750 M.
Sepeninggal Ali ibn Abi Thalib, sebagian umat Islam membai'at Hasan salah seorang
anak Ali untuk menjadi Khalifah, namun jabatan tersebut tidak berlangsung lama,
karena Hasan tidak mau melanjutkan konflik dengan Bani Umayyah (Mu'awiyah). la
melakukan perdamaian dengan Mu'awiyah dan menyerahkan kepemimpinan
kepadanya.4 Dengan demikian, Mu'awiyah menjadi penguasa tunggal masyarakat
muslim ketika itu. Sedangkan keluarga Hasan hidup mengasingkan diri sebagai orang
biasa. Namun Umayyah terus memburunya hingga akhimya Hasan meninggal karena
diracun.

Suksesi kepemimpinan secara turun menurun dimulai sejak Mu'awiyah


mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anak Yazid
Mu'awiyyah bermaksud mencotoh sistem monarki yang terdapat di Persia dan
Byzantium. Dia tetap menggunakan istilah khalifah pada kepemimpinannya, namun
ia memberikan interpretasi baru untuk mengagungkan jabatan tersebut, ia
menyebutnya khalifatullah dalam pengertian penguasa yang diangkatoleh Allah.5

Banyak sekali terjadinya perubaha-perubahan pada masa dinasti Umayyah


seperti pengelolaan Baitul-Mal, system kekhalifahan dan administrasi pemerintahan.
Perubahan-perubahan yang dilakukan selama dinasti Umayyah dan keberhasilan

3
Tercatat dalam sejarah bahwa keluarga Umayyah sebelumnya merupakan penentang keras Nabi saw, tetapi
masa berikutnya serelah tidak mampu melawan, mereka masuk Islam. Lihat: Rasyid Jullandari, Qur’anic Exegesis
and Classical Tafsir (t.tp: Islamic Quarterly, 1980), 97. As-Suyuthi menjelaskan bahwa setelah masuk Islam,
Mu’awiyah menjadi seorang Islam yang baik, sehingga Rasulullah saw, menjadikannya sebagai salah satu penulis
wahyu (Al-quran). Bahkan dalam riwayat At-Tirmizi, Rasulullah Saw, pernah mendoakannya supaya dijadikan
Allah Swt, menjadi orang yang memberi petunjuk dan diberi petunjuk. Lihat: Jalaluddin As-Suyuthi, Tarikh Al-
Khulafa’ (Kairo: Dar An-Nahdah, 1975), 308-309.
4
Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, (Jakarta: Gaya
Media Pratama, 2007), 79.
5
Abu Al-A’la Al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan, (Bandung: Mizan, 1984), 123
memperluas wilayah kekuasaan Islam diyakini merupakan faktor yang
mempengaruhi kebudayaan Arab selanjutnya.

1.2. Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah yang terdapat di materi ini sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah berdirinya kakhalifahan dinasti umayyah?

2. Bagaimana kondisi kebudayaan islam pada masa kekhalifahan dinasti


umayyah?

1.3. Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui bagaimana sejarah berdirinya kekhalifahan dinasti Umayyah.

2. Mengetahui kondisi kebudayaan islam pada masa kekhalifahan dinasti


umayyah.

1.4. Metode penelitia

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode kejian Pustaka.


Tekhnik pengambilan data dilakukan dengan mengumpulkan data dari sumber
Pustaka baik dari buku dan jurnal yang relevan dengan tema penelitian. Setelah
data terkumpul, penulis melakukan analisis data dengan memberikan penjelasan
secukupnya ditinjau dari permasalahan yang di bahas.

