Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

Agama Islam Sebagai Petunjuk Bagi Manusia dan Sumber


Utama Ajaran Islam

Dosen Pengampu :
Masturi Istamar Suhudi

DISUSUN OLEH :

Kelompok 2
Aviv Maghridlo (41220040)
Dian Prayoga (41220062)

SEKOLAH TINGGI METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN


GEOFISIKA

2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT ata rahmat dan hidayahnya, karena dengan
rahmat dan hidayah Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami dapat
mengerjakan tugas makalah ini dengan lancar dan tanpa gangguan.

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah menjalankan misi agama
islam dalam menambah ilmu tentang islam sebagai petunjuk bagi manusia dan
tentang sumber utama ajaran islam, juga merupakan bentuk pelaksanaan misi
Bapak Masturi Istamar Suhadi dalam mata kuliah Pendidikan Agama Islam.

Kami berterima kasih kepada Bapak Masturi Istamar Suhadi dalam


memberikan pembelajarannya kepada kami. Terima kasih juga kami sampaikan
kepada teman-teman yang telah mendukung kami. Sehingga, kami dapat
menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu.

Kami sebagai penulis menyadari bahwa makalah yang kami buat masih
terdapat banyak kekurangan baik dari segi penyusunan, bahasa, isi, dan lainnya.
Oleh karena itu, kami memohon pembinaan dari seluruh pembaca agar kami
sebagai penulis dapat lebih baik kedepannya. Juga kami mohon kepada seluruh
pembaca untuk membaca juga dari referensi lain agar ilmu yang dicari lebih
banyak.

Tangeramg Selatan, 03 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................... 2
BAB II ISI ......................................................................................................... 3
2.1 Pengertian Agama Islam ................................................................ 3
2.2 Karakteristik Agama Islam............................................................. 3
2.3 Pokok-Pokok Ajaran Islam ............................................................ 4
2.3.1 Akidah .................................................................................. 4
2.3.2 Syariah ................................................................................. 5
2.4 Agama Islam Sebagai Petunjuk Dalam Mncapai Kebahagiaan dan
Akhirat .................................................................................................. 6
2.5 Pengertian Sejarah, Kedudukan, Peran dan Fungsi Al-Qur’an ...... 8
2.5.1 Pengertian Al-Qur’an ........................................................... 8
2.5.2 Sejarah Al-Qur’an ................................................................ 9
2.5.3 Fungsi Al-Qur’an ............................................................... 11
2.6 Pengertian, Sejarah, Kedudukan, Peran dan Fungsi Hadits ......... 12
2.6.1 Pengrtian Hadits ................................................................. 12
2.6.2 Sejarah Hadits .................................................................... 14
2.6.3 Fungsi Hadits ..................................................................... 16
2.7 Kedudukan Akal dan Peranan Ijtihad dalam Pengembangan Hukum
Islam ................................................................................................... 18
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 21
3.1 Kesimpulan................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada zaman ini, umat islam telah berkembang sedemikian rupa sehingga
jumlah umat islam saat ini sangatlah banyak. Akan tetapi, kualitas umat islam yang
sangat banyak tersebut tidak mencerminkan layaknya kuantitas tersebut. Banyak
umat islam saat ini yang mengalami penyakit hati, diantaranya adalah lemahnya
iman, iri dan dengki, pamer atau riya, ghibah dan buruk sangka, dan penyakit
lainnya. Penyakit-penyakit tersebut menimbulkan banyak umat islam untuk tidak
mempercayai agamanya sebagai pedoman dalam kehidupannya, bahkan banyak
yang menjadi ateis, islam ktp, dan senang melakukan tindakan tercela. Banyak umat
islam juga telah dimanjakan oleh teknologi-teknologi modern seperti media sosial,
smartphone, hiburan modern, dan lainnya, yang menyebabkan mereka lupa pada
agama mereka itu sendiri. Padahal di dalam islam, telah dijelaskan secara jelas
bahwa kebutuhan manusia di dunia dan di akhirat sesuai dengan porsinya sehingga
seimbang.

Di sini agama islam memiliki peran yang sangat besar yaitu membantu dan
mengembalikan umat muslim ke jalan sesuai dengan ajaran agama islam. Sehingga
umat islam dapat hidup dalam keadaan yang tentram dan damai. Ini dikarenakan
sumber ajaran agama islam bersumber dari Al-Qur’an. Al-Qur’an itu sendiri
merupakan wahyu dan firman dari Allah SWT. Sehingga sudah dapat dipastikan
kebenaran dan kebaikannya.

Sehingga umat islam perlu mengerti kembali pengertian agama islam,


mengetahui pokok-pokok ajaran agama islam, dan harus mengetahui sumber
hukum islam yang mengatur ajaran islam tersebut.

