Anda di halaman 1dari 20

PRIODESASI SEJARAH ISLAM

Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok

Mata Kuliah Pengantar Studi Islam Dosen pengampu:


Bapak H. ZAINUL FANANI M,Ag

Disusun oleh: Kelompok 7

Nama:

Army Satria Hero Bhakti (222103030023)

Cheppy Paundra Wardhana (222103030024)

Maha Putra Haykal Syaifullah (222103030019)

Achmad Firman Alam Syah (222103030022)

Jonathan Frans Ardyansyah (222103030038)

FAKULTAS DAKWAH PRODI BIMBINGAN KONSELING ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER


KATA PENGANTAR

Puji dan rasa syukur mendalam penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
limpahan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya maka makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Shalawat dan Salam semoga selalu tercurah pada baginda Rasulullah Muhammad SAW.
Makalah yang berjudul “Periodesasi Sejarah Islam” ini kami susun untuk memenuhi tugas mata
kuliah “Pengantar Studi Islam”

Penulis mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya atas semua bantuan yang
telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung selama penyusunan makalah ini
hingga selesai. Rasa terimakasih juga kami haturkan kepada:
1. Bapak H. ZAINUL FANANI M,Ag. selaku dosen pengampu mata kuliah Pengantar Studi Islam
2. Rekan-rekan yang telah membantu support atas penyelesaian makalah ini
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, baik dari segi materi maupun
penyajiannya. Untuk itu kami mohon saran dan kritik dari semuanya.
Penulis berharap, semoga makalah ini dapat memberikan hal yang bermanfaat dan
menambah wawasan bagi pembaca dan khususnya bagi penulis juga.

Jember,4 September 2022


DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................................2
C. Tujuan dan Manfaat....................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Pra Islam …………………………….…..…………………………………................4
B. Sejarah Islam Klasik …………...………..……...…………………………………………..... 5
C. Sejarah Islam Masa Pertengahan………….. ………………………………………………….6
D. Sejarah Islam Di Masa Modern………………………………………………………………..7
E. Kecenderungan Masing-Masing Periode………………………………………………………8

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.................................................................................................................................9
B. Daftar pustaka..........................................................................................................................10
BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Terdapat dua pendapat populer tentang awal dimulainya sejarah Islam pada masa Nabi
Muhammad saw. Pertama, yang mengatakan bahwa sejarah Islam dimulai sejak Nabi
Muhammad saw diangkat menjadi Rasul. Kedua, yang mengatakan bahwa sejarah Islam dimulai
semenjak Nabi Muhammad saw hijrah dari Makkah ke Madinah. Jika berdasar pada dimulainya
penghitungan tahun hijrah, maka pilihan akan jatuh pada pendapat kedua, yaitu dimulai
semenjak Nabi Muhammad saw melakukan hijrah dari Makkah ke Madinah, karena tahun Islam
(kalender hijriyah) dimulai dengan hijrahnya Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah pada
tahun 622 M.

Sesuai dengan periodesasi, Islam pada masa Nabi Muhammad saw terbagi menjadi dua;
yaitu masa Makkah dan masa Madinah. Ketika Nabi Muhammad saw di Makkah, ia bersama
pengikutnya selalu mendapatkan tekanan dari kalangan Qurays yang tidak setuju dengan ajaran
yang disampaikannya. Maka Nabi Muhammad saw kemudian mengirim sejumlah pengikutnya
ke Abesinia yang beragama Kristen Koptik untuk mendapatkan suaka. Itulah fase Makkah yang
membuat Nabi Muhammad saw bertahan di Makkah atas dukungan keluarga. Setelah istrinya,
Khadijah, wafat, kepala sukunya juga wafat dan digantikan oleh orang yang tidak simpati
kepadanya. Maka pada tahun 620 M, Nabi Muhammad saw membuat persetujuan dengan
sejumlah penduduk Yatsrib yang terkemuka agar dapat diterima di kalangan mereka. Setelah itu
beliau hijrah ke Yatsrib, yang di kemudian hari Yatsrib ini berubah menjadi Madinah. Di
Madinah, umat Islam dikelompokkan menjadi dua; pertama disebut kelompok muhajirin, yaitu
mereka yang mengikuti Nabi Muhammad saw untuk melakukan migrasi dari Makkah ke
Madinah dan yang kedua adalah anshar, yaitu mereka yang merupakan penduduk asli Madinah
yang menerima dan menyambut kedatangan Nabi Muhammad saw beserta pengikutnya ketika
sampai di Madinah.

Pada masa di Madinah inilah Nabi Muhammad saw mampu menerapkan gagasan al-
Qur’an secara maksimal. Perpindahan Nabi Muhammad saw dari Makkah ke Madinah pada saat
itu merupakan sebuah langkah yang sangat revolusioner, karena hijrah di masa itu tidak sekedar
perpindahan tempat tinggal. Tetapi merupakan bagian dari upaya perubahan pola pikir, perilaku
dan tradisi.Di mana dalam tradisi Arab praIslam, suku merupakan nilai suci. Dan meninggalkan
kelompok yang masih memiliki hubungan darah dan bergabung dengan kelompok lain yang
tidak memiliki hubungan darah adalah suatu hal yang belum pernah terdengar. Pada prinsipnya,
hal itu dianggap penghinaan dan merupakan kesalahan yang tidak dapat dimaafkan.

