“Dimulai dari titik yang terbaik sebagai pijakkan yang kokoh untuk Peradaban di masa depan” (Dewi Sinta)
Nabi Saw dididik langsung oleh Allah SWT
Sebelum akhirnya sampai pada masa sekarang dimana telah banyak lembaga lembaga pendidikan yang berprinsip dasar Islam, pendidikan Islam mempunyai cerita sejarah yang panjang. Pendidikan Islam berdasarkan konsep al Qur’an telah dimulai ketika Nabi Saw diangkat menjadi Rasul dan mendapatkan wahyu pertama dari Allah SWT melalui perantara malaikat Jibril As. Wahyu tersebut berupa Qur’an surat al Alaq 1-5 yang di awali dengan kata اقراyang berarti bacalah. Jika kita membaca kisahnya, kita tahu bahwa Rasulullah Saw adalah seorang yang Ummi, اقراadalah sebuah kata yang mendapat penekanan khusus dan yang pertama menghujam hati Rasul, sebuah kata dalam bentuk motivasi pada satu hal yaitu ilmu dengan memilih satu metode kajian ilmu yaitu membaca. Pada saat itu Rasulullah Saw dididik oleh Allah SWT dengan menjadikan Jibril sebagai gurunya. Nabi Muhammad Saw adalah guru dan teladan utama bagi penerapan pendidikan Islam dalam dua periode yaitu periode Makkah dan Madinah. Pendidikan Islam Khalifatur Rasyidin Setelah Nabi Saw wafat pendidikan Islam dilanjutkan kemasa sahabat atau yang kita kenal dengan sebutan Khulafaur Rosyidin yang berlangsung selama tiga puluh tahun. Di masa sahabat pendidikan Islam sudah berkembang dengan munculnya ilmu ilmu bahasa dan filsafat dengan tujuan melanjutkan dan mempertahankan apa yang sudah dicapai pada masa Nabi Saw dan mewariskan nilai budaya Islam kepada generasi selanjutnya. Pada masa ini lembaga pendidikan formal seperti kuttab sudah berkembang keseluruh wilayah Islam. Kuttab pertama kali didirikan pada masa Khalifah Abu Bakar as Shiddiq. Selain kuttab para sahabat juga menjadikan masjid masjid dan Jami’ sebagai pusat pendidikan Islam dengan materi yang dikembangkan baik dari segi ilmu bahasa, menulis, dan lain sebagainya. Pusat-pusat pendidikan pada masa Khulafaur Rasyidin terbagi menjadi beberapa titik seperti Mekkah, guru pertama adalah Muaz bin Jabal yang mengajarkan Al-Qur’an dan fiqih. Madinah, adalah tempat empat sahabat besar Rasulullah Saw yaitu Abu Bakar as Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Kota Basrah, sahabat yang termasyhur adalah Abu Musa al-Asy’ary dia adalah seorang ahli fiqih dan al-Qur’an. Kota Kuffah, sahabat yang terkenal Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Mas’ud. Abdullah bin Mas’ud mengajarkan al-Qur’an, ahli tafsir, hadis, dan fiqih. Kota Damaskus (Syria) setelah penduduknya banyak beragama Islam, maka Umar bin Khattab mengirim 3 orang ke negara itu, yang dikirim adalah Mu’az bin Jabal ke Palestina, Ubaidah di Hims dan Abu Darda’ di Syiria. Dan terakhir adalah Mesir, sahabat mula-mula mendirikan madrasah dan menjadi guru di Mesir adalah Abdullah bin Amru bin Ash ia adalah seorang ahli hadis. Potret Pendidikan Islam di Masa Klasik Dinasti Umayyah Pada masa Dinasti Umayyah pola pendidikan bersifat desentralisasi. Kajian keilmuan pada periode ini berpusat di Damaskus, Kufah, Mekkah, Madinah, Mesir, Cordova dan beberapa kota lainnya, seperti: Basrah dan Kuffah (Irak), Damsyik dan Palestina (Syam), Fistat (Mesir). Pertumbuhan dan perkembangan pendidikan pada Dinasti Umayyah ini sejalan penaklukan daerah-daerah bulan sabit yang subur seperti negeri-negeri Persia dan Mesir, mereka pun telah membentuk peradaban yang pertama diseluruh dunia. Dengan demikian Dinasti Umayyah mampu mempelajari dan menghimpun