1
2

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dibahas, rumusan masalah pada


makalah adalah sebagai berikut.
1. Apa pengertian agama islam?
2. Apa saja pokok-pokok ajaran islam dan karakteristik agama islam?
3. Bagaimana agama islam sebagai petunjuk dalam mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat?
4. Apa pengertian, sejarah, kedudukan, peran, serta fungsi Al-Qur’an?
5. Apa pengertian, sejarah, kedudukan, peran, serta fungsi Al-hadits?
6. Bagaimana kedudukan akal dan peranan ijtihad dalam pengembangan
hukum islam?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan terkait pembahasan masalah pada makalah ini adalah sebagai


berikut.
1. Mengerti pengertian agama islam.
2. Mengerti pokok-pokok ajaran islam beserta karakteristiknya dengan
jelas.
3. Bersama ajaran agama islam, dapat mencapai kebahagiaan dunia dan
akhirat.
4. Mengetahui dengan menyeluruh pengertian, sejarah, kedudukan,
peran, serta fungsi Al-Qur’an.
5. Mengetahui dengan menyeluruh pengertian, sejarah, kedudukan,
peran, serta fungsi Al-hadits.
6. Memahami ijtihad beserta fungsinya dalam menangani keadaan umat
islam saat ini.
BAB II
ISI

2.1 Pengertian Agama Islam

Agama dalam bahasa Sansekerta berarti "tidak berantakan". Berevolusi dari


dua akar suku kata yaitu: “a” yang berarti: "tidak" dan “gamma” yang berarti:
"kacau". Pengertian ini menyiratkan bahwa "agama adalah aturan". Mengatur dan
membimbing jalannya kehidupan manusia agar tidak terganggu dan bisa hidup
dengan sejahtera. Al-Islam secara Etimologis berarti tunduk. Kata islam
berasal dari kata salima yang berarti selamat. Dari kata tersebut terbentuk kata
aslama yang memiliki arti patuh, berserah diri, dan tunduk (taat). Hal itu telah
dijelaskan oleh Allah SWT dalam Q.S. Al-Baqarah: 112

“Tidak! Barangsiapa menyerahkan diri(aslama) sepenuhnya kepada Allah, dan dia


berbuat baik, dia mendapat pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada rasa takut pada
mereka dan mereka tidak bersedih hati.”

Dari kata aslama itulah terbentuk kata Islam. Pemeluknya disebut Muslim.
Orang yang memeluk Islam berarti menyerahkan diri kepada Allah dan siap patuh
pada ajaran-Nya.

2.2 Karakteristik Agama Islam

Islam memiliki karakteristik yang khas dengan agama-agama sebelumnya.


Dalam memahami Islam dan ajarannya, berbagai aspek yang berkenaan dengan
Islam perlu dikaji secara seksama, sehingga dapat dihasilkan pemahaman yang
komprehensi. Hal ini penting dilakukan karena kualitas pemahaman ke-Islaman
seseorang dapat mempengaruhi pola pikir, sikap dan perilaku dalam menghadapi
berbagai permasalahan yang berkaitan dengan Islam. Islam adalah agama universal,

3
4

komprehensif, lengkap dengan dimensi edoterik dan eksoteriknya. Sebagai agama


universal, Islam mengenal system perpaduan antara apa yang disebut konstan-
nonadaptabel(tsabuit)

Di satu sisi watak Islam yang satu ini tidak mengenal perubahan apapun karena
berkaitan dengan persoalanpersoalan ritus agama yang transenden, nash yang
berkaitan dengan watak (konstan-non adaptabel) ini dalam Al-Quran maupun hadits
sekitar 10%, yang berupa ajaran agama yang bersifat kulli dan qoth’i yang konstan
dan immutable.

2.3 Pokok-Pokok Ajaran Islam

Kajian tentang Islam tidak hanya terkait dengan persoalan ketuhanan atau
keimanan saja, akan tetapi juga mencakup tentang sejarah kebudayaan Islam,
masyarakat sosial Muslim dan kajian-kajian kebudayaan bercorak Islam lainnya.
Kajian ilmiah tentang Islam dapat dibedakan antara Islam yang merupakan sebagai
sumber dan Islam sebagai pemikiran serta Islam dalam pengalaman
penganutnya.(Chuzaimah Batubara dkk, Handbook Metodologi Studi Islam
(Jakarta: Prenadamedia Grup), hlm. 35)

2.3.1 Akidah

Akidah berasal dari kata ‘aqada-ya’qidu-‘aqdan yang berarti simpul, ikatan,


dan perjanjian yang kokoh dan kuat. Makna. akidah secara etimologis ini akan lebih
jelas apabila dikaitkan dengan pengertian terminologisnya, seperti diungkapkan
oleh Syekh Hasan Al-Banna dalam Majmu‟ar Rasaail.

“Aqaid (bentuk jamak dari ‘aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib
diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi
keyakinan yang tidak tercampur sedikitpun dengan keragu-raguan”.

Akidah Islamiyah berisikan tentang apa apa saja yang harus dipercayai,
diyakini dan diimani oleh setiap muslim. Akidah Islamiyah terdiri dari enam dasar
keimanan yaitu :

1. Iman kepada Allah swt


5

2. Iman kepada malaikat Allah SWT

3. Iman kepada kitab-kitab suci Allah SWT

4. Iman kepada nabi dan rasul

5. Iman kepada hari akhir

6. Iman kepada Qada dan Qadar

2.3.2 Syariah

Syari’at merupakan peraturan Allah yang diturunkan kepada manusia agar


dalam menjalankan agamanya manusia tetap berpegang teguh dan berada di atas
jalan yang lurus. Dalam Al-Quran ditegaskan Allah bahwa manusia dalam
menjalankan urusan agama, harus berada di atas syari’at atau peraturan yang
diturunkan Allah. Firman-Nya sebagai berikut :

(peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu
ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui”(Q.S.Al-Jaatsiyah, 45 : 18).

Dari ayat tersebut tampak bahwa setiap orang menjalankan agama selalu
mengikuti aturan yang jelas yakni syari’at. Ini menunjukkan bahwa syari’at itu
menjadi arah dalam menjalankan tugas beragama. Dapat dipahami disini bahwa
seseorang yang tidak mengikuti syari’at (peraturan) di dalam menjalankan agama,
maka orang tersebut tidak mengetahui apa-apa dalam beragama. Secara kasarnya
orang tersebut diberi cap bahwa agamanya tidak sesuai dengan syariat.

