Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Islam Dan Ilmu Pengetahuan
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang Maha Kuasa Karena telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah Nya
lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Rumpun Ilmu Agama Atau
Humaniora Dalam Perspektif Islam” dengan tepat waktu. Makalah yang berjudul “Rumpun
Ilmu Agama Atau Humaniora Dalam Perspektif Islam” disusun guna untuk memenuhi tugas
semester 1 mata kuliah Islam Dan Ilmu Pengetahuan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan bagi pembaca tentang rumpun ilmu agama atau humaniora dalam perspektif
Islam.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof Yunasril Ali selaku
dosen dan bapak Kamal Musa selaku asisten dosen mata kuliah Islam Dan Ilmu
Pengetahuan. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan
terkait bidang yang ditekuni oleh penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................1
1.2 Pembatasan Masalah ........................................................................1
1.3 Tujuan Dan Manfaat Penulisan...........................................................2
1.4 Rumusan Masalah..............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ilmu Agama Islam.............................................................3
2.2 Macam-Macam Ilmu Agama Islam.....................................................4
2.3 Rumpun Ilmu Agama..........................................................................5
2.4 Hubungan Antara Ilmu-ilmu Agama...................................................7
2.5 Fungsi Agama Dan Ilmu Pengetahuan................................................8
2.6 Tokoh-Tokoh Pengembangan Ilmu Agama Islam.................................8
2.7 Metodelogi Ilmu-ilmu Agama Islam....................................................9
2.8 Perspektif Islam Tentang Ilmu Agama.................................................10
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.........................................................................................11
3.2 Saran...................................................................................................11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di tengah perkembangan teknologi pendidikan yang semakin maju dan sejumlah
fasilitas pendidikan yang semakin berkembang, tidak dipungkiri bahwa krisis pendidikan
telah menimpa pendidikan modern di seluruh belahan negara, baik itu negara maju atau
negara berkembang, dimana sistem pendidikan tidak sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan negara, yang akhirnya mengakibatkan jumlah dan angka pengangguran
yang semakin meningkat. Meluasnya kekerasan pada pelaku pendidikan, akibat krisis
kepemimpinan dan hilangnya qudwah hasanah (contoh yang baik) di keluarga dan
lembaga pendidikan, yang bersumber dari hilangnya aqidah shahihah (aqidah yang
benar) dan nilai-nilai yang bersifat kemuliaan dari wajah pendidikan modern.
Disaat yang bersamaan krisis kejiwaan juga melanda wajah pendidikan modern, karena
salah memahami hakikat jiwa dan fitrah manusia, hal ini semakin diperburuk dimana
pendidik, guru gagal memahami kejiwaan dan karakter muridnya, yang mengakibatkan
murid semakin menjauh dari gur, hilangnya akhlak, adab (etika) dan ketaatan murid
kepada guru. Dr Zaglul an-Najjar dalam kitabnya Nazharat fi’ Azmati at-Ta’lim al-Mu’ashir
wa hululiha al-Islamiyah, melihat bahwa solusi terbaik dari krisis pendidikan modern ini
adalah kembali kepada konsep pendidikan Islam yang benar, karena ia merupakan satu-
satunya konsep Rabbani yang ada dan nyata di tengah ummat manusia hari ini.
Sebagai seorang muslim apalagi kita seorang yang sudah berpendidikan tentulah kita
harus mengetahui rumpun atau macam-macam ilmu yang terbagi menurut perspektif
Islam, dimana agama Islam membagi ilmu yang keseluruhan berpatokan pada Al-Qur’an
dan Sunnah, maka tidak dipungkiri lagi bahwa klasifikasi ilmu menurut perspektif Islam
termuat dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Dimana semua ilmu ini memiliki manfaat dan
fungsinya masing-masing didalam kehidupan.
Oleh karena itu memahami rumpun ilmu agama ini sangat penting, agar kita tidak salah
dalam mencari ilmu dan tidak asal-asalan. Maka seorang muslim juga harus bertindak
dengan hati-hati.