BAB II

PEMBAHASAN

 2.1. Perkembangan Kebudayaan Islam Masa Dinasti Umayyah di Syria


(Damaskus)
A. Sejarah Berdiri Dinasti Umayyah

Islam masuk ke Syria pada tahun 635 M atau pada masa Kekhalifaan "Umar bin
Khattab. Syiria (atau dahulu lebih dikenal sebagai syam) jatuh ke tangan kaum
Muslimin setelah pengepungan selama 70 hari. Kejatuhan Syiria ke tangan kaum
Muslimin, ditandai oleh keberadaan perjanjian damai antara kedua belah pihak yang
berperang pada waktu itu. Khalifah Umar bin Khattab kemudian membagi Syiria
menjadi 4 (empat) distrik besar, yakni, Damaskus, Himsh, Yordania, dan Palestina
(kemudian ditambah lagi distrik Qinnasrin). 'Umar memerintahkan seluruh tentara
Islam agar tetap tinggal dalam barak-barak militer agar kehidupan penduduk lokal
tidak terganggu dan tetap berjalan seperti biasa.6

Dinasti Umayyah adalah sebuah rezim pemerintahan Islam yang berada di


bawah kekuasaan keluarga Umayyah. Pendiri dinasti ini adalah Muawiyah. Wafatnya
Ali bin Abi Thalib menjadi jembatan emas bagi Muawiyah untuk menjadi khalifah.
Muawiyah menjadi khalifah setelah menyetujui keputusan keputusan perjanjian
perdamaian (tahkim) dan pada tahun 41 Hijriyah. Muawiyyah memasuki kota Kuffah
guna mengucapkan sumpah jabatan dil hadapan dua putra Ali, yaitu Hasan dan
Husein yang disaksikan oleh rakyat banyak7 Ibukota pemerintahan Dinasti Umayyah
berada di Damaskus dan berjalan dari 661-750 Masehi.

B . Masa Kemajuan Dinasti Umayyah

1) Ekspansi Wilayah yang Luas.

Sejak menggeser pemerintahannya dari Madinah ke Damaskus, Bani


Umayyah telah membangun sebuah imperium Arab yang baru, dari kota inilah dinasti
Bani Umayyah melanjutkan ekspansi kekuasaan Islam dant mengembangkan sentral
pemerintahan yang kuat.

6
Andi Syahraeni, Islam Di Syria, Jurnal Rihlah, Vol. V No. 2, (2016), 139.
7
Anwar Sewang, Sejarah Peradaban Islam (Parepare: STAIN, 2017), 158.
2) Perkembangan Ilmu Pengetahuan.)

Khilafah Bani Umayyah telah menabur benih-benih pengetahuan pada masa


dinasti Abbasiyah Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan tidak hanya
meliputi ilmu pengetahuan agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum.

3) Peradilan.

Mencatat dan membukukan vonis-vonis hakim.

4) Kemiliteran, Pertahanan dan Keamanan.

Pembuatan pabrik kapal laut untuk pertahanan dan keamanan dalam negeri
dibentuk departemen kepolisian. Kemiliteran dibuat secara profesional, para
tentaranya diberikan gaji dan penghidupan yang layak.

5) Pemerintahan

Wilayah administrasi pemerintahan menjadi beberapa provinsi. Pemerintah


memiliki tiga tugas utama yang meliputi pengaturan administrasi publik,
pengumpulan pajak, dan pengaturan urusan-urusan keagamaan. Dibentuknya badan
pelayanan persuratan dan korespondensi yang disebut Barid.

6) Membangun masjid yang megah dan monumental.

7) Membuat mata uang sendiri sebagai alat pertukaran.

C. Kemunduran Dinasti Umayyah

1) Sistem pergantian khalifah yang sebelumnya menggunakan asas dan sistem


musyawarah, diganti menjadi sistem monarki atau kerajaan.

2) Setelah kekhalifahan Ilisyam yang mencapai puncak kesuksesan khilafah


Bani Umayyah khalifah penerusnya adalah nenguasa-penguasa yang bermoral buruk,
suka berfoya-foya.
3) Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah yang tidak terlepas dari
konflik-konflik pada masa Ali.

4) Kebebasan berpendapat dibatasi karena sistem pemerintahan yang


berbentuk kerajaan membuat pemimpin tidak menerima kritikan dari rakyat bahkan
pemim mengebiri kebebasan pendapat.