Dalam agama Islam, untuk menjalankan agama yang benar muncullah ilmu
pengetahuan khusus menguraikan syari’at yang dalam hukum Islam disebut dengan
Ilmu fikih. Dengan demikian ilmu fikih inilah yang mempelajari dan membahas
6

syari’at itu. Orang yang faham ilmu fikih disebut fakih atau fukaha, artinya ahli
hukum Islam (fikih) yang dapat memberi penjelasan tentang seluk beluk
peraturanperaturan dalam beragama Islam.

Segala peraturan yang berkaitan dengan seluk beluk agama Islam dan menjadi
ruang lingkup syari’at Islam adalah masalah-masalah sebagai berikut :

a) Ubudiyah (ibadah), yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan


manusia dengan Allah Swt dalam hal ritual seperti menyangkut pelaksanaan
rukun Islam (Syahadat, Sholat, Puasa, Zakat, dan Haji. Ibadah ini masuk
kategori khusus (khassah) atau lebih dikenal dengan sebutan ibadah
mahdah, yaitu ibadah yang ketentuan pelaksanaannya sudah pasti
ditetapkan oleh Allah dan dijelaskan oleh Rasulnya dengan contoh. Karena
itu pelaksanaan ibadah ini sangat ketat, yaitu harus sesuai dengan contoh
Rasulullah.Penambahan dan pengurangan dari contoh yang telah ditetapkan
disebut bid’ah (bidah) yang menjadikan ibadah itu menjadi batal atau tidak
sah. Oleh karena itu para ahli menetapkan satu kaidah dalam ibadah khusus
yaitu : ”semua dilarang kecuali yang diperintahkan Allah atau dicontohkan
Rasulullah”. Selanjutnya ada pula yang disebut ibadah umum atau ibadah
gair mahdah, yaitu bentuk hubungan manusia dengan sesama atau manusia
dengan alam yang memiliki makna ibadah. Syariat Islam tidak menentukan
bentuk dan macam ibadah ini, yang penting adalah kegiatan seorang muslim
dapat bernilai ibadah asalkan kegiatan tersebut bukan perbuatan yang
dilarang Allah dan Rasul-Nya serta diniatkan karena Allah.

b) Muamalah, yaitu peraturan yang mengatur hubungan dengan sesama


manusia dalam hal; jual beli, dagang, pinjammeminjam, sewa-menyewa,
utang piutang, warisan, wasiat, dan lain sebagainya

2.4 Agama Islam Sebagai Petunjuk Dalam Mncapai Kebahagiaan dan Akhirat

Pada dasarnya manusia hidup mencari kebahagiaan. Kebahagiaan tersebut


diraih melalui banyak hal, mulai hal paling simple maupun suatu hal yang rumit.
7

Tingkat kebahagiaan setiap orang berbeda dan cara memperoleh pun juga berbeda-
beda setiap orangnya.

Sebagai seorang muslim, diwajibkan kepada kita untuk beribadah kepada Allah
SWT. Melalui ibadah tersebut kita bisa mendapatkan kebahagiaan serta ketenangan
hati. Selain itu kita juga dapat semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT,hal ini
berarti kita juga sekaliigus mengejar akhirat juga selagi kita mengejar kebahagiaan.

Namun banyak orang yang mempunyai definisi bahagia yang hanya


berorientasikan dunia saja tanpa memikirkan akhiratnya. Mereka memaknai
kebahagiaan dengan sifat hedonistik dan materialistis. Kebahagiaan diukur dengan
jumlah materi (uang, deposito, properti, investasi) - terletak di Ujung Ujungnya
Duit (UUD) alias Cuan. Kebahagiaan dicapai ketika ekonomi mapan, kaya, atau
"memiliki". Kebahagiaan terbatas di dunia ini, tetapi tidak di akhirat.

Makna kebahagiaan ini tentu saja salah. Seorang tajir yang sakit atau 'sakit'
atau 'memiliki' tidak perlu bahagia. Demikian pula yang proyeknya gagal, bisnis
macet, dan pasangan selingkuh. Alquran menyebut fenomena bahagia tersebut
sebagai kenikmatan dunia yang sedikit (mataa‘un qaliil) atau bahagia yang semu
(sementara), bukan kenikmatan hakiki yang abadi. Tentang kenikmatan duniawi,
Allah Swt. befirman,

(nafsu), yaitu wanita-wanita, anak-anak, dan harta yang banyak dari jenis emas,
perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah
kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik
(surga).” (QS Ali Imran [3]: 14).
8

Adapun modal utama untuk meraih kebahagiaan adalah kekuatan atau


kemampuan diri dalam menanggung beban kehidupan, tidak mudah tergoyahkan,
tidak mudah menyerah dan senantiasa bersabar dan bersyukur. Keimanan adalah
rahasia di balik kerelaan, ketenangan, dan rasa aman. Sebaliknya, kebingungan dan
kesengsaran selalu mengiringi kekufuran dan keraguan.

2.5 Pengertian Sejarah, Kedudukan, Peran dan Fungsi Al-Qur’an

2.5.1 Pengertian Al-Qur’an

Secara bahasa diambil dari kata: ‫ ا قر‬- ‫ يقرا‬-‫ قراة‬-‫ وقرانا‬yang berarti sesuatu yang
dibaca. Arti ini mempunyai makna anjuran kepada umat Islam untuk membaca
Alquran. Alquran juga bentuk mashdar dari ‫ القراة‬yang berarti menghimpun dan
mengumpulkan. Dikatakan demikian sebab seolah-olah Alquran menghimpun
beberapa huruf, kata, dan kalimat secara tertib sehingga tersusun rapi dan benar.