Maka dengan terbentuknya komunitas ummah di Madinah, menjadi masalah dalam


pandangan kaum Qurays di Makkah, karena dianggap merusak tatanan yang sudah baku. Apalagi
komunitas ummah itu tidak terbentuk oleh hubungan darah sebagaimana komunitas yang ada
pada umumnya, tetapi terbentuk oleh suatu ideologi bersama. Maka apa yang dilakukan Nabi
Muhammad dengan membentuk komunitas ummah itu merupakan sebuah inovasi yang
mengagumkan dalam masyarakat Arab di masa itu. Dalam komunitas ummah itu, tidak seorang
pun dipaksa untuk mengikuti Islam, akan tetapi semua dapat bersatu, tidak saling menyerang,
dan bahkan berjanji untuk saling melindungi. Sehingga kaum Qurays di Makkah berusaha untuk
memusnahkan komunitas ummah di Madinah itu.

B.RUMUSAN MASALAH

1. Jelaskan pra sejarah Islam

2. Jelaskan sejarah islam klasik

3.Jelaskan sejarah islam di masa pertengahan

4. Jelaskan islam di masa modern

5.Jelaskan kecenderungan masing masing periode

C.TUJUAN DAN MANFAAT

Agar dapat menambah wawasan pembaca tentang memperdalam ilmu periode sejarah
masa -masa islam di Zaman Nabi Muhammad SAW, dan mengerti dan memahami tentang
periodesasi sejarah islam
BAB II

PEMBAHASAN

A. SEJARAH PRA ISLAM

Menurut Theodor Noeldeke (orientalis dari Jerman), sebagaimana dikutip oleh Hasan
Ibrahim Hasan, kata‚ Arab berarti padang sahara berpasir1. Sejarah Arab sebelum kedatangan
agama Islam tidak banyak diketahui sebab situasi saat itu belum memungkinkan penulisan
sejarah, yakni kehidupan mereka yang cenderung nomaden dan banyak terlibat dalam
peperangan di antara mereka. Informasi yang terjangkau mengenai permasalahan ini diperoleh
dari waktu sekitar 150 tahun sebelum kedatangan Islam. Pembahasan tentang al-‘Arab qabla
alIslam atau pre-Islamic Arabia (Arab pra-Islam) sangat penting bagi historiografi Islam karena
kawasan Arab merupakan tempat kelahiran Islam dan bangsa Arab adalah masyarakat pertama
yang menjumpai risalah agama Islam sehingga dapat diketahui perubahan signifikan yang
diwujudkan oleh kaum Muslimin setelah ajaran Islam diturunkan Allah Swt. Untuk
menguraikannya secara lebih mendetail berikut ini dijelaskan keadaan Arab sebelum Islam dari
aspek geografi, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan agamanya

Di Madinah, umat Islam dikelompokkan menjadi dua; pertama disebut kelompok


muhajirin, yaitu mereka yang mengikuti Nabi Muhammad saw untuk melakukan migrasi dari
Makkah ke Madinah dan yang kedua adalah anshar, yaitu mereka yang merupakan penduduk asli
Madinah yang menerima dan menyambut kedatangan Nabi Muhammad saw beserta pengikutnya
ketika sampai di Madinah.

Kondisi Geografi

Penyebutan ‚Jazirah Arab‛ atau ‚al-Jazirah al-‘Arabiyyah‛ yang dipergunakan oleh


masyarakat Arab bagi kawasan ini secara kebahasaan berarti the Island of the Arabs (Pulau
Arab) meskipun sebenarnya kawasan itu lebih tepat disebut Syibh Jazirah al-‘Arab, Syibh
alJazirah al-‘Arabiyyah, atau the Arabian Peninsula (Semenanjung Arab).2 Dalam konteks ini,
1
Hasan Ibrahim H}asan, Tarikh al-Islam al-Siyasi wa al-Dini wa al-Saqafi wa al-Ijtima’i, vol. 1 (Kairo: Maktabat al-
Nahdah al-Misriyyah, 1964), 1
2
G. Rentz, ‚Djazirat al-‘Arab‛ dalam H. A. R. Gibb, J. H. Kramers, E. Levi-Provencal, dan J. Schacht (eds), The
Encyclopaedia of Islam, vol. 1 (Leiden: E. J. Brill, 1986), 533, Syawqi Abu Khalil, Atlas al-Sirah al-Nabawiyyah (Beirut:
pemakaian istilah Jazirah Arab yang sering dijumpai dalam berbagai referensi sejarah hendaknya
dimaklumi dengan tetap menunjukkan istilah yang benar sesuai fakta geografisnya.
Semenanjung Arab secara geografis merupakan bagian Benua Asia di sebelah barat daya3 yang
dibatasi oleh Laut Merah di sebelah barat, Laut Arab dan Samudra Hindia di sebelah. selatan,
Teluk Oman dan Teluk Arab di sebelah timur, Daratan Syam di sebelah timur, serta Teluk Persia
di sebelah timur laut. Luas kawasan ini sekitar 3.237.500 km yang sekarang meliputi berbagai
negara, yaitu Saudi Arabia, Yaman, Oman, Qatar, Bahrain, Kuwait, Uni Emirat Arab, serta
wilayah bagian selatan dari Iraq dan Yordania.