1
1. Tujuan
1. Untuk memahami mengenai ilmu agama
2. Untuk memahami macam-macam dari ilmu agama
3. Untuk memahami rumpun pada ilmu agama Islam
4. Untuk mengetahui hubungan antara ilmu-ilmu agama
5. Untuk mengetahui fungsi dari ilmu agama
6. Untuk mengetahui tokoh-tokoh pengembangan pada ilmu agama
7. Untuk mengetahui metode penelitian ilmu agama Islam
8. Untuk mengetahui pandangan Islam tentang ilmu agama
2. Manfaat
Memberikan pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca untuk mengetahui
sedikit banyaknya tentang rumpun ilmu agama atau humaniora dalam perspektif
Islam. Maka dari pada itu semua penulis berharap apa yang telah dibaca menjadi
manfaat bagi kita semua baik dari penulis maupun dari pembaca.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.2 Macam-macam Ilmu Agama Islam
Ilmu-ilmu Islam, atau yang dalam bahasa Al-Ghazali disebut dengan al-ulum al-syari’ah
merupakan ilmu-ilmu yang diperoleh dari nabi-nabi dan tidak hadir melalui akal, seperti :
aritmatika, atau melalui riset seperti : ilmu kedokteran. Sedangkan ilmu-ilmu umum atau
disebut dengan ilmu intelektual (al-ulum al-aqliyah) adalah berbagai ilmu yang dicapai
atau diperoleh melalui intelek manusia semata.
Menurut Al-Ghazali ilmu-ilmu agama Islam terdiri dari :
A. Ilmu tentang prinsip-prinsip dasar (ilmu ushul), yakni :
1. Ilmu tentang keesaan illahi (ilmu tauhid)
2. Ilmu tentang kenabian, ilmu ini juga berkaitan dengan ihwal para sahabat
serta penerus religius dan spritualnya.
3. Ilmu tentang akhir dan eskalatologis.
B. Ilmu tentang cabang-cabang (furu’) atau prinsip-prinsip cabang, yakni :
1. Ilmu tentang kewajiban manusia kepada Tuhan (ibadah)
2. Ilmu tentang kewajiban manusia kepada masyarakat, ilmu-ilmu ini terdiri
dari : a) ilmu tentang transaksi, b) ilmu tentang kewajiban kontraktual.
3. Ilmu tentang kewajiban manusia terhadap jiwanya sendiri, ilmu ini membahas
kualitas-kualitas moral (ilmu akhlak).
Sedangkan Al-Farabi memasukkan ilmu-ilmu religius pada kategori ilmu yurisprudensi
dan teologis dealektis, meski ia tetap memasukkannya pada klasifikasi ilmu-ilmu filosofis.
Yurisprudensi berhubungan dengan rukun iman dan situs-situs religius dan perintah
moral-legal. Sedangkan teologis dealektis ini berkaitan dengan : rukun iman dan aturan-
aturan religius.
Menurut Al-Farabi, Yurisprudensi adalah seni yang memungkinkan manusia
menyimpulkan aturan dan ketetapan dari apa yang tidak secara eksplisit ditentukan dan
ditetapkan oleh nya. Sedangkan ilmu teologis dealektis (Kalam) merupakan ilmu religius
yang muncul dalam suatu tradisi religius pada suatu tahap dalam sejarahnya karena
kebutuhan untuk melakukan pembelaan sistematik terhadap ajaran-ajaran agama dari
serangan berbagai sumber, misalnya dari pengikut agama-agama atau aliran-aliran lain.
Dari cara pandang para cendekiawan Islam pada abad pertengahan itu, dapat dicirikan
bahwa ilmu-ilmu agama Islam dengan berbagai penyebutannya : ilmu religius, ilmu
nonfilsafat, ilmu yurisprudensi. Berasas pada prinsip-prinsip ketuhanan (wahyu) dan
kenabian (sunah) tanpa harus mempertimbangkan potensi akal dalam implementasinya.
