Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PERTUMBUHAN FIQIH masa RASUL SAW


Disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Fiqih

Dosen Pengampu: Bapak Lamlam Pahala M. Ag

Di susun Oleh:

KELOMPOK 6

22.86233.0901 Sifa Maulida

22.86233.0910 Elza Nurlaela

22.86233.0919 Pramanik Sadila

22.86233.0927 Shelma Aulia

PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI

SEKOLAH TINGGI ISLAM SILIWANGI GARUT

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT , atas rahmat dan hidayah - Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Makalah Pengatar Ilmu yang berjudul " PERTUMBUHAN FIQIH
masa RASUL SAW " . Sholawat beriring salam semoga tetap bercurah pada nabi Muhammad
SAW , kepada keluarganya serta para pengikutnya yang selalu istiqomah menjalankan sunnah -
sunnah beliau.

Penulis berharap makalah ini dapat digunakan sebagai penambah pengetahuan dan wawasan
bagi pembaca . Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam terselesainya makalah ini.

Penulis juga sangat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam
penulisan makalah ini , untuk itu penulis sangat mengharapkan adanya saran dan kritik yang
bersifat membangun menyempurnakan makalah selanjutnya.

Garut, Maret 2023

KELOMPOK 6

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................ i

DAFTAR ISI......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................... iii

a. Latar Belakang......................................................................... iii


b. Rumusan Masalah.................................................................... iv
c. Tujuan Pembahasan................................................................. iv
BAB II PEMBAHASAN........................................................................ 1

1. Periode Fiqih Mekah dan Madinah.......................................... 1


a. Fiqih Periode Mekah................................................................. 1
b. Fiqih Periode Madinah.............................................................. 2
2. Cara Menetapkan Hukum......................................................... 2
3. Sumber hukum Pada Masa Ini................................................. 7
BAB III PENUTUP ............................................................................ 12

Kesimpulan.............................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 13

BAB I
Latar Belakang
Pada zaman ini banyak dijumpai karangan tentang sejarah beragam ilmu, di antaranya tentang
figh. Pembahasan sejarah fiqh Islam kemudian menjadi sebuah disiplin ilmu untuk memaparkan
kondisi syariat pada masa risalah dan periode selanjutnya, sumber - sumbernya, metode, dan
permasalahan baru yang muncul, para mujtahid, dan hal-hal yang berkaitan dengannya.

Sebagian ulama usul fiqh berpendapat bahwa fiqh berbeda dengan ilmu. Fiqh adalah kesiapan
akal pikiran dalam menyerap apa yang datang kepadanya dari apa yang dicari, walaupun ia
tidak memiliki sifat seperti itu, sedangkan ilmu adalah sifat yang dengannya jiwa yang
memilikinya mampu membedakan hakikat dari beragam makna umum dengan pembedaan
yang luput dari kemungkinan lawan darinya.

Hukum-hukum yang aplikatif di-istinbath ( disimpulkan ) dari ayat dan hadis pada awal Islam.
Para sahabat pada masa Rasulullah dan setelah beliau wafat telah melakukan hal itu sehingga
menjadi kekayaan fiqh bagi yang terdiri atas ijtihad, fatwa, dan pandangan-pandangan mereka.

Pada masa tabiin, tabiit-tabiin, dan masa para imam mujtahid, wilayah Islam semakin luas
sehingga muncul beragam masalah dan kejadian yang memacu para mujtahid melakukan ijtihad
dan istinbath sehingga medan hukum fiqh menjadi luas pula. Pada masa tersebut lahir pula
gerakan pembukuan hukum fiqh disertai penyebutan dalil, alasan, dan dasar dasarnya. Kondisi
fiqh pun sama seperti disiplin ilmu lain, yaitu mengalami perkembangan dan kejayaan, lalu
mengalami kebekuan setelah adanya seruan penutupan pintu ijtihad.

Berikut Kita kaji Masa awal Fiqih Islam, yaitu Pertumbuhan Fiqih Pada masa Rasul SAW.

Rumusan masalah

1. Bagaimana pertumbuhan fikih pada masa Rasul?


2. Apa saja cara menetapkan hukum pada masa Rasul?

3. Apa saja sumber hukum pada masa ini?


Tujuan Pembahasan

1. Untuk dapat mengetahui bagaimana pertumbuhan fikih pada masa Rasul


2. Mengetahui apa saja cara menetapkan hukum pada masa Rasul

3. Mengetahui apa saja sumber hukum pada masa ini

A. Pertumbuhan Fiqih masa Rasulullah Saw


Masa ini dimulai dari awal kebangkitan Rasulullah 13 tahun sebelum beliau hijrah ke Madinah
dan berakhir sejak wafatnya beliau pada bulan Rabi'ul Awal tahun kesebelas setelah hijrah.
Pada fase ini Allah SWT. menurunkan agama-Nya yang terakhir kepada Nabi dan Rasul terakhir,
Muhammad SAW.
Agama ini berisikan ajaran akidah, akhlak, dan seperangkat hukum yang dibutuhkan oleh setiap
individu, keluarga, dan masyarakat muslim. la adalah syariat yang sempurna karena datang dari
Dzat Yang Mahatahu.