Menurut M. Quraish Shihab, Alquran secara harfiyah berarti bacaan yang


sempurna. Ia merupakan suatu nama pilihan Allah yang tepat, karena tiada suatu
bacaanpun sejak manusia mengenal tulis baca lima ribu tahun yang lalu yang dapat
menandingi Alquran, bacaan sempurna lagi mulia.2

Dan juga Alquran mempunyai arti menumpulkan dan menghimpun qira’ah


berarti menghimpun huruf-huruf dan katakata satu dengan yang lain dalam suatu
ucapan yang tersusun rapih. Quran pada mulanya seperti qira’ah, yaitu mashdar dari
kata qara’a, qira’atan, qur’anan.

Artinya: “Alquran adalah kalam Allah yang mengandung mukjizat (sesuatu yang
luar biasa yang melemahkan lawan), diturunkan kepada penutup para Nabi dan
9

Rosul (yaitu Nabi Muhammad SAW), melalui Malaikat Jibril, tertulis pada mushaf,
diriwayatkan kepada kita secara mutawatir, membacanya dinilai ibadah, dimulai
dari surah Al-Fatihah dan diakhiri dengan surah An-Nas”.

Dari definisi diatas, bisa ditarik setidaknya 5 faktor penting karakteristik AL-
Qur’an

1. AL-Qur’an merupakan firman Allah SWT, bukan merupakan perkataan


malaikat jibril dan bukan pula sabda nabi Muhammad SAW.

2. AL-Qur’an hanya diberikan kepada nabi Muhammad SAW dan tidak


diberikan kepada nabi-nabi lainnya.

3. AL-Qur’an merupakan sebuah mukjizat, sehingga hingga akhir masa tidak


seorang pun mampu menandingi AL-Qur’an.

4. Diriwayatkan secara mutawatir artinya Alquran diterima dan diriwayatkan


oleh banyak orang yang secara logika mereka mustahil untuk berdusta,
periwayatan itu dilakukan dari masa ke masa secara berturut-turut sampai
kepada kita.

5. membaca AL-Qur’an merupakan sebuah ibadah,sehingga mendapat pahala


tidak seperti membaca bacaan lain. Adapun bacaam-bacaan lain tidak
dinilai ibadah kecuali disertai niat yang baik seperti mencari Ilmu. Namun
pahala yang didapat tidaklah sama dengan membaca AL-Qur’an.

2.5.2 Sejarah Al-Qur’an

AL-Qur’an merupakan kitab terakhir yang diturunkan ke dunia. Kitab ini


merupakan penyempurna dari empat kitab sebelumnya ang telah diturunkan ke
dunia. AL-Qur’an diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat
jibril. AL-Qur’an turun tidak serta merta langsung secara lengkap, kitab ini turun
dengan bertahap ayat demi ayat, surat demi surat sehingga lengkaplah menjadi 30
Juz. Secara lengkap AL-Qur’an terdiri dari 30 Juz, 114 surah, 6236 ayat dan 77845
kata.
10

Al-Qur’an sebagai wahyu Allah Swt. diturunkan kepada Nabi Muhammad


Saw. dengan perantaraan malaikat Jibril as., sebagaimana disebutkan dalam al-
Qur’an surat as-Syu’ara ayat 192-195:

“Dan Al-Qur’an ini benar-benar ditirunkan oleh Tuhan semesta alam; dia dibawa
turun oleh Al-Ruh Al-Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu
menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan; dengan
bahasa Arab yang jelas”.

Ayat diatas menerangkan bahwa Al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT


melalui malaikat jibril ke dalam hati Rasullulah dengan lafadznya bahasa arab.

Asy-Sya’bi menyebutkan bahwa Al-Quran mula-mula turun pertama kalinya


pada malam qadar (lailatul qadr) di bulan Ramadhan. Kemudian setelah itu
turunnya berlanjut secara berangsur-angsur sesuai dengan kejadian dan pristiwa
selama kurang lebi 23 tahun. Pendapat ini didasarkannya pada firman Allah Swt.
dalam surat al-Qadr ayat 1 :

“Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Quran pada suatu malam lailatul qadar”.

Diturunkannya Al-Qur’an pada malam lailatul qadar juga diperkuat dengan


surat Al-Baqarah ayat 185. Ayat ini menjelaskan bahwa Al-Qur’an diturunkan pada
malam yang penuh berkah yaitu malam di bulam Ramadhan
11

“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran


sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu
dan pembeda (antara yang benar dan yang batil)”.

2.5.3 Fungsi Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah kitab suci terakhir yang diwahyukan Allah Swt kepada nabi
Muhammad Saw,kitab ini merupakan lanjutan dari kitab-kitab suci sebelumnya.
Sebagai kitab suci terakhir, al-Qur’an memiliki fungsi yang lebih luas daripada
kitab-kitab sebelumnya. Sebagai kitab suci terakhir, al-Qur’an juga membawa
fungsi sebagai petunjuk bagi umat manusia hingga akhir zaman, penyempurna
kitab-kitab suci sebelumnya, dan sumber pokok ajaran agama Islam yang dibawa
oleh Nabi Muhammad Saw. Selain itu, al-Qur‘an juga berperan sebagai sarana
ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt melalui membacanya dan
menangkap pesan-pesan yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, fungsi al-Qur‘an
bagi manusia dapat dirinci sebagai berikut:

1. Petunjuk bagi manusia Fungsi pertama yang mendasar dari AL-Qur’an


adalah menjadi petunjuk bagi manusia. Fungsi utama sebuah kitab suci
dalam agama dan keyakinan apapun adalah menjadi pedoman bagi
penganutnya. Begitu pula al-Quran, menjadi pedoman bagi umat Islam.
Meskipun begitu, al-Qur‘an menyatakan bahwa ia bukan hanya menjadi
12

petunjuk bagi kaum Muslimin, tapi juga bagi umat manusia seluruhnya. Hal
ini ditegaskan Allah SWT dalam Q.S Saba : 28 berikut bunyinya :

Dan Kami (Allah) tidak mengutus kamu (Muhammad), melainkan kepada


umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai
pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui. (Q.S.
Saba: 28).

