Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

WAWASAN SYARIAH ISLAM


Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Seminar Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu Hilman, M.Pd

Disusun oleh:

1. Telly Gaida Ismaya NPM. 2018210024


2. Irma Niswatun NPM. 2018210025
3. Salma Kamilah Fi Afwi NPM. 2018210028

UNIVERSITAS MANDIRI
F.KIP PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS SEMESTER III A 2020/2021
Jl. Marsinu No.5, Dangdeur, Kec. Subang, Kabupaten Subang, Jawa Barat
41211
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah swt Yang Maha Kuasa yang telah memberikan
kesempatan bagi kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Sebagai usaha
mengejar ilmu dan memperoleh nilai yang baik dari mata kuliah ini. Maksud dan tujuan kami
membuat makalah ini adalah untuik memenuhi tugas mata kuliah Seminar Pendidikan Agama
Islam. Karena bantuan dari berbagai pihak baik berupa moral maupun materi yang
mendorong semangat menyusun sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat
waktu. Kami sadari bahwa makalah yang kami buat masih banyak kesalahan dan kekurangan.
Oleh karena itu mohon memaklumkannya dan semoga makalah yang kami buat ini bisa
bermanfaat bagi kami dan juga para pembacanya.

Subang, 30 Maret 2022

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG...................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH...............................................................................................5
C. TUJUAN MASALAH...................................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
A. PENGERTIAN SYARIAH...........................................................................................6
B. RUANG LINGKUP SYARIAH ISLAM.....................................................................7
1. Ibadah khusus (Ibadah Mahdhah),....................................................................................7
2. Ibadah umum (Ibadah Ghairu Mahdhah/muamalah),.....................................................7
C. TUJUAN SYARIAH ISLAM.......................................................................................8
1. Memelihara Agama (Hifz al-Din).......................................................................................9
2. Memelihara Jiwa (Hifz al-Nafs)..........................................................................................9
3. Memelihara Akal (Hifz al- ‘Aql).......................................................................................10
4. Memelihara Keturunan (Hifz al-Nasl).............................................................................10
5. Memelihara Harta (Hifz al-Mal)......................................................................................11
D. SUMBER SYARIAH ISLAM....................................................................................12
1. Al-Qur'an...........................................................................................................................12
2. Al-Hadist............................................................................................................................12
3. Ijtihad.................................................................................................................................12
4. Asas Syara'.........................................................................................................................13
5. Furu' Syara'.......................................................................................................................13
BAB III PENUTUP...........................................................................................................................14
A. KESIMPULAN............................................................................................................14
B. SARAN.........................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................15

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kehidupan manusia didunia merupakan anugerah dari Allah SWt. Dengan segala
pemberian Nya manusia dapat merasakan segala kenikmatan yang bisa dirasakan oleh
dirinya. Tapi dengan anugerah tersebut kadang kala manusia lupa akan Dzat Allah SWt yang
telah memberikannya. Untuk hal tersebut manusia harus mendapatkan suatu bimbingan
sehingga di dalam kehidupannya dapat bertuat sesuai dengan bimbingan Allah SWt. Hidup
yang dibimbing syariah akan melahirkan kesadaran untuk berprilaku yang sesuai dengan
tuntutan dan tuntunan Allah dan Rasulnya yang tergambar dalam hukum Allah yang normatif
dan deskriptif yang akan kita sebut sesuai dengan Quraniyah dan Kauniyah.

Sebagian dari syariah terdapat aturan tentang ibadah, baik ibadah mahdhah dan ghairu
mahdhah. Dalam Islam sendiri, ibadah merupakan salah satu tujuan diciptakannya manusia.
Untuk mengetahui dan mengingatkan kembali tujuan manusia tersebut, diutuslah para rasul
dan diturunkan kitab-kitab kepada mereka.

َ ‫ت ْال ِج َّن َوااْل ِ ْن‬


‫س اِاَّل لِيَ ْعبُ ُدوْ ِن‬ ُ ‫َو َما خَ لَ ْق‬

"Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku." (QS
Adz-Dzariyat: 56).

Syariat Islam adalah wahyu Allah SWT yang dibawa oleh Rasulullah yang mengatur
hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam
sekitarnya. Dalam syariat Islam terdapat kaidah muamalah yakni tata aturan Ilahi yang
mengatur hubungan manusia sesama manusia dan hubungan manusia dengan benda. Sumber
syariah itu sendiri dalam islam ialah Al-Quran dan As-Sunnah, sedangkan hal-hal yang
belum diatur secara pasti di dalam kedua sumber tersebut digunakan ra’yu (Ijtihad). Syariah
dapat dilaksanakan apabila pada diri seseorang telah tertanam aqidah atau keimanan.