Agama ini tampil untuk menyuruh umat manusia agar menghambakan diri kepada Allah
semata, dengannya terwujudlah kehidupan paling ideal bagi jagat kemanusiaan karena ia
membawa mereka ke jalan yang menyampaikannya kepada tujuan mereka diciptakan, sesuai
dengan manhaj yang sempurna, terperinci, dan universal.

1. Periode Mekah dan Madinah


a. Tabiat Syariat Periode Mekah

Wahyu diturunkan kepada Rasulullah SAW . selama sekitar 23 tahun . Dengan wahyu inilah
Allah menyempurnakan agama - Nya , yang di antara isinya adalah hukum aplikatif.

Pada fase Mekah, syariat berupa hukum-hukum aplikatif atau sebelum Rasulullah hijrah belum
begitu banyak. Hal ini disebabkan kaum muslim masih lemah dan peperangan dengan orang-
orang kafir pun belum memberikan peluang untuk diturunkannya hukum-hukum aplikatif yang
terperinci. Fase ini terfokus pada masalah usuluddin dan perintah mengimani Allah, Rasulullah
dan hari akhir, perintah untuk berakhlak karimah seperti berlaku adi, dan melarang setiap
bentuk kekufuran dan mengikutinya sehingga syariat tentang shalat dan zakat pun pada
periode ini tidak datang dengan terperinci sebagaimana di Madinah. Pada periode ini zakat
bermakna sedekah dan infak fisabilillah tanpa dibatasi jumlahnya.

Mereka yang merenungi hukum-hukum yang terperinci yang diturunkan di Mekah akan
mendapati hukum-hukum itu berkaitan dengan masalah akidah, seperti pengharaman
menyembelih binatang untuk selain Allah, atau dalam rangka memerangi perilaku dan
pandangan-pandangan berbahaya bagi kehidupan umat manusia.

Jika kita tadaburi surat Al - An'am yang merupakan surat Makkiyah kita akan menemukan
sejumlah contoh hukum yang terperinci yang turun pada fase ini. Contohnya adalah makan
sembelihan yang disembelih bukan untuk Allah, atau tanpa menyebut nama Allah. Selain itu
juga penjelasan tentang hewan yang diharamkan , seperti firman Allah SWT .:

"Maka makanlah dari apa (daging hewan) yang (ketika disembelih) disebut nama Allah, jika
kamu beriman kepada ayat-ayat-Nya. Dan mengapa kamu tidak mau memakan dari apa (daging
hewan) yang (ketika disembelih) disebut nama Allah, padahal Allah telah menjelaskan
kepadamu apa yang diharamkan-Nya kepadamu, kecuali jika kamu dalam keadaan terpaksa...."
(Q.S. Al-An'am : 118-119)

Dalam fase Mekah, kita juga mendapati perintah tentang pokok hukum aplikati, yaitu shalat
dan zakat, tetapi perincian yang begitu detail tentang tata caranya dijelaskan pada periode
berikutnya, yaitu fase Madaniyah.

b. Syariat Periode Madinah

Jika pada periode Mekah fokus syariat pada masalah akidah ( usuluddin ), pada periode
Madinah, selain tetap berkaitan dengan masalah akidah, ayat-ayatnya diturunkan untuk
menjelaskan masalah-masalah hukum yang aplikatif dan ibadah, seperti shalat, zakat, saum,
dan haji, serta berbagai perkara yang masuk ke hukum sipil, seperti jual beli, riba, ijarah ( sewa -
menyewa ), hukum pidana, seperti membunuh , mencuri , merampok , zina , hukum keluarga ,
seperti pernikahan , talak , hukum waris , hukum kenegaraan , seperti peperangan , cara
memperlakukan musuh yang diperangi , tentang perjanjian , harta ghanimah ( rampasan perang
) , dan lainnya . Semua ini diterangkan oleh Al - Quran , tetapi tidak terperinci . Perincian dan
detailnya dijelaskan oleh Rasulullah SAW . Bahkan , beliau juga menerangkan hukum - hukum
baru yang tidak disebutkan dalam Al - Quran .

