Oleh:
Ngatinah
(C1F018002)
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta‟ala, karena dengan rahmat
dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan makalah “Akuntansi Syariah, Hubungan Syariah
Islam dengan Akuntansi, serta Perkembangan Transaksi Syariah” yang disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Syariah. Tak lupa shalawat dan salam semoga selalu
tercurahkan kepada Nabi akhir zaman, Muhammad Shallallahu „Alaihi Wa Sallam, kepada
keluarga, para sahabat dan seluruh umatnya.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Namun saya berharap makalah ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang
membaca dan yang memerlukan.
Wassalamu‟alaikum warahmatullahi wabarakatuh
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Ketentuan syariat ini berlaku dalam segala aspek kehidupan manusia, dimulai dari
urusan manusia paling besar, yaitu urusan aqidah (ideologi) yang menjadi harga diri dan
standar hidup, hingga urusan paling kecil.
1
1. Untuk mendeskripsikan pengertian makna Islam
2. Untuk menjelaskan dasar-dasar ajaran dalam Islam
3. Untuk mengetahui hukum Islam
4. Untuk mengetahui klasifikasi hukum Islam
5. Untuk mengetahui sasaran hukum Islam
6. Untuk mengetahui tujuan syariah yang ada.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Islam merupakan agama samawi yang memiliki ajaran yang sangat sempurna.
Semua masalah diatur dalam Islam, sehingga tidak ada satu pun masalah yang
tidak ada ketentuannya dalam Islam. Kesempurnaan Islam ini ditunjang oleh
ketiga sumber ajarannya, yakni al-Quran dan Sunnah sebagai sumber ajaran
pokoknya serta ijtihad sebagai sumber pelengkapnya.
Dengan enam prinsip yang dijelaskan di atas kita dapat memahami kemuliaan
dan keagungan ajaran agama Allah ini. Nabi Muhammad saw bersabda, “Islam
itu tinggi dan tidak ada kerendahan di dalamnya.” Sebagai ajaran, Islam tidak
terkalahkan oleh agama lain. Maka, setiap muslim wajib meyakini kelebihan Islam
dari agama lain atau ajaran hidup yang lain. Allah sendiri memberi jaminan.
Secara etimologis, syariah berarti jalan ke sumber air atau jalan yang
harus diikuti, yakni jalan ke arah sumber pokok bagi kehidupan. Orang-orang
Arab menerapkan istilah ini khususnya pada jalan setapak menuju palung air
yang tetap dan diberi tanda yang jelas terlihat mata. Adapun secara
terminologis syariah berarti semua peraturan agama yang ditetapkan oleh Allah
untuk kaum Muslim baik yang ditetapkan dengan al-Quran maupun Sunnah Rasul.
Secara etimologis, kata akhlak berasal dari bahasa Arab al-akhlaq yang
merupakan bentuk jamak dari kata khuluq yang berarti budi pekerti, perangai,
tingkah laku, atau tabiat. Sinonim dari kata akhlak ini adalah etika, moral, dan
karakter. Sedangkan secara terminologis, akhlak berarti keadaan gerak jiwa yang
4
mendorong ke arah melakukan perbuatan dengan tidak menghajatkan pikiran.
Inilah pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Maskawaih. Sedang al-Ghazali
mendefinisikan akhlak sebagai suatu sifat yang tetap pada jiwa yang daripadanya
timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak membutuhkan kepada
pikiran. Adapun ilmu akhlak oleh Dr. Ahmad Amin didefinisikan suatu ilmu yang
menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan
oleh sebagian manusia kepada sebagian lainnya, menyatakan tujuan yang harus
dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk
melakukan apa yang harus diperbuat.
Aqidah, syariah, dan akhlak mempunyai hubungan yang sangat erat, bahkan
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Meskipun demikian,
ketiganya dapat dibedakan satu sama lain. Aqidah sebagai konsep atau sistem
keyakinan yang bermuatan elemen-elemen dasar iman, menggambarkan sumber
dan hakikat keberadaan agama. Syariah sebagai konsep atau sistem hukum berisi
peraturan yang menggambarkan fungsi agama. Sedangkan akhlak sebagai sistem
nilai etika menggambarkan arah dan tujuan yang hendak dicapai oleh agama. Oleh
karena itu, ketiga kerangka dasar tersebut harus terintegrasi dalam diri seorang
Muslim. Integrasi ketiga komponen tersebut dalam ajaran Islam ibarat sebuah
pohon, akarnya adalah aqidah, sementara batang, dahan, dan daunnya adalah
syariah, sedangkan buahnya adalah akhlak.