5) Pengelolaan Baitul Mal yang seharusnya dikelola untuk kemakmuran rakyat,


menjadi dikelola untuk kepentingan raja dan keluarganya.

6) Mahkamah hukum bukan merupakan badan independen dan memihak


kepada kepentingan penguasa

2.1. Perkembangan Kebudayaan Islam Masa Dinasti Umayyah di Andalusia


(Spanyol)

A. Sejarah Awal Dinasti Umayyah di Andalusia

Sewaktu Andalusia berada di bawah kekuasaan khalifah Umayyah di


Damaskus, Andalusia dikuasai oleh gubernur-gubernur Dinasti Umayyah di
(Tunisia), yang berpusat di Qairawan. Gubernur terakhir yang memerintah Andalusia
ialah Yusuf Ibn Abdur-Rahman Al-Fihri yang dilantik pada tahun 747 Masehi. 8
Setelah wilayah Spanyol dikuasai dinasti Umayyah, umat Islam di Spanyol
mengalami kemajuan Pengembangan dan pembangunan kebudayaan mendapat
perhatian dari khilafah, serta gangguan politik masih kerap terjadi.9

B. Faktor Yang Menyebabkan Islam Mudah Masuk Spanyol

8
Fadil Munawwar Manshur, Pertumbuhan Dan Perkembangan Budaya Arab Pada Masa Dinasti Umayyah,
Humaniora, (Vol. Xv No 2. Juni, 2003), 176.
9
Khoiro Ummatin, Sejarah Islam Dan Budaya Lokal Kearifan Islam Atas Tradisi Masyarakat (Yogyakarta:
Kalimedia, 2018), 89.90
1) Pada masa penaklukan Spanyol oleh orang-orang Islam, kondisi
sosial, politik, dan ekonomi negeri ini berada dalam keadaan menyedihkan.
Secara politik. wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam
beberapa negara kecil.

2) Penguasa Gothic bersikap tidak toleran terhadap aliran agama yang


dianut oleh penduduk.

3) Perpecahan politik memperburuk keadaan ekonomi masyarakat.


Ketika Islam masuk ke Spanyol, ekonomi masyarakat dalam keadaan lumpuh.

4) Tentara Roderick yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak
lagi mempunyai semangat perang. Selain itu, orang Yahudi yang selama ini
tertekan juga mengadakan persekutuan dan memberikan bantuan bagi
perjuangan kaum muslimin.

5) Prajurit muslim kompak, bersatu, dan penuh percaya diri. Mereka


pun cakap, berani, dan tabah dalam menghadapi setiap persoalan.

6) Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam


pribadi kaum muslimin itu menyebabkan penduduk Spanyol menyambut
kehadiran Islam.

C. Masa Kemajuan Dinasti Umayyah di Andalusia

1) Sains yang terdin dari ilmu-ilmu kedokteran, fisika, matematika,


astronomi, kimia, botani, zoologi, geologi, farmasi, juga berkembang dengan
baik. Dalam bidang sejarah dan geografi, wilayah Islam bagian barat
melahirkan banyak pemikir terkenal.

2) Islam di Spanyol telah mencatat satu lembaran budaya yang sangat


brilian dalam bentangan sejarah Islam. la berperan sebagai jembatan
penyeberangan ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12.
3) mendirikan pabrik kertas pertama.

4) Wilayah kekuasaan dibagi menjadi enam wilayah administratif dan


setiap penguasa wilayah diberi gelar Al-Amir.

5) Di bidang bahasa, bahasa arab telah menjadi bahasa administrasi


dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Sehingga mereka banyak yang mahir
dalam bahasa arab, baik ketrampilan berbicara maupun tata bahasa.

6) Membangun istana dan masjid yang megah di Cordova.

7) Mulai dikenalnya Madzhab Maliki sebagai madzhab resmi negara


pada masa pemerintahan Hisyam.