Di sebagian besar kawasan ini terdapat banyak pegunungan dan lembah yang curah
hujannya sedikit, serta keadaannya berbatu-batu dan bergurun pasir sehingga tidak subur. Tanah
yang subur biasanya berada di daerah yang mendapatkan curah hujan tinggi. Tanaman yang
sering dijumpai antara lain adalah kurma, gandum, kopi, akasia, anggur, dan kacang almond.
Sedangkan hewan yang dapat ditemui di antaranya yaitu unta, kuda, keledai, domba, kucing, dan
anjing. Kondisi geografis yang demikian kemudian turut berpengaruh terhadap corak kehidupan
masyarakat Arab.

Di antara bangsa Arab terdapat pula sebagian orang yang tetap mempertahankan ajaran
agama yang dituntunkan oleh Nabi Ibrahim. Mereka yang jumlahnya sedikit ini disebut dengan
al-Hunafa' (jamak dari hanif; berarti orang yang agamanya lurus atau benar). Mereka memegang
teguh prinsip tauhid, mempercayai adanya hari kiamat ketika Allah memberikan pembalasan
kepada setiap amalan manusia, menghindari penyembahan berhala, menjauhi minuman khamr,
tidak melakukan perjudian, menentang orang-orang yang memendam anak perempuan
hiduphidup, mengharamkan bangkai, dan tidak memakan darah. Di antara orang-orang al-
Hunafa' ini ialah Umayyah ibn Abi al-Salt, Waraqah ibn Nawfal, Zayd ibn ‘Amr, Suwayd ibn ‘A
Sulma, Khalid ibn Sinan, Kab ibn Luayy, dan Qus ibn Saidah.
Dengan mengetahui keyakinan kelompok al-Hunafa ini, dapat dinyatakan bahwa
sesungguhnya Nabi Muhammad yang selama kehidupannya mengamalkan ajaran agama Nabi
Ibrahim termasuk al-H unafa sebelum menerima risalah kenabian. Karakteristik tauhid yang

Dar al-Fikr, 2003), 17, dan Syalabi, Mawsu’ah, vol. 1, 84.


3
Ameer Ali, A Short History of the Saracens (New Delhi: Kitab Bhavan, 1994), 1 dan Abu Khalil, Atlas al-Sirah al-
Nabawiyyah, 17.
diamalkan oleh al Hunafa yang mengikuti tuntunan Nabi Ibrahim ini tercantum dalam al-Qur'an,
Surat A
[3], ayat 67 dan al-An’am [6], ayat 76-79

Artinya: Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah
seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk
golongan orang-orang musyrik. (QS. Ali imran [3]: 67)

Kondisi Agama

Secara naluriah terungkap bahwa setiap manusia cenderung untuk memiliki agama.4 Makna
agama di sini adalah hubungan antara makhluk dan Sang Pencipta (Khaliq). Ada pendapat yang
mengatakan bahwa kecenderungan keagamaan manusia didorong oleh adanya rasa takut manusia
kepada sesuatu yang diyakini mempunyai kekuatan luar biasa. Pendapat lain menjelaskan bahwa
agama muncul dari penemuan manusia terhadap kebenaran. Manusia mulanya dilahirkan tidak
mengetahui sesuatu. Dengan jiwa, akal, dan inderanya akhirnya manusia mendapatkan
pengetahuannya. Namun karena keterbatasan akal dan inderanya, maka ia kemudian
mendapatkan pengetahuan dari Tuhannya melalui wahyu yang disampaikan para nabi yang
diutus-Nya.5 Dalam konteks bangsa Arab, ternyata mereka juga mempunyai agama (keyakinan).
Berikut ini diuraikan mengenai kondisi keagamaan masyarakat Arab sebelum

kedatangan agama Islam yang mayoritas mereka adalah penyembah berhala, 6meskipun pada
awalnya mereka sudah mengenal ajaran tauhid yang mengutamakan keesaan Allah Swt.
Penyembahan berhala oleh masyarakat Makkah (yang menyimpang dari ajaran Nabi Ibrahim
diawali oleh ‘Amr ibn Luhayy, pemimpin Suku Khuzaah setelah menyingkirkan Suku Jurhum,
yang terpengaruh paganisme (wasaniyyah) di negeri Syam. Ia meletakkan berhala Hubal
berbentuk manusia di dalam ka’bah. Praktik ini kemudian diikuti oleh setiap suku yang
mempunyai berhala masing-masing dan diletakkan di ka’bah sehingga dijumpai sekitar 360
berhala di ka’bah yang akhirnya dihancurkan oleh Nabi Muhammad ketika peristiwa fath