Adapun istilah hukum Islam berasal dari dua kata dasar, yaitu „hukum‟ dan
„Islam‟. Hukum bisa diartikan dengan peraturan dan undang-undang. Secara
sederhana hukum dapat dipahami sebagai peraturan-peraturan atau norma-norma
yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau
norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat
maupun peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh
penguasa (Ali, 1996: 38). Adapun kata yang kedua, yaitu „Islam‟, adalah agama
Allah yang diamanatkan kepada Nabi Muhammad Saw.
Empat Mazhab Fiqh yang bersumber dari para ahli fikih seperti Al-Imam
Abu Hanifah, Al-Imam Malik, Al-Imam As-Syafi‟i, dan Al-Imam Ahmad bin
Hanbali, mengklasifikasikan hukum Islam menjadi lima (5) yaitu:
1. Wajib, kadang disebut Fardlu. Keduanya sinonim. Yakni sebuah tuntutan yang
pasti (thalab jazm) untuk mengerjakan perbuatan, apabila dikerjakan
mendapatkan pahala, sedangkan bila ditinggalkan maka berdosa
(mendapatkan siksa). Wajib terbagi menjadi dua yakni :
6
b. Wajib Kifa‟i (kifayah) yaitu kewajiban yang dibebankan pada sekelompok
orang mukalaf.
Hukum Islam tidak hanya mengatur pelaksanaan dalam ibadah mahdhah saja
seperti kewajiban shalat, puasa, zakat, haji. Tetapi juga mengatur pelaksanaan
amalan-amalan lain yang bersifat "duniawi" seperti melakukan jual beli, sewa-
menyewa, belajar, menikah, mendidik anak, bersikap dengan orang tua dan lain
sebagainya karena Islam tidak memisahkan agama dengan urusan dunia, semua
urusan telah diatur dalam Islam. Pada dasarnya, tujuan dari hukum Islam adalah
untuk menjadi rahmat bagi semesta alam (QS 21:107).
a. Penyucian Jiwa
Penyucian jiwa dimaksudkan agar manusia mampu berperan sebagai sumber
kebaikan, bukan sumber keburukan bagi masyarakat dan lingkungannya. Hal
ini dapat tercapai apabila manusia dapat beribadah dengan benar yaitu
dengan hanya mengabdi kepada Tuhan yang benar-benar merupakan Pencipta,
Pemilik, Pemelihara, dan Penguasa Alam Semesta, bukan kepada yang
mengaku Tuhan serta dengan cara yang benar pula. Allah swt
7
memerintahkan manusia yang beriman kepada-Nya untuk shalat, zakat, puasa,
dan haji, yang dijamin oleh Allah akan memberikan dampak yang positif bagi
kehidupan manusia apabila dilakukan dengan benar dan dengan niat yang benar
pula.
b. Menegakan Keadilan Dalam Masyarakat
Keadilan disini meliputi segala bidang kehidupan manusia termasuk keadilan
dari sisi hukum, sisi ekonomi, dan sisi persaksian. Semua manusia akan dinilai
dan diperlakukan Allah secara sama, tanpa melihat kepada latar belakang strata
sosial, agama, kekayaan, keturunan, dan warna kulit. Jadi, keadilan adalah
harapan dan fitrah semua manusia, sehingga Allah melarang manusia berlaku
tidak adil. Misalnya, ketika tentara Islam pimpinan Salahuddin Al-Ayyubi
berhasil menaklukkan Palestina (Jerusalem) tahun 1187 M, mereka dielu-elukan
oleh masyarakat setempat karena dapat menjaga dan memelihara keamanan
bagi semua rakyat dan tanpa membedakan agama yang dianutnya.
c. Mewujudkan Kemaslahatan Manusia
Semua ketentuan Al-Quran dan As-Sunah mempunyai manfaat yang hakiki
yaitu mewujudkan kemaslahatan manusia, karena Al-Quran berasal dari
Allah yang sangat mengetahui tabiat dan keinginan manusai, dan As-Sunah dari
Rasul yang mendapat bimbingan langsung dari Allah swt. Mewujudkan
kemaslahatan manusia di dalam Islam dikenal sebagai Maqashidus Syariah
(Tujuan Syariah).
Secara bahasa, kata maqashid sendiri berasal dari kata maqshad yang berarti
tujuan atau target. Berangkat dari arti tersebut, beberapa ulama memiliki pengertian
atau definisi mengenai maqashid syariah yang berbeda. Al-Fasi misalnya,
menurutnya, maqashid syariah merupakan tujuan atau rahasia Allah yang ada dalam
setiap hukum syariat.
8
maqashid syariah memiliki tujuan untuk kebaikan atau kemashlahatan umat manusia.