D. Kemunduran Dinasti Umayyah di Andalusia

1) Konflik Islam dengan Kristen yang terus menerus.

2) Tidak adanya ideologi pemersatu. Di tempat-tempat lain biasanya


para mu'allaf diperlakukan sebagai orang Islam yang sederajat, di Spanyol
ternyata orang-orang Arab tidak pernah menerima orang-orang pribumi.

3) Tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan Dengan tidak adanya


kejelasan tentang sistem peralihan kekuasaan di Spanyol, hal ini
menyebabkan perebutan kekuasaan di antara ahli waris. Bahkan karena inilah
kekuasaan Islam di Spanyol runtuh dan muncul Muluk al-Thawai.

4) Kesulitan ekonomi Di paruh kedua masa Islam di Spanyol para


penguasa gencar-gencarnya membangun kota dan mengembangkan ilmu
pengetahuan dengan serius, hingga lalai perekonomian. dalam
mengembangkan

5) Munculnya kerajaan-kerajaan kecil di Spanyol Islam yang


jumlahnya mencapai 23 kerajaan,
Kemajuan dinasti Umayyah dilakukan dengan ekspansi, sehingga menjadi
Negara Islam yang besar dan luas. Dari persatuan berbagai bangsa dibawah naungan
Islam lahirlah benih-benih kebudayaan dan peradaban Islam yang baru. Meski
demikian, Dinasti Umayyah lebih memusatkan perhatian pada budaya Arab.

3.1. Kehidupan Budaya Arab pada Masa Dinasti Umayyah

Pada masa Dinasti Bani Umayah, banyak perkembangan dan kemajuan yang
terjadi di semua bidang kehidupan. Perkembangan tersebut mempengaruhi
terhadap perkembangan peradaban dan kebudayaan Islam. Peranan para khalifah
memiliki kontribusi besar dalam kemajuan Islam. Beberapa langkah
pengembangan Kebudayaan yang dilakukan oleh Para Khalifah Bani Umayah
antara lain:

A. Politik dan Pemerintahan

Di bidang pemerintahan, budaya Arab pada masa Dinasti Umayyah


mengalami perubahan dan kemajuan. Perubahan yang signifikan dan memiliki
pengaruh besar di kemudian hari adalah diubahnya sistem demokrasi dengan
sistem monarki, pembentukan dewan-dewan, penetapan pajak dan kharaj,
sistem pemerintahan sentralistik / provinsial, dan kemajuan di bidang militer.
Pada masa dinasti ini juga dibentuk lima dewan di pusat pemerintahan, yaitu
dewan militer (diwânul-jund), dewan keuangan (diwânul-kharaj), dewan
surat-menyurat (diwânul-rasâil), dewan pencapan (diwânulkhatam), dan
dewan pos (diwânul-barîd) (Ali, 1995:230). Kalau pada masa Khulafâur-
Râsyidîn, kekayaan negara menjadi milik bersama umat, pada masa dinasti ini
pajak negara dialihkan menjadi harta pribadi para khalifah. Pendapatan pajak
menurut Ali (1995:231) berasal dari pajak tanah, jizyah (pajak kepala) atas
warga non-Muslim, zakat, cukai dan pajak pembelian, upeti yang dibayar
menurut perjanjian, seperlima harta rampasan perang, al-fa’i, impor tambahan
hasil bumi, hadiah pada peristiwa festival, dan upeti anak dari bangsa Barbar.