khasanah keilmuan tersebut dari bangsa taklukannya. Di Bizantium, Yunani, Persia, Ktesiphon, Damsik, Yerusalem, Iskandariat, bahkan melirik Cina, yang kemudian mereka mengagumi dan meniru, mengembangkan buah pemikiran dan tangan-tangan dari negara tersebut. Pada awal pemerintahan Dinasti Umayyah terdapat dua sistem pendidikan yang berbeda; (1) Pendidikan untuk anak-anak khalifah dan para pembesarnya, sehingga sistem pendidikan ini bertujuan untuk memperoleh kekuasaan dan kekuatan politik, sehingga dengan demikian akan menghasilkan manusia pimpinan formal yang didukung oleh jabatan kenegaraan dengan wibawa kekuasaan; (2) Pendidkan untuk anak-anak dan masyarakat umum, bertujuan mengembangkan keilmuan dengan ditunjang oleh keyakinan agama, yang diharapkan mampu menghasilkan pimpinan yang didukung kharismatik dan ilmu pengetahuan. Gambar potren pendidikan semasa Dinasti Umayyah ini menggabarkan secara umumnya, sehingga tidak semua khalifah menerapkan sistem seperti ini, hal ini terdapat seorang khalifah juga yang alim seperti Khalifah Umar ibn Abdul Aziz. Dan terdapat pula potren pendidikan yang diterapkan secara demokratis seperi masa pemerintahan Muawiyyah II di Andalusia, yang mampu membuat kekuatan dengan menyatukan sentral pokok dalam pengembangan pendidikan, yaitu, ulama dan umara. Kemudian Pada masa Umayyah telah ada tingkat pengajaran, hampir sama seperti masa sekarang. Tingkat pertama ialah Kuttab, tempat anak-anak belajar menulis dan membaca, menghafal al-Quran serta belajar pokok-pokok agama islam. Setelah tamat Alquran mereka meneruskan pelajaran ke masjid. Pelajaran di masjid itu terdiri dari tingkat menengah dan tingkat tinggi. Pada tingkat menengah gurunya belumlah ulama besar, sedangkan pada tingkat tingginya gurunya ulama yang dalam ilmunya dan masyhur ke’aliman dan kesalehannya. Pemerintah Dinasti Umayyah menaruh perhatian dalam bidang pendidikan. Memberikan dorongan yang kuat terhadap dunia pendidikan dengan penyediaan sarana dan prasarana. Hal ini dilakukan agar para ilmuan, para seniman, dan para ulama mau melakukan pengembangan bidang ilmu yang dikuasainya serta mampu melakukan kaderisasi ilmu. Pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam pada masa itu berjalan seperti di zaman permulaan Islam, hanya ada sedikit peningkatan sesuai dengan perkembangan Daulah Islamiyah sendiri. Gemilang Cahaya Pendidikan Islam Dinasti Abbasiyah Zaman pemerintahan dinasti Abbasiyah dikenal sebagai zaman keemasan dan kejayaan Islam, secara politis para Khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan cinta ilmu pengetahuan sekaligus merupakan pusat kekuasaan politik dan agama. Disisi lain, kemakmuran masyarakat pada saat itu mencapai tingkat tertinggi. Pada masa ini pula umat Islam banyak melakukan kajian kritis terhadap ilmu pengetahuan sehingga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Dinasti Abbasiyah menyumbang peran penting dalam soal alih bahasa atau terjemahan, penerjemahan karya-karya penting sebenarnya sudah dimulai sejak pertengahan dinasti Umayyah. Ketika kekuasaan beralih ketangan dinasti Abbasiyah, kegiatan penerjemahan ke dalam bahasa arab semakin marak dan dilakukan secara besar-besaran. Al-Manshur termasuk khalifah Abbasiyah yang ikut andil dalam membangkitkan pemikiran, dia mendatangkan begitu banyak ulama cendikia dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan ke Baghdad. Di samping itu, dia juga mengirimkan utusan untuk mencari buku-buku ilmiah dari negeri Romawi