Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

TENTANG
SUMBER HUKUM ISLAM

DISUSUN

O
L
E
H

NAMA ANGGOTA KELOMPOK


FADILA SUSANTI
SALWA AULIA
SRI MARDIATUL LAILAM
RISKA AMELIA

KELAS : X.IPA.4
GURU PEMBIMBING : RIA AGUSTINA, S.Ag

DINAS PENDIDIKAN PROVINSI SUMATERA BARAT


SMA NEGERI 1 RAO
TAHUN PELAJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kita sampaikan kepada kehadirat Allah S.W.T. karena dengan rahmat
Dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah ini tepat pada
waktunya.

Solawat serta salam tak bosan – bosannya kita ucapkan kepada baginda Rasulullah S.A.W,
yang telah membawa ummatnya kepada jalan kebenaran yang diridhai oleh Allah dari dunia
sampai akhirat.Makalah ini berjudul ‘Sumber Hukum Islam ’’ditulis dengan tujuan untuk
menyelesaikan tugas sekolah.

Namun perlu disadari bahwa, masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh
karenanya segala perbaikan yang mengarah supaya makalah ini mendekati sempurna, penulis
sangat mengharapkan kritik dan syaran dari pembaca.

Penulis
DAFATR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................
DAFTAR ISI ..............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................
A. Latar Belakang.................................................................................................................
B. Rumusan Masalah............................................................................................................
C. Tujuan ..............................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................
A. Pengertian Hukum Islam .................................................................................................
B. Tujuan Hukum Islam........................................................................................................
C. Sifat dan Fungsi Hukum Islam.........................................................................................
D. Kedudukan Hukum Islam di Indonesia............................................................................
E. Peran Hukum Islam Sekarang..........................................................................................

BAB III PENUTUP....................................................................................................................


A. Kesimpulan ......................................................................................................................
B. Saran.................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw diyakini dapat menjamin
terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Petunjuk-petunjuk agama
mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya,
Alquran dan Hadis, tampak amat ideal dan agung.

Sumber ajaran islam adalah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang
mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat yang apabila dilanggar akan menimbulkan
sanksi yang tegas dan nyata (Sudarsono, 1992:1). Dengan demikian sumber ajaran islam ialah
segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, atau pedoman syariat islam.

Ajaran Islam adalah pengembangan agama Islam. Agama Islam bersumber dari Al-Quran
yang memuat wahyu Allah dan al-Hadis yang memuat Sunnah Rasulullah. Komponen utama
agama Islam atau unsur utama ajaran agama Islam (akidah, syari’ah dan akhlak)
dikembangkan dengan rakyu atau akal pikiran manusia yang memenuhi syarat runtuk
mengembangkannya.

Mempelajari agama Islam merupakan fardhu ’ain , yakni kewajiban pribadi setiap muslim
dan muslimah, sedang mengkaji ajaran Islam terutama yang dikembangkan oleh akal pikiran
manusia, diwajibkan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Hukum Islam ?
2. Apa Tujuan Hukum Islam ?
3. Apa Sifat dan Fungsi Hukum Islam?
4. Jelaskan Sumber-sumber Hukum Islam !
5. Bagaimana Kedudukan Hukum Islam di Indonesia ?
6. Bagaimana Peran Hukum Islam Sekarang ?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Apa Pengertian Hukum Islam ?
2. Untuk Mengetahui Apa Tujuan Hukum Islam ?
3. Untuk Mengetahui Apa Sifat dan Fungsi Hukum Islam?
4. Untuk Mengetahui Sumber-sumber Hukum Islam !
5. Untuk Mengetahui Bagaimana Kedudukan Hukum Islam di Indonesia ?
6. Untuk Mengetahui Bagaimana Peran Hukum Islam Sekarang ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Islam


Hukum menurut bahasa berarti menetapkan sesuatu atau tidak menetapkannya. Sedangkan
menurut istilah ahli usul fikih, hukum adalah perintah Allah SWT yang menuntut mukalaf
untuk memilih atau mengerjakan dan tidak mengerjakan, atau menjadikan sesuatu sebagai
sebab, syarat atau penghalang bagi adanya yang lain, sah, batal rukhsah, dan azimah. Maksud
sumber hukum adalah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang
mempunyai kekuatan, yang bersifat mengikat, yang apabila dilanggar akan menimbulkan
sanksi yang tegas dan nyata.

Hukum islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama islam. Dalam
konsep hukum islam, dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah. Yang diatur tidak
hanya hubungan manusia dengan manusia lain dalam masyarakat termasuk dirinya sendiri
dan benda serta alam semesta, tetapi juga hubungan manusia dengan tuhan.

Dengan demikian sumber hukum Islam adalah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan
atau pedoman syari’at islam Pada umumnya ulama fikih sependapat bahwa sumber utama
hukum Islam adalah al Qur’an dan Hadis. Rasulullah SAW bersabda: “aku tinggalkan bagi
kalian dua hal yang karenanya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, selama kalian
berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah (al Qur’an) dan sunahku (Hadis).” (H.R.
Baihaqi).

Dalam sistem hukum islam terdapat lima kaidah yang dipergunakan untuk mengukur
perbuatan manusia baik di bidang ibadah maupun dibidang mu’amalah. Kelima jenis kaidah
tersebut, dinamakan al-ahkam al-homsyah atau penggolongan hukum yang lima yakni :
a. Jaiz atau mubah,
b. Sunat,
c. Makruh,
d. Wajib, dan
e. Haram.
Untuk memahami hukum islam dengan baik dan benar seseorang harus memahami beberapa
istilah yang berkenaan dengan hukum islam. Dalam pembahasan kerangka dasar agama
islam disebutkan bahwa komponen kedua agama islam adalah syariat yang terdiri dari dua
bagian yakni ibadah dan mu’amalah.

B. Tujuan Hukum Islam


Agama Islam diturunkan Alloh mempunyai tujuan yaitu untuk mewujudkan kemaslahatan
hidup manusia secara individual dan masyarakat. Begitu pula dengan hukum-hukumnya.
Menurut Abu Zahroh ada tiga tujuan hukum Islam.
a. Mendidik individu agar mampu menjadi sumber kebajikan bagi masyarakatnya dan tidak
menjadi sumber malapetakata bagi orang lain;
b. Menegakkan keadilan di dalam masyarakat secara internal di antara sesama ummat Islam
maupun eksternal antara ummat Islam dengan masyarakat luar. Agama Islam tidak
membedakan manusia dari segi keturunan, suku bangsa, agama. Warna kulit dan
sebagainya. Kecuali ketaqwaan kepada-Nya.
c. Mewujudkan kemaslahatan hakiki bagi manusia dan masyarakat. Bukan kemaslahatan
semu untuk sebagian orang atas dasar hawa nafsu yang berakibat penderitaan bagi orang
ain, tapi kemaslahatan bagi semua orang, kemaslahatan yang betul-betul bisa dirasakan
oleh semua pihak.

C. Sifat dan Fungsi Hukum Islam


Menurut konsepsi hukum Islam, yang dasar dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah,
hukum (bahasa Arab: hukm, jamak: ahkam) itu tidak hanya mengatur hubungan manusia
dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan hubungan manusia
dengan Tuhan (Allah), hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia dengan
benda dalam masyarakat serta alam sekitar (bersifat universal)

D. Sumber-sumber Hukum Islam


1. Al Qur’an
a. Pengertian Al Qur’an
Secara etimologi Al Qur’an berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan, atau qur’anan yang
berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dlammu). Sedangkan secara
terminologi (syariat), Alquran adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan
penutup para Nabi-Nya, Muhammad SAW, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri
dengan surat an-Naas. Dan menurut para ulama klasik, Alquran adalah Kalamulllah yang
diturunkan pada Rasulullah dengan bahasa arab, merupakan mukjizat dan diriwayatkan
secara mutawatir serta membacanya adalah ibadah.

b. Kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber islam


Allah SWT. Menurunkan Al-Qur’an itu, gunanya untuk dijadikan dasar hukum, dan
disampaikan kepada ummat manusia untuk diamalkan segala perintahnya dan ditinggalkan
segala larangannya, sebagaimana firman Allah :

‫اط ُّم ْستَقِي ٍْم‬ ِ ‫ك َع ٰلى‬


ٍ ‫ص َر‬ َ َّ‫ْك ۚاِن‬ ْٓ ‫فَا ْستَ ْم ِس ْك بِالَّ ِذ‬
َ ‫ي اُ ْو ِح َي اِلَي‬
Artinya :
“ maka berpeganglah kepada apa diwahyukan kepadamu”. (Az-Zukhruf ayat 43)

Al-Qur’an sebagai kitab Allah SWT menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama
dari seluruh ajaran Islam, sekaligus juga sebagai dalil utama fiqih. Al-Qur’an juga
membimbing dan memberikan petunjuk untuk menemukan hukum-hukum yang terkandung
dalam sebagian ayat-ayatnya.

Karena kedudukan Al-Qur’an itu sebagai sumber utama dan pertama bagi penetapan hukum,
maka apabila seseorang ingin menemukan hukum maka dilakukan penyelesainnya terlebih
dahulu berdasarkan dengan Al-Qur’an. Dan apabila menggunakan sumber hukum lain di luar
Al-Qur’an, maka harus sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan tidak boleh melakukan sesuatu
yang bertentangan dengan Al-Qur’an.

Hal ini berarati bahwa sumber-sumber hukum selain Al-Qur’an tidak boleh menyalahi apa
yang telah ditetapkan Al-Qur’an. Al-Qur’an juga mengatur hubungan manusia dengan
dirinya sendiri, hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan
sesamanya, dan hubungan manusia dengan alam.

c. Pokok-pokok isi Al Qur’an


Isi pokok Al Qur’an adalah :
a. Tauhid
b. Ibadah
c. Janji dan ancaman
d. Sejarah
d. Hukum yang terkandung dalam Al Qur’an
Hukum yang di kandung oleh Al Qur’an ada 3 macam, yaitu:
a. Hukum-hukum akidah (keimanan), yang bersangkut paut dengan hal-hal yang harus di
percayai oleh setiap mukallaf, tentang malaikat nya, kitabnya, para rasulnya.
b. Hukum-hukum Allah , yang bersangkut paut dengan hal-hal yang harus di jadikan
perhiasan oleh setiap mukallaf.
c. Hukum-hukum amaliyah, yang bersangkut paut dengan hal-hal tindakan setiap mukallaf,
meliputi masalah ucapan, perbuatan, akad (contract), dan pembelanjaan (pengelolaan
harta benda).

Maka hukum selain ibadah dalam istilah syara’ disebut hukum muamalah. Sedangkan
menurut istilah modern hukum muamalah telah bercabang cabang sesuai dengan hal-hal yang
berhubungan dengan muamalah manusia yakni :
a. Hukum badan pribadi yaitu hukum yang dengan unit keluarga , mulai dari pemulaan
berdirinya.contohnya: mengatur hubungan anak dengan orang tua, suami istri, dan
kerabat. Ayat –ayat mengenai hukum ini dalam Al Qur’an sekitar 70 ayat.
b. Hukum perdata yaitu : yang berhubungan dengan muamalah antara
perorangan ,masyarakat dan persekuatannya, seperti : jual beli,sewa-menyewa , gadai-
menggadai, pertanggungan, dll. Dalam Al Qur’an ada 70 ayat.
c. Hukum pidana yang berhubungan tindakan kriminal setiap mukalaf dan masalah
pidananya bagi si pelaku kriminal. Dan dalam Al Qur’an terdapat sekitar 30 ayat.
d. Hukum acara yaitu : yang berhubungan dengan pengadilan , kesaksian , dan sumpah.
Dalam Al Qur’an terdapat sekitar 13 ayat
e. Hukum ketatanegaraan ,yaitu: yang berhubungan dengan peraturan pemerintahan dan
dasar-dasarnya. Dalam Al Qur’an tercatat sekitar 13 ayat .
f. Hukum internasional, yaitu : yang berhubungan dengan masalah-masalah hubungan antar
negara-negara islam dengan bukan negara islam,dan tata cara pergaulan selain muslim di
negara islam. Dalam Al Qur’an tercatat sekitar 25 ayat.
g. Hukum ekonomi dan keuangan ,yaitu: yang berhubungan dengan hak orang miskin yang
meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian dari harta orang kaya. Dalam Al
Qur’an tercatat sekitar 10 ayat.
2. As-Sunah atau Hadist
a. Pengertian
Sunnah menurut bahasa artinya perjalanan, pekerjaan atau cara. Sunnah menurut istilah
syara’ ialah perkataan nabi Muhammad saw., perbuatannya, dan keterangannya yaitu sesuatu
yang dikatakan atau diperbuat oleh sahabat dan ditetapkan oleh nabi, tiada ditegurnya sebagai
bukti bahwa perbuatan itu tiada terlarang hukumnya.

b. Kedudukan Hadist sebagai Sumber Hukum Islam


Al-Hadis adalah sumber kedua agama dan ajaran Islam. Sebagai sumber agama dan ajaran
Islam, al-Hadis mempunyai peranan penting setelah Al-Quran. Al-Quran sebagai kitab suci
dan pedoman hidup umat Islam diturunkan pada umumnya dalam kata-kata yang perlu dirinci
dan dijelaskan lebih lanjut, agar dapat dipahami dan diamalkan.
Ada tiga peranan al-Hadis disamping al-Quran sebagai sumber agama dan ajaran Islam, yakni
sebagai berikut :
a. Menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam al-Quran. Misalnya dalam Al-
Quran terdapat ayat tentang sholat tetapi mengenai tata cara pelaksanaannya dijelaskan
oleh Nabi.
b. Sebagai penjelasan isi Al-Quran. Di dalam Al-Quran Allah memerintah- kan manusia
mendirikan shalat. Namun di dalam kitab suci tidak dijelaskan banyaknya raka’at, cara
rukun dan syarat mendirikan shalat. Nabilah yang menyebut sambil mencontohkan jumlah
raka’at setiap shalat, cara, rukun dan syarat mendirikan shalat.
c. Menambahkan atau mengembangkan sesuatu yang tidak ada atau samar-samar
ketentuannya di dalam Al-Quran. Sebagai contoh larangan Nabi mengawini seorang
perempuan dengan bibinya. Larangan ini tidak terdapat dalam larangan-larangan
perkawinan di surat An-Nisa (4) : 23. Namun, kalau dilihat hikmah larangan itu jelas
bahwa larangan tersebut mencegah rusak atau putusnya hubungan silaturrahim antara dua
kerabat dekat yang tidak disukai oleh agama Islam.

3. Ijmak (kesepakatan ulil amri)


a. Pengertian
Ijma’ menurut bahasa, artinya : sepakat, setuju, atau sependapat. Dan menurut ilmu fikih,
ijmak artinya, kesatuan pendapat dari ahli-ahli hukum (ulama-ulama fikih) islam dalam satu
masalah dalam satu masa dan wilayah tertentu. ijmak tidak boleh bertentangan dengan
alquran dan sunah Rasulullah SAW.
Ijmak ada dua macam, yaitu:
a. Ijmak bayani, adalah pendapat dari para ahli hukum (fikih) yang mengeluarkan
pendapatnya untuk menentukan suatu masalah.
b. Ijmak sukuti, adalah suatu pendapat dari seseorang atau beberapa ahli hukum, tetapi ahli-
ahli hukum lainnya tidak membantah.misalnya, semasa hidup nabi, nabi melakukan salat
tarawih sebanyak 8 rakaat di zaman Umar Bin Khattab ra. 20 rakaat tidak ada sahabat
yang membantah, maka salat tarawih di terima dengan ijmak sukuti.

b. Kedudukan Ijma’ Sebagai Sumber Hukum


Kebanyakan ulama menetapkan bahwa ijma' dapat dijadikan hujjah dan sumber hukum islam
dalam menetapkan sesuatu hukum dengan nilai kehujjahan bersifat dzhanny. Golongan syi'ah
memandang bahwa ijma' ini sebagai hujjah yang harus diamalkan. Sedang ulama-ulama
Hanafi dapat menerima ijma' sebagai dasar hukum, baik ijma' qath'iy maupun dzhanny.
Sedangkan ulama-ulama Syafi'iyah hanya memegangi ijma' qath'iy dalam menetapkan
hukum.

Dalil penetapan ijma' sebagai sumber hukum islam ini antara lain adalah :
Firman Allah dalam surat An-Nisa' ayat 59 :

ْ‫ازعْ ُت ْم ِفي‬َ ‫ٰ ٓيا َ ُّي َها الَّ ِذي َْن ٰا َم ُن ْٓوا اَطِ ْيعُوا هّٰللا َ َواَطِ ْيعُوا الرَّ س ُْو َل َواُولِى ااْل َمْ ِر ِم ْن ُك ۚ ْم َف ِانْ َت َن‬
‫َشيْ ٍء َف ُر ُّد ْوهُ ِا َلى هّٰللا ِ َوالرَّ س ُْو ِل ِانْ ُك ْن ُت ْم ُتْؤ ِم ُن ْو َن ِباهّٰلل ِ َو ْال َي ْو ِم ااْل ٰ خ ۗ ِِر ٰذل َِك َخ ْي ٌر‬
‫ࣖ واَحْ َسنُ َتْأ ِو ْياًل‬َّ

Artinya :
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan rasul-Nya dan Ulil Amri diantara kamu".
Yang dimaksud "ulil amri" ialah orang-orang yang memerintah dan para ulama. Menurut
hadits:

Artinya:
"Ummatku tidak bersepakat atas kesesatan".

Menurut sebagian ulama bahwa yang dimaksud dengan Ulil Amri fid-dunya, yaitu penguasa,
dan Ulil Amri fid-din, yaitu mujtahid. Sebagian ulama lain menafsirkannya dengan
ulama.Ijma' ini menempati tingkat ketiga sebagai hukum syar'iy, yaitu setelah Al-Qur'an dan
as-Sunnah. Dari pemahaman seperti ini, pada dasarnya ijma' dapat dijadikan alternatif dalam
menetapkan hukum sesuatu peristiwa yang di dalam Al-Qu'an atau as-Sunnah tidak ada atau
kurang jelas hukumnya.

4. Qiyas
a. Pengertian Qiyas
Qiyas menurut bahasa berarti mengukur, memperbandingkan, atau mempersamakan sesuatu
dengan lainnya dikarenakan adanya persamaan. Sedang menurut istilah qiyas ialah
menetapkan hukum sesuatu yang belum ada ketentuan hukumnya dalam nash dengan
mempersamakan sesuatu yang telah ada status hukumnya dalam nash.Berbeda dengan ijma',
qiyas bisa dilakukan oleh individu, sedang ijma' harus dilakukan bersama oleh para mujtahid.

b. Kedudukan Qiyas sebagai sumber hukum Islam


Qiyas menurut para ulama adalah hujjah syar'iyah yang keempat sesudah Al-Qur'an, Hadits
dan Ijma'. Mereka berpendapat demikian dengan alasan:

Firman Allah :

ْ‫ار ِه ْم اِل َوَّ ِل ْال َح ْش ۗ ِر َما َظ َن ْن ُت ْم اَن‬


ِ ‫ب ِمنْ ِد َي‬ ِ ‫ِي اَ ْخ َر َج الَّ ِذي َْن َك َفر ُْوا ِمنْ اَهْ ِل ْالك ِٰت‬ ْٓ ‫ه َُو الَّذ‬
‫ْث َل ْم َيحْ َتسِ ب ُْوا‬ُ ‫ي َّْخ ُرج ُْوا َو َظ ُّن ْٓوا اَ َّن ُه ْم مَّان َِع ُت ُه ْم ُحص ُْو ُن ُه ْم م َِّن هّٰللا ِ َفا َ ٰتى ُه ُم هّٰللا ُ ِمنْ َحي‬
‫ب ي ُْخ ِرب ُْو َن ُبي ُْو َت ُه ْم ِبا َ ْي ِدي ِْه ْم َواَ ْيدِى ْالمُْؤ ِم ِني ۙ َْن َفاعْ َت ِبر ُْوا ٰ ٓياُولِى‬
َ ْ‫ف ِفيْ قُلُ ْو ِب ِه ُم الرُّ ع‬ َ ‫َو َق َذ‬
‫ار‬
ِ ‫ْص‬ َ ‫ااْل َب‬

Artinya:
"Hendaklah kamu mengambil i'tibar (ibarat = pelajaran) hai orang-orang yang berfikiran". (S.
Al-Hasyr ayat 2)

Karena i'tibar artinya "qiyasusysyai-i bisysyai-i : membandingkan sesuatu dengan sesuatu


yang lain".

E. Kedudukan Hukum Islam di Indonesia


Diterimanya Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara oleh umat Islam dan pemeluk
agama yang lain, dapat dipastikan karena Pancasila tidak bertentangan dengan agama-agama
yang ada di Indonesia khususnya Islam. Termasuk ke dalam kata agama tentunya adalah
hukum.

Pemasukan tujuh kata pada Piagam Jakarta, tampak bukan dalam konteks tuntutan umat
Islam untuk mendirikan "negara Islam" seperti yang sering disuarakan, melainkan lebih
menghendaki adanya jaminan konstitusional bagi penerapan atau pemberlakuan hukum
agamanya yang lazim dikenal dengan sebutan syariat Islam. Sebab umat Islam dahulu sampai
sekarang, sadar bahwa negara yang hendak dibangun oleh bangsa Indonesia ialah negara
bangsa (nation state) dengan segala kemajemukannya. Termasuk kemajemukan dalam hal
agama.

Kata "agama" berikut turunannya dapat dibaca baik dalam Pancasila maupun UUD 45,
maupun dalam peraturan perundang-undang lainnya. Termasuk kata "agama" adalah tentu
pengamalan dalam bidang hukumnya, sekurang-kurangnya dalam bidang hukum tertentu
yang menurut keyakinan umat beragama itu sendiri, hukum merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari ajaran agama juga didasarkan atas peran agama itu sendiri terhadap
kemerdekaan Indonesia yang secara konstitusional diakui peran dan eksistensinya. "Atas
berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur,
supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya."

Ketika dihubungkan dengan kenyataan, hukum bahwa yang menjadi sumber hukum nasional
Indonesia pada dasarnya adalah hukum adat, hukum agama khususnya hukum Islam dan
hukum internasional khususnya hukum barat.

F. Peran Hukum Islam Sekarang


Sejak di masa-masa didirikannya Negara Hukum Indonesia, sistem hukum Islam baik dalam
konteks hukum tertulis (codified law) dan lebih-lebih dalam lingkup hukum tidak tertulis
(uncodified law), jelas memiliki peran yang sangat besar bagi pembentukan dan pembinaan
hukum nasional. Terutama dalam bidang hukum keluarga (al ahwal as syakhshiyyah; family
law).

Bangsa Indonesia yang beragama Islam sekurang-kurangnya telah memiliki tiga buah
peraturan perundang-undangan yang mengatur hukum keluarga, yakni:
a. UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
b. PP Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan.
c. Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Berkenaan dengan hukum Islam dalam sistem hukum nasional Indonesia dewasa ini ialah
kenyataan bahwa hukum materiil ekonomi dan keuangan Islam? Syariah belum/tidak diatur
dalam peraturan perundang-undangan negara, akan tetapi dituangkan dalam bentuk fatwa.
Dalam waktu tujuh tahun (1999-2006) Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(DSN MUI) telah menghasilkan 54 fatwa hukum Islam berkenaan dengan berbagai masalah
yang berhubungan dengan ihwal ekonomi dan keuangan syariah Indonesia.

Contoh lain eksistensi hukum Islam adalah UU Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otsus NAD
Aceh dan UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Belum lagi perda-perda yang bernuansakan syariah atau bermuatan hukum Islam.

Keterlibatan hukum Islam dalam sistem hukum nasional seringkali berkenaan dengan hal-hal
yang sangat menentukan dalam mekanisme ketatanegaraan Indonesia. Contohnya fatwa MUI
dalam pelaksanaan pemilu 2004. Pemilu tersebut diperlukan fatwa MUI tentang hukum tinta
yang hendak digunakan dalam pemilu.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hukum menurut bahasa berarti menetapkan sesuatu atau tidak menetapkannya. Hukum islam
adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama islam. Dengan demikian
sumber hukum Islam adalah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan atau pedoman
syari’at islam.

Sumber-sumber Hukum Islam


1. Al Qur’an
Sedangkan secara terminologi (syariat), Alquran adalah Kalam Allah ta’ala yang
diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya.
2. As-Sunah atau Hadist
Sunnah menurut istilah syara’ ialah perkataan dan perbuatannya, nabi Muhammad
saw
3. Ijmak (kesepakatan ulil amri)
Dan menurut ilmu fikih, ijmak artinya, kesatuan pendapat dari ahli-ahli hukum
(ulama-ulama fikih) islam dalam satu masalah dalam satu masa dan wilayah tertentu.
4. Qiyas
Qiyas menurut bahasa berarti mengukur, memperbandingkan, atau mempersamakan
sesuatu dengan lainnya dikarenakan adanya persamaan. Sedang menurut istilah qiyas
ialah menetapkan hukum sesuatu yang belum ada ketentuan hukumnya dalam nash
dengan mempersamakan sesuatu yang telah ada status hukumnya dalam nash.

B. Saran
Sebelum kita mempelajari agama islam lebih jauh, terlebih dahulu kita harus mempelajari
sumber-sumber ajaran agama islam agar agama islam yang kita pelajari sesuia dengan al-
qur’an dan tuntunan nabi Muhammad SAW yang terdapat dalam as-sunnah (hadist). 
DAFTAR PUSTAKA

Abdul wahab Khalaf, 1968 Ilmu ushul Fikih, Kuwait,


Abdul Wahhab Khallaf, Prof.Dr. 2000. KAIDAH-KAIDAH HUKUM ISLAM. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Al-Jurjawi, Ahmad ali, Himatut tasyri Wafalsafatuhu, Juz. I al-Harmain, jedah
Ahmad hanafi, 1967, Asas-asas Hukum, Pidana Islam, , Bulan Bintang, Jakarta
Amir Syarifudin, 2009, Ushul Fiqh II, cet. Ke 5. Perpustakan Nasional, Jakarta.
Ali-Juncio Abdul halim, 1966, Abu hanifah Batsahil hurriyyah Watasamuh Fil islam, juz III,
Majlis al kairo, Mesir.
Ahmad malik Tauhid, 1981, Membina Pribadi Muslim dan Masyarakat, al-Hidayah.
Muhammad Daut Ali, Prof. H. S.H. 2011. HUKUM ISLAM. Jakarta: Rajawali Pers.
ILMU USHUL FIKIH. Jakarta: PT Rineka Cipta
http://sonnymajid27.blogspot.co.id/2011/06/peran-dan-kedudukan-hukum-islam.html

Anda mungkin juga menyukai