2. Penyempurna kitab-kitab sebelumnya Al-Qur‘an juga berfungsi sebagai


penyempurna kitab-kitab suci sebelumnya. Fungsi ini hadir karena al-
Qur‘an adalah kitab suci terakhir yang diturunkan oleh Allah Swt kepada
rasul dan nabi-Nya. Sebagai kitab suci terakhir, al-Qur‘an membawa tugas
menyempurnakan kitab-kitab suci terdahulu. Rasionalitas di balik fungsi ini
setidaknya bisa diterangkan melalui dua alasan. Pertama, kitab-kitab suci
terdahulu memang diturunkan untuk kaum tertentu dan zaman yang
terbatas. Kedua, dalam perkembangan sejarah, kitab-kitab suci terdahulu
tidak bebas dari perubahan dan penyimpangan.

3. Sumber pokok agama islam Sebagaimana diketahui, sumber agama Islam


itu ada tiga, yakni: al-Quran, Sunnah, dan Ijtihad. Al-Qur‘an adalah firman
Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad. Sunnah adalah sabda,
tindakan dan ketetapan Rasulullah Muhammad. Sedangkan ijtihad adalah
usaha sungguh-sungguh yang dilakukan oleh ulama mujtahid untuk
menyimpulkan hukum agama dengan tetap mengacu kepada Al-Qur‘an dan
Sunnah. Ada dua bentuk ijtihad yang disepakati oleh ulama, yaitu Ijma‘
(kesepakatan umat pasca wafatnya Rasulullah) dan Qiyas (analogi).

2.6 Pengertian, Sejarah, Kedudukan, Peran dan Fungsi Hadits

2.6.1 Pengrtian Hadits


13

Hadits menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang
dekat atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti berita yaitu sesuatu yang
diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seorang kepada orang lain.

Dari segi bahasa ilmu hadis terdiri dari dua kata, yaitu ilmu dan hadis. Secara
sederhana ilmu artinya pengetahuan, knowledge,dan science. Sedangkan hadis
artinya segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik dari
perkataan, perbuatan, maupun persetujuan. Para ulama ahli hadis banyak yang
memberikan definisi ilmu hadis, di antaranya Ibnu Hajar Al-Asqalani:

Adalah mengetahui kaidah-kaidah yang dijadikan sambungan untuk mengetahui


(keadaan) perawi dan yang diriwayatkan.

Atau

Ilmu yang mempelajari tentang keterangan suatu hal yang dengan hal itu kita dapat
mengetahui bahwa hadis itu diterima atau tidak.

Hadits menurut istilah syara’ ialah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW,
baik itu ucapan, perbuatan, atau pengakuan (taqrir). Berikut ini adalah penjelasan
mengenai ucapan, perbuatan, dan perkataan.

a) Hadits Qauliyah ( ucapan) yaitu hadits hadits Rasulullah SAW, yang


diucapkannya dalam berbagai tujuan dan persuaian (situasi).

b) Hadits Fi’liyah yaitu perbuatan-perbuatan Nabi Muhammad SAW,


seperti pekerjaan melakukan shalat lima waktu dengan tatacaranya dan
rukun-rukunnya, pekerjaan menunaikan ibadah hajinya dan pekerjaannya
mengadili dengan satu saksi dan sumpah dari pihak penuduh.
14

c) Hadits Taqririyah yaitu perbuatan sebagian para sahabat Nabi yang telah
diikrarkan oleh Nabi SAW, baik perbuatan itu berbentuk ucapan atau
perbuatan, sedangkan ikrar itu adakalanya dengan cara mendiamkannya,
dan atau melahirkan anggapan baik terhadap perbuatan itu, sehingga dengan
adanya ikrar dan persetujuan itu. Bila seseorang melakukan suatu perbuatan
atau mengemukakan suatu ucapan dihadapan Nabi atau pada masa Nabi,
Nabi mengetahui apa yang dilakukan orang itu dan mampu
menyanggahnya, namun Nabi diam dan tidak menyanggahnya, maka hal itu
merupakan pengakuan dari Nabi.

2.6.2 Sejarah Hadits

Pada masa Nabi SAW masih hidup di tengah-tengah sahabat, hadis tidak ada
persoalan karena jika menghadapi suatu masalah atau skeptis dalam suatu masalah
mereka langsung bertemu dengan beliau untuk mengecek kebenarannya atau
menemui sahabat lain yang dapat dipercaya untuk mengonfirmasinya. Setelah itu,
barulah mereka menerima dan mengamalkan hadis tersebut.

Sekalipun pada masa Nabi tidak dinyatakan adanya ilmu hadis, tetapi para
peneliti hadis memperhatikan adanya dasar-dasar dalam Alquran dan hadis
Rasulullah S.A.W. Misalnya firman Allah S.W.T dalam Q.S. Al-Hujurat/49: 6

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu
berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu
menyesal atas perbuatanmu itu.