Justru yang menarik adalah apa yang telah disampaikan Al-Farabi, yang memasukkan
ilmu-ilmu agama Islam dalam kategori ilmu-ilmu filosofis. Dari sini Al-Farabi mencoba
mengemukakan pendapat bahwa ilmu-ilmu agama pun sebenarnya tidak lepas dari
masalah rasionalitas, interpetasi pemikiran manusia terhadap ajaran Tuhan dan Nabi.
Atau bisa juga, kategorisasi ilmu pengetahuan, dengan memasukkan ilmu agama sebagai
dari gagasan terhadap penyatuan ilmu pengetahuan yang dimunculkan Al-Farabi.
4
2.3 Rumpun Ilmu Agama
1. Ilmu-ilmu Al-Qur’an (‘ulum Al-Qur’an)
Ilmu-ilmu Al-Qur’an adalah ilmu-ilmu yang berkaitan dengan cara memahami Al-
Qur’an. Ilmu-ilmu ini meliputi : ‘ilm al-tafsir (ilmu tentang interpretasi Al-Qur’an), ‘ilm
asbab al-nuzul (ilmu tentang latar belakang turunnya Al-Qur’an), ‘ilm al-makiyy waal-
madaniyy (ilmu tentang ayat-ayat makiyyah dan madaniyyah), ‘ilm masikh wa
mansukh (ilmu tentang penghapusan atau pembatalan hukum yang terdapat dalam
suatu ayat), dan ‘ilm al-qini’at (ilmu tentang variasi bacaan Al-Qur’an). Perumusan
ilmu-ilmu ini muncul pada masa tabi’in (abad pertama hijriyah), tetapi sebenarnya
cikal bakal ilmu ini sudah ada sejak zaman nabi, bahkan beliau sendiri adalah muffasir
Al-Qur’an. Misalnya beliau menafsirkan kata “zhulm” (Q.S Al-an’am : 82) dengan
“syrik”, pada hal arti asal kata zhlum ini adalah aniaya. Hanya saja pada waktu itu
belum ada kebutuhan untuk merumuskan dan membukukan Al-Qur’an ini.
2. Ilmu Hadist
Ilmu hadist ini meliputi dua bidang kajian dasar, yakni ilmu hadist riwayah dan ilmu
hadist dirayah. Ilmu hadist riwayah adalah ilmu yang mencakup tentang pemindahan
(transfer) segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi, baik berupa ucapan,
tindakan atau penetapannya. Jadi subyek kajian ilmu hadist riwayah ini adalah
ucapan, tindakan, sifat dan penetapan nabi ini, dari segi penyampaiannya dari
seseorang kepada orang lain. Kemudian perhatian ilmu ini adalah pada hafalan
sunnah dan penulisannya serta pemeliharaan dari kesalahan dalam mentransfer
segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi, dengan maksud agar ummat Islam
dapat mengikuti nabi dengan sebaik-baiknya. Pada masa kenabian, hanya ada sedikit
hadist nabi yang ditulis oleh para sahabat. Memang mereka lebih menekankan pada
penghafalan dan penulisan ayat-ayat Al-Qur’an yang telah diwahyukan Allah kepada
nabi secara bertahap. Nabi sendiri di awal kenabiannya mencegah para sahabat
untuk menulis hadits, dan hanya mengizinkan penyampaiannya kepada orang lain
secara lisan.
3. Ilmu Kalam
Ilmu Kalam adalah ilmu yang mempelajari tentang prinsip-prinsip dasar keimanan
kepada Allah. Ilmu ini disebut ‘ilm kalam, karena para ahli ilmu ini pada masa lalu
banyak menggunakan kata-kata atau perdebatan untuk mempertahankan pendapat
dan pendirian masing-masing. Ia disebut juga ‘ilm ushul al-din. Karena ia
mempelajari tentang prinsip-prinsip dasar agama. Kemudian ia disebut dengan ‘ilm
tauhid, karena pada intinya ia membahas tentang keesaan Allah. Di samping itu, ia
juga disebut dengan ‘aqiqah, karena ia membahas tentang keyakinan dasar agama.