Hukum - hukum yang aplikatif diturunkan oleh Allah pada periode Madinah ( bukan pada
periode Mekah ) . Hal ini disebabkan pada periode Madinah , kaum muslim menjadi sebuah
komunitas baru yang memiliki kedaulatan sehingga membutuhkan aturan untuk kehidupan
mereka dan membentuk kepribadian , melindungi keluarga , serta mengatur interaksi dengan
pihak lain.

2. Cara Menetapkan Hukum


Ada tiga hal yang berkaitan dengan masalah ini , yaitu manhaj ( metode ) Rasulullah SAW . ,
penjelasan tentang hukum suatu perkara , baik karena suatu kasus maupun tidak karena suatu
kasus , dan tadarruj ( bertahap ) dalam penjelasan hukum.

a. Manhaj Rasulullah SAW.

Allah SWT. memberikan wewenang kepada hamba dan Rasul-Nya, Muhammad SAW. untuk
menetapkan hukum. Allah SWT berfirman:
"... Dan Kami turunkan Ad-Dzikr (Al-Qur'an) kepadamu, agar engkau menerangkan kepada
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan agar mereka memikirkan," (Q.S. An-
Nahl : 44)

Dengan demikian , hukum yang disebutkan oleh Al - Quran dan penjelasan Rasulullah SAW .
merupakan syariat yang merupakan pokok pokok ajaran agama .

Pada masa itu syariat hadir dalam banyak kesempatan dalam bentuk aturan dan kaidah yang
menyeluruh . Kadang - kadang illat ( penyebab ) nya dijelaskan , sedangkan cara - cara
penunjukan nash ( ayat , hadis ) terhadap hukum yang sangat beragam dapat dijumpai dalam
kitab - kitab ushul fiqh.

Pembahasan hukum pada masa Rasulullah SAW . berbeda dengan masa para fuqaha yang
datang belakangan . Jika para fuqaha melalui ijtihadnya menjelaskan rukun , syarat , dan adab
suatu jenis ibadah dengan dalilnya , dan menjelaskan hukum suatu masalah yang menurutnya
bisa saja muncul pada masa yang akan datang , pada masa Rasulullah SAW . , beliau
mengerjakan wudhu misalnya , lalu dilihat oleh para sahabat . Kemudian , para sahabat
mengambil cara wudhu beliau tersebut tanpa menjelaskan yang mana yang tergolong rukun
wudhu dan yang mana yang sunnah ?

Demikian pula , beliau tidak menerangkan hukum untuk suatu perkara yang diandaikan akan
muncul , seperti bagaimana jika ada yang membasuh anggota wudhu dengan diselingi jeda ,
atau berwudhu dengan air yang rasanya berubah . Jarang sekali sahabat bertanya tentang
masalah seperti ini .

Beliau melakukan shalat , kemudian para sahabat mencontohnya tanpa menerangkan mana
yang hukumnya wajib dan mana yang sunnah ? Selain itu , juga tentang amalan haji .

b. Penjelasan Hukum Suatu Perkara Karena Suatu Kasus ataupun Bukan Karena Suatu Kasus

Sumber hukum pada masa ini adalah wahyu Allah yang langsung diturunkan kepada Rasulullah
SAW . , dan penjelasannya dari beliau.

Orang yang mencermati akan menemukan bahwa syariat Islam tidak turun sekaligus , tetapi
secara bertahap . Penjelasan Rasulullah SAW . pun berlangsung selama lebih kurang 23 tahun .
Syariat Islam ada yang dihadirkan tanpa didahului oleh suatu peristiwa atau kasus yang
membutuhkan penjelasan , atau pertanyaan yang harus dijawab . Jenis - jenis ibadah dan
muamalah masuk dalam kategori ini . Contohnya , ayat berikut :

"Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka...." (Q.S. At-
Taubah : 103)
Kategori kedua adalah hukum yang turun karena ada kasus atau peristiwa . Kategori ini
jumlahnya lebih banyak daripada yang pertama . Termasuk ke dalamnya , yaitu hukum yang
dihadirkan sebagai jawaban atas pertanyaan.

