Anda di halaman 1dari 19

Kelompok 1

TASYRI’ PADA MASA KENABIAN

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah : Pengantar Ilmu Fiqih

Dosen Pengampu : Dr.H.Syaihku, M.H.I.

Disusun Oleh

Kusrotul Muhayyadah

2132130218

Siti Nazma

2312130030

Mirda Sari

2312130017

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PALANGKA RAYA

FAKULTAS SYARIAH JURUSAN SYARIAH

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

TAHUN AKADEMIK 2023/2024


KATA PENGANTAR

Bissmillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah segala puji dan syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt.
Karena dengan Rahmat dan Ridha-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini
yang berjudul"Tasyri' pada masa kenabian"Tidak lupa Shalawat serta salam,
kami sampaikan kepada baginda Besar Nabi Muhammad Saw, beserta keluarga,
sahabat dan para pengikut beliau hingga akhir zaman.

Kami selaku penulis dalam pembuatan makalah ini, menyadari betul


bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu,
kami memohon dengan ikhlas kepada pembaca makalah ini untuk memberikan
kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan makalah yang lebih baik.

Akhir kata, kami ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada semua


pihak terutama kepada dosen pengampu mata kuliah yakni, kepada
Bapak,segenap teman-teman yang turut serta memberikan dukungan dan
semangat kepada kami. Dan kami harapkan semoga makalah yang kami buat ini
bisa bermanfaat bagi kita semua. Aamiin

Palangkaraya, 18 September 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................................i
DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
BAB I .............................................................................................................................1
PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang ..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................2
C. Tujuan Penulisan ...............................................................................................2
D. Metode Penulisan...............................................................................................2
BAB II ...........................................................................................................................3
PEMBAHASAN ............................................................................................................3
A. Tasyri’ pada zaman Rasulullah SAW ...............................................................3
B. Dasar-dasar tasyri’ ............................................................................................4
BAB III ........................................................................................................................ 14
PENUTUP ................................................................................................................... 14
A. KESIMPULAN ................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tasyri' pada zaman Rasulullah SAW merujuk kepada proses
pembentukan hukum dan peraturan dalam masyarakat Islam berdasarkan
ajaran Al-Quran dan Sunnah (tradisi) Nabi Muhammad SAW. Ini adalah
periode awal dalam sejarah Islam di mana Nabi Muhammad bertindak
sebagai pemimpin politik, agama, dan hukum.

Pada zaman Rasulullah SAW yang melandasi tasyri’ dapat dibagi


menjadi beberapa aspek penting :

1. Wahyu Al-Quran : Tasyri' pada zaman Rasulullah didasarkan pada


wahyu Allah yang terdapat dalam Al-Quran. Al-Quran adalah pedoman
utama bagi umat Islam dan menjadi sumber hukum tertinggi. Ayat-ayat Al-
Quran memberikan petunjuk mengenai berbagai aspek kehidupan, termasuk
ibadah, moralitas, hukum pidana, dan lainnya.

2. Sunnah Nabi Muhammad : Selain Al-Quran, Sunnah Nabi Muhammad


SAW juga menjadi sumber utama hukum Islam. Sunnah merujuk kepada
tindakan, ucapan, dan persetujuan diam Nabi Muhammad. Hadis (riwayat)
yang merekam Sunnah ini menjadi panduan dalam menginterpretasikan dan
menjalankan hukum Islam.

3. Pemimpin Spiritual dan Politik : Nabi Muhammad bukan hanya


seorang nabi dan pemimpin spiritual, tetapi juga seorang pemimpin politik
yang memimpin umat Islam di Madinah setelah hijrah. Ia menghadapi
berbagai masalah sosial, ekonomi, dan politik, dan memberikan panduan
hukum untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.

4. Penyebaran Islam : Pada saat Nabi Muhammad SAW hidup, Islam


mulai menyebar dari Madinah ke berbagai wilayah di Arabia dan bahkan ke
luar negeri. Dalam proses ini, Nabi memberikan panduan hukum kepada
umatnya untuk menghadapi situasi baru dan berinteraksi dengan berbagai
budaya.

5. Pengadilan dan Keadilan : Nabi Muhammad mendirikan pengadilan

1
dan mengangkat hakim-hakim untuk menyelesaikan sengketa dan masalah
hukum dalam masyarakat. Hal ini menunjukkan pentingnya prinsip keadilan
dalam Islam.

