Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PILAR PENDUKUNG SYARI’AT ISLAM DALAM KONTEKS


LEGISLATIF

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah : Studi Syari’at Islam Di Aceh
Dosen Pembimbing : H. Ridwan Muhammad Hasan, M.Th., Ph.D.

Disusun Oleh:

Iqbal Marjuwa (190401014)

KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH & KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) AR-RANIRY BANDA
ACEH
2020
KATA PENGANTAR

 ‫حيم‬
ِ ‫ال َّر‬ ‫س ِم هَّللا ِ ال َّر ْح َم ِن‬
ْ ِ‫ب‬
Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT Berkat limpahan rahmat,
karunia dan kuasa-Nya kami mampu menyelesaikan tugas makalah pilar
pendukung syari’at islam dalam konteks legislatif. Shalawat beserta salam juga
disanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat dari
alam kebodohan kepada alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Penulisan makalah ini guna untuk memenuhi tugas mata kuliah


komunikasi organisasi yang diasuh oleh H. Ridwan Muhammad Hasan, M.Th., Ph
D.

Dalam menyelesaikan makalah ini, kami melakukan metode pengumpulan


materi dan dari bahan bacaan media lainnya.

Penulisan makalah ini telah diupayakan semaksimal mungkin, namun


disadari bahwa masih terdapat berbagai kekurangan yang disebabkan oleh
keterbatasan ilmu pengetahuan yang dimiliki. Karena itu, diharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun guna kesempurnaannya dan semoga makalah ini
dapat memberi manfaat bagi semua pihak.

AamiinYa Rabbal ’Alamin…..

Banda Aceh, 30 Desember 2020

Penyusun

Iqbal Marjuwa

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………… i
DAFTAR ISI…………………………………………………………... ii

BAB I . PENDAHULUAN ………………………………………. 1


A. Latar Belakang …………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah………………………………………….. 1
C. Tujuan Penulisan…………………………………………… 1
BAB II. PEMBAHASAN…………………………………………….. 2
A. Pengertian syari’at Islam……………………………………… 2
B. Pilar-pilar utama dalam islam…………………………………. 3
C. Pilar pendukung syariat islam dalam konteks legislatif Di Aceh. 7
BAB III. PENUTUP………………………………………………….. 12
A. Kesimpulan…………………………………………………… 12
B. Saran………………………………………………………….. 12

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………… 13

II
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Syariat Islam mengatur tata kehidupan manusia seutuhnya dan masyarakat
seluruhnya yang bertujuan mewujudkan kemaslahatan hidup, kehidupan dan
penghidupan untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin dunia dan akhirat. Syariat
Islam selalu mengajarkan kemuliaan dan menganjurkannya kepada seluruh umatnya.
Bukan hanya mengajarkan dan menganjurkan kemuliaan, Islam juga melarang semua
umatnya dari segala bentuk kehinaan dan segala hal yang dapat menimbulkan
kehinaan. Ketentuan syariat ini berlaku dalam segala aspek kehidupan manusia,
dimulai dari urusan manusia paling besar, yaitu urusan akidah (ideologi) yang
menjadi harga diri dan standar hidup, hingga urusan paling kecil.

Kehadiran Perda Syariah pada dasarnya sebagai bentuk pengakuan terhadap


kebebasan beragama serta keberadaan daerah khusus. Peraturan Daerah yang
bersumber dari ajaran/ nilai-nilai Islam, semata-mata dilakukan untuk upaya
perbaikan moral masyarakat melalui nilai-nilai keagamaan yang dikristalilasi dalam
bentuk Peraturan Daerah, seperti hal nya di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam.

B. RUMUSAN MASALAH

Bertolak belakangan dari latar belakang yang telah disampaikan dari latar belakang
maka rumusan masalahnya adalah

Bagaimana pilar pendukung syariat islam dalam menegakkan syariat islam itu
sendiri?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penulisan makalah sebagai beri
kut:

Untuk mengetahui Bagaimana pilar pendukung syariat islam dalam menegakkan


syariat islam itu sendiri.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SYARI’AT ISLAM

Secara bahasa syariat berasal dari kata syara’ yang berarti menjelaskan dan
menyatakan sesuatu atau dari kata Asy-Syir dan Asy Syari’atu yang berarti suatu
tempat yang dapat menghubungkan sesuatu untuk sampai pada sumber air yang tak
ada habis-habisnya sehingga orang membutuhkannya tidak lagi butuh alat untuk
mengambilnya.