B. Bidang Sosial Kemasyarakatan

Pada masa Dinasti Umayyah ini mulai dikenal stratifikasi sosial. Menurut
Philip K. Hitti (2001:97) rakyat dari seluruh imperium Arab terbagi ke dalam
empat macam golongan, yaitu :

a. Golongan pertama adalah golongan tertinggi terdiri atas kaum Muslimin


yang memegang kekuasaan, dikepalai oleh anggota-anggota istana dan
kaum ningrat dari para penakluk Arab.

b. Golongan kedua adalah golongan neomuslim (kaum Muslim baru), yang


dengan keyakinan sendiri atau terpaksa memeluk Islam dan secara teori
memiliki hak-hak penuh dari kewargaan Islam.

c. Golongan ketiga adalah anggota mazhab-mazhab, pemeluk agama-agama


yang umum atau yang disebut dengan zimmi, yaitu kaum Kristen, Yahudi,
dan Saba yang mengikat perjanjian dengan kaum Muslim. Mereka
memiliki kemerdekaan beragama dengan jalan membayar pajak tanah atau
uang-kepala.

d. Golongan keempat adalah golongan budak-budak. Meskipun perlakuan


terhadap para budak telah diperbaiki, tetapi dalam praktiknya mereka tetap
menjadi penduduk kelas rendah.

Selama masa kekhalifahan Dinasti Umayyah, kondisi sosial dalam keadaan


damai dan adil, meskipun sistem pemerintahan berjalan tidak demokratis.
Kendatipun bangsa Arab-Islam berkuasa di seluruh imperium, kehidupan
muslim non-Arab tidak mengalami kesulitan. Mereka hidup damai dan
bersahabat dengan baik. Mereka menikmati kewajiban dan hak yang sama
dalam kehidupan negara. Para khalifah melindungi gereja, katedral, candi,
sinagog, dan tempat-tempat suci lainnya, bahkan semua tempat peribadatan
yang rusak dibangun kembali dengan dana yang dikeluarkan dari kas negara.
Di samping kebebasan beragama, orang bukan Islam juga menikmati
kebebasan peradilan, hakim, dan hukum. Mereka dibebaskan menggunakan
yurisdiksi mereka sebagaimana diatur oleh pimpinan agama mereka sendiri.

Di bawah kekhalifahan Dinasti Umayyah, Damaskus menjadi salah satu kota


yang cantik di dunia dan menjadi pusat budaya serta pusat kerajaan Islam.
Khalifah menghiasinya dengan bangunanbangunan megah, air mancur, dan
rumahrumah yang menyenangkan. Para penguasa, kecuali Umar II,
menempuh kehidupan mewah dan penuh kebesaran, dan mempertahankan
standar istana menurut cara para kaisar. Muawiyah sendiri gemar
mendengarkan cerita sejarah dan anekdot. Di samping melaksanakan fungsi
keagamaan, para khalifah juga malaksanakan kekuasaan mahkamah tinggi.
Para penguasa mendengarkan keluhan rakyatnya, baik secara pribadi maupun
secara umum. Biasanya khalifah duduk di atas singgasana di pengadilan
terbuka, dikelilingi sebelah kanannya oleh para pangeran dan di sebelah
kirinya oleh orang-orang terkemuka dan masyarakat umum.

Kehidupan pribadi para khalifah Dinasti Umayyah juga tidak lepas dari ke-
kurangan dan kelemahan. Menurut Ali K (1995:238), hampir semua khalifah
mempunyai gundik dalam harem. Yazid II sangat mencintai dua gadis
penyanyinya, Salamah dan Habibah, sehingga ketika Habibah meninggal
karena tersumbat sebuah anggur yang dilempar Khalifah ke dalam mulutnya
ketika sedang bercanda, khalifah yang tengah dimabuk asmara itu sangat
menyesal hingga meninggal dunia.
Di bawah penguasa Yazid I, penggunaan anggur menjadi sebuah tradisi.
Penggunaan anggur yang terlalu banyak membuat Yazid I memperoleh gelar
Yazid Al-Khumur. Dia biasa minum tiap hari; sementara Khalifah Walid I
memuaskan dirinya dengan minum anggur setiap dua hari sekali; Hisyam
minum anggur sekali dalam satu minggu, dan Abdul Malik minum anggur
satu kali dalam satu bulan. Yazid II dan Walid II dikenal sebagai peminum
berat. Pesta anggur biasanya dilakukan bersamaan dengan pesta musik.
Permainan dadu dan kartu juga dipraktikkan di dalam kerajaan. Balapan kuda
sangat populer di bawah kekuasaan Dinasti Umayyah. Musik dikembangkan
dan sejumlah uang diberikan kepada para pemusik dan penyanyi.