4
Syalabi, Mawsu’ah, vol. 1, 161.
5
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur'an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung:
Mizan, 1994), 210-212.
6
Hasan, Tarikh al-Islam, vol. 1, 69.
Makkah (pembebasan Makkah)7 pada tahun 8 H (629 M). Berhala-berhala sebanyak itu pada
awalnya diyakini sebagai representasi dewa-dewa ataupun tokoh-tokoh pujaan mereka.18 Meski
demikian, mereka tetap menghormati ka’bah ketika haji atau umrah

Masyarakat Arab mempercayai pula terhadap keberadaan roh halus atau jin yang dapat
mempengaruhi kehidupan mereka. Bagi mereka, seseorang yang gila (majnun) adalah orang
yang telah kemasukan jin. Mereka juga percaya kepada ramalan dukun atau ahli nujum. Selain
paganisme, animisme, dan dinamisme, masyarakat Arab menganut agama Yahudi dengan Taurat
sebagai kitab sucinya. Agama Yahudi pernah dianut oleh Yusuf Asy’ar Dzu Nuwa, raja Kerajaan
Himyar di Yaman, yang memaksakan agama Yahudi kepada orang-orang Kristen dari Banu al-
Haris ibn Ka’b di Najran pada tahun 524 M sehingga Raja Najasyi (Negus) dari Kerajaan
Habasyah (Abyssinia atau Ethiopia) yang beragama Kristen menolong masyarakat Kristen
dengan mengalahkan Dzu Nuwas. Kisah itu disebutkan oleh al-Qur'an sebagai kisah Ashab al-
Ukhdud (para pembuat parit) dalam Surat al-Buruj [85], ayat 4 -7

Artinya: Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit; yang berapi (dinyalakan
dengan) kayu bakar; ketika mereka duduk di sekitarnya; sedang mereka menyaksikan apa yang
mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. (QS. al-Buruj [85]: 4-7)

Para penganut agama Yahudi banyak dijumpai di Yasrib (Madinah), yakni Banu
Qurayzhah, Banu al-Nadir, dan Banu Qaynuqa’. Sebagian mereka adalah para pendatang dari
Palestina. Namun penyebarannya di kalangan Arab tidak banyak karena orang Arab yang
memeluk Yahudi tidak mendapatkan kesamaan derajat yang setingkat dengan pemeluk Yahudi
asli. Dalam perkembangan selanjutnya, orang-orang Yahudi Madinah tersebut dihukum secara
tegas oleh Rasulullah saw karena mengkhianati Piagam Madinah yang telah disepakati bersama
oleh seluruh masyarakat Madinah, baik Muslim maupun non-Muslim. Uraian tentang ketegasan
sikap Rasulullah itu akan dijelaskan di pembahasan Islam era Rasulullah saw.

Agama lainnya yang dianut bangsa Arab adalah Nasrani atau Kristen (al-Masihiyyah atau
al-Nasraniyyah). Sebagian besar penganut Kristen terdapat di kalangan masyarakat Taghlib,
Ghassan, Qudaah, dan Yaman. Penyebaran agama ini dimulai oleh para pendeta Kristen dari
7
Safial-Rahman al-Mubarakfuri, al-Rahiq al-Makhtum (Qatar: Wazarat al-Awqaf wa al-Syu'un alIsla>miyyah, 2007),
35 dan C.H. Pellat, ‚’Amr b. Luhayy‛ dalam The Encyclopaedia of Islam, vol. 1, 533.
pemerintahan Kerajaan Romawi Timur yang berpusat di Bizantium pada abad IV masehi. Selain
itu, Kristen juga disebarkan oleh orang-orang dari Habasyah (Ethiopia), Syam, dan Mesir. Saat
itu para penganut Kristen terbagi menjadi dua kelompok, yakni Nestoriyyah (Nestorianism) yang
tersebar di Hirah dan Ya’qubiyyah (Jacobitism atau Monophysitism) yang banyak berada di
Ghassan dan suku-suku di Syam. Daerah terpenting pusat Kristen terdapat di Najran, daerah
subur yang populasi penduduknya padat. Sebagaimana penganut Yahudi, jumlah pemeluk
Kristen di kalangan Arab tidak banyak karena adanya doktrin-doktrin yang sulit diterima oleh
masyarakat Arab

Kondisi Politik

Secara umum, masyarakat Arab pedalaman (Badui) tunduk kepada sistem kabilah
(kesukuan), meskipun pernah terdapat Kerajaan Kindah antara tahun 480-529 masehi. Sistem
kesukuan menempatkan Sayyid al-Qabilah, Ra’is al-Qabilah, atau Syaykh al-Qabilah (kepala
suku) sebagai pemimpin masyarakat. Pemimpin suku harus dijabat oleh seseorang yang memiliki
kualifikasi tertentu, antara lain adalah keberanian, kedermawanan, dan kebijaksanaan. Karena
setiap suku mengedepankan fanatisme kesukuan (asabiyyah qabaliyyah), maka ikatan di antara
sesama anggota suku mereka.8 Fanatisme kesukuan ini bahkan berlebih-lebihan sehingga
menimbulkan konflik antar suku dalam waktu lama yang disebut dengan ayyam al-Arab (perang-
perang Arab).