dan mengalihkannya ke bahasa Arab. Akibatnya pada masa ini banyak para ilmuan dan cendikiawan bermunculan sehingga membuat ilmu pengetahuan menjadi maju pesat. Adapun puncak keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah yaitu al-Mahdi, al-Hadi, Harun al-Rasyid, al-Ma’mun, al- Mu’tashim, al-Wasiq dan al-Mutawakkil. Selain masjid sebenarnya telah berkembang pula lembaga-lembaga pendidikan Islam lainnya baik yang bersifat formal maupun non formal, lembaga-lembaga ini berkembang terus bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya bentuk-bentuk lembaga pendidikan baik non formal maupun formal yang semakin luas. Di antara lembaga-lembaga pendidikan Islam yang ada pada masa dinasti Abbasiyah tersebut adalah Kuttab sebagai lembaga pendidikan dasar, Pendidikan Rendah di Istana, Tiko toko kitab, Rumah rumah para Ulama, Majelis atau salon kesusastraan, Badiah, Rumah Sakit, Perpustakaan dan Observatorium, dan Madrasah. Pendidikan Islam Era Millenial Generasi millenial adalah generasi yang harus mampu bersaing dan dalam persaingan tersebut ia harus keluar sebagai pemenang. Untuk itu, generasi millenneial adalah generasi yang unggul baik dari aspek hard skill, maupun soft skill (moral, mental, Intellektual, emosional dan spiritual). Generasi yang unggul itu hanya akan dapat dilihirkan oleh pendidikan yang unggul, sebagaimaana yang diperlihatkan oleh bangsa-bangsa yang maju di dunia ini. Hasil kajian para ahli telah memperlihatkan, bahwa antara kemajuan suatu bangsa memiliki korelasi yang positif dengan keunggulan suatu bangsa; dan keunggulan suatu bangsa memiliki korelasi yang positif dengaan keunggulan pendidikan. Pendidikan Islam dengan rujukan utamanya Al-Qur’an dan al-Sunnah sesungguhnya memiliki komitmen pada keunggulan. Islam mengajarkan agar manusia memiliki sifat-sifat Allah dan Rasul-Nya. Yakni berakhlak dengan akhlak Tuhan dan Rasul sesuai kadar kesanggupan manusia (al- takhalluq bi Akhlaq Allah wa al-Rasul ‘ala thaawa al-basyariah). Karena Allah dan Rasul- Nya bersifat Unggul dan Maha Sempurna, maka pernyataan tersebut mengandung isyarat bahwa dalam melaksanakan pendidikan harus meniru keunggulan dan kesempurnaan sifat- sifat dan perbuatan Tuhan. Demikian pula perintah tentang iman dan amal shalih, menunjukkan bahwa pendidikan Islam selain perlu memiliki komitmen moral dan spiritual yang luhur, juga mengacu kepada standar operating prosedur (SOP) yang benar dan berdasar pada teori keilmuan yang sahih, sehingga pekerjaan tersebut dilakukan secara professional dan dapat dipertanggung jawabkan kepada publik. Dinamika pendidikan Islam akan terus berlangsung dari zaman ke zaman. Di masa mendatang pendidikan Islam diharapkan lebih mampu mengakomodasi kebutuhan dan tuntutan zaman, tentu saja tidak terlepas dari usaha-usaha umat Islam hari ini. Sebagai mana semboyan ahli sejarah bahwa sebuah bangsa yang besar adalah mereka yang tidak melupakan sejarah masa lalu atau yang menghormati jasa pahlawannya. Sumber tulisan : 1. Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Tsanawiyah kelas VII. 2014. Kemenag RI Jakarta 2. Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Tsanawiyah kelas VIII. 2014. Kemenag RI Jakarta 3. E journal Fahmi Irfani. Potret Pendidikan Islam di Masa Klasik (Diansti Umayyah dan Abbasiyah). PAI Fakultas Agama Islam UIKA Bogor. http://ejournal.uika- bogor.ac.id/index.php/FIKRAH/article/view/216 4. Prof. Dr H. Abuddin Nata. 2020. Pendidikan Islam di Era Millenial. Jakarta : Prenada Media.