Selanjutnya dalam bahasa asing ia sering disebut “islamic theology”. Perbedaan
antara teologi Islam dengan teologi lainnya, kalau yang dimaksud dengan teologi
Islam ini adalah ilmu Kalam atau ilmu, karena dalam agama lainnya, seperti dalam
agama Kristen, teologi mencakup semua doktrin agama.
5
4. Filsafat Islam
Ilmu ini mencakup tentang, apakah ada filsafat Islam atau tidak. Namun pada masa
kini perdebatan ini boleh dikatakan tidak muncul lagi, dan orang dengan mudah
mendapatkan literatur tentang filsafat Islam ini. Memang di awal masa-masa sejarah
Islam disiplin ilmu filsafat ini belum ada, dan baru muncul pada masa dinasti
Umayyah, kemudian berkembang pada masa dinasti Abbasiyah. Ia memerintahkan
penerjemah buku-buku filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab. Seorang Kristen yang
pandai berbahasa Arab, Siriac, Yunani. Oleh karena itu dapat dipahami kalau filsafat
Islam ini banyak dipengaruhi oleh filsafat Yunani. Di kalangan umat Islam pada waktu
itu, kaum mu’tazilah lah yang banyak tertarik pada filsafat ini. Ilmu filsafat ini
kemudian dikembangkan menjadi filsafat Islam, karena objek bahasan dalam Islam
juga meliputi bahasan dalam filsafat, yakni tentang hakikat kehidupan, alam, benda,
manusia.
6. Ilmu Fiqh/Syari’ah
Ilmu fiqh adalah ilmu yang membahas tentang hukum-hukum syari’ah yang bersifat
praktis yang diperoleh dari dalil-dalil yang rinci. Obyek ilmu fiqh ini adalah perbuatan
orang mukalaf (dewasa) dalam pandangan hukum syari’ah, agar dapat diketahui
mana yang diwajibkan, disunnahkan, diharamkan, dimakruhkan dan diperbolehkan,
serta mana yang sah dan mana yang batal (tidak sah). Meskipun dalam
penggunaannya sering disamakan antara fiqh dan syari’ah, namun keduanya
sebenarnya memiliki pengertian yang berbeda. Pengertian syari’ah ini pun
mengalami perkembangan, kalau semula ia di pahami sebagai segala peraturan yang
datang dari Allah, baik berupa hukum-hukum akidah, hukum-hukum yang bersifat
praktis, maupun hukum-hukum akhlak. Tetapi kemudian diartikan hanya sebagai
hukum-hukum yang bersifat praktis. Bedanya dengan fiqh, kalau syari’ah itu
merupakan hukum-hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an dan hadist, maka fiqh
merupakan hasil pemahaman dan interpretasi para mujahid terhadap teks-teks Al-
Qur’an dan hadist serta hasil ijtihad mereka terhadap peristiwa yang hukumnya tidak
ditemukan didalam keduanya, kedua istilah ini dalam bahasa non Arab nya disebut
“hukum Islam” atau “Islamic law” dan khusus fiqh sering juga disebut “Islamic
jurisprudence”.
6
2.4 Hubungan Antara Ilmu-ilmu Agama
Menurut Muhammad Abduh, agama merupakan sebuah produk Tuhan. Tuhan juga
mengajarkan kepada ummat manusia, dan membimbing manusia untuk
menjalankannya. Agama merupakan alat untuk akal dan logika, bagi orang-orang yang
ingin kabar gembira dan sedih, agama menurut sebagian orang merupakan sesuatu hal
yang menemukan keyakinan. Agama dengan eksistensinya telah membuatnya berbeda
dengan segala apa yang pernah ada, membuat berbeda dengan segala yang pernah
dimiliki manusia. Agama membuat tuntutan itu berat atau ringan. Agama menjadikan
kehidupan manusia lebih teratur dalam kehidupannya, karena segala dorongan dan
keinginannya menjadi lebih terarah. Agama menjadi pemimpin roh jiwa manusia. Ia juga
berperan aktif membimbing manusia untuk memahami ajaran-ajarannya.