Contoh firman Allah SWT .:

" Dan mereka menanyakan kepadamu ( Muhammad ) tentang haid. Katakanlah, " Itu adalah
sesuatu yang kotor. Karena itu,jauhilah istri pada waktu haid; dan jangan kamu dekati mereka
sebelum mereka suci...." ( Q. S. Al - Baqarah : 222 )

Rasulullah SAW. ditanya tentang berwudhu dengan air laut. Beliau menjawab, " Laut itu suci
airnya, halal bangkainya. " ( H.R. Tirmidzi, ia mengatakan, hasan sahih ) Rasulullah SAW. ditanya
tentang air yang ada di kolam sebuah kebun yang sering didatangi binatang buas dan binatang

melata, beliau memberikan penjelasan :

"Jika air mencapai dia qullah, ia tidak mengandung najis. " (H.R. Khamsah)

c. Tadarruj ( Bertahap ) dalam Menjelaskan Hukum

Kebertahapan dalam menjelaskan hukum ini terbagi dua , yaitu sebagai berikutberikut.

1 ) Beragam hukum dijelaskan secara bertahap . Artinya , tidak diterangkan sekaligus , tetapi
dicicil . Misalnya , pada peristiwa Isra mi'raj , shalat lima waktu difardukan . Pada tahun
pertama setelah hijrah , azan dan perang diperintahkan . Demikian pula , halnya hukum
berkaitan dengan pernikahan , seperti maskawin dan walimah ditetapkan . Pada tahun kedua
setelah hijrah , disyariatkanlah saum , zakat , shalat dua hari raya , udhhiyah ( kurban ) ,
pemindahan arah kiblat , dan penghalalan harta ghanimah , sedangkan pada tahun ketiga turun
hukum tentang waris dan talak . Pada tahun keempat ditetapkanlah hukum qasar shalat bagi
musafir , hukuman bagi pezina , hukum tayamum , dan haji.

Pada tahun keenam , Allah menjelaskan hukum sulh ( berdamai ) , mengharamkan khamar , judi
, mengundi nasib dengan anak panah , dan lainnya . Pada tahun berikutnya , Allah
mengharamkan keledai jinak dan menjelaskan hukum muzara'ah ( menggarap sawah dengan
sistem paroan ) , dan tentang musaqat ( mengairi ladang / sawah ) .
Adapun pada tahun kedelapan , had ( hukuman ) bagi pencuri ditetapkan , dan pada tahun
kesembilan , hukum tentang li'an ( saling melaknat antara suami dengan istri ) , dan larangan
orang kafir memasuki Mekah.

Pada tahun kesembilan , riba diharamkan dengan pengharaman yang sangat tegas dan jelas.

2) Hukum satu masalah dijelaskan secara bertahap Misalnya , shalat . Pada awalnya shalat
diwajibkan hanya dua rakaat . Setelah Rasulullah SAW . hijrah ke Madinah , berubah menjadi
empat rakaat .

Kadang - kadang Allah mewajibkan suatu perkara secara global , lalu menjelaskan perinciannya
setelah itu . Misalnya , zakat diwajibkan di Mekah tanpa perincian nisab dan mustahiknya ,
sedangkan perinciannya diterangkan di Madinah . Saat shalat diwajibkan , perincian hukum -
hukumnya tidak dijelaskan , demikian pula halnya saum ( puasa ) . Diriwayatkan dalam Musnad
Ahmad , dari Abdur - Rahman bin Abi Laila , dari Mu'adz bin Jabal r.a. , ia berkata , " Shalat
mengalami perubahan sebanyak 3 kali . Begitu pula halnya puasa. "Tentang shalat , Rasulullah
SAW . shalat di Madinah dengan menghadap Baitul - Maqdis selama 17 bulan , lalu Allah
menurunkan ayat agar beralih kiblat ke Kabah :

" Kami melihat wajahmu ( Muhammad ) sering menengadah ke langit , maka akan kami
palingkan engkau ke kiblat yang engkau senangi . Maka hadapkanlah wajahmu ke arah
Masjidilharam . Dan di mana saja engkau berada , hadapkanlah wajahmu ke arah itu ... " ( Q. S.
Al - Baqarah : 144 )

Itu perubahan pertama

Mu'adz melanjutkan , " Para sahabat berkumpul untuk shalat dengan cara sebagian mereka
memberitahukan sebagian lain , sampai ada yang bernama Abdullah bin Zaid bin Abdu Rabbih
r.a. datang kepada Rasulullah membunyikan bel untuk memberi tahu . Lalu seorang pria Anshar
yang memberitahukan bahwa ia telah bermimpi melihat seseorang mengenakan baju hijau . Ia
menghadap kiblat lalu mengucap Allahu Akbar Allahu Akbar , Asyhadu An La ilaha illallah ( 2 kali
) dan seterusnya ... ( lafazh azan ) . Kemudian , ia berhenti sejenak , lalu mengucapkan kalimat
itu lagi , tetapi ada tambahan lafazh Qad Qamatis - Shalah , 2 kali.