Menurut istilah, syariah berarti aturan atau undang-undang yang diturunkan Allah
untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, mengatur hubungan sesama
manusia, dan hubungan manusia dengan alam semesta.

Syariah mengatur hidup manusia sebagai individu, yaitu hamba Allah yang harus
taat, tunduk, dan patuh kepada Allah. Ketaatan, ketundukkan, dan kepatuhan kepada
Allah dibuktikan dalam bentuk pelaksanaan ibadah yang tata caranya diatur
sedemikian rupa oleh syariah Islam. Syariah Islam mengatur pula tata hubungan
antara seseorang dengan dirinya sendiri untuk mewujudkan sosok individu yang
saleh1.

Jika ditambah kata “Islam” di belakangnya, sehingga menjadi frase Syari’at Islam
(asy-syari’atul islaamiyatu), berarti Syari’at Islam adalah hukum-hukum atau
peraturan-peraturan yang diturunkan Allah Subhaanahu wata’ala. untuk umat manusia
melalui Nabi Muhammad Salallohu alaihi wassalam, baik berupa Al-Qur’an maupun
Sunnah Nabi yang berwujud perkataan, perbuatan, dan ketetapan, atau pengesahan.
Oleh sebab itu secara implisit dapat dipahami bahwa jika terdapat suatu perkara yang
Allah dan RasulNya belum menetapkan ketentuannya maka umat Islam dapat
menentukan sendiri ketetapannya itu. Pemahaman makna ini didukung oleh ayat
dalam Firman Alloh Subhaanahu wata’ala : “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan
kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Quran
itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang
hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” (Q.S al-maidah (5) : 101)

”Pengertian syari’ah”. diakses dari http://id.shvoong.com/humanities/religion-studies/207135


1

2-pengertian-syariah/#ixzz2BXl2KqoQ . pada tanggal 30 desember 2020 pukul 18:58

2
Syari’ah Islam adalah salah satu sistem hukum yang diyakini paling lengkap,
yang kemudian menjadi perhatian yang dijadikan alat untuk mengatur kehidupan
manusia, dan bahkan menjadi kaya sebagai sistem baru yang layak dipilih, mengingat
sistem hukum yang ada sebagai masyarakat ragu akan kebenaran dan keadilan
hukumnya.

Syari’ah Islam adalah sistem hukum yang hidup dikalangan umat islam antara
lain berisi aturan dan larangan.

At Thahanawi  juga mengemukakan definisi syariat yaitu : “Syari’at ialah hukum-


hukum yang disyari’atkan Allah Ta’ala untuk hamba-hamba-Nya yang disampaikan
oleh salah seorang nabi dari nabi-nabi (sallallahu ‘alaihim dan sallallahu ‘ala
nabiyyina wa sallam), baik hukum-hukum tersebut mengenai amal perbuatan, maupun
mengenai akidah.” Syariat Islam mempunyai beberapa keistimewaan yaitu : 1.
Rabbaniyah yang bermaksud bercirikan ketuhanan. ( Hukum/Peraturan ini
datangnya dari Tuhan Pencipta yang sudah semestinya yang terbaik untuk diikuti oleh
makhluk ciptaanNya )

2. Syumuliyah yang bermaksud lengkap. ( Peraturannya merangkumi segenap aspek


kehidupan tanpa ada kekurangan )

3. Alamiyah yang bermaksud sejagat. ( Peraturannya sesuai untuk semua lapisan


manusia tanpa batasan masa atau geografi )

4. Kekal. ( Peraturannya dijamin terpelihara sehingga ke hari Kiamat )

5. Balasan duniawi dan ukhrawi2.

B. PILAR PILAR UTAMA DALAM ISLAM

Ajaran Islam   dibangun di atas tiga pilar utama, yakni  aqidah, syariah dan
akhlak/tasawuf. Aqidah mengatur atau membicarkan masalah kepercayaan
(keimanan). , akhirnya dikenallah  ilmu Tauhid. Di samping itu ada pula ajaran yang
membicarakan  masalah kewajiban-kewajiban dalam membuktikan keimanan
tersebut, bagaimana berhubungan dengan sesama (muamalah) dalam hal ini dikenal
dengan ilmu fikih.
2
http://ustwan77.blogspot.com/2012/02/21-konsep-syariat.html. 14.03/ 21 oktober 20
12. diakses pada tanggal 30 desember 2020 pukul 19:52.