Setelah Rasulullah SAW wafat, para sahabat sangat berhati-hati dalam


meriwayatkan hadis karena konsentrasi mereka kepada Alquran yang baru
dikodifikasi pada masa Abu Bakar tahap awal, khalifah Abu Bakar tidak mau
15

menerima suatu hadis yang disampaikan oleh seseorang, kecuali orang tersebut
mampu mendatangkan saksi untuk memastikan kebenaran riwayat yang
disampaikannya. Dan masa Utsman tahap kedua, masa ini terkenal dengan masa
taqlîl ar-riwayâh (pembatasan periwayatan), para sahabat tidak meriwayatkan hadis
kecuali disertai dengan saksi dan bersumpah bahwa hadis yang ia riwayatkan benar-
benar dari Rasulullah SAW.

Para sahabat merupakan rujukan yang utama bagi dasar ilmu riwayah hadis.
Yakni, karena hadis pada masa Rasulullah SAW merupakan suatu ilmu yang
didengar dan didapatkan langsung dari beliau, maka setelah beliau wafat hadis di
sampaikan oleh para sahabat kepada generasi berikutnya dengan penuh semangat
dan perhatian sesuai dengan daya hafal mereka masing-masing. Para sahabat juga
telah meletakkan pedoman periwayatan hadis untuk memastikan keabsahan suatu
hadis. Mereka juga berbicara tentang para rijal-nya, hal ini mereka tempuh supaya
dapat diketahui hadis makbul untuk diamalkan dan hadis yang mardud untuk
ditinggalkan.

Dan dari sini muncullah mushthalah al-hadits.Pada masa awal Islam belum
diperlukan sanad dalam periwayatan hadis karena orangnya masih jujur-jujur dan
saling mempercayai satu dengan yang lain. Akan tetapi, setelah terjadinya konflik
fisik (fitnah) antar elite politik, yaitu antara pendukung Ali dan Mu’awiyah dan
umat berpecah menjadi beberapa sekte; Syi’ah, Khawarij, dan Jumhur Muslimin.
Setelah itu mulailah terjadi pemalsuan hadis (hadis mawdhû’) dari masingmasing
sekte dalam rangka mencari dukungan politik dari masa yang lebih luas. Melihat
kondisi seperti hal di atas para ulama bangkit membendung hadis dari pemalsuan
dengan berbagai cara, di antaranya rihlah checking kebenaran hadis dan
mempersyaratkan kepada siapa saja yang mengaku mendapat hadis harus disertai
dengan sanad,

Ibnu Al-Mubarak berkata:


16

Isnad/sanad bagian dari agama, jikalau tidak ada isnad sungguh sembarang orang
akan berkata apa yang dikehendaki

Keharusan sanad dalam penyertaan periwayatan hadis tidak diterima,


tuntutan yang sangat kuat ketika Ibnu Asy-Syihab Az-Zuhri menghimpun hadis dari
para ulama di atas lembaran kodifikasi. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa
periwayatan hadis tidak di terima, kecuali disertai sanad

Ringkasan Perkembangan Pembukuan Ilmu Hadis

No Masa Karakteristik
1. Masa Nabi Telah ada dasar-dasar ilmu hadis.
Muhammad SAW
2. Masa Sahabat Timbul secara lisan, secara eksplisit
3. Masa Tabi’in Telah timbul secara tertulis, tetapi
belum terpisah dengan ilmu lain
4. Masa Tabi’ Tabi’in Ilmu hadis telah timbul secara terpisah
dari ilmu-ilmu lain, tetapi belum
menyatu.
5. Masa setelah Tabi’ Berdiri sendiri sebagai ilmu hadis.
Tabi’in (abad ke-4 H)

2.6.3 Fungsi Hadits

Imam Malik bin Anas menyebutkan lima fungsi hadits, yaitu bayan al-taqrir,
bayan al tafsir, bayan al tafsil, bayan al ba’ts, bayan al tasyri. Imam Syai’I
menyebutkan bayan al-tafsil, bayan at takhskhih, bayan al ta’yin, bayan al tasyri’,
bayan al nasakh. Dalam ar risalah ia menambahkan dengan bayan al isyarah. Imam
ahmad bin anbal menyebutkan empat fungsi hadits yaitu : bayan al ta’kid, bayan al
tafsir, bayan al tasyri’ dan bayan al takhshish.

Dr. Muthafa As Siba’iy menjelaskan bahwa fungsi hadits terhadap Al-Qur’an


ada 3 macam yaitu:

1. Memperkuat hukum yang terkandung dalam Al-Qur’an


17

2. Menjelaskan hukum-hukum yang terkandung dalam al Qur’an yakni


mentaqyidkan yang mutlak quran, mentafsilkan yang mujmal dan
mentakhsishkan

3. Menetapkan hukum yang tidak disebutkan oleh al Qur’an

Fungsi hadist terhadap Al-Qur’an secara umum adalah menjelaskan makna


kandungan al Al-Qur’an atau lil bayan (menjelaskan)17. Hanya saja penjelasan
tersebut diperinci oleh para ulama ke berbagai bentuk penjelasan. Secara garis besar
ada empat makna fungsi penjelasan hadist terhadap al-Qur’an, yaitu sebagai
berikut:

a) Bayan at-taqrir Disebut juga dengan bayan at-ta’kid dan bayan al-itsbat.
yang dimaksud dengan bayan ini ialah menetapkan dan memperkuat apa
yang telah diterangkan di dalam al Qur’an. Fungsi hadits dalam hal ini
hanya memperkokoh isi kandungan al Qur’an17.

b) Bayan at-tafsir berfungsi untuk memberikan rincian dan tafsiran terhadap


ayat!ayat al Qur’an yang masih bersifat global(mujmal), memberikan
persyaratan/batasan(taqyid) ayat-ayat al Qur’an yang bersifat mutlak, dan
mengkhususkan (takhshish) terhadap al Qur’an yang masih bersifat
umum17.

c) Bayan at tasyri’ Bayan at tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau


ajaran!ajaran yang dapat tidak didapati dalam al!Qur’an atau dalam
al!Qur’an hanya terdapat pokok!pokonya saja.21 Dalam hal ini seolah!olah
Nabi menetapkan hukum sendiri. Namun sebenarnya bila diperhatikan apa
yang ditetapka oleh Nabi hakikatnya adalah penjelasan apa yang ditetapkan
atau disinggung dalam al!Qur’an atau memperluas apa yang disebutkan
Allah secara terbatas.

d) Bayan al nasakh Ketiga bayan yang pertama yang telah diuraikan di atas
disepakati oleh para ulama, meskipn untuk bayan yang ketiga ada sedikit
perbedaan yang terutama menyangkut definisi (pengertian) nya saja. Untuk
bayan jenis keempat ini, terjadi perbedaan pendapat yang sangat tajam. Ada
18

yang mengakui dan menerima fungsi hadist hadist sebagai nasikh terhadap
sebagian hukum al Quran dan ada juga yang menolaknya. Kata an-nasakh
dari segi bahasa memiliki beberapa arti, yaitu al-ibdthal (membatalkan),al
ijalah (menghilangkan) at tahwil (memindahkan) atau at-taqyir (mengubah).
Menurut Abu Hanifah bayan ini adalah mengganti sesuatu hukum atau me-
nasakh-kanya. Sedangkan Imam Syafii memberi definisi ini ialah
menentukan mana yang di na-nasakh-kan dan mana yang kelihatan yang di-
mansukh dari ayat-ayat al-Qur’an yang keliatan berlawanan.

2.7 Kedudukan Akal dan Peranan Ijtihad dalam Pengembangan Hukum


Islam

ijtihad secara bahasa berasal dari kata Jahada. Kata ini berarti kesanggupan
(alWus‟u), kekuatan (al-Taqah), dan berat (alMasyaqqah).14 Ijtihad dapat juga
disebut sebagai sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa
dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan
suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al-Quran maupun hadis secara jelas.
Panulis mengutip beberapa pengertian ijtihad secara terminologi yang disebutkan
oleh pakar ushul fikih di antaranya:

1. Imam al Ghazali, mendefinisikan ijtihad :

‫بذل الوجتهد وسعه في طلب العلن بأحكام الشرعية‬


“Usaha sungguh-sungguh dari seorang mujtahid dalam rangka mengetahui
hukumhukum syari`at”.

2. Menurut Abu Zahrah ijtihad adalah:

‫بذل فقيه وسعة في استنباط االحكام العولية هن ادلتها التفصلية‬


“Usaha seseorang ahli fikih dengan kemampuannya dalam mewujudkan
hukum-hukum amaliah yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci”.

Dari definisi yang dikemukakan para ulama di atas dapat dikatakan bahwa,
ijtihad adalah suatu usaha dengan segenap kemampuan oleh seorang mujtahid
untuk menggali hukum syara‟ dari sumber yang terperinci, yaitu Al-Qur’an dan
19

hadist. Ijtihad juga dapat disebut sebagai proses penggalian hukum syariat dari
dalil-dalil yang rinci yakni, Al-Qur’an, hadis, Ijma‟, Qiyas dan dalil lainnya.
Landasan diperbolehkan ijtihad adalah dalil dari Al-Qur’an dan hadis, baik melalui
pernyataan yang jelas maupun berdasarkan isyarat, berikut firman Allah swt. dalam
surat an-Nisa‟ ayat 105 yang berbunyi :

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa


kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah
wahyukan kepadamu” (Q.S An Nisa: 105)

Para ulama telah merumuskan persyaratan seorang mujtahid dengan rumusan


dan redaksi yang berbeda-beda. Namun dalam pembahasan ini akan dikemukakan
syaratsyarat mujtahid yang dirumuskan oleh Wahbah Zuhaili sebagai berikut:

1. Mengetahui makna ayat hukum, baik secara bahasa maupun secara istilah.
Menurut al-Ghazali, al-Razi Ibnu Arabi jumlah ayat hukum yang perlu
dikuasai yaitu sekitar lima ratus ayat.

2. Mengetahui hadis-hadis hukum, baik secara bahasa maupun istilah.


Menurut Ibnu Arabi (w.534 H) hadis ahkam berjumlah 3000 hadis,
sedangkan menurut riwayat dari Ahmad bin Hanbal, hadis yang berkenaan
dengan hadis hukum ada 1200 hadis. Tetapi Wahbah Zuhayli tidak
sependapat, menurutnya yang terpenting mujtahid mengerti seluruh hadis-
hadis hukum yang terdapat dalam kitab-kitab besar, seperti sahih Bukhari,
sahih Muslim, dan lain-lain.
20

3. Mengetahui Al-Qur‟an dan hadis yang telah dinasakh dan mengetahui ayat
dan hadis yang menasakh. Tujuannya agar mujtahid tidak mengambil
kesimpulan dari nas yang sudah tidak berlaku lagi.

4. Mengetahi sesuatu yang hukumnya telah dihukumi oleh ijma, sehingga


tidak menetapkan hukum yang bertentangan dengan ijma.

5. Mengetahui qiyas dan sesuatu yang berhubungan dengan qiyas yang


meliputi rukun, syarat, illat hukum dan cara istinbatnya dari nas.

6. Menguasai bahasa Arab tentang nahwu, saraf, ma‟ani, bayan, dan uslub-
nya, karena Al-Qur‟an dan hadis berbahasa Arab. Oleh karena itu tidak
mungkin dapat mengistinbatkan hukum yang berdasar dari keduanya tanpa
mengetahui bahasa keduanya. Di antaranya mengetahui lafad umum dan
khusus, hakikat dan majaz, mutlaq dan muqayyad, dan sebagainya. Semua
ini tidak disyaratkan untuk dihafal, tetapi cukup memiliki kemampuan
untuk memahami secara benar ungkapan-ungkapan dalam bahasa Arab dan
kebiasaan orang Arab menggunakannya.

7. Mengetahui ilmu ushul fikih, karena ushul fikih adalah tiang ijtihad, berupa
dalil-dalil secara terperinci yang menunjukan hukum melalui cara tertentu
dan semuanya ada dalam ilmu ushul fikih. Dan al-Razi dalam al-mahsul
mengatakan bahwa, “Ilmu yang paling penting untuk dikuasai oleh mujtahid
adalah ilmu ushul fiqh.”

8. Mengetahui maqasid syar‟iyah dalam penetapan hukum, karena


pemahaman nas dan penerapannya dalam peristiwa bergantung kepada
maqasid syari‟yah. Penunjukan suatu lafad kepada maknanya mengandung
beberapa kemungkinan. Pengetahuan tentang maqasid memberi keterangan
untuk memilih mana yang layak untuk difatwakan. Dan terpenting lagi
pengetahuan tentang maqasid adalah prinsip hukum dalam Al-Qur’an dan
sunah dapat dikembangkan seperti dengan qiyas, istihsan, dan maslahah
mursalah.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sebagai seorang muslim sudah selayaknya kita beriman kepada Allah dengan
percaya bahwa segala sesuatu di dunia telah diatur dan diciptakan sebaik-baiknya
oleh Allah SWT. Allah menciptakan Al-Qur’an sebagai petunjuk umat manusia
dalam keadaan sebaik-baiknya. Tidak hanya untuk umat muslim, namun kandungan
Al-Qur’an bersifat universal. Kandungan Al-Qur’an dapat ditujukan untuk seluruh
manusia yang ada di dunia.

Manusia hakekatnnya hidup untuk mencari sebuah kebahagiaan melalui Al-


Qur’an kita dapat mengejar kebahagiaan duniawi sekaligus akhirat. Namun banyak
dari manusia zaman sekarang yang hanya ber-oriebtasikan pada kebahagiaan
duniawi atau material saja. Mereka lupa bahwa kehidupan di dunia hanyalah
sementara, pemikiran ini membuat mereka lupa akan akhirat. Agama itu pada
hakikatnya untuk kepentingan manusia, bukan untuk kepentingan Tuhan, sebab
Tuhan tidak memperoleh keuntungan dari penerimaan manusia terhadap agama.
Sebaliknya tidak juga menderita kerugian karena penolakan manusia terhadap
ajakan agama. Jadi, semua keuntungan atau kerugian (yang bersumber dari
penerimaan dan penolakan manusia terhadap agama) justru kembali kepada diri
sendiri.

Dari beberapa uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa manusia ternyata
sangat memerlukan agama untuk mengejar kebahagiaan di dunia. Perlu
keseimbangan antara dunia dan akhirat maka dari itu diperlukan agama sebagai
petunjuk manusia untuk bertingkah laku supaya tidak hanya ber-orientasikan pada
duniawi saja

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Yasir Muhammad, jamaruddin ade. Studi AL-Qur’an. Riau : CV. Asa

2. Rohayati widi, putri ria angelia, amaliya zulva (2018) Peran Agama Sebagai

Alat Utama Untuk Meraih Kebahagiaan Dunia Dan Akhirat

3. Furqon, Arif. 2002. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Departemen Agama RI

4. Al-Abyasi, Ibrahim. 1996 Sejarah Alquran (Ta 'Rikh Ai-Quran). Jakarta, Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

5. Syukran, Agus Salim. 2019. Fungsi Al-Qur’an Bagi Manusia. Lamongan :

Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur‘an dan Sains Al-Ishlah

6. Mahmud al-Thahhan, Taisir Musthalahal al-Hadits (Beirut: Dar ats-Tsaqafah

al-Islamiyah, t.t.), h. 15.

7. Muhammad Ali al-Subhani, al-Tibyan Fi Ulum Quran, (Bairut: Dar alIrsyad,

1970), p. 10

8. Anshori, Ulumul Quran, (Jakarta: Rajawali Press, 2013),...p.18-19

9. Jamaril, Pengertian, Kedudukan Dan Fungsi Hadit. Padang : MTSN 7 Kota

Padang

10. Fikri, Hamdani Khairul. 2015. “FUNGSI HADITS TERHADAP AL-

QUR`AN”. TASÂMUH 12 (2):178-88.

22
23

3 Pertanyaan dari Kelompok 2:

1. Apa saja pokok-pokok ajaran dalam agama islam?


2. Bagaimana proses diturunkannya al-qur’an ke muka bumi?
3. Sebutkan dan jelaskan pembagian Hadits ?

Anda mungkin juga menyukai