Peperangan yang biasanya dipicu oleh perselisihan kepemimpinan dan perebutan sumber
air atau lahan subur mengakibatkan banyak korban berjatuhan. Di antara peperangan itu ialah al-
Basus (yaitu perang antara Suku Bakr dan Suku Taghlib, keduanya keturunan Wa’il, yang
berlangsung selama 40 tahun), Dahis dan al-Ghabra (yaitu perang antara Suku ‘Abs dan Suku
Dzubyan, keduanya keturunan Baghid ibn Rays ibn Ghatafan, yang berlangsung selama tahun),
dan Ayyam al-Fijar (yaitu beberapa perang yang terjadi di bulanbulan suci [yaitu Dzul Qa’dah,

8
.8 Syalabi, Mawsu’ah, vol. 1, 91-93 dan 129-132.
Dzul Hijjah, Muharram, dan Rajab] antara Suku Kinanah dan Hawazin, Quraysy dan Hawazin,
Kinanah dan Hawazin, serta Quraysy dan Kinanah melawan Hawazin).9

B. PERADABAN ISLAM KLASIK

Membagi Sejarah Perkembangan Peradaban Islam ke dalam tiga periode yaitu periode
klasik (650-1250 M), dibagi dalam dua masa, yakni: masa kemajuan Islam I (650-100), dan
masa disintegrasi (1000 – 1250 M). Periode pertengahan (1250 – 1800), dan Periode Modern
(1800 M). Periode klasik ini dapat dibagi ke dalam dua masa, yaitu masa Kemajuan Islam I dan
masa Disintegrasi.10
Masa Kemajuan I (650 – 1000 M)Masa ini merupakan masa ekspansi, integrasi dan
keemasan Islam. Dalam hal ekspansi, sebelum Nabi Muhammad wafat di tahun 632 M,
seluruh Semenanjung Arabia telah tunduk di bawak kekuasaan Islam, dan ekspansi ke daerah-
daerah di luar Arabia dimulai pada zaman Khalifah pertama Abu Bakar al-Siddik.
1) Masa Khulafa al-Rasyidin
 Masa Khalifah Abu Bakar (632-634 M)
 Masa Khalifah Umar bin Khattab (634-644 M)
 Masa Khalifah Usman bin Affan (644 – 655 M)
 Masa khalifah Ali bin Abi Thalib (656 – 661 M)
2) Masa Dinasti Umayyah dan Abasiyah
 Khilafah Bani Umayyah
 Khilafah Bani Abba
*. Masa Disintegrasi (1000 – 1250 M

Disintegrasi dalam bidang politik sebenarnya telah mulai terjadi padaakhir dinasti Bani
Umayyah, tetapi memuncak di zaman dinasti BaniAbbasiyah terutama sekali pada khalifah-
khalifah yang menjadi bonekadalam tangan tentara pengawal. Daerah-daerah yang jauh letaknya
daripusat pemerintahan di Damaskus dan kemudian Bagdad melepaskaandiri dari
kekuasaan khalifah dipusat dan bermunculan dinasti-dinasti kecilMasa Disintegrasi (1000 –
1250 M) Disintegrasi dalam bidang politik sebenarnya telah mulai terjadi pada akhir dinasti
9
6 Hasan, Tarikh al-Islam, vol. 1, 52-59.
10
10 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya (Jakarta: UI Press, 1985). hlm. 56
Bani Umayyah, tetapi memuncak di zaman dinasti BaniAbbasiyah terutama sekali pada
khalifah-khalifah yang menjadi boneka dalam tangan tentara pengawal. Daerah-daerah yang jauh
letaknya dari pusat pemerintahan di Damaskus dan kemudian Bagdad melepaskaan diri dari
kekuasaan khalifah dipusat dan bermunculan dinasti-dinasti kecil

C. SEJARAH ISLAM PERTENGAHAN

Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara
politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik
sekaligus agama. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini
juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam
Islam. Namun setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam
bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang. Walaupun dasar-dasar
pemerintahan Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu al Abbas dan Abu Ja’far al Manshur,
tetapi puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya;

1. Al Mahdi (775-785 M)

2. Al Hadi (775-786 M)

3. Harun al Rasyid (786-809 M)

4. Al Ma’mun (813-833 M)

5. Al Mu’tashim (833-842 M)

6. Al Wasiq (842-847 M)

7. Al Mutawakkil (847-861 M)

Popularitas daulat Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun al Rasyid


(786-809 M) dan puteranya al Ma’mun (813-833 M). Masa pemerintahan Harun al Rasyid yang
berkuasa selama 23 tahun itu merupakan permulaan zaman keemasan bagi sejarah dunia Islam
belahan timur. Seperti halnya masa pemerintahan Emir Abdulrahman II (206-238 H/822-852 M)
di Cordova merupakan permulaan zaman keemasan dalam sejarah dunia Islam belahan Barat. 11

11
el-Harakah, Vol. 11, No. 3, Tahun 2009
Khalifah Harun al Rasyid memanfaatkan kekayaannya untuk keperluan sosial, misalnya
rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi didirikan. Pada masanya sudah terdapat
paling tidak sekitar 800 orang dokter. Di samping itu, pemandian-pemandian umum juga
dibangun. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta
kesusastraan berada pada zaman keemasannya (Zuhairini, 1997: 96). Lebih– lebih lagi dengan
adanya lembaga keilmuan yaitu Bayt al Hikmah. Pada masa inilah negara Islam menempatkan
dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.