3
Fikih membentangkan hukum-hukum dalam Islam, sehingga kaum muslimin jadi tahu
akan segala kewajibannya. Namun mengetahui saja segala kewajiban dan hukum-
hukumnya tidaklah cukup untuk menerbitkan rasa ikhlas, berserah diri secara penuh
kepada Allah dalam  mengerjakan segala suruhan serta meninggalkan segala
larangan-Nya tanpa adanya perasaan yang mengawasi jiwa. Sedangkan ilmu yang
menguraikan tentang pengawasan jiwa, bagaimana cara membersihkan jiwa dari
segala penyakit kerohanian, ini termasuk pembicaraan akhlak/Ilmu tasawuf.

Adapun keterangan mengenai masing-masing pilar ini adalah sebagaimana uraian di


bawah ini.

1. Akidah

Secara etimologis kata akidah merupakan bentuk masdar dari ‘aqada-ya’qidu-


‘aqdan-‘aqidatan. ‘Aqdan berarti simpulan, ikatan dan pejanjan dan kokoh, sehingga
dinyatakan sebagai “ikatan dua utas tali dalam satu buhul sehingga menjadi
tersambung”. ‘Aqad juga berarti “janji”, karena janji merupakan ikatan kesepakatan
antara dua orang yang mengadakan perjanjian. Setelah terbentuk menjadi ‘aqidah
berarti keyakinan3.

Secara teknis, istilah akidah Islam di dalam al-Qur’an disebut dengan nama iman,
kepercayaan dan keyakinan. Dengan kata lain, sesungguhnya terminologi iman
merupakan bahasa al-Qur’an yang menyangkut pada akidah. Ruang lingkup akidah
Islam meliputi rukun iman yang enam (arkan al-iman): Iman kepada Allah SWT,
iman kepada para malaikat (termasuk makhluk gaib lainnya), iman kepada kitab-kitab
Allah, iman kepada para Nabi dan Rasul, iman kepada hari akhir, iman kepada takdir
atau qadla dan qadar Allah. Dalam struktur keilmuan Islam, pembahasan tentang
akidah Islam, yang pada umumnya berkisar pada arkan al-iman, rukun iman yang
enam itu, terutama di PTKI (Perguruan Tinggi Keagamaan Islam) dilakukan melalui
sebuah disiplin ilmu yang disebut dengan nama Ilmu kalam atau Teologi Islam.
Sungguh pun demikian, oleh karena akidah atau keimanan adalah sebagai suatu

3
Sudirman, Pilar-Pilar Islam: Menuju Kesempurnaan Sumber Daya Muslim (Malang:
UIN-Maliki Press, 2012). Lebih dari itu, baik pula dibaca karya yang secara intens khusus
membahas keseluruhan bangunan akidah Islam: Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam (Yogyakarta:
LPPI, 1998).

4
keyakinan, maka keberadaan akidah hanyalah bertempat atau bersemayam di dalam
hati4.

2. Syari’ah

Ditinjau dari cakupan makna, kata syari’ah dapat dijelaskan dalam pengertian luas
dan sempit. Dalam pengertian luas, kata syariat (baca, syariat Islam) berkonotasi
dengan agama Islam (din al-Islam), sehingga kalau dikatakan syariat Islam maka
maknanya identik dengan agama Islam (din al-Islam), keseluruhan ajaran Allah SWT
yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw, meliputi bidang-bidang akidah, akhlak
dan hukum-hukum. Sedangkan dalam pengertian sempit (khusus), kata syariat (baca,
syariat Islam) dimaknai sebagai salah satu aspek atau dimensi dari ajaran Islam, yang
mengandung makna terbatas hukum Islam, yakni hal-hal yang menyangkut aturan-
aturan Tuhan secara legal-formal, sehingga tidak dapat diidentikkan dengan
keseluruhan ajaran agama Islam atau din al-Islam. Memang dalam perkembangan
pemikiran Islam terdapat penyempitan makna syariat (Islam): semula diidentikkan
dengan din al-Islam (syariat dimaknai dengan pengertian luas), atau syariat Islam
adalah agama Islam itu sendiri, tetapi belakangan kata syariat diartikan oleh para ahli
sebagai sistem dalam hukum Islam5.