Kemudian , Rasulullah SAW . menyuruhnya agar menyampaikannya kepada Bilal r.a. agar azan
dengan rangkaian kalimat tersebut . Dengan demikian , Bilal menjadi orang yang pertama kali
azan dengannya.

Kemudian , datanglah Umar bin Khaththab r.a. la melaporkan kepada Rasulullah bahwa ia
mendapatkan seperti apa yang didapat oleh Abdullah bin Zaid tersebut . " Tetapi , ia
mendahului ku datang kepada engkau , " ucap Umar .

Ini adalah perubahan kedua.


Mu'adz kembali menuturkan , " Mereka juga datang untuk shalat , tetapi Rasulullah telah
mengerjakan sebagiannya . Seorang pria bertanya kepada kawannya , berapa rakaat beliau
shalat ? Dijawab , satu atau dua rakaat . Kemudian , ia mengerjakannya . Lalu ia bergabung
bersama jamaah untuk shalat . Datanglah Mu'adz r.a. dan berkata , " Tidaklah aku mendapati
beliau mengerjakan sesuatu melainkan aku harus mengerjakannya sehingga jika aku tertinggal ,
aku harus mengqadhanya . Mu'adz pun tetap bersama beliau.

Karena saat itu Rasulullah SAW . telah menyelesaikan sebagian shalat sehingga Mu'adz bin Jabal
ketinggalan maka Mu'adz mengqadhanya ." Mu'adz telah menetapkan cara seperti itu untuk
kalian . Maka lakukanlah , " ucap Rasulullah SAW

Inilah perubahan yang ketiga .

Berkaitan dengan saum ( puasa ) , Rasulullah SAW . mengerjakan puasa tiga hari setiap bulan
setelah menetap di Madinah . Beliau juga puasa Asyura ( tanggal 10 Muharram .)

" Wahai orang - orang yang beriman ! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa . (Yaitu ) beberapa hari tertentu . Maka barang
siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan ( lalu tidak berpuasa ) , maka ( wajib
mengganti ) sebanyak hari ( yang dia tidak berpuasa itu ) pada hari - hari yang lain . Dan bagi
orang yang berat menjalankannya , wajib membayar fidyah , yaitu memberi makan seorang
miskin .... " ( QS . Al - Baqarah [ 2 ] : 183-184 )

Dengan turunnya ayat ini , bagi mereka yang hendak berpuasa dibolehkan dan mereka yang
tidak mau diperkenankan untuk tidak berpuasa dengan catatan wajib bayar fidyah sebagai
penggantinya .

3. Sumber Hukum pada Masa Ini


a. Al-Qur'an

Sumber awal syariat Islam adalah Al - Quran , yaitu kitabullah yang diturunkan kepada hamba
dan Rasul - Nya , Muhammad SAW . yang mengandung mukjizat dan membacanya adalah
ibadah .

Sekalipun pada masa Rasulullah SAW . Al - Quran tidak ditulis dan tidak dicetak seperti yang kita
kenal sekarang , nash ( ayat ) -nya sama , tidak berubah . Perbedaan Al - Quran pada zaman
beliau dengan zaman sekarang adalah pada zaman beliau Al - Quran tidak dibukukan .

Itulah Al-Qur'an yang diturunkan dari sisi Allah SWT. secara berangsur-angsur dan bertahap.
" Dan Al - Quran ( Kami turunkan ) berangsur - angsur agar engkau ( Muhammad )
membacakannya kepada manusia perlahan - lahan dan Kami menurunkannya secara bertahap"
(Q.S. Al-Isra : 106)

Cara tersebut akan memudahkan Al - Quran untuk dihafal dan dipahami . Selain itu , juga dalam
rangka menjawab problematika kehidupan yang muncul.

Rasulullah SAW . menerima wahyu dari Jibril , lalu beliau membacakannya kepada para
sahabat . Beliau menjadikan sebagian sahabat sebagai penulis wahyu , di antaranya Abu Bakar ,
Umar Ali , Zaid bin Tsabit , dan Mu'awiyah bin Abu Sufyan r.a.

b. Sunnah Rasulullah SAW

Sunnah sebagai sumber syariat adalah ucapan , perbuatan , dan takrir ( ketetapan dan
persetujuan ) Rasulullah SAW

Sunnah adalah hujah ( dalil ) menurut penegasan Al - Quran :

"... Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah . Dan apa yang dilarangnya bagimu
maka tinggalkanlah .... " ( QS . Al - Hasyr [ 59 ] : 7 )

Rasulullah SAW . menyuruh para sahabatnya agar menghafal sunnah , memahami , dan
mengajarkannya kepada orang - orang .