Dalam pandangan saintis, agama dan ilmu pengetahuan mempunyai perbedaan. Bidang
kajian agama adalah metafisik, sedangkan bidang kajian sains atau ilmu pengetahuan
adalah alam empiris. Sumber agama dari Tuhan, sedangkan ilmu pengetahuan dari alam.
Dari segi tujuan, agama berfungsi sebagai pembimbing umat manusia agar hidup tenang
dan bahagia di dunia dan di akhirat. Kebahagiaan di dunia, menurut agama adalah
persyaratan untuk mencapai kebahagiaan di akhirat.
Menurut Amstal, bahwa agama cenderung mengedepankan moralitas dan menjaga
tradisi yang sudah mapan, ekslusif, dan subjektif. Sementara ilmu pengetahuan selalu
mencari yang baru, tidak terikat dengan etika, progresif, bersifat inklusif, dan objektif.
Meskipun keduanya memiliki perbedaan, juga memiliki kesamaan, yaitu bertujuan
memberi ketenangan. Agama memberikan ketenangan dari segi batin karena ada janji
kehidupan setelah mati. Sedangkan ilmu yang belum diketahui dan akan diketahui
dengan lantaran model dan metode bagaimana memperolehnya.
Al-Qur’an bukanlah kitab ilmu pengetahuan, tetapi ia memberikan pengetahuan tentang
prinsip-prinsip ilmu pengetahuan yang selalu dihubungkan dengan pengetahuan
metafisik dan spiritual. Hal ini dipertegas oleh Ibnu Sina yang menyatakan, ilmu
pengetahuan disebuah ilmu pengetahuan yang sejati jika menghubungkan pengetahuan
tentang dunia dengan pengetahuan prinsip Tuhan.
Agama dan ilmu pengetahuan memang berbeda metode yang digunakan, karena
masing-masing berbeda fungsinya. Dalam ilmu pengetahuan kita berusaha menemukan
makna pengalaman secara lahiriah. Sedangkan dalam agama lebih menekankan
pengalaman yang bersifat rohaniah sehingga menumbuhkan kesadaran dan pengertian
keagamaan yang mendalam. Dalam beberapa hal, ini memungkinkan dapat
dideskripsikan oleh ilmu pengetahuan kita, tetapi tidak dapat diukur dan dinyatakan
dengan rumus ilmu pasti.
Sekalipun demikian, ada satu hal yang sudah jelas, bahwa kehidupan jasmani dan rohani
tetap dikuasai oleh satu tata aturan hukum yang universal. Ini berarti, baik agama
maupun ilmu pengetahuan, yaitu Allah. Keduanya saling melengkapi dan membantu
manusia dalam bidangnya masing-masing dengan caranya sendiri.
7
2.5 Fungsi Agama Dan Ilmu Pengetahuan
Fungsi agama dan ilmu pengetahuan dapat dikiaskan seperti hubungan mata dan
mikroskop. Mikroskop telah membantu indera mata kita terbatas, sehingga dapat
melihat bakteri-bakteri yang terlalu kecil untuk dilihat oleh mata telanjang. Demikian
juga benda langit yang sangat kecil dilihat oleh mata telanjang, ini bisa dibantu dengan
teleskop karena terlalu jauh. Demikian halnya dengan wahyu illahi, telah membantu akal
untuk memecahkan masalah-masalah rumit yang diamati oleh indera. Jika ini hanya
dilakukan oleh akal maka akan menyesatkan manusia.
8
2.7 Metodelogi Ilmu-ilmu Agama Islam
Islam adalah agama yang bukan monodimensi, Islam tidak hanya didasarkan kepada
Intuisi mistis dari manusia dan terbatas pada hubungan antara manusia dengan Tuhan.
Islam tidak melepaskan dirinya dalam masalah kehidupan manusia di muka bumi. Islam
juga merupakan agama yang membentuk suatu masyarakat dan peradaban.