Tujuan ini sejalan dengan tujuan dari hukum Allah yaitu kebaikan.
a. Menjaga Agama
Dalam konteks ini, agama tidak pernah melakukan pemaksaan kehendak. Syari‟ah
Islam menjaga kebebasan berkeyakinan dan beribadah, tidak boleh ada tekanan
dalam beragama sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 256 yang
artinya, “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya
telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat”. Menjaga agama dalam
maqashid syariah juga bisa dimaknai sebagai upaya untuk menjaga amalan ibadah
seperti shalat, zikir dan sebagainya serta bersikap melawan ketika agama Islam
dihina dan dipermalukan.
b. Menjaga Jiwa
Jiwa yang di dalamnya terdapat ruh sebagai amanah dari Allah Swt, merupakan
kendali yang sesungguhnya dari seluruh pergerakan lahir dan batin manusia. Hal
itulah yang menjadi alasan betapa penting dan mendesaknya menjaga jiwa tetap
sehat, suci dan fungsional dengan baik.
c. Menjaga Akal
Akal adalah sesuatu yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Inilah
salah satu yang menyebabkan manusia menjadi makhluk dengan penciptaan
terbaik dibandingkan yang lainnya. Akal akan membantu manusia untuk
menentukan mana yang baik dan buruk.
Penghargaan Islam terhadap peran akal terdapat pada orang yang berilmu, yang
mempergunakan akal-nya untuk memikirkan ayat-ayat Allah. Sebagaimana
firman Allah, SWT dalam QS. Ali-Imran ayat 190-191 yang artinya,
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam
dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (190), (yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
9
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha
Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka).
d. Menjaga Harta
Menjaga harta adalah dengan memastikan bahwa harta yang kamu miliki tidak
bersumber dari yang haram. Serta memastikan bahwa harta tersebut didapatkan
dengan jalan yang diridhai Allah bukan dengan cara bathil sebagaimana
difirmankan Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 188 yang artinya, “Dan janganlah
sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan
jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang
lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”
e. Menjaga Keturunan
Salah satu poin penting dalam sebuah pernikahan adalah lahirnya generasi
penerus yang diharapkan dapat berkontribusi lebih baik. Keturunan menjadi
penting, salah satu yang mencelakai penjagaan keturunan adalah dengan
melakukan zina. Dalam Qur‟an, Allah berfirman secara tegas mengenai zina yaitu
pada QS. An-Nur ayat 2 yang artinya, “Pezina perempuan dan pezina laki-laki,
deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas
kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum)
Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian; dan hendaklah
(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang
beriman.”
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hukum Islam berasal dari dua kata dasar, yaitu „hukum‟ dan „Islam‟. Hukum bisa
diartikan dengan peraturan dan undang-undang. Secara sederhana hukum dapat
dipahami sebagai peraturan-peraturan atau norma- norma yang mengatur tingkah laku
manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan atau norma itu berupa kenyataan
yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat maupun peraturan atau norma yang
dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa. Adapun kata yang kedua,
yaitu „Islam‟, adalah agama Allah yang diamanatkan kepada Nabi Muhammad Saw.
Untuk mengajarkan dasar- dasar dan syariatnya dan juga mendakwahkannya kepada
semua manusia serta mengajak mereka untuk memeluknya.
Ruang lingkup hukum Islam sangat berbeda dengan hukum Barat yang
membagi hukum menjadi hukum privat (hukum perdata) dan hukum publik.
Sama halnya dengan hukum adat di Indonesia, hukum Islam tidak membedakan
hukum privat dan hukum publik. Pembagian bidang-bidang kajian hukum Islam lebih
dititikberatkan pada bentuk aktivitas manusia dalam melakukan hubungan. Dengan
melihat bentuk hubungan ini, dapat diketahui bahwa ruang lingkup hukum Islam
ada dua, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan (hablun minallah) dan hubungan
manusia dengan sesamanya (hablun minannas).
3.2 Saran
Harapannya melalui penulisan makalah yang berjudul “Islam dan Syariah Islam”
dapat menjadi sumber referensi dan pemahaman baik dari pembaca maupun penulis
sendiri. Serta agar kita bisa menerapkan sedikit demi sedikit pemahaman ini dalam
kehidupan sehari-hari dan menjadi pedoman dalam kegiatan ekonomi.
11
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Khaddafi. 2017. Meletakkan Nilai-Nilai Syariah Islam dalam Ilmu Akuntansi.
Medan: Madenatera.
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam5. Terj. Abdul Hayyie, dkk, Fiqih Islam Wa Adillatuhu jilid 5
(Jakarta: Gema Insani, 2011), hlm. 25
12