Secara etimologis syari’ah (dalam konteks terminologi syariat Islam) berasal dari
bahasa Arab, syara’a (sesuatu yang ditetapkan) yang mengandung arti “jalan yang
lurus yang harus ditempuh” atau “jalan ke mata air” atau “sumber mata air”6.
Sedangkan secara teknis syari’ah ialah sistem norma hukum ilahi yang mengatur
hubngan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama manusia,
hubungan manusia dengan benda di dalam lingkungan hidupnya7. Jadi syari’at Islam
itu memuat aturan atau hukum Allah yang mengatur hubungan manusia, baik
menyangkut kaidah ibadah maupun kaidah muamalah. Karena syari’ah sebagai
hukum yang ditetapkan Allah, maka kebenarannya bersifat mutlak, berbeda dengan
fikih yang merupakan hasil ijtihad manusia yang tentu kebenarannya bersifat relatif.
4
Ilyas, Kuliah Aqidah Islam (Yogyakarta: LPPI, 1998), cet. Keempat, 2.
5
Nashir, Islam Syariat, 125-127.
6
Yusuf Qardlawi, Membumbikan Syariat Islam, Keluasan Aturan Ilahi untuk Manusia, terjemah

(Bandung: Arasy Mizan, 2003), 13.


7
Qardlawi, Membumikan Syariat Islam, 26.

5
Secara keilmuan, kajian tentang syari’at Islam dilakukan dalam ilmu fikih, meskipun
fikih itu sendiri bebeda dengan syari’ah, yakni sebagai interpretasi dan penjabaran
lebih lanjut dari syari’at Islam.

3. Akhlak

Di samping akidah dan syari’ah, ajaran Islam juga mencakup akhlak. Akhlak berasal
dari kata khuluq (perangai atau tingkah laku), dan ada sangkut pautnya dengan Khaliq
dan makhluk8. Istilah akhlak ini berhubungan dengan sikap, budi pekerti, perangai
dan tingkah laku. Dengan demikian, akhlak merupakan aspek ajaran Islam yang
menyangkut norma-norma bagaimana manusia harus berperilaku, baik terhadap Allah
maupun terhadap sesama makhluk. Secara keilmuan aspek akhlak ini dibahas dalam
ilmu akhlak-tasawuf. Sebagai sebuah ajaran, ada sejumlah karakteristik akhlak dalam
ajaran Islam: (1)kebaikannya bersifat mutlak (al-khairiyah al-muthlaqah), yakni
kebaikan yang ada dalam akhlak Islam merupakan kebaikan yang bersifat murni, baik
untuk individu maupun yang untuk masyarakat; (2)kebaikannya bersifat umum atau
menyeluruh (as-shalahiyah al-‘ammah), kebaikan yang terdapat dalam akhlak Islam
adalah bersifat universal bisa berlaku untuk seluruh ummat manusia, segala tempat
dan zaman; (3)bersifat tetap, langgeng dan mantap; (4)berbentuk kewajiban yang
harus dipatuhi (al-ilzam almustajab), yakni kebaikan yang ada dalam akhlak dalam
Islam merupakan kewajiban sehingga pelanggaran atasnya akan berimplikasikan pada
hukuman atau sanksi; (5)berwujud pengawasan yang menyeluruh (ar-raqabah
almuhithah). Kemudian akhlak atau ihsan dibagi atas tiga bagian, yaitu: akhlak
kepada Allah, akhlak kepada sesama manusia, dan akhlak kepada alam.

Dalam struktur Islam, aqidah atau tauhid itu adalah dasar atau pondasi, di atasnya
dibangun   syariat/fikih. Kalau tauhid sudah kuat, maka dengan sendirinya akan
muncul syari’at dan syariat tidak bisa akan subur serta berkembang kalau tidak di
bawah lindungan aqidah. Syari’at tanpa aqidah itu tak ubahnya seperti bangunan yang
tergantung di awang-awang, tidak terletak di atas pondasi yang kuat.

Mahmud Syaltut dalam  bukunya aqidah wal syariah menjelaskan, Aqidah dan syariah


merupakan  hubungan dan jalinan yang erat, sehingga antara keduanya tidak dapat
dipisahkan. Aqidah menjadi pokok dan tenaga pendorong bagi syariat, sedangkan

8
Qardlawi, Membumikan Syariat Islam, 27.

6
syariat merupakan  jawaban dan sambutan dari panggilan jiwa yang ditimbulkan
aqidah.

Apabila syariat sudah berjalan dengan baik, sesuai dengan rukun dan syaratnya, maka
agar ibadah yang dikerjakan mendapat nilai yang lebih baik, maka jiwa orang yang
melaksanakan ibadah tersebut perlu diisi dengan berbagai sifat keutamaan, seperti :
ikhlas, khusu’, sabar, ridha dan sifat-sifat utama lainya, yang kesemuanya itu dibahas
dalam akhlak/tasawuf.

Maka dengan demikian ketiga komponen ilmu tersebut, yakni aqidah, fikih dan
akhlak/tasawuf, atau dengan ungkapan lain, Iman, Islam dan Ihsan, perlu dimengerti
dan dipahami serta menjasdi satu kesatuan dalam amaliahnya. Ketiganya merupakan
satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Apabila ketiga komponen tersebut dipisahkan akan membawa manusia pada kekurang
sempurnaan, sebab dengan belajar tauhid seseorang akan mengenal Allah, dengan
dengan mempelajari fikih akan diketahui bagaimana cara beribadah kepada-Nya dan
dengan mempelajari akhlak/tasawuf akan didapat pelajaran bagaimana agar
berperilaku baik seperti ikhlas dalam  melaksanakan segala amal ibadah. Oleh karena
itu dengan menyatukan ketiga komponen tersebut, seorang akan mencapai insan
kamil9.

C. PILAR PENDUKUNG SYARIAT ISLAM DALAM KONTEKS LEGISLATIF


DIACEH

Lembaga legislatif secara etimologi adalah lembaga yang memiliki kekuasaan


untuk membuat atau mengeluarkan undang-undang sedangkan legislatif secara
terminologi fiqih disebut sebagai lembaga penengah serta pemberi fatwa. Dalam
sistem pemerintahn islam pemimpin adalah khalifah, khalifah adalah pemegang
kendala pemimpin umat segala jenis kekuasaan tertinggi kepadanya dan dalam garis
9
 Uncategorized. “ISLAM DIBANGUN DI ATAS TIGA PILAR BESAR”. diakses dari
https://jirhanuddin.wordpress.com/2016/07/11/islam-dibangun-di-atas-tiga-pilar-besar/. pada tangggal 30
desember 2020, pukul 19:32.

7
politik agama dan dunia adalah cabang dari jabatannya, karena itulah khalifah
merupakan pemimpin ynag bertugas menyelamggarakan undang-undang untuk
menegakkan nilai-nilai islam dalam mengurus pemerintahan menurut ajaran islam.

Kekuasaan legislatif dalam islam merupakan kekuasaan atau kewenangan


pemerintahan islam untuk menetapkan hukum yang akan diberlakukan yang
dilaksanankan oleh masyarakat berdasarkan ketentuan yang telah diturunkan oleh
Allah SWT. Dengan demikian unsur legislatif dalam islam adalah:

Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan untuk menetapkan hukum yang akan


diberlakukan alam masyarakat islam. Dan masyarakat islam akan yang akan
melaksanakannya. Isi peraturan atau hukum ini sendiri harus sesuai dengan nila-nilai
dasar syariat islam. Tugas dan wewenang lembaga legislatif sebatas menggali dan
memahami sumber syariat islam, yaitu Al-quran dan Al-Hadist10.

Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) sebagai pilar legislatif, memiliki


wewenang untuk mendesak (eksekutif) pemerintah Aceh untuk melaksanakan syariat
Islam kaffah berdasarkan ketetapan qanun. Di samping itu, Dewan Perwakilan Rakyat
Aceh (DPRA) memiliki wewenang pengawasan terhadap pelaksanaan syariat Islam di
provinsi Aceh. Demikian pula wewenang DPRK di provinsi Aceh.

Wewenang pembentukan qanun syariat Islam ada pada DPRA sebagai pilar
legislatif di provinsi Aceh. Secara rinci tugas DPRA terdapat dalam ketetapan
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh, Bab VII Bagian
Kedua Tugas dan Wewenang, Pasal 23, menetapkan:
(1) DPRA mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:
a. Membentuk Qanun Aceh yang dibahas dengan Gubernur untuk mendapat
persetujuan bersama;
b. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Qanun Aceh dan peraturan
perundang-undangan lain;
c. Melaksanakan pengawasan terhadap kebijakan Pemerintah Aceh dalam
melaksanakan program pembangunan Aceh, pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi lainnya, serta penanaman modal dan kerja sama internasional;
d. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Gubernur/Wakil Gubernur kepada
Presiden melalui Menteri Dalam Negeri;

10
Abu bakar,Alyasa’.Paradigma, Kebijakan Dan Kegiatan: DINAS SYARIAT ISLAM  ACEH;2008, hml. 119.

8
e. Memberitahukan kepada Gubernur dan KIP tentang akan berakhirnya masa jabatan
Gubernur/Wakil Gubernur;
f. Memilih Wakil Gubernur dalam hal terjadinya kekosongan jabatan Wakil
Gubernur;
g. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan
oleh Pemerintah Aceh;
h. Memberikan pertimbangan terhadap rencana kerja sama internasional yang dibuat
oleh Pemerintah yang berkaitan langsung dengan Aceh;
i. Memberikan pertimbangan terhadap rencana bidang legislasi Dewan Perwakilan
Rakyat yang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh;
j. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antardaerah dan/atau dengan
pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah;
k. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Gubernur dalam
penyelenggaraan pemerintahan untuk penilaian kinerja pemerintahan;
l. Mengusulkan pembentukan KIP Aceh dan Panitia Pengawas Pemilihan; dan
m. Melakukan pengawasan dan meminta laporan kegiatan dan penggunaan anggaran
kepada KIP Aceh dalam penyelenggaraan pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur.

Dewan perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota di provinsi Aceh juga merupakan


pilar penting terhadap pelaksanaan syariat Islam di tingkat daerah kabupaten kota di
Aceh. DPRK memiliki wewenang dengan DPRA sebagai legislatif, yaitu pembuat
kebijakan atau qanun. Namun DPRK membuat qanun untuk tingkat kabupaten/kota di
Aceh. Adapun wewenang DPRKA di provinsi Aceh sebagaimana ketetapan Undang-
Undang 11 Tahun 2006 tentang pemerintah Aceh, Bab VII Bagian Kedua Tugas dan
Wewenang, Pasal 24, menetapkan:
(1) DPRK mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:
a. Membentuk qanun kabupaten/kota yang dibahas dengan bupati/walikota untuk
mendapat persetujuan bersama;
b. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan qanun kabupaten/kota dan
peraturan perundang-undangan lain;
c. Melaksanakan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah kabupaten/kota dalam
melaksanakan program pembangunan kabupaten/kota, pengelolaan sumber daya alam
dan sumber daya ekonomi lain, serta penanaman modal dan kerja sama internasional;
d. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian bupati/wakil bupati dan

9
walikota/wakil walikota kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur;
e. Memberitahukan kepada bupati/walikota dan KIP kabupaten/kota mengenai akan
berakhirnya masa jabatan bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota;
f. Memilih wakil bupati/wakil walikota dalam hal terjadinya kekosongan jabatan
wakil bupati/wakil walikota;
g. Memberikan pendapat, pertimbangan, dan persetujuan kepada pemerintah
kabupaten/kota terhadap rencana kerja sama internasional di kabupaten/kota yang
bersangkutan;
h. Memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap rencana kerja sama
antardaerah dan/atau dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan
kabupaten/kota;
i. Mengusulkan pembentukan KIP kabupaten/kota dan membentuk Panitia Pengawas
Pemilihan;
j. Melakukan pengawasan dan meminta laporan kegiatan dan penggunaan anggaran
kepada KIP kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pemilihan bupati/wakil bupati
dan walikota/wakil walikota; dan
k. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban bupati/walikota dalam
penyelenggaraan pemerintahan untuk penilaian kinerja pemerintahan.

Pelaksanaan syariat Islam di provinsi Aceh merupakan tanggung jawab


pemerintah Aceh (eksekutif) mulai dari tingkat provinsi sampai di tingkat kabupaten
kota, juga DPRA dan DPRK sebagai pilar legislatif pembuat kebijakan dan
pengawasan terhadap gubernur Aceh sebagai pelaksana qanun syariat Islam di
provinsi Aceh.

Dukungan dalam bentuk kerja sama eksekutif dan legislatif sangat menentukan
terhadap kesuksesan pelaksanaan syariat Islam di Aceh11.

11
fazan. “Pilar Legislatif Syariat Islam di Aceh”. diakses dari
https://fazzanzakaria.wordpress.com/2020/10/23/pilar-legislatif-syariat-islam-di-aceh/ pada tanggal 30
desember 2020 pukul 20:44.

10
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Syariat islam merupakan peraturan yang telah ditetapkan Allah dalam Al-Quran dan
Hadist bagi seluruh umat manusia tidak hanya dari segi ibadah namun juga dalam
segala bidang aspek kehidupan agar tercipta kehidupan teratur didunia dan diakhirat.

Pilar utama dalam islam itu ada 3 yaitu  aqidah, syariah dan akhlak/tasawuf.

Penerapan pilar dukungan syariat Islam di Aceh di harapkan dapat membawa dampak
baik bagi masyarakat Aceh sendiri, Dengan di dukungan pilar legislatif syariat islam

11
diharapkan akan mampu menciptakan masyarakat Islam yang madani di tanah Aceh
tercinta.

Setelah tanah Aceh diberikan status otonomi khusus tahun 2001, pemerintah
mencanangakan syariat islam secara kaffah. Secara kaffah dalam artian pelaksanaan
hukum syariat secara sempurna oleh pemerintah Aceh. Beberapa lembaga yang
dibentuk untuk menjalankannya yaitu, Dinas Syariat Islam, Majelis Permusyawaratan
Ulama, Wilayatul Hisbah dan Mahkamah Syariah.

B. SARAN

Diharapkan dengan dukungan dari pilar legislatif di syariat islam semoga pilar
legislatif seperti DPRA dapat menyusun qanun secara kaffah.

DAFTAR PUSTAKA

Ustwan, 2012. “konsep syariat islam”. (Internet). diakses dari


http://ustwan77.blogspot.com/2012/02/21-konsep-syariat.html.

Sudirman. 2012. “Pilar-Pilar Islam: Menuju Kesempurnaan Sumber Daya


Muslim”. Malang: UIN-Maliki Press.

Ilyas. 1998. “Kuliah Aqidah Islam” . Yogyakarta: LPPI.

Yusuf Qardlawi. 2003. “Membumbikan Syariat Islam, Keluasan Aturan Ilahi


untuk Manusia”. Bandung: Arasy Mizan.

12
Uncategorized. 2016. “ISLAM DIBANGUN DI ATAS TIGA PILAR  BESAR”. diakses dari
https://jirhanuddin.wordpress.com/2016/07/11/islam-dibangun-di-atas-tiga-pilar-besar/.

Abu bakar. 2008. “Alyasa’.Paradigma, Kebijakan Dan Kegiatan”. DINAS SYA


RIAT ISLAM ACEH.

Fazan. 2020. “Pilar Legislatif Syariat Islam di Aceh”. diakses dari


https://fazzanzakaria.wordpress.com/2020/10/23/pilar-legislatif-syariat-islam-di-aceh/

13

Anda mungkin juga menyukai