Hubungan antara syari'ah dan ibadah adalah bahwa ibadah itu adalah pelaksanaan dari
syariah. yaitu pelaksanaan peraturan dari allah. dengan kata lain, ibadah itu merupakan salah
satu bentuk konkret dari syariah. Kita mungkin mengenal ibadah dalam bentuk sholat,
tadarus, puasa, zakat, dan haji. Tidak salah, tapi jenis-jenis ibadah juga tidak hanya sebatas
yang disebutkan tadi. Karena ibadah, memiliki cakupan yang sangat luas. Maka dari itu
penulis tertarik untuk membahas lebih dalam tentang wawasan syariah islam yang akan

4
penulis sajikan dalam makalah berjudul “Wawasan Syariah Islam” semoga dengan sajian
makalah wawasan syariah islam ini hidup kita akan selamat dunia dan akhirat.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang akan penulis sajikan, sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan istilah syariah?


2. Apa saja ruang lingkup serta tujuan syariah islam?
3. Apa saja sumber dari syariah islam?

C. TUJUAN MASALAH
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis tertarik membuat makalah ini dengan
tujuan, sebagai berikut:

1. Megetahui istilah dan makna syariah secara Bahasa dan makna syariah dalam agama
islam itu sendiri.
2. Mengetahui secara tersusun ruang lingkup serta tujuan syariah islam.
3. Mengetahui sumber-sumber syariah islam yang ada untuk menjadi tuntunan umat
muslim.

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN SYARIAH
Kata syariah dan sariat dalam KBBI akan mengacu pada kata Syariat. Kata yang
benar menurut aturan baku dan ejaan yang disempurnakan adalah Syariah, bukan syariat.
Kata syariah sendiri sebenarnya merupakan kata dalam bahasa Arab yang kemudian diserap
menjadi kata bahasa Indonesia. Dalam KBBI, kata syariat berarti hukum agama yang
menetapkan peraturan hidup manusia, hubungan manusia dengan Allah SWt, hubungan
manusia dan alam sekitar berdasarkan Al-Qur'an dan hadits. Kata syariat juga memiliki
bentuk tidak baku yaitu sariat, sariat, sereat, dan syariah yang memiliki arti sama. Namun,
untuk mengetahui makna asli syariah, tentu saja Anda harus merujuk kepada kamus literatur
bahasa Arab yang menjadi asal kata syariah tersebut.

Kata syariat berasal dari kata dasar sya-ra-„a (‫( ع َر َش – َع شرْ َي‬yang artinya memulai,
mengawali, memasuki, memahami. Atau diartikan juga dengan membuat peraturan, undang-
undang, syariat. Syar‟un (‫( رع ْش‬dan syir‟atan (‫ة َر ْش‬bb‫( ع‬memiliki arti yang sama: ajaran,
undang-undang, hukum, piagam. Sedangkan secara etimologi, kata syariat memiliki arti
mazhab atau metode yang lurus. Meski dapat dimaknai sebagai jalan yang berbentuk hukum
dan ketentuan dalam agama Islam, arti harfiah syariah sendiri bukan seperti itu. Syariah
dalam bahasa Arab adalah sumber air. Banyak juga orang Arab yang menggunakan istilah
syariah untuk menyebut jalan setapak menuju sumber air. Sementara menurut para ulama,
definisi syariah mencakup hukum dasar yang ditetapkan Allah yang mengatur hubungan
manusia dengan penciptanya, dengan sesama manusia, dan juga kepada alam. Hal ini sesuai
dengan firman Allah SWt yang berbunyi,

ٍ ّ‫تِ ْلكَ ُح ُدوْ ُد هّٰللا ِ ۗ َو َم ْن ي ُِّط ِع هّٰللا َ َو َرسُوْ لَهٗ يُ ْد ِخ ْلهُ َج ٰن‬
َ ِ‫ت تَجْ ِريْ ِم ْن تَحْ تِهَا ااْل َ ْن ٰه ُر ٰخلِ ِد ْينَ فِ ْيهَا ۗ َو ٰذل‬
‫ك ْالفَوْ ُز ْال َع ِظ ْي ُم‬

“Itulah batas-batas (hukum) Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia akan
memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka
kekal di dalamnya. Dan itulah kemenangan yang agung.” (QS. An-Nisa: 13)

Pengertian syariah secara sederhana ialah jalan yang jelas yang ditunjukkan Allah
kepada umat manusia. Jalan ini berupa hukum dan ketentuan dalam agama Islam, yang
bersumber dari al-Quran, hadis Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalam, ijma, dan
qiyas. Tujuan dari syariah tidak lain dan tidak bukan adalah agar umat manusia tidak tersesat

6
dalam hidup, baik di dunia atau di akhirat. Karena Allah telah memberitahukan jalan mana
yang harus dilalui itu.