Untuk mempelajari hubungan manusia dengan Tuhan harus menggunakan metode
filosofis karena hubungan manusia dengan Tuhan dibahas dalam filsafat, dalam arti
pemikiran metafisis yang umum dan bebas. Untuk mempelajari masalah kehidupan
manusia di muka bumi harus menggunakan metode-metode yang selama ini kita
gunakan dalam ilmu manusia dan untuk mempelajari dimensi masyarakat dan
peradaban, metode sejarah dan sosiologi harus dipergunakan. Karena Islam adalah
agama, maka metode-metode itu harus ditambah dengan metode doktriner. Jadi,
metode doktriner harus digunakan bersama-sama dengan metode ilmiah.
Ada tiga model bagi pengembangan ilmu-ilmu keislaman yaitu : model postulasi, model
pengembangan multidisipliner dan interdisipliner, model pengembangan reflektif –
koseptual – tentatif – probematik.
Pertama, model postulasi, yaitu bangunan pokok model ini adalah deduksi.
Diberangkatkan dari konsep idealisasi. Model ini akan lemah konstruksinya bila
postulasinya dirumuskan atau dibangun secara a priori atau spekulatif, dan akan kuat bila
dibangun lewat penelitian empiric atau lewat berfikir reflektif.
Kedua, model pengembangan multidisipliner dan interdisipliner, yaitu yang dimaksud
dengan multidisipliner adalah cara bekerjanya seorang ahli di suatu disiplin dan berupaya
membangun disiplin ilmunya dengan berkonsultasi pada ahli-ahli disiplin ilmu lain.
Sedangkan interdisipliner adalah cara kerja sejumlah ahli dari berbagai keahlian untuk
menghasilkan sebuah teori bersama.
Ketiga, model pengembangan reflektif – konseptual – tentatif – problematik, yaitu model
ini dapat bergerak merentang dari konsep iselalisasi teoritik, moralistic, dan
transcendental secara reflektif. Pada model ini kita berangkat dari konstruksi teoritik
sistematik ilmu yang berkembang. Bagian-bagian dilematik, inkonlusif, dan controversial
secara reflektif dan disajikan dalam berbagai alternative dan disajikan sebagai masalah
yang belum konklusif.
Fazlur Rahman menyebutkan terdapat metode dalam bukunya. Metode pertama,
historical critical method merupakan sebuah pendekatan kesejarahan yang pada
prinsipnya bertujuan menemukan fakta-fakta objektif secara utuh untuk mencari nilai-
nilai (value) tertentu yang terkandung didalamnya. Jadi, yang ditekankan dalam metode
ini adalah pengungkapan nilai-nilai yang terkandung dalam sejumlah data sejarah, bukan
peristiwa sejarah itu sendiri. Jikalau data sejarah dipaparkan semacam ini dinamakan
pendekatan kesejarahan.
9
2.8 Perspektif Islam Tentang Ilmu Agama
1. Pandangan Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang ilmu agama
Al-Qur’an dan As+Sunnah tidak membedakan antara ilmu agama Islam dan ilmu
agama umum. Yang ada di dalam Al-Qur’an adalah ilmu. Bedanya ilmu agama dan
ilmu umum adalah hasil kesimpulan manusia yang mengindentifikasi ilmu
berdasarkan sumber objek kajiannya,
Selanjutnya jika objek pemikirannya adalah akal pikiran atau pemikiran yang
mendalam dengan menggunakan metode mujahadah atau logika terbimbing, maka
dihasilkannya adalah filsafat dan ilmu humaniora. Dan jika objek kajiannya
merupakan intuisi batin maka yang dihasilkannya adalah ilmu ma’rifah. Untuk lebih
jelas berikut pembahasannya.
A. Wahyu
Wahyu adalah kebenaran yang langsung dari Allah kepada seseorang hamba-
Nya, dengan kata lain wahyu merupakan komunikasi Tuhan dengan manusia.
Dalam filsafat Tuhan dikatakan mind, akal. Karena Tuhan adalah akal, akal
manusia mempunyai akal tidak akal tidak mustahil dapat berkomunikasi
dengan Tuhan sebagai akal. Dalam Islam, Tuhan dianggap akal kurang
diterima. Tuhan sebagai pencipta dan pengatur alam semesta, mestilah suatu
substansi yang mempunyai daya berfikir, maka tidak mustahil daya berfikir
manusia dapat berkomunikasi atau berhubungan dengan daya berfikir yang
ada pada substansi Tuhan. Kalau ini tidak mustahil, adanya wahyu tidak
mustahil pula.