Al Ma’mun, pengganti al Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu.
Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan
buku-buku Yunani, ia menggaji penerjemah-penerjemah dari penganut agama lain yang ahli. Ia
juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan
Bayt al Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi bagaikan perguruan tinggi dengan
perpustakaan yang besar dan tempat berkumpul untuk berdiskusi. Pada masa al Ma’mun inilah
Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Al Mu’tashim, khalifah
berikutnya (833-842 M), memberi peluang besar kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam
pemerintahan, keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal. Tidak seperti pada masa
daulat Umayyah, dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan. Praktek orang-
orang muslim mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-
prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan militer dinasti Bani Abbas menjadi sangat kuat.

D. PERADABAN ISLAM MODERN

Periode Modern (1800 M) disebut juga periode pembaharuan karenamerupakan


zaman kebangitan dan kesadaran umat Islam terhadap kelemahan dirinya dan adanya
untuk memperoleh kemajuan dalam berbagai bidang, terutama dalam bidang pengetahuan
dan teknologi. Pada masa pembaharuan, perkembangan ilmu pemgetahuan mengalami
kemajuan. Hal ini dapat dilihat diberbagai Negara, seperti Turki, India dan Mesir. Sultan
Muhammad II (1785-1839 M) dari kesultanan Turki Usmani, melakukan berbagai
usaha agar umat Islam dinegaranya dapat menguasai Ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sejak awal abad ke-19, salah satu tema yang paling banyak menyita perhatian dalam
kajian keislaman adalah hubungan antara Islam dan modernitas. Populernya tema ini ditunjukkan
oleh banyaknya literatur yang ditulis tentangnya oleh penulis Muslim maupun penulis bukan
Muslim.8 Tema modernisasi Islam ini menjadi objek kajian yang kontroversia melibatkan kubu
yang memandangnya sebagai keharusan di satu sisi dan kubu yang melihatnya sebagai sesuatu
yang terlarang di sisi lain. Terlepas dari kontroversi yang sangat ramai pada tataran filosofisnya,
tak berlebihan bila modernitas disebut sebagai faktor utama dinamika sejarah umat Islam sejak
abad ke-19.

Pada bagian awal sudah disebutkan bahwa periode setelah abad ke19 lumrah disebut
sebagai periode modern dalam kajian sejarah Islam. Dalam konteks ini kata ‘modern’ digunakan
sebagai kata sifat yang menunjukkan satu rentangan waktu sebagai kelanjutan dari periode klasik
dan periode pertengahan. Maka ketika disebutkan kata ‘Islam Modern’, yang dimaksudkan
adalah fenomena historis Islam yang terjadi sejak tahun 1800 hingga saat ini. Sebuah periode
sejarah tentu saja terbentuk karena adanya perubahan yang serius dan substantif. Para pengkaji
sejarah Islam pada umumnya menyarankan tiga periode dimaksud sebagai mewakili masa
kemajuan pesat (klasik), masa kemandekan (pertengahan), dan kebangkitan kembali (modern).
Jika gerak dinamika naik-turunnya sejarah Islam digambarkan dengan sebuah kurva, maka
periode modern mewakili garis tanjakan yang kedua. Zaman modern menjadi relevan bukan
semata karena namanya yang menarik, tetapi karena kandungan substantifnya yang disebut
modernitas. Dalam wacana pemikiran tentang modernitas ditemukan banyak sekali saran dan
pendapat tentang nilai-nilai fundamental dari modernitas tersebut. Dalam kesempatan ini akan
dikutipkan pandangan yang diramu oleh Syahrin Harahap. Beliau berpendapat bahwa manusia
modern, yaitu manusia yang telah menghayati modernitas

Dalam konteks sejarah Islam, modernitas jelas menjadi tujuan atau cita-cita utama dalam
dua abad terakhir. Ini dikatakan dengan tetap mengingat adanya perbedaan-perbedaan yang
terkadang sangat tajam tentang apa yang dimaksud dengan modernitas tersebut. Rangkaian
pengupayaan yang dilakukan untuk mencapai modernitas itu disebut sebagai modernisasi.
Modernisasi dapat diposisikan sebagai tema besar sejarah Islam periode modern. Modernisasi
merambah semua aspek kehidupan umat Islam tanpa kecuali. Modernisasi berlangsung di semua
wilayah Dunia Islam, meskipun dengan intensitas dan tingkat kemajuan yang saling berbeda.
Ringkas kata, sejarah Islam periode modern adalah sebuah episode sejarah di mana mimpi-
mimpi modernitas diupayakan secara kolosal oleh umat Islam, dengan harapan mampu
merengkuh nilai-nilai modernitas, sehingga benar-benar menjadi masyarakat Islam yang modern.
Ini adalah sebuah episode yang penuh dengan dinamika menarik, mulai dari tataran perumusan
pemikirannya, pilihan-pilihan aksi pengupayaannya, prosesproses negosiasi sosiologisnya,
hingga variasi tingkat keberhasilannya