Kebiasaan memingit wanita juga mulai masuk ke dalam budaya Arab,


terutama sejak pemerintahan Walid II. Kaum wanita juga memperoleh tempat
yang terhormat pada masa ini. Mereka dapat menikmati kebebasan di tengah
masyarakat. Mereka juga amat berminat terhadap pendidikan dan bidang
sastra.

Sejak pemerintahan Dinasti Umayyah juga mulai berkembang penggunaan


serbet, sendok, dan garpu. Makanan disajikan dengan model dan pola makan
di Barat. Itulah mungkin dampak dari persentuhan antara budaya Arab-Islam
dengan budaya Barat, terutama Spanyol.

C. Bidang Militer

Pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah, perkembangan militer bangsa


Arab telah mencapai kemajuan yang signifikan. Dalam peperangan dengan
tentara Byzantium, bangsa Arab sekaligus mempelajari kelebihan metode
militer Romawi dan meng-gunakannya sebagai model mereka (Ali,
1995:233). Para jenderal Muslim, setelah menempuh perjalanan jauh, biasa
mendirikan kemah seperti yang digunakan tentara Romawi. Kemah yang
diperkuat ini pada akhirnya digunakan oleh seluruh Dinasti Umayyah.
Perekrutan anggota tentara baru pun dilakukan di mana-mana, mulai dari
Kufah, Bashrah hingga ke daerah Barat.

Di bawah pemerintahan Muawiyah, bangsa Arab telah memiliki tentara


sejumlah 60.000 orang, dengan anggaran sebesar 60 juta dirham, yang
masing-masing tentara memperoleh 1.000 dirham termasuk untuk jaminan
keluarga. Di bawah dinasti ini pula, pasukan infanteri dikembangkan
sedemikian rupa, sehingga mereka mahir dalam menggunakan pelbagai
persenjataan seperti tombak, busur, panah, lembing, pedang bermata dua, dan
perisai panjang. Mereka juga memakai helm untuk melindungi kepala dan
baju mereka terbuat dari kulit dengan beberapa lipatan untuk melindungi
badan.

Ketika tentara Romawi menyerang pantai Syria pada tahun 669 Masehi
pemerintahan Dinasti Umayyah mulai menyadari pentingnya pengembangan
angkatan laut. Untuk itulah, selain pabrik galangan kapal yang telah ada di
Mesir, bangsa Arab juga mendirikan pabrik baru di Syria. Para ahli, pakar
perencana, dan para tukang dipekerjakan untuk membangun kapal di Syria.
Pada akhir pemerintahan Bani Umayyah, bangsa Arab telah memiliki suatu
armada angkatan laut yang besar yang terdiri atas 1.700 kapal perang. Ini
dicapai berkat kepemilikan pabrik kapal di Mesir, Syria, dan Tunisia. Dengan
kekuatannya itu, wajar apabila pasukan Arab berhasil melakukan penaklukan
pulau-pulau dan kota-kota yang dipisahkan oleh laut.

E. Bidang pendidikan

Pada masa dinasti Umayyah, mulai dikembangkan cabang-cabang ilmu baru


yang sebelumnya tidak diajarkan dalam sistem pendidikan Arab. Diajarkanlah
cabang-cabang ilmu baru, seperti tata-bahasa, sejarah, geografi, ilmu
pengetahuan alam, dan lain-lain. Meskipun demikian, perkembangan sistem
pendidikan baru berlangsung pada periode terakhir Dinasti Umayyah dan
tidak pada awal dinasti ini.