6. Kesempurnaan Agama : Nabi Muhammad menerima wahyu terakhir


yang menegaskan bahwa agama Islam telah sempurna. Ini berarti bahwa
hukum-hukum yang diberikan dalam Islam dianggap cukup dan tidak
memerlukan tambahan atau perubahan.

Selama masa hidup Nabi Muhammad SAW, hukum-hukum Islam


diberikan secara bertahap seiring dengan peristiwa dan tantangan yang
muncul. Pengikut Islam pada saat itu mengikuti panduan Nabi dalam
menerapkan hukum-hukum ini dalam kehidupan sehari-hari mereka. Setelah
wafatnya Nabi Muhammad, periode pengembangan hukum Islam dan
interpretasi lebih lanjut terus berlanjut di bawah kepemimpinan para
sahabatnya dan generasi-generasi berikutnya, yang dikenal sebagai periode
"khilafah" dan "ijtihad" dalam sejarah Islam.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, yakni :

1. Apa yang di maksud dengan tasyri pada zaman rasulullah saw?

2. Apa saja dasar ayat yang melandasi tasyri’ itu sendiri, baik makkiyah
maupun madaniyyah?
C. Tujuan Penulisan
1. Agar dapat memahami mengenai tasyri’ pada zaman Rasulullah SAW.
2. Agar dapat mengetahui dan memahami mengenai ayat-ayat yang
melandasi tentang tasyri’
D. Metode Penulisan
Adapun Metode penulisan pada makalah ini yaitu metode pencarian
beberapa artikel atau Jurnal melalui internet (web research) sebagai referensi
pendukung makalah ini.

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Tasyri’ pada zaman Rasulullah SAW
Fase ini berawal ketika Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW
membawa wahyu berupa Al-Quran ketika baginda sedang berada dalam gua
Hira pada hari jumat 17 Ramadhan tahun 13 Sebelum Hijrah bertepatan
dengan tahun 610 Masehi. Wahyu terus turun kepada Baginda Rasulullah
SAW di Mekah selama 13 tahun dan terus berlangsung ketika beliau berada
di Madinah dan di tempat-tempat lain setelah Hijrah selama 10 tahun, sampai
Baginda Rasulullah SAW wafat pada tahun 11 Hijriyah. 1 Terkadang Wahyu
turun kepada Baginda Rasulullah SAW dalam bentuk Alquran yang
merupakan kalam Allah dengan makna dan lafadznya, dan terkadang Wahyu
turun yang hanya berupa makna sementara lafalnya dari Rasulullah SAW
atau kemudian termanifestasikan dalam bentuk hadits.Dengan dua pusaka
inilah perundang-undangan Islam ditetapkan dan ditentukan.Atas dasar ini
perundang-undangan pada masa Rasulullah SAW mengalami dua periode
istimewa, yaitu periode legislasi hukum syariat di Mekah yang dinamakan
perundang-undangan era Mekah (Tasyri’ al-Makki) dan periode legislasi
hukum syariat di Madinah setelah hijrah yang kemudian disebut perundang-
undangan madinah (Tasyri’ Al Madani).Periode Rasulullah ini dibagi dua
masa yaitu : masa Mekkah dan masa Madinah. Pada masa Mekkah, diarahkan
untuk memperbaiki akidah, karena akidah yang benar inilah yang menjadi
pondasi dalam hidup. Oleh karena itu, dapat kita pahami apabila Rasulullah
pada masa itu memulai da’wahnya dengan mengubah keyakinan masyarakat
yang musyrik menuju masyarakat yang berakidah tauhid, membersihkan hati
dan menghiasi diri dengan al-Akhlak al-Karimah, Masa Mekkah ini dimulai
diangkatnya Muhammad SAW menjadi Rasul sampai beliau hijrah ke
Madinah yaitu dalam waktu kurang lebih selama 12 tahun. Di Madinah, tanah
air baru bagi kaum muslimin, kaum muslimin bertambah banyak dan
terbentuklah masyarakat muslimin yang menghadapi persoalan-persoalan
baru yang membutuhkan cara pengaturan-pengaturan, baik dalam hubungan
antar individu muslim maupun dalam hubungannya dengan kelompok lain di

1
Rasyad Hasan Khalil,Tarikh Tasyri ’, (Jakarta:Ahmzah, 2015) Cet-3, h. 41.

3
lingkungan masyarakat Madinah, seperti kelompok Yahudi dan Nasrani. Oleh
karena itu, di Madinah disyaratkan hukum yang meliputi keseluruhan bidang
ilmu fiqh.Fase Makkah ialah semenjak Rasulullah berada di Makkah, selama
12 tahun dan beberapa bulan terhitung semenjak beliau diangkat sebagai
Rasul sampai beliau berhijrah kemadinah. 2 Fase Madinah adalah semenjak
rasul berhijrah ke Madinah, selama kurang lebih 10 tahun. Terhitung mulai
waktu hijrah sampai wafatnya. Pada fase ini islam sudah kuat, jumlah umat
islampun sudah bertambah banyak, sudah mempunyai suatu pemerintahan.
Keadaan inilah yang perlunya mengadakan tasyri' dan pembentukan undang
undang