Tidak banyak yang tahu bahkan dari umat Islam sendiri, bahwa istilah syariah sudah
digunakan sejak dulu, yakni pada zaman Nabi Muhammad. Akan tetapi, istilah yang dipakai
bukan yang dalam bentuk tunggal, namun bentuk jamak yakni syara’i. sedangkan, syariah
sendiri adalah kata berbentuk tunggal dalam bahasa Arab. Bahkan penggunaannya tidak
hanya di Arab Saudi tempat kelahiran Nabi Muhammad, akan tetapi menyebar ke seluruh
daratan Arab. Karena syariah adalah hukum dasar, maknanya menjadi masih bersifat terlalu
umum. Hal ini dapat tergambar pada poin-poin hukum yang terdapat dalam al-Quran dan
hadis Nabi Muhammad Shalallaahu Alaihi Wassalam.

B. RUANG LINGKUP SYARIAH ISLAM


Ruang lingkup syariah mencakup peraturan-peraturan, diantaranya:

1. Ibadah khusus (Ibadah Mahdhah), yaitu peraturan-peraturan yang mengatur


hubungan manusia dengan Tuhannya, meliputi rukun islam sholat, zakat, puasa, dan
haji dinamakan ibadah mahdhah. Dan itu merupakan ibadah yang telah ditentukan dan
menjadi syariat bagi umat Islam.
2. Ibadah umum (Ibadah Ghairu Mahdhah/muamalah), yaitu peraturan-peraturan
yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dan manusia dengan alam
lainnya. Ibadah ghairu mahdhah merupakan segala perbuatan yang mendatangkan
kebaikan dan dilakukan dengan niat ikhlas karena Allah SWt. Dan peraturan itu
meliputi:
a. Muamalah yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan yang
lainnya dalam hal tukar-menukar harta (jual beli), diantaranya dagang, pinjam-
meminjam, sewa-menyewa, kerja sama dagang, simpanan, penemuan,
pengupahan, rampasan perang, utang-piutang, pungutan, warisan, wasiat, nafkah,
titipan, jizah, pesanan, dan lain-lain.
b. Munakahat yaitu yaitu peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan
orang lain dalam hubungan berkeluarga (nikah, dan yang berhubungan
dengannya), diantaranya perkawinan, perceraian, pengaturan nafkah, penyusunan,
memelihara anak, pergaulan suami istri, mas kawin, berkabung dari suami yang
wafat, meminang, khulu‟, li‟am dzilar, ilam walimah, wasiyat, dan lain-lain.

7
c. Jinayat yaitu pengaturan yang menyangkut pidana atau hukum Islam yang
berbicara tentang kejahatan. Dalam istilah yang lebih populer, hukum jinayah
disebut juga dengan hukum pidana Islam. Adapun ruang lingkup kajian hukum
pidana Islam ini meliputi tindak pidana qishsash, diyat, kifarat, pembunuhan,
zinah, minuman keras, murtad, khianat dalam perjuangan, kesaksian dan lain-lain.
d. Siyasah yaitu yang menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan politik. Atau
sebuah istilah dalam Bahasa Arab yang dikaitkan dengan otoritas politik. Dalam
literatur pra-Islam siyasah merujuk kepada manajemen urusan dalam suatu negeri.
Masalah kemasyarakatan itu diantaranya ukhuwa (persaudaraan) musyawarah
(persamaan), „adalah (keadilan), ta‟awun (tolong menolong), tasamu (toleransi),
takafulul ijtimah (tanggung jawab sosial), zi‟amah (kepemimpinan) pemerintahan
dan lain-lain.
e. Akhlak yaitu yang mengatur sikap hidup pribadi, diantaranya dengan rasa syukur,
sabar, tawadlu (rendah hati), pemaaf, tawakal, istiqomah, syaja‟ah (berani), birrul
walidain (berbuat baik pada ayah ibu), dan lain-lain.

C. TUJUAN SYARIAH ISLAM


Diturunkannya Syariah Islam kepada manusia tentu memiliki “tujuan” yang sangat
mulia. Secara umum bahwa tujuan syariah Islam sering dirumuskan sebagai kebahagiaan
hidup manusia di dunia dan di akhirat kelak. Hal itu dengan jalan mengambil segala yang
bermanfaat (makrifat) dan mencegah ataupun menolak yang mudarat yaitu sesuatu hal yang
tidak berguna bagi hidup dan kehidupan (munkarat). Dengan kata lain