Imam Ahmad meriwayatkan dari Waki , dari Sufyan , dari Usamah , dari Az - Zuhri , dari '
Urwah , dari Aisyah r.a. , tuturnya , " Rasulullah SAW . itu bicaranya pelan dan jelas dan tidak
cepat sehingga dapat dipahami oleh setiap orang . "

Syafi'i dan Baihaqi meriwayatkan , dari Ibnu Mas'ud r.a. bahwa Rasulullah SAW . pernah
mengucap , " Semoga Allah menganugerahi kecerahan ( keindahan ) kepada yang mendengar
ucapanku lalu ia menghafalnya , memahami , dan menyampaikannya . "

C. Kodifikasi Sunnah

Pada masa Rasulullah SAW . bangsa Arab pada umumnya tidak bisa membaca dan menulis .
Dalam setiap kabilah hanya sedikit di antara mereka yang bisa membaca dan menulis .
Keunggulan mereka terletak pada hafalan . Sekali saja mendengar pidato atau rangkaian bait
syair , mereka langsung hafal .

Ibnu Abbas r.a. misalnya , setelah mendengar bait syair ' Amr bin Abu Rabi'ah yang terdiri atas
70 bait , ia langsung hafal . Oleh karena itu , Rasulullah SAW . pada awalnya melarang mereka
mencatat sunnah atau selain Al - Quran agar tidak tertukar atau bercampur antara Al - Quran
dan yang lain dan agar kesibukan mereka dengan Al - Quran tidak terkalahkan oleh yang lain .
Muslim meriwayatkan dari Abu Sa'id Al - Khudri r.a. bahwa Rasulullah SAW . pernah berpesan ,
" Barang siapa yang mencatat dari aku selain Al - Quran , hendaklah menghapusnya.

Dalam riwayat Tirmidzi disebutkan , " Kami minta izin kepada Rasulullah SAW . untuk mencatat
selain Al - Quran , tetapi beliau melarang . "

Setelah itu , Rasulullah SAW . mengizinkan sebagian sahabat untuk mencatat ucapan dan
sunnahnya . Di antara sahabat yang diizinkan adalah Abdullah bin ' Amr bin ' Ash r.a.

d. Ijtihad Rasullulah SAW.

Telah penulis kemukakan bahwa sumber syariat Islam pada periode ini adalah Kitabullah dan
Sunnah Rasulullah SAW . Jika demikian , bolehkah Rasulullah mengeluarkan hukum hasil ijtihad
beliau tanpa didasarkan pada wahyu?

Umat ini bersepakat bahwa Rasulullah SAW . , bahkan para Nabi boleh melakukan hal itu untuk
masalah - masalah dunia dan strategi peperangan misalnya . Demikian ditegaskan oleh Ibnu
Hazm dan ulama lainnya . Bahkan , Rasulullah SAW . telah melakukannya seperti ketika
mengadakan perdamaian dengan kabilah Ghatafan dengan penyerahan sepertiga hasil kebun
Madinah , juga ketika menyarankan sahabat agar tidak mencangkok kurma.

Adapun tentang ijtihad dalam syariat dan perkara agama , para ulama berselisih . Ada yang
melarangnya dengan beragumentasi dengan ayat :

"Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut keinginannya. Ucapannya itu tiada
lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)." (Q.S. An-Najm : 3-4)

Juga berargumentasi bahwa setiap kali beliau ditanya tentang masalah agama , beliau tidak
langsung menjawab , melainkan setelah wahyu turun .

Sebagai contoh , tatkala seorang pria datang yang mengenakan kain ihram untuk umrah dengan
badan penuh minyak wangi bertanya kepada beliau tentang ihramnya , beliau tidak segera
memberikan penjelasan

Setelah wahyu turun , beliau mencari orang itu untuk memberikan jawaban . " Cucilah tiga kali
wewangian yang melekat pada dirimu . Tanggalkanlah jubah yang engkau kenakan . Lakukanlah
dalam ihrammu apa yang engkau perbuat saat haji , " ucap beliau ( Muttafaq ' alaih ).

Ini adalah pendapat Ibnu Hazm dan mazhab Zhahiriya . Ulama yang menafikan qiyas menolak
ibadah berdasarkan hasil ijtihad . Pandangan ini juga merupakan pandangan sebagian
Mu'tazilah , seperti Abu Ali dan Abu Hasyim.
Jumhur ulama membolehkan Nabi berijtihad untuk perkara agama . Menurut mereka ,
maksudnya Al - Quran dan wahyu yang diturunkan oleh Allah kepadanya.