E. KECENDERUNGAN MASING-MASING PERIODE

Terdapat dua pendapat populer tentang awal dimulainya sejarah Islam pada masa Nabi
Muhammad saw. Pertama, yang mengatakan bahwa sejarah Islam dimulai sejak Nabi
Muhammad saw diangkat menjadi Rasul. Kedua, yang mengatakan bahwa sejarah Islam dimulai
semenjak Nabi Muhammad saw hijrah dari Makkah ke Madinah. Jika berdasar pada dimulainya
penghitungan tahun hijrah, maka pilihan akan jatuh pada pendapat kedua, yaitu dimulai
semenjak Nabi Muhammad saw melakukan hijrah dari Makkah ke Madinah, karena tahun Islam
(kalender hijriyah) dimulai dengan hijrahnya Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah pada
tahun 622 M.
Masa kemajuan islam klasik masa ini merupakan masa ekspansi, integrasi dan keemasan
Islam.Dalam hal ekspansi, sebelum Nabi Muhammad wafat di tahun 632 M, seluruh
Semenanjung Arabia telah tunduk di bawak kekuasaan Islam, dan ekspansi ke daerah-daerah
di luar Arabia dimulai pada zaman Khalifah pertama Abu Bakar al-Siddik.
Masa Khulafa al-Rasyidin

 Masa Khalifah Abu Bakar (632-634 M)


 Masa Khalifah Umar bin Khattab (634-644 M)
 Masa Khalifah Usman bin Affan (644 – 655 M)
 Masa khalifah Ali bin Abi Thalib (656 – 661 M)
Masa Dinasti Umayyah dan Abasiyah
 Khilafah Bani Umayyah
 Khilafah Bani Abba
Pada peradaban islam pertengahan Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas
mencapai masa keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan
merupakan pusat kekuasaan politik sekaligus agama. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat
mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan
filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun setelah periode ini berakhir, pemerintahan
Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus
berkembang. Walaupun dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu
al Abbas dan Abu Ja’far al Manshur,

Pada Periode Modern (1800 M) disebut juga periode pembaharuan karenamerupakan


zaman kebangitan dan kesadaran umat Islam terhadap kelemahan dirinya dan adanya untuk
memperoleh kemajuan dalam berbagai bidang, terutama dalam bidang pengetahuan dan
teknologi. Pada masa pembaharuan, perkembangan ilmu pemgetahuan mengalami kemajuan.
Hal ini dapat dilihat diberbagai Negara, seperti Turki, India dan Mesir. Sultan Muhammad II
(1785-1839 M) dari kesultanan Turki Usmani, melakukan berbagai usaha agar umat Islam
dinegaranya dapat menguasai Ilmu pengetahuan dan teknologi
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Sejarah Arab sebelum kedatangan agama Islam tidak banyak diketahui sebab
situasi saat itu belum memungkinkan penulisan sejarah, yakni kehidupan mereka yang cenderung
nomaden dan banyak terlibat dalam peperangan di antara mereka. Informasi yang terjangkau
mengenai permasalahan ini diperoleh dari waktu sekitar 150 tahun sebelum kedatangan Islam.
Pembahasan tentang al-‘Arab qabla alIslam atau pre-Islamic Arabia (Arab pra-Islam) sangat
penting bagi historiografi Islam karena kawasan Arab merupakan tempat kelahiran Islam dan
bangsa Arab adalah masyarakat pertama yang menjumpai risalah agama Islam sehingga dapat
diketahui perubahan signifikan yang diwujudkan oleh kaum Muslimin setelah ajaran Islam
diturunkan Allah Swt. Untuk menguraikannya secara lebih mendetail berikut ini dijelaskan
keadaan Arab sebelum Islam dari aspek geografi, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan
agamanya

Di antara bangsa Arab terdapat pula sebagian orang yang tetap mempertahankan ajaran
agama yang dituntunkan oleh Nabi Ibrahim. Mereka yang jumlahnya sedikit ini disebut dengan
al-Hunafa' (jamak dari hanif; berarti orang yang agamanya lurus atau benar). Mereka memegang
teguh prinsip tauhid, mempercayai adanya hari kiamat ketika Allah memberikan pembalasan
kepada setiap amalan manusia, menghindari penyembahan berhala, menjauhi minuman khamr,
tidak melakukan perjudian, menentang orang-orang yang memendam anak perempuan
hiduphidup, mengharamkan bangkai, dan tidak memakan darah. Di antara orang-orang al-
Hunafa' ini ialah Umayyah ibn Abi al-Salt, Waraqah ibn Nawfal, Zayd ibn ‘Amr, Suwayd ibn ‘A
Sulma, Khalid ibn Sinan, Kab ibn Luayy, dan Qus ibn Saidah.
Dengan mengetahui keyakinan kelompok al-Hunafa ini, dapat dinyatakan bahwa
sesungguhnya Nabi Muhammad yang selama kehidupannya mengamalkan ajaran agama Nabi
Ibrahim termasuk al-H unafa sebelum menerima risalah kenabian. Karakteristik tauhid yang
diamalkan oleh al Hunafa yang mengikuti tuntunan Nabi Ibrahim ini tercantum dalam al-Qur'an,
(Surat Ali Imran [3]:67)