Badira, sebuah kota dekat Madinah, pada awalnya hanyalah merupakan


tempat belajar dan berkumpulnya para murid untuk belajar bahasa Arab dan
pembacaan sastra. Pada waktu itu, bila ada orang yang menguasai dan
memiliki pengetahuan tentang bahasa ibu dan mengetahui bagaimana
berenang dan menggunakan busur serta anak panah, maka orang itu
dipandang sebagai orang terpelajar. Akan tetapi, sejak sistem pendidikan
dikembangkan, kualifikasi “terpelajar” lambat laun berubah. Karena tuntutan
untuk mempelajari dan menafsirkan Al-Quran, kedua jenis pengetahuan, yaitu
filologi dan leksikografi mendapat perhatian dari banyak orang (Hitti,
2001:102). Sejak saat itulah di kalangan masyarakat muslim Arab mulai
berkembang dengan pesat ilmu tafsir dan tafsir Al-Quran itu sendiri.

Lebih dari itu, ilmu pengetahuan dan budaya Arab pada masa Dinasti
Umayyah juga mengalami perkembangan yang pesat dalam lapangan ilmu-
ilmu “umum”. Bahkan ilmu pengobatan mencapai puncak kesempurnaannya
di Arabia pada masa dinasti ini. Khalid Ibn Yazid memperoleh kesarjanaan
dalam ilmu kimia dan kedokteran dan menulis beberapa buku tentang bidang
itu. Dia adalah orang pertama di dalam Islam yang menerjemahkan ilmu
pengetahuan Yunani ke dalam bahasa Arab. Umar II menyokong pengajaran
dan orang-orang terpelajar, dan menurut suatu kabar, ia telah memindahkan
sekolah kedokteran dari Alexandria ke Antiokia (Ali, 1995:241). Di bawah
pemerintahannya, banyak karya Yunani diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Cucu Ali, yang bernama Imam Ja’far yang ahli dalam berbagai cabang ilmu di
masanya, adalah pendiri dari aliran filsafat dalam Islam. Hasan Al-Basri dan
Wasil Ibn Atha, pendiri aliran Mu’tazilah, adalah murid Imam Ja’far yang
terkenal.
Kendati perkembangan puisi dan musik mendapat tantangan dari kaum
konservatif, yang menganggap musik dan nyanyian sebagai kesenangan-
kesenangan yang dilarang agama, kemajuan puisi dan musik amat luar biasa,
terutama di lingkungan istana (Hitti, 2001:103)

F. Arsitektur

Peranan khalifah pada masa Dinasti Umayyah terhadap pengembangan


arsitektur Islam tampak menonjol. Perkembangan pesat terjadi terutama pada
arsitektur religi (Hitti, 2001:103). Para arsitek muslim Arab atau orang-orang
yang mereka pakai, mengem-bangkan suatu bagan bangunan, sederhana, dan
luhur, berdasarkan contoh-contoh yang sudah ada terlebih dahulu, tetapi
mendapat inspirasi kuat dari pengalaman keberagamaan mereka. Para khalifah
mendukung perkembangannya, seperti pembuatan menara pada periode
Muawiyah, kubah ash-Shakhra pada periode Abdul Malik bin Marwan.
Kubah ini tercatat sebagai contoh hasil karya arsitektur muslim yang termegah
kala itu. Bangunan tersebut merupakan masjid yang pertama sekali ditutup
dengan kubah. Merenovasi Masjid Nabawi (Ali, 1995:242). Membangun
Istana Qusyr Amrah dan Istana al Musatta yang digunakan sebagai tempat
peristirahatan di padang pasir.