Dengan demikian , seseorang tidak boleh memandang bahwa setiap ucapan Rasulullah SAW .
adalah wahyu . Siapa saja yang menadaburi ayatayat dari surat An - Najm di atas , ia akan
menjumpai bahwa masalah yang dicakupnya adalah tentang Al - Quran yang menjadi sumber
ajaran yang dibawa oleh Rasulullah SAW.

Orang - orang kafir tidak percaya bahwa apa yang didatangkan oleh beliau berasal dari Allah .
Oleh sebab itu , ayat - ayat tersebut menegaskan bahwa ia berasal dari - Nya . Hal lain yang
patut dicatat oleh sang pengkaji bahwa penjelasan Rasulullah bersandar pada ijtihadnya bukan
berdasarkan hawa nafsu . Sebab , ibadah beliau baik dengan ijtihad dan dengan wahyu bukan
bersumber dari hawa nafsu , melainkan dari wahyu.

Jika Rasulullah SAW diam , tidak memberikan jawaban pada saat ditanya , hal tersebut
disebabkan beliau belum mendapatkan hukumnya.

Argumentasi jumhur yang membolehkan Rasulullah berijtihad dalam perkara agama adalah
karena beliau diseru oleh Allah sebagaimana hamba yang lain , diberi perumpamaan ,
diperintah untuk tadabur , dan memikirkan beragam kejadian dan tanda - tanda kekuasaan
Allah . Lebih - lebih , beliau adalah pemikir tercemerlang dan paling mampu mengambil
pelajaran . Oleh karena itu , jika umat ini berijma ' bahwa orang lain boleh berijtihad , padahal
kemungkinan salah dalam ijtihad itu lebih besar , Rasulullah sebagai orang yang maksum
( terpelihara ) dari kesalahan tentu lebih boleh untuk berijtihad.

1.Ibnu Abbas r.a. berkata , Rasulullah SAW menyampaikan khotbah pada hari Fathu Mekah , "
Negeri ini ( Mekah ) adalah negeri haram / suci . Durinya tidak boleh diambil , pepohonannya
haram diganggu , binatang buruannya dilarang diburu , barang temuannya tidak diperkenankan
dipungut , kecuali untuk diumumkan , "

Al - Abbas r.a. berkata , " Kecuali pohon idzkhir . Karena ia sangat dibutuhkan untuk kuburan
dan rumah - rumah " . ' Yah , kecuali pohon idzkhir , boleh diambil , " ucap beliau'( Muttafaq '
Alaih ).

Sisi pengargumentasían adalah respons segera dari Rasulullah terhadap ucapan Al - Abbas di
atas sehingga larangan beliau tidak berlaku untuk pohon idzkhir . Beliau meresponsnya tanpa
menunggu wahyu . Hal tersebut menunjukkan responsnya itu adalah ijtihad beliau.

2. Khaulah binti Tsa'labah yang dizhihar oleh suaminya datang kepada Rasulullah SAW . untuk
mengadukan kasusnya itu . " Menurutku , engkau haram untuk suamimu , " ucap beliau .
Kemudian , ayat tentang zhihar diturunkan oleh Allah SWT . dalam surat Al - Mujadilah Wajib
kita catat bahwa ijtihad Rasul adalah hak , kecuali yang diralat oleh wahyu setelah itu .

e. Ijtihad Sahabat R. A.
Tidaklah diragukan bahwa para sahabat adalah mujtahid dalam memahami hukum syariat yang
diperintahkan oleh wahyu.

Mereka juga berijtihad dalam meng - istinbath ( memutuskan hukum ) dan dalam
pelaksanaannya.

Jika ada yang menemukan suatu masalah atau kasus , sementara ia jauh dari Rasulullah , la
berijtihad dengan pendapatnya. Sebagai contoh , ada seorang sahabat yang berijtihad tentang
arah kiblat pada saat arah kiblat tidak jelas baginya . Begitupun yang berijtihad ketika terkena
janabat pada malam sangat dingin dengan cara berguling - guling di tanah tidak mandi karena
belum paham tentang tata cara tayamum , lalu mengerjakan shalat .

Mereka berijtihad dalam memahami nash ( ayat , hadis ).

Contoh , Rasulullah SAW berpesan kepada mereka agar mendatangi Yahudi Bani Quraizhah usai
Perang Khandaq.

Beliau berpesan , " Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir jangan shalat Asar ,
kecuali di Bani Quraizhah."

Di tengah jalan waktu Asar tiba . Sebagian mengatakan , " Kita wajib shalat tepat waktu . Karena
maksud dari pesan beliau adalah kita harus segera menuju Bani Quraizhah , kita shalat Asar di
sana . Sebagian memahami bahwa mereka harus shalat Asar di sana sekalipun waktunya sudah
habis . Dengan kata lain , sebagian sahabat melihat lahiriah lafazh , sebagian lain memandang
makna yang tersirat . Ternyata masing - masing dari mereka tidak disalahkan oleh Rasulullah
SAW .