Tasyri secara etimologis bermakna: menetapkan syari’at, menerapkan


hukum, atau membuat perundang-undangan, atau Proses menetapkan
perundang-undangan. Secara terminologis, Tasyri’ sendiri berarti:
“pembentukan dan penetapan perundang-undangan yang mengatur hukum
perbuatan orang-orang mukallaf dan hal-hal yang terjadi tentang berbagai
keputusan serta peristiwa yang terjadi di kalangan mereka”.Dengan
demikian, secara sederhana Tarikh Tasyri’ dapat di definisikan dengan:
sejarah terbentuknya perundang-undangan dalam Islam, baik pada masa
risalah (Nabi Muhammad) atau pada masa-masa setelahnya, dari perspektif
zaman di mana hukum-hukum tersebut dibentuk, berikut proses
penghapusan dan kekosongannya, serta yang terkait dengan para fuqaha dan
mujtahid yang berperan dalam proses pembentukannya tersebut.3
B. Dasar-dasar tasyri’
1. pengertian makkiyah dan madaniyah
Kata ‫ المكي‬berasal dari ‫ مكة‬dan ‫ المدني‬berasal dari kata ‫مدينة‬.Kedua kata
tersebut telah dimasuki “‫ ”ي‬nisbah sehingga menjadi “‫ ”المكي‬atau ‫ المكية‬dan
‫ المدني‬.
Sedikitnya ada 4 teori dalam menentukan kreteria untuk memisahkan
nama bagi ayat makiyah dan madaniyah, yaitu:

2
Abdul Wahhab Khallaf, Perkembamgan Sejarah Hukum Islam, diterjemahkan oleh
Ahyar Aminudin,( Bandung: Pustaka Setia, 2000) 9.
3
Muhammad Ali al-Sayis, Tarikh al-Tasyri’ al-Islami, h. 6.

4
a. Teori Geografi (Mulahadhotu Makan Annuzul)Makiyah ialah ayat–
ayat yang turun di mekah dan sekitarnya, baik sebelum atau sesudah
hijrah. Sedangkan madaniyah ialah ayat–ayat yang turun di madinah
dan sekitarnya
b. Teori Subjektif (Mulahadhotu Mukhothobin)Makiyah adalah ayat–
ayat yang berisi khitab atau panggilan kepada penduduk makkah
dengan menggunakan kata-kata “yaa ayyuhan nassu” dan lain–lain.
Sedangkan madaiyah adalah ayat-ayat yang berisi panggilan kepada
orang–orang madinah dengan menggunakan kata-kata “yaa
ayyuhalladzi naamanu”.
c. Teori Historis (Mulahadhotu Zaman Annuzul)Makiyah adalah ayat-
ayat Al-Qur’an yang diturunkan sebelum hijrah Nabi Muhammad
SAW ke madinah, meskipun turunnya ayat diluar kota makkah.
Sedangkan madaniyah adalah ayat–ayat Al-Qur’an yang turun setelah
hijrahnya Nabi Muhammad SAW ke Madinah Meskipun turunya di
makkah dan sekirarnya.
d. Teori Content Analysis (Mulahadhotu Maa
Tadhomananna)Makkiyah adalah ayat-ayat yang berisi cerita–cerita
umat dan para nabi atau rasul dahulu. Sedangkan madaniyah adalah
ayat-ayat yang berisi hukum hudud, faraid, dan sebagainya. 4

Ciri-ciri makiyyah dan madaniyah :

Ciri-Ciri ayat Makki (Makiyyaah) yaitu :

a. Ayat dan surahnya pendek dan susunannya luwes dan jelas.


b. Ayat-ayatnya lebih puitis (bersajak), karena yang ditantang adalah
masyarakat yang ahli dalam membuat puisi.
c. Makiyyah banyak menyebut qasam (sumpah), tasybih (penyerupaan),
dan amtsal (perumpamaan).
d. Gaya bahasa al-Makkiyah jarang bersifat konkret, realistis dan
materialis, terutama ketika berbincang tentang kiamat.
e. Surah-surah al-Makkiyah mengandung lafadz kalla, yaitu di dalam
alQuran lafadz ini berulang sebanyak 33 kali dalam 15 surah.

4
Abdul Jalal, Ulumul Qur’an (Surabaya:Dunia Ilmu,2000),hal 78.

5
f. Surah-surahnya mengandung seruan (‫“ )ي أي ها ال ناس‬Hai sekalian
manusia”, dan tidak mengandung seruan (‫“ )ي أي ها ال ذي ن آم نوا‬Hai
orang orang yang beriman”
g. Mengajak kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah,
pembuktian mengenai kebenaran risalah, kebangkitan dan hari
pembalasan, hari kiamat dan mala petakanya, neraka dan siksaannya,
surga dan nikmatnya, argumentasi terhadap orang musyrik dengan
menggunakan bukti-bukti rasional dan ayat-ayat kauniyah.
h. Peletakan dasar-dasar umum bagi perundang-undangan dan akhlak
mulia yang menjadi dasar terbentuknya suatu masyarakat; dan
penyingkapan dosa orang musyrik dalam penumpahan darah,
memakan harta anak yatim secara zhalim, penguburan hidup-hidup
bayi perempuan dan tradisi buruk lainnya.

Ciri-Ciri ayat Madani (Madaniyyah) yaitu

a. Surah-surahnya berisi hukum pidana, hukum warisan, hak-hak perdata


dan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan perdata serta
kemasyarakatan dan kenegaraan.
b. Surah-surahnya mengandung izin untuk berjihad, urusan-urusan
perang, hukum-hukumnya, perdamaian dan perjanjian.
c. Setiap surat yang menjelaskan hal ihwal orang-orang munafik
termasuk Madaniyyah, kecuali surat Al-Ankabut yang di nuzulkan di
Makkah. Hanya sebelas ayat pertama dari surat tersebut yang
termasuk Madaniyyah dan ayat-ayat tersebut menjelaskan perihal
orang-orang munafik.
d. Menjelaskan hukum-hukum amaliyyah dalam masalah ibadah dan
muamalah, seperti shalat, zakat, puasa, haji, qisas, talak, jual beli, riba,
dan lain-lain.
e. Sebagian surat-suratnya panjang-panjang, sebagian ayat-ayatnya
panjang-panjang dan gaya bahasanya cukup jelas dalam
menerangkan hukum-hukum agama.
2. Dasar- dasar tasyri’.
Dasar-dasar tasyri' dalam Islam adalah prinsip-prinsip yang
membentuk landasan hukum dan peraturan dalam agama. Dasar-dasar ini

6
mencakup sumber-sumber hukum utama yang digunakan dalam
pembentukan hukum Islam. Berikut adalah dasar-dasar tasyri' dalam
Islam:
a. Al-Quran : Al-Quran adalah sumber hukum utama dalam Islam. Ini
adalah kitab suci yang dianggap sebagai wahyu langsung dari Allah
SWT kepada Nabi Muhammad SAW. Al-Quran berisi pedoman
hukum untuk berbagai aspek kehidupan, termasuk ibadah, moralitas,
hukum pidana, hukum perdata, dan banyak lagi. Ayat-ayat Al-Quran
menjadi dasar utama dalam pembentukan hukum Islam.
b. Sunnah Nabi : Sunnah Nabi Muhammad SAW adalah sumber hukum
kedua dalam Islam. Sunnah merujuk kepada tindakan, ucapan,
persetujuan diam, dan perilaku Nabi Muhammad. Hadis-hadis yang
merekam Sunnah ini digunakan sebagai panduan dalam
menginterpretasikan dan menjalankan hukum Islam. Sunnah
memberikan konteks dan rincian tambahan terkait dengan ajaran
yang terdapat dalam Al-Quran.
c. Ijma' (Konsensus Umat) : Ijma' adalah kesepakatan atau konsensus
umat Islam dalam mengenai suatu isu hukum yang tidak secara
langsung diatur dalam Al-Quran atau Sunnah. Ijma' menjadi sumber
hukum jika tidak ada petunjuk yang jelas dalam sumber-sumber
utama seperti Al-Quran atau Sunnah.
d. Qiyas (analogi) : Qiyas adalah proses penarikan kesimpulan hukum
untuk situasi yang tidak tercakup dalam Al-Quran atau Sunnah
dengan menggunakan analogi atau perbandingan dengan situasi yang
sudah ada dalam sumber-sumber hukum. Qiyas memungkinkan
ulama untuk mengadaptasi hukum Islam ke dalam konteks yang
berubah.
e. Istihsan (Preferensi Hukum) : Istihsan adalah konsep yang
memungkinkan ulama untuk menggunakan preferensi atau penilaian
diskresioner dalam menentukan hukum dalam kasus-kasus tertentu
jika diperlukan untuk mencapai keadilan atau kemaslahatan umat.
f. Maslahah Mursalah (Kemaslahatan Umum) : Konsep ini
mengizinkan ulama untuk mempertimbangkan kemaslahatan umum