Artinya: Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah
seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk
golongan orang-orang musyrik. (QS. Ali imran [3]:67)

Harun Nasution, membagi Sejarah Perkembangan Peradaban Islam ke dalam tiga


periode yaitu periode klasik (650-1250 M), dibagi dalam dua masa, yakni: masa kemajuan
Islam I (650-100), dan masa disintegrasi (1000 – 1250 M). Periode pertengahan (1250 – 1800),
dan Periode Modern (1800 M). Periode klasik ini dapat dibagi ke dalam dua masa, yaitu masa
Kemajuan Islam I dan masa Disintegrasi

*. Masa Kemajuan I (650 – 1000 M)

Masa ini merupakan masa ekspansi, integrasi dan keemasan Islam.


Dalam hal ekspansi, sebelum Nabi Muhammad wafat di tahun 632 M,
seluruh Semenanjung Arabia telah tunduk di bawak kekuasaan Islam,
dan ekspansi ke daerah-daerah di luar Arabia dimulai pada zaman
Khalifah pertama Abu Bakar al-Siddik.
Islam pertengahan Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa
keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat
kekuasaan politik sekaligus agama. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat
tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu
pengetahuan dalam Islam. Namun setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai
menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.
Walaupun dasar-dasar pemerintahan Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu al Abbas dan
Abu Ja’far al Manshur, tetapi puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah
sesudahnya;

1. Al Mahdi (775-785 M)

2. Al Hadi (775-786 M)
3. Harun al Rasyid (786-809 M)

4. Al Ma’mun (813-833 M)

5. Al Mu’tashim (833-842 M)

6. Al Wasiq (842-847 M)

7. Al Mutawakkil (847-861 M)

Khalifah Harun al Rasyid memanfaatkan kekayaannya untuk keperluan sosial, misalnya


rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi didirikan. Pada masanya sudah terdapat
paling tidak sekitar 800 orang dokter. Di samping itu, pemandian-pemandian umum juga
dibangun. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta
kesusastraan berada pada zaman keemasannya (Zuhairini, 1997: 96). Lebih– lebih lagi dengan
adanya lembaga keilmuan yaitu Bayt al Hikmah. Pada masa inilah negara Islam menempatkan
dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi. Al Ma’mun, pengganti al Rasyid, dikenal
sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan
buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia menggaji
penerjemah-penerjemah dari penganut agama lain yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah,
salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bayt al Hikmah, pusat
penerjemahan yang berfungsi bagaikan perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar dan
tempat berkumpul untuk berdiskusi. Pada masa al Ma’mun inilah Baghdad mulai menjadi pusat
kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Al Mu’tashim, khalifah berikutnya (833-842 M), memberi
peluang besar kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan, keterlibatan mereka
dimulai sebagai tentara pengawal. Tidak seperti pada masa daulat Umayyah, dinasti Abbasiyah
mengadakan perubahan sistem ketentaraan. Praktek orang-orang muslim mengikuti perang sudah
terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit profesional. Dengan demikian,
kekuatan militer dinasti Bani Abbas menjadi sangat kuat.

Periode Modern (1800 M) disebut juga periode pembaharuan karenamerupakan


zaman kebangitan dan kesadaran umat Islam terhadap kelemahan dirinya dan adanya
untuk memperoleh kemajuan dalam berbagai bidang, terutama dalam bidang pengetahuan
dan teknologi. Pada masa pembaharuan, perkembangan ilmu pemgetahuan mengalami
kemajuan. Hal ini dapat dilihat diberbagai Negara, seperti Turki, India dan Mesir. Sultan
Muhammad II (1785-1839 M) dari kesultanan Turki Usmani, melakukan berbagai
usaha agar umat Islam dinegaranya dapat menguasai Ilmu pengetahuan dan teknologi.

DAFTAR PUSTAKA

Buku sejarah islam priode klasik Dr. AHMAD CHOIRUL RIFIQ, M,Fil,I penerbit pertokoan
pasar semar wendit Mangliawan, pakis, kab Malang Jatim hal 42

https://www.researchgate.net/publication/
332246108_Universalisme_Islam_Dalam_Peradaban_Klasik_dan_Modern

Ahmad Fadhil, Lubis Nur. Ensiklopedi Tematis dunia Islam (Khilafah). Jakarta: Ikhtiayas Baru Van
Hoeve. Amin, Mansur. 2004. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Indonesia Spirit Faoundation. Azra,
Azumardi. 1998. Esei-eseiIntelektual Muslim dan Pendidikan Islam. Jakarta: Logos.

Anda mungkin juga menyukai