BAB III

PENUTUP

3.1. kesimpulan

Muawiyah sebagai peletak pertama sistem pemerintahan monarki Islam, dengan


Dinasti Umayyah sebagai rezimnya, dipandang telah mengenalkan sistem baru dalam
pengelolaan negara dan kehidupan beragama. Sistem baru yang dikenalkan oleh
Muawiyah mempunyai pengaruh penting dalam penciptaan tradisi baru dalam
masyarakat dan budaya Arab. Budaya Arab pada masa Dinasti Umayyah berkembang
terutama dipengaruhi oleh dua faktor penting. Pertama, persentuhan antara budaya
Arab muslim dengan budaya Eropa, terutama masyarakat yang hidup di kota-kota
besar di Spanyol. Dengan masuknya Islam ke Eropa, budaya Arab muslim dapat
bersentuhan langsung dengan budaya Eropa, terutama dalam gaya hidup, tradisi,
filsafat, kedokteran, astronomi, dan arsitektur. Kedua, meskipun terdapat persentuhan
langsung antara budaya Arab muslim dengan budaya Eropa, bangsa Arab tetap
mampu mempertahankan tradisi dan budaya khas mereka, dan hal ini berlangsung
hingga masa-masa akhir kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Arsitektur religi, puisi, sastra,
dan seni musik khas Arab tetap dipertahankan dan mengalami perkembangan yang
pesat. Dengan demikian, betapa pun sistem pemerintahan monarki yang dijalankan
oleh para khalifah Dinasti Umayyah bersifat absolut-otoriter yang ternyata berbeda
jauh dengan sistem pemerintahan sebelumnya (Khulafâur-Râsyidîn) yang
demokratisegaliter, pertumbuhan dan perkembangan budaya Arab pada masa dinasti
ini cukup menonjol dan dapat mengantarkan kemasyhuran dinasti sesudahnya,
Dinasti Abbasiyyah.

Daftar Pustaka

Abdul Al-A’al-Maududi, Khalifah Dan Kerajaan. Bandung: Mizan, 1984.

Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam. Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2004 .

Ali, K. Studi Sejarah Islam. Diterjemahkan Oleh Adang Affandi Dari Judul A Study
Of Islamic History. Jakarta: Binacipta, 1995 .

Ali, Syed Ameer. Api Islam. Diterjemahkan Oleh H.B. Jassin Dari Judul The Spirit
Of Islam. Jakarta : Bulan Bintang, 1978.
Armstrong, Karen. Islam : A Short History. Sepintas Sejarah Islam. Diterjemahkan
Oleh Ira Puspito Rini. Yogyakarta : Ikon Teralitera, 2002.

Hassan, Ibrahim. Sejarah Dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Penerbit Kota


Kembang, 1989.

Hitti, Philip K. Dunia Arab: Sejarah Ringkas. Diterjemahkan Oleh Usuludin


Hutagalung Dan O.D.P Sihombing Dari Judul The Arabs: A Short History.
Yogyakarta: Sumur Bandung, 2001.

Iqbal, Muhammad Fiqih Siyasah; Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam. Jakarta:


Gaya Media Pratama, 2007.

Jalaludin As- Suyuthi, Tarikh Al-Khulafa’, Kairo: Dar An-Nahdah, 1975.

Jullandri Rasyid, Qur’anic Exsegies And Classical Tafsir. T.Tp: Islamic Quarterly,
1980.

Manshur. Fadlil Munawwar.Pertumbuhan Dan Perkembangan Budaya Arab Pada


Masa Dinasti Umayyah, 2003.

Maskhuroh, Lailatul. Perkembangan Politik, Intelektual Dan Runtuhnya Kekuasan


Islam.

Mufrodi, Ali. Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta : Logos, 1997.

Nasution, Harun. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid 1. Jakarta;


Universitas Indonesia Press, 1985

Sewang, Anwar, Sejarah Peradaban Islam. Parepare: Stain, 2017.

Syahraeni, Andre. Islam Di Syria, 5(2), 2016

Syalabi, A. Sejarah Kebudayaan Islam. Jilid I. Jakarta : Pustaka Alhusna, 1983.


Ummatin, Khoiro. Sejarah Islam Dan Budaya Lokal :Kearifan Islam Atas Tradisi
Masyarakat. Yogyakarta :Kalimedia, 2018.

Yahya, Mahayudin. Tamadun Islam. Sah Alam: Fajar Bakti, 2001.

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Dirasah Islamiyah II. Jakarta : P.T. Raja
Grafindo Persada, 1999.

Anda mungkin juga menyukai