7
atau kepentingan sosial dalam pembentukan hukum, bahkan jika
tidak ada ketentuan yang khusus dalam Al-Quran atau Sunnah.
g. Dhahir al-Kitab wa al-Sunnah (Teks Langsung Al-Quran dan
Sunnah) : Teks-teks yang secara eksplisit ditemukan dalam Al-Quran
dan Sunnah Nabi adalah hukum yang paling kuat dan mengikat
dalam Islam.
b. Dasar-dasar tasyri' ini membentuk kerangka kerja hukum dalam
Islam dan memberikan landasan untuk pengembangan hukum Islam
yang lebih rinci dan kontekstual sesuai dengan perubahan zaman dan
kebutuhan masyarakat. Ulama Islam, yang memiliki pengetahuan
dan kualifikasi dalam bidang hukum Islam, bertanggung jawab atas
interpretasi dan aplikasi hukum berdasarkan dasar-dasar ini.
3. Pemegang wewenang wahyu.
Dalam Islam, pemegang wewenang wahyu adalah Nabi
Muhammad SAW. Nabi Muhammad dianggap sebagai Rasul terakhir
yang dipilih oleh Allah SWT untuk menyampaikan wahyu-Nya kepada
umat manusia. Dia adalah saluran komunikasi antara Allah dan manusia
dan menerima wahyu dalam bentuk Al-Quran dan juga melalui wahyu-
wahyu lain yang disampaikan kepadanya selama hidupnya.
Berikut beberapa poin penting tentang pemegang wewenang
wahyu dalam Islam:
a. Nabi Muhammad SAW : Nabi Muhammad SAW adalah pemegang
wewenang wahyu yang paling penting dalam Islam. Dia lahir di
Mekah pada tahun 570 Masehi dan menerima wahyu pertamanya
dari Allah SWT ketika dia berusia 40 tahun. Wahyu pertama ini
disampaikan melalui malaikat Jibril (Gabriel) dan dimulai dengan
kata-kata "Iqra" atau "Bacalah."
b. Al-Quran : Al-Quran adalah kitab suci Islam yang dianggap sebagai
wahyu terakhir dan yang paling penting. Itu disusun berdasarkan
wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad selama lebih dari 23
tahun. Al-Quran adalah panduan utama bagi umat Islam dalam
semua aspek kehidupan, termasuk akidah (keyakinan), ibadah,
moralitas, dan hukum.

8
c. Sunnah Nabi : Selain Al-Quran, Nabi Muhammad juga menerima
wahyu dalam bentuk Sunnah. Sunnah merujuk kepada tindakan,
ucapan, persetujuan diam, dan perilaku Nabi Muhammad yang
dianggap sebagai contoh yang harus diikuti oleh umat Islam. Hadis-
hadis (riwayat) yang merekam Sunnah ini juga merupakan sumber
penting dalam Islam untuk menjelaskan dan memperjelas ajaran Al-
Quran.
d. Penutup Para Nabi : Nabi Muhammad diakui sebagai "Khatam al-
Anbiya" atau "Penutup Para Nabi." Ini berarti bahwa ia adalah nabi
terakhir yang diutus oleh Allah untuk membawa pesan-Nya kepada
manusia. Tidak ada nabi atau rasul yang akan datang setelahnya
dalam tradisi Islam.
e. Pemimpin Umat dan Model Teladan : Selain sebagai pemegang
wahyu, Nabi Muhammad juga berperan sebagai pemimpin umat
dan model teladan dalam semua aspek kehidupan.
Kepemimpinannya mencakup bidang politik, sosial, dan agama.
Dia memberikan panduan dalam menghadapi tantangan-tantangan
yang dihadapi oleh masyarakat Islam pada saat itu.
b. Pemahaman tentang pemegang wewenang wahyu dalam Islam
menunjukkan pentingnya Nabi Muhammad SAW dalam ajaran
Islam. Umat Islam menghormati dan mengikuti ajaran-ajaran yang
diterimanya sebagai pedoman hidup dan iman mereka.
4. Ayat ahkam dan dasar penetapannya.
Di dalam Islam, ahkam (hukum-hukum) ditemukan dalam Al-
Quran dan Hadis, serta dalam pandangan ulama-ulama yang
mengembangkan prinsip-prinsip seperti Ijma' (kesepakatan ulama) dan
Qiyas (analogi) untuk menentukan hukum dalam situasi-situasi yang
tidak diatur secara eksplisit dalam teks-teks suci. Berikut adalah beberapa
contoh ahkam, ayat Al-Quran yang mendasarinya, dan dasar hukum
penetapannya :
a. Shalat (Salat) :
1) Ahkam : Shalat adalah kewajiban ibadah yang melibatkan
gerakan, bacaan, dan waktu tertentu.

9
2) Ayat Al-Quran : Dasar hukum shalat dapat ditemukan dalam
banyak ayat, salah satunya adalah Surah Al-Baqarah (2:43),
yang menyuruh orang beriman untuk mendirikan shalat.
b. Puasa (Sawm) :
1) Ahkam : Puasa merupakan ibadah yang melibatkan menahan diri
dari makan, minum, dan aktivitas lainnya selama bulan
Ramadan.
2) Ayat Al-Quran : Dasar hukum puasa Ramadan ditemukan dalam
Surah Al-Baqarah (2:183-185), yang mengatur ketentuan-
ketentuan puasa.
c. Zakat :
1) Ahkam : Zakat adalah kewajiban memberi sebagian dari
kekayaan kepada yang membutuhkan.
2) Ayat Al-Quran : Dasar hukum zakat terdapat dalam beberapa
ayat, seperti Surah Al-Baqarah (2:267), yang menjelaskan
tentang zakat.
Penting untuk dicatat bahwa penafsiran terhadap ayat-ayat Al-Quran
dan Hadis, serta pengembangan prinsip-prinsip hukum seperti Ijma'
(kesepakatan ulama) dan Qiyas (analogi), telah menjadi subjek
interpretasi dan diskusi di antara ulama-ulama Islam selama berabad-
abad. Sebagai hasilnya, terdapat berbagai pandangan dalam mazhab-
mazhab hukum Islam yang berbeda.
5. Uslub ayat ahkam.
Uslub (gaya atau cara) ayat-ayat yang mengandung ahkam
(hukum-hukum) dalam Al-Quran sangat bervariasi. 5 Beberapa ayat yang
mengandung hukum-hukum mungkin menggunakan bahasa yang tegas
dan eksplisit, sementara yang lain bisa lebih kiasan atau menggunakan
bahasa yang lebih umum. Di bawah ini, saya akan memberikan beberapa
contoh uslub ayat-ayat ahkam dalam Al-Quran:
a. Uslub Tegas dan Eksplisit :
Contoh: Ayat-ayat yang berbicara tentang hukuman-hukuman
tertentu, seperti hukuman pencuri yang dijelaskan dengan tegas

5
Jumal Ahmad “uslub-uslub dalam tafsir” https://ahmadbinhanbal.com/uslub-uslub-
dalam-tafsir/ (di akses pada tanggal 19 September 2023).

10
dalam Surah Al-Ma'idah (5:38): "Dan pencuri dan pencuri wanita,
potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan dari Allah."
b. Uslub Kiasan atau Umum :
Contoh: Ayat-ayat yang memberikan pedoman umum atau prinsip-
prinsip hukum. Misalnya, dalam Surah Al-Baqarah (2:219): "Mereka
bertanya kepadamu tentang khamar (minuman beralkohol) dan judi.
Katakanlah: 'Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa
manfaat bagi manusia.'"
c. Uslub Pengingat dan Peringatan :
Contoh: Ayat-ayat yang mengingatkan tentang akibat-akibat hukum
atau peringatan terhadap pelanggaran hukum. Sebagai contoh, dalam
Surah Al-Baqarah (2:188): "Dan janganlah kamu memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu membawa
(urusan) harta itu kepada hakim (penyelidik), supaya kamu dapat
memakan sebagian harta orang lain dengan jalan yang dosa."
d. Uslub Penyampaian dengan Keharmonisan :
Contoh: Ayat-ayat yang menyampaikan hukum-hukum dengan
keharmonisan dan kebijaksanaan, menunjukkan keadilan dan rahmat.
Misalnya, dalam Surah Al-Hujurat (49:11): "Hai orang-orang yang
beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain;
boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik daripada mereka
(yang mengolok-olok); dan janganlah pula perempuan-perempuan
(mengolok-olok) perempuan yang lain; boleh jadi mereka (yang
diolok-olok) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok)."
e. Uslub Pembingkaian Pertanyaan :
Contoh: Ayat-ayat yang menggunakan pertanyaan-pertanyaan untuk
memancing pemikiran dan refleksi. Misalnya, dalam Surah Al-
Hujurat (49:12): "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah berbagai
kecurangan yang besar maupun kecil. Dan janganlah sebahagian
kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan
jalan yang bathil (yang haram)."
Penting untuk diingat bahwa pemahaman terhadap ayat-ayat
ahkam memerlukan konteks dan penafsiran yang tepat, dan ulama-ulama
Islam memainkan peran penting dalam menafsirkan dan menerapkan