Rasulullah SAW . suka melatih sahabat untuk berijtihad . Seperti ucapannya pada saat ditanya
tentang zakat keledai , " Tidaklah Allah menurunkan kepadaku untuk masalah ini , melainkan
ayat yang bersifat mencakup ini , yaitu :

" Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah , niscaya dia akan melihat ( balasan )
nya . Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah , niscaya dia akan melihat
( balasan ) nya . " ( Q.S. Az - Zalzalah [ 99 ] : 7-8 )

Dengan jawaban ini , Rasulullah menjelaskan kepada mereka bahwa yang juz'î ( yang bersifat
parsial dan cabang ) masuk dalam cakupan kulli ( yang umum ) , dan bahwa lafazh umum itu
adalah hujah ( dalil ) yang harus kita ambil dan kita amalkan sebelum ada dalil yang
mengecualikan keumumannya .
Seorang pria datang kepada Rasulullah SAW mengadu bahwa anaknya yang baru dilahirkan
berkulit hitam . Ia mengadukannya karena ingin melakukan li'an ( saling melaknat dan
mengutuk antara dia dan istrinya ) . Rasul menjawab dengan bertanya , " Pernahkah engkau
menyaksikan unta merah melahirkan anak yang berwarna berbeda ? "

" Yah , " jawab si pria.

"Maka jangan menganggap aneh dan curiga kepada istrimu ? " kata Rasulullah.

Beliau ingin membuka pikiran pria itu agar membandingkan perbedaan warna anaknya dengan
dia dengan perbedaan warna anak unta dengan induknya . Inilah yang disebut dengan qiyash
syibih dalam ilmu ushul fiqh.

Dari keterangan tersebut , dapat disimpulkan bahwa para sahabat melakukan ijitihad pada
masa Rasulullah SAW . , tetapi ijtihad mereka tidak menjadi sumber hukum sebab jika
ijtihadnya itu dibenarkan dan disetujui oleh Rasulullah , ia menjadi sunnah taqririyah .

BAB III

Kesimpulan
Pertumbuhan Fiqih masa Rasulullah Saw. dimulai dari awal kebangkitan Rasulullah 13 tahun
sebelum beliau hijrah ke Madinah dan berakhir sejak wafatnya beliau pada bulan Rabi'ul Awal
tahun kesebelas setelah hijrah. Pada fase ini Allah SWT. menurunkan agama-Nya yang terakhir
kepada Nabi dan Rasul terakhir, Muhammad SAW.

Agama ini berisikan ajaran akidah, akhlak, dan seperangkat hukum yang dibutuhkan oleh setiap
individu, keluarga, dan masyarakat muslim. la adalah syariat yang sempurna karena datang dari
Dzat Yang Mahatahu.

Terdapat Dua Periode Pada Masa Rasul Saw, Yaitu:

a. Periode Mekah

Masa ini terfokus pada masalah usuluddin dan perintah mengimani Allah, Rasulullah dan hari
akhir, perintah untuk berakhlak karimah seperti berlaku adi, dan melarang setiap bentuk
kekufuran dan mengikutinya sehingga syariat tentang shalat dan zakat pun pada periode ini
tidak datang dengan terperinci sebagaimana di Madinah. Pada periode ini zakat bermakna
sedekah dan infak fisabilillah tanpa dibatasi jumlahnya.

b. Periode Madinah
Periode Madinah, selain tetap berkaitan dengan masalah akidah, ayat-ayatnya diturunkan
untuk menjelaskan masalah-masalah hukum yang aplikatif dan ibadah, seperti shalat, zakat,
saum, dan haji, serta berbagai perkara yang masuk ke hukum sipil, seperti jual beli, riba, ijarah
( sewa - menyewa ), hukum pidana, seperti membunuh, mencuri, merampok, zina, hukum
keluarga, seperti pernikahan, talak, hukum waris, hukum kenegaraan, seperti peperangan, cara
memperlakukan musuh yang diperangi, tentang perjanjian, harta ghanimah (rampasan perang),
dan lainnya. Semua ini diterangkan oleh Al-Quran, tetapi tidak terperinci. Perincian dan
detailnya dijelaskan oleh Rasulullah SAW. Bahkan, beliau juga menerangkan hukum-hukum
baru yang tidak disebutkan dalam Al - Quran.

Daftar Pustaka

Dr. Umar Sulaiman Asqar. 2016. Sejarah Fiqih. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai