Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

SYARIAH

Disusun Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam


Dosen Pengampuh : Aba Yazid,M.Pd

Disusun Oleh :

ALFIAN KHABIB PRASTIKA

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAYAPURA
PROGRAM STUDI D-III KESLING
KABUPATEN MIMIKA
2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat dan hidayah
nyakami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul „SYARIAH’

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna namun berkat bantuan,
bimbingan, arahan daan dukungan dari berbagai pihak makalah ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.

Kami berharap makalah ini dapat menjadi inspirasi yang dapat menambah wawasan serta
dapat membantu proses pembuatan makalah bagi generasi selanjutnya, sehingga kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Timika, AGUSTUS 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………….…….2

DAFTAR ISI…………………………………………………………….....3

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………….4
B. Rumusan Masalah…………………………………………………4
C. Tujuan……………………………………………………………..4

BAB II : PEMBAHASAN

A. DEFENISI SYARIAH
B. PRINSIP PRINSIP SYARIAT ISLAM PRINSIP-PRINSIP SYARIAT (TASYRI‟) DALAM
AL-QURAN
C. FUNGSI SYARIAH

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………..9

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………..10

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keistemewaan ajaran Islam daripada ajaran agama lainnya adalah sisi universalitasnya.
Ajaran-ajaran samawi terdahulu, selalu ditujakan kepada kaum tertentu. Sedangkan
ajaran Islam diturunkan untuk seluruh umat, baik manusia ataupun jin (kaffah li al-
alamin). Telah dimaklumi, bahwa perundang-undangan manapun harus selaras dengan
kondisi dan relevansi pihak yang dibebani undang-undang tersebut. Umat Nabi Adam as
bisa merasakan kelonggaran syari‟at berupa kebolehan menikahi saudara sendiri, karena
pada saat itu populasi manusia baru dari satu keturunan. Sedangkan umat Nabi Musa as
harus merasakan ketatnya syariat, karena dalam menghadapi Bani Israel yang terkenal
keras kepala, membutuhkan langkah-langkah preventif dengan menerapkan undang-
undang yang sekiranya dapat membuat mereka jera. Sedangkan syari‟at Nabi Muhammad
saw (Islam) yang ditujukan untuk seluruh makhluk di dunia ini, baik manusia atau jin,
tentunya harus membentuk undang-undang (syari‟at) yang bisa diterima oleh semua
kalangan.
1. Rumusan Masalah
a) Apa pengertian syariat ?..
b) Apa prinsip-prinsip syariat Bagaimana pandangan liberal mengenai syariat ?
c) Apa tujuan syariat ?

2. Tujuan

a) Dapat mengetahui dan memahami tentang syariat islam.


b) Dapat mengatahui penetapan dan prinsip-prinsip syariar islam.
c) Agar dapat mengetahui dan paham akan tujuan ditetapkan nya syariat islam.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi syariah

Secara bahasa syariat berasal dari kata syara‟ yang berarti menjelaskan dan menyatakan sesuatu atau
dari kata Asy-Syir dan Asy Syari‟atu yang berarti suatu tempat yang dapat menghubungkan sesuatu untuk
sampai pada sumber air yang tak ada habis-habisnya sehingga orang membutuhkannya tidak lagi butuh alat
untuk mengambilnya.
Pengertian syariat secara istilah :
Menurut istilah, syariah berarti aturan atau undang-undang yang diturunkan Allah untuk mengatur
hubungan manusia dengan Tuhannya, mengatur hubungan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan
alam semesta.
Syariah mengatur hidup manusia sebagai individu, yaitu hamba Allah yang harus taat, tunduk, dan
patuh kepada Allah.Ketaatan,ketundukkan, dan kepatuhan kepada Allah dibuktikan dalam bentuk
pelaksanaan ibadah yang tata caranya diatur sedemikian rupa oleh syariah Islam. Syariah Islam mengatur
pula tata hubungan antara seseorang dengan dirinya sendiri untuk mewujud kan sosok individu yang saleh.
[1]
Jika ditambah kata “Islam” di belakangnya, sehingga menjadi frase Syari‟at Islam (asy-syari‟atul
islaamiyatu),berarti Syari‟at Islam adalah hukum-hukum atau peraturan-peraturan yang diturunkan Allah
Subhaanahu wata‟ala. untuk umat manusia melalui Nabi Muhammad Salallohu alaihi wassalam, baik
berupa Al-Qur‟an maupun Sunnah Nabi yang berwujud perkataan, perbuatan, dan ketetapan, atau
pengesahan.
Oleh sebab itu secara implisit dapat dipahami bahwa jika terdapat suatu perkara yang Allah dan Rasul
Nya belum menetapkan ketentuannya maka umat Islam dapat menentukan sendiri ketetapannya itu.
Pemahaman makna ini didukung oleh ayat dalam Firman Alloh Subhaanahu wata‟ala : “Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu
akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Quran itu diturunkan, niscaya akan
diterangkan kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyantun.”[2]
At Thahanawi juga mengemukakan definisi syariat yaitu : “Syari‟at ialah hukum-hukum
yang disyari‟atkan Allah Ta‟ala untuk hamba-hamba-Nya yang disampaikan oleh salah seorang
nabi dari nabi-nabi (sallallahu „alaihim dan sallallahu „ala nabiyyina wa sallam), baik hukum-
hukum tersebut mengenai amal perbuatan, maupun mengenai akidah.”[5] Syariat Islam
mempunyai beberapa keistimewaan yaitu :

5
1. Rabbaniyah yang bermaksud bercirikan ketuhanan. ( Hukum/Peraturan ini datangnya dari
Tuhan Pencipta yang sudah semestinya yang terbaik untuk diikuti oleh makhluk ciptaanNya )
2. Syumuliyah yang bermaksud lengkap. ( Peraturannya merangkumi segenap aspek kehidupan
tanpa ada kekurangan )
3. Alamiyah yang bermaksud sejagat. ( Peraturannya sesuai untuk semua lapisan manusia tanpa
batasan masa atau geografi )
4. Kekal. ( Peraturannya dijamin terpelihara sehingga ke hari Kiamat )
5. balasan duniawi dan ukhrawi.

B. PRINSIP PRINSIP SYARIAT ISLAM PRINSIP-PRINSIP SYARIAT (TASYRI’)


DALAM AL-QURAN:
Tidak mempersulit (Adamal-haraj)
Dalam menetapkan syariat Islam, al-Quran senantiasa memper hitungkan kemampuan
manusia dalam melaksanaknnya. Itu diwujudkan dengan mamberikan kemudahan dan
kelonggaran (tasamuh wa rukhsah) kepada mansusia, agar menerima ketetapan hukum dengan
kesanggupan yangdimiliknya.
Al-Syatibi mengatakan bahwa kesanggupan manusia merupakan syari‟at hukum mutlak
dalam menerima ketetapan hukum syari‟at. Ketetapan hukum yang tidak terjangkau oleh
kemampuan manusia melihat prinsip ini tidak sah ditetapkan kepada manusia. Hal ini telah
menjadi kesepakatan mayoritas ulama, baik dari kalangan Mu‟tazilah (rasionalis) maupun
sebagian pengikut Asy‟ariah (Sunni tradisionalis).
Dalam menetapkan hukum, Allah Subhaanahu wata‟ala. Senantiasa memperhitungkan
kemampuan manusia dan memperhitungkan manfaat dan madlarat yang mungkin ditimbulkan
sebagai konsekwensi logis dari pelaksanannya. Karena itu, Abu al-A‟la al-Maududi
menyebutkan, “Allah membuat undang-undang syari‟at untuk mengharamkan sesuatu atas
manusia yang membawa ekses negatif (madlarat) dan menghalalkan sesuatu yang
mendatangkan dampak positif (manfa‟at)”.
Namun bukan berarti dalam al-Quran tidak ada ketetapan hukum yang sulit dalam
pelaksanaannya. Sebab menurut al-Syatibi, hukum sendiri merupakan beban, sehingga kesulitan
umum yang biasa dialami masyarakat, misalnya sulit mencari nafkah, tidak termasuk dalam
kategori „adam al-haraj diatas.Karena kesulitan yang sifatnya seperti itu tidak lain timbul dari
kemalasan atau belum adanya keberuntungan Disinilah pentingnya pembedaan antara
musyaqqah (kesulitan) ditinjau dari kacamata syari‟at dan musyaqqah menurut kebiasaan

6
umum. Sebab musyaqqah versi masyarakat seringakli dijadikan dalih untuk meremehkan
kewajiban agama, sikap mencari-cari kemudahan dalam bearamal.

7
C.FUNGSI SYARIAH

Fungsi syariah dalam lingkup hukum Islam adalah sebagai jalan atau jembatan bagi umat
manusia dalam berpijak dan berpedoman. Selain itu, syariah juga menjadi media dalam
menjalankan kehidupan di dunia agar sampai pada tujuan akhir dengan selamat.
Dengan kata lain, supaya manusia dapat membawa dirinya di atas jalur syariah sehingga
bisa hidup dengan teratur, tertib dan tentram. Ini bisa digambarkan dalam menjalin hubungan
baik dengan Sang Khalik yang disebut habluminallah dan hubungan dengan sesama manusia
atau hablumminannas.
Hubungan yang baik ini akan bernilai ibadah dan dianggap baik oleh Allah SWT. Hingga
pada akhirnya, seorang Muslim mampu mencapai tujuan hidup hasanah fi dunya dan hasanah fil
akhirat.rbesar
Ilustrasi mahasiswa Hukum. Foto: Pixabay
Mengutip buku Syariah Islamiyah oleh Dr. H. Sutisna, ada dua macam manusia jika dilihat dari
fungsi syariah secara garis besar, yaitu:

 Manusia sebagai seorang hamba yang harus mengabdikan dirinya kepada Allah SWT.
 Manusia sebagai khalifah di muka bumi untuk mengurus dan mengatur tatanan kehidupannya.

Maka, jika manusia ingin menjalankan fungsinya sebagai seorang hamba dan khalifah di
muka bumi, ia harus mematuhi syariah terlebih dahulu. Sebab Allah telah menurunkan syariah
Islam yang berguna untuk mengantarkan manusia menuju ridho-Nya.
Sehingga manusia akan mendapatkan kebahagiaan yang hakiki sesuai dengan tuntunan Alquran
dan sunah. Fungsi syariah dapat membuat kehidupan manusia menjadi ma’rufat (baik), serta
mewujudkan keadilan sesuai dengan firmanNya.

8
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Kesimpulan Syariat adalah hukum-hukum (peraturan) yang diturunkan Allah Subhaanahu
wata‟ala. melalui rasul-rasulNya yang mulia, untuk manusia, agar mereka keluar dari kegelapan ke
dalam terangnya cahaya hidayah, dan mendapatkan petunjuk ke jalan yang lurus. Prinsip dalam
syariat diantaranya adalah :
a. Tidak Mempersulit („Adam al-Haraj)
b. Mengurangi Beban (Taqlil al-Taklif)
c. Penetapan Hukum secara Periodik
d. Sejalan dengan Kemaslahatan Universal
e. Persamaan dan Keadilan (al-Musawah wa al-Adalah)
Pandangan orang liberal bahwa hukum Islam yang ada sekarang tidak sensitif dan responsif
terhadap perkembangan zaman. Berdasarkan hal ini, katanya, maka adalah salah besar bagi
mereka untuk mengadopsi dan selanjutnya mengaplikasikan hukum ini pada zaman sekarang,
karena ia sudah tidak sesuai lagi.
Pandangan orang liberal tersebut adalah bathil karena Tujuan syariat menurut Fakhruddin al-Razi
dalam tulisannya, dia menyatakan bahwa: “ tujuan utama seluruh hukum yang diperintahkan Allah
adalah untuk memelihara dan menjaga kemaslahatan (masalih).” (Al-Mahsul, 1992, 6:165). Ibn
Taymiyah juga menekankan hal yang sama: “Bahwa Shariat hadir untuk menjamin kemaslahatan
dan menghindarkan kerusakan.” (Majmu‟ Fatawa, t.t., 20: 48). Yang lebih penting, konsep syariat
Islam lebih mengedepankan konsep keadilan, dan pencegahan, ketimbang sanksi hukuman.
Pada akhirnya, sukses-tidaknya suatu penerapan hukum, juga ditentukan oleh kualitas takwa para
hakim, penguasa, dan juga rakyat.

9
DAFTAR PUSTAKA

http://ustwan77.blogspot.com/2012/02/21-konsep-syariat.html. 21.00 / 01 november 2012


http://www.sentra-edukasi.com/2010/04/pengertian-syariat-islam.html#.UJSpO2M0_qA
http://insistnet.com/index.php?option=com_content&view=article&id=283:syariat-islam-dan-
tantangan-zaman&catid=11:nirwan-syafrin21.
05 01/ november 2012 http://ustwan77.blogspot.com/2012/02/21-konsep-syariat.html.
14.03/ 21 oktober 2012 http://milaisma.blogspot.com/2009/12/prinsip-prinsip-syariat-tasyri-
dalam-al.
html01november2012http://insistnet.com/index.php?option=com_content&view=article&id=283:s
yariat-islam-dan-tantangan-zaman&catid=11:nirwan-syafrin.
21.05 / 01 November 2012 http://id.shvoong.com/humanities/religion-studies/2071352-
pengertian-syariah/#
Sumber: https://makalahnih.blogspot.com/2014/06/makalah-syariat-islam.html?m=1
Silahkan mengcopy paste dan menyebarkan artikel ini selama masih menjaga amanah ilmiah
dengan menyertakan sumbernya

10

Anda mungkin juga menyukai