11
hukum-hukum tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam.
Selain itu, prinsip-prinsip hukum seperti Ijma' (kesepakatan ulama) dan
Qiyas (analogi) juga digunakan untuk mengembangkan hukum dalam
Islam ketika situasi yang dihadapi tidak diatur secara eksplisit dalam
teks-teks suci.
6. Sunah dan fungsinya.
Menurut bahasa , sunnah adalah kebiasa atau tradisi, sedangkan
dalam terminology fiqih, sunnah memiliki makna : “segala ucapan,
perbuatan dan taqrir yang bersifat normatif”.Istilh lain yang sering
digunakan sebagai pedoman kata sunnah antara lain: Hadits, Khabar dan
Atsar . Sunnah dan hadits sebagai sumber kedua hukum islam, telah
melewati proses sejarah yang amat panjang, dimulai dari periode hidup
Nabi Mumahmmad sendiri, yaitu pada masa kerasulan (13 s/d 11 H) baik
ketika beliau tnggal di Mekah terlebih setelah hijrah ke Madinah. 6
Proses pembuatan sunnah sebagai sumber hukum islam beriringan
dengan masih berlangsungnya turun wahyu Al-Quran sehingga pada
massa itu secara umum Nabi, melarang menulis dan mencatat apapun yang
datang dari Nabi, kecuali Al- Quran. Nabi memiliki peranan penting atau
fungsi dalam pembentukan hukum islam, walaupun apa yang keluar dari
Nabi berupa sunnah atau hadits tetap berada dalam kontrol dan otoritas
allah SWT. Kedudukan sunnah atau haits Al- Quran secara umum ada
tiga, yaitu:
a) Ta’qid dan Taqrir, yaitu menguatkan dan mengukuhkan hukum yang
ada dalam Al-Quran
b) Bayan, Taqyad dan Takhsis yaitu merinci dan menafsiri kata-kata yang
masih global,
c) Sunnah dapat menetapkan hukum baru yang tidak ada dalam Al-
Quran.. contohnya hadits.
7. Ijtihad pada masa Rasulullah SAW.
Kata ijtihad berasal dari kata al-jahdu yang berarti daya upaya dan
berusaha keras. Dengan demikian ijtihad menurut bahasa

6
Danang galih putra, “fungsi dan kedudukan as-sunnah terhadap alquran”,
https://www.islamidina.id/2020/12/fungsi -dan-kedudukan-Assunnah.html (di akses pada tanggal
19 Sep. 23).

12
berarti:”Berusaha keras untuk mencapai dan memperoleh sesuatu.” Dalam
istilah ilmu ushul fiqih, ijtihad memiliki arti : “Mencurahkan segala
kesungguhan untuk mendapatkan hukum syara’ dari dalil-dalilnya yang
terperinci.”
Dalan ijtihad media yang digunakan adalah Rayu (nalar atau akal).
Dalri aktivitas manusia berpikir dan bernalar atau berijtihad,
dimungkinkan lahirnya suatu hyukum suatu peristiwa atau keadaan yang
belum ditetapkan hukumnya lewat Al-Quran maupun sunnah. Ijtihad
dalam sejarah dan perkembanganya telah ada sejak zaman Rasulullah saw.
Rasulullah sendiri adalah sebagai mujtahid (ahli ijtihad) pertama.
Ijtihad pada masa Rasulullah banyak juga dilakukan para sahabat,
walau pada akhirnya dilaporkan kepada Rasulullah untuk untuk mendapat
legitimasi. Hal ini terjadi karena kekuasaan islam semakin lama semakin
meluas, para sahabat pun tersebar didaerah-daerah perluasan, sehingga
komunitas mereka dengan Rasulullah sering terhambat karena jarak
tinggal mereka dengan beliau semakin jauh. Karenanya sebagai sahabat
terkadang berijtihad sendiri. Diriwayatkan, ada dua seorang sahabat
berpergian, ketika waktu shalat tiba mereka tidak mendapatkan air,
kemudian mereka sholat dengan tayammum. Selesai shalat, mereka
mendapatkan air. Salah seorang mereka mengulangi shalat dengan
berwudhu karena waktu sholat belum habis, tetapi yang satunya lagi tidak
mengulangi shalat karena sudah merasa cukup dengan shalat yang tadi.
ketika bertemu dengan Rasulullah mereka bercerita kejadian itu,
Rasulullah kemudian berkata kepada sahabat yang tidak mengulangi shalat
: “Sungguh engkau sudah terbuat sesuai dengan sunnah.” Terhadap
sahabat yang mengulangi shalat , Rasulullah berkata: “Engkau
mendapatkan pahala dua kali lipat.”

13
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Fase ini berawal ketika Allah SWT mengutus Nabi Muhammad
SAW membawa wahyu berupa Al-Quran ketika baginda sedang berada
dalam gua Hira pada hari jumat 17 Ramadhan tahun 13 Sebelum Hijrah
bertepatan dengan tahun 610 Masehi. Wahyu terus turun kepada Baginda
Rasulullah SAW di Mekah selama 13 tahun dan terus berlangsung ketika
beliau berada di Madinah dan di tempat-tempat lain setelah Hijrah selama
10 tahun, sampai Baginda Rasulullah SAW wafat pada tahun 11 Hijriyah

Dasar-dasar tasyri' dalam Islam adalah prinsip-prinsip yang


membentuk landasan hukum dan peraturan dalam agama. Dasar-dasar ini
mencakup sumber-sumber hukum utama yang digunakan dalam
pembentukan hukum Islam. Berikut adalah dasar-dasar tasyri' dalam
Islam: Al-Quran, Sunnah Nabi, Ijma’
(Konsensus Umat), Qiyas (analogi), Istihsan (Preferensi Hukum),
Maslahah Mursalah, Dhahir al-Kitab wa al-Sunnah. Dalam Islam,
pemegang wewenang wahyu adalah Nabi Muhammad SAW.

Uslub (gaya atau cara) ayat-ayat yang mengandung ahkam


(hukum-hukum) dalam Al-Quran sangat bervariasi. Beberapa ayat yang
mengandung hukum-hukum mungkin menggunakan bahasa yang tegas
dan eksplisit, sementara yang lain bisa lebih kiasan atau menggunakan
bahasa yang lebih umum.

Menurut bahasa , sunnah adalah kebiasa atau tradisi, sedangkan


dalam terminology fiqih, sunnah memiliki makna : “segala ucapan,

14
perbuatan dan taqrir yang bersifat normatif”. istilah lain yang sering
digunakan sebagai pedoman kata sunnah antara lain: Hadits, Khabar dan
Atsar .

Kata ijtihad berasal dari kata al-jahdu yang berarti daya upaya
dan berusaha keras. Dengan demikian ijtihad menurut bahasa
berarti:”Berusaha keras untuk mencapai dan memperoleh sesuatu.”
Dalam istilah ilmu ushul fiqih, ijtihad memiliki arti : “Mencurahkan
segala kesungguhan untuk mendapatkan hukum syara’ dari dalil-dalilnya
yang terperinci.” Dalan ijtihad media yang digunakan adalah Rayu (nalar
atau akal). Ijtihad dalam sejarah dan perkembanganya telah ada sejak
zaman Rasulullah saw. Rasulullah sendiri adalah sebagai mujtahid (ahli
ijtihad) pertama.

15
DAFTAR PUSTAKA

Rasyad Hasan Khalil,Tarikh Tasyri ’, (Jakarta:Ahmzah, 2015) Cet-3, h.

41.

Abdul Wahhab Khallaf, Perkembamgan Sejarah Hukum Islam,

diterjemahkan oleh Ahyar Aminudin,( Bandung: Pustaka Setia, 2000) 9.

Muhammad Ali al-Sayis, Tarikh al-Tasyri’ al-Islami, h. 6.

Abdul Jalal, Ulumul Qur’an (Surabaya:Dunia Ilmu,2000),hal 78.

Jumal Ahmad “uslub-uslub dalam tafsir”

https://ahmadbinhanbal.com/uslub-uslub-dalam-tafsir/ (di akses pada tanggal 19

September 2023).

Danang galih putra, “fungsi dan kedudukan as-sunnah terhadap alquran”,

https://www.islamidina.id/2020/12/fungsi -dan-kedudukan-Assunnah.html (di

akses pada tanggal 19 Sep. 23).

16

Anda mungkin juga menyukai