B. Ilham / Intuisi
Intuisi adalah pemahaman langsung tentang kebenaran-kebenaran agama,
realitas dan eksistensi Tuhan, realitas eksistensi-eksistensi sebagai kebalikan
dari esensi, dan karenanya, pada tingkatan yang lebih tinggi Intuisi adalah
Intuisi tentang eksistensi itu sendiri. Sumber Islam menurut Islam dan Barat
memiliki perbedaan yang mendasar. Kerangka epistemologi Islam didasarkan
pada otenitas wahyu, sehingga pembatasan makna ‘ilmu’ akan sangat
berbahaya jika dikembangkan dalam sistem keilmuan bagi orang muslim,
hasilnya akan menjadi kekacauan.
C. Akal
Prof. Wan menjelaskan bahwa aspek akal merupakan saluran penting yang
dengannya diperoleh ilmu pengetahuan tentang sesuatu yang sudah jelas,
yaitu perkara yang dapat dipahami dan dikuasai oleh akan dan tentang
sesuatu yang dapat diserap oleh indera. Akal adalah “fakultas mental” yang
mensistematisasikan dan menafsirkan fakta-fakta empiris menurut kerangka
logika, yang memungkinkan pengalaman indrawi menjadikan sesuatu yang
dapat dipahami. Akal adalah entitas spiritual yang rapat dengan hati (al-qalb)
yaitu menjadi tempat Intuisi.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ilmu merupakan bagaikan sebuah cahaya dalam kegelapan. Seseorang yang
memahami apa hakikat sebuah ilmu, maka dia akan mengerti bagaimana cara
memperolehnya, memahaminya, mengamalkannya, dan juga menjaganya. Banyak
sekali para ilmuwan, filosof, ulama yang berbondong-bondong untuk mencari apa itu
hakikat sebuah ilmu, hingga akhirnya banyak sekali pendapat, teori-teori yang
menjelaskan asal muasal dari ilmu itu sendiri. Sebelum agama Islam datang, ilmu
sudah dipelajari di zaman Yunani yang mana masih banyak kerancuan di dalamnya.
Kemudian Islam datang dan membawa pembaharuan dengan mengadopsi dasar
penemuan ilmu dari para ilmuwan Yunani. Sehingga Islam mengalami kejayaan pada
zamannya karena telah mengembangkan ilmu dan mengintegrasikannya dengan
agama. Kemudian ada beberapa ulama yang menentang atau berbeda pendapat
mengenai adanya filsafat Islam, yang dianggap masih bersifat rancu. Dan juga adanya
berbagai faktor dari orang Islam itu sendiri, yang sudah bisa berfikir kreatif tentang
perkembangan ilmu, berbeda jauh pada zaman kejayaan dulu. Sekarang datanglah
ilmuan eropa barat yang telah mengambil alih peran dalam percaturan dunia
mengenai perkembangan ilmu pengetahuan. Di mana ilmuan eropa barat
memisahkan antara ilmu umum dengan ilmu agama, sehingga munculah ilmu yang
bersifat sekuler, yang jauh dari akan campur tangan Tuhan, yang pada hakikatnya
ilmu itu kembalinya hanya satu yakni Allah. Islam mengajarkan bahwa ilmu itu ada
karena ada yang menciptakan, dan kita manusia hanya menemukan tidak
menciptakan.
3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak sekali
kekurangan, baik itu dalam penulisan, kurangnya referensi, atau hal-hal yang luput
dari pengawasan penulis. Penulis sangat berharap kepada pembaca untuk bersedia
meluangkan waktunya untuk memberikan kritik serta saran yang membangun
sebagai bahan introspeksi sehingga dilain waktu penulis dapat membuat makalah
yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Penulis berharap bahwa makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca agar dapat menjadi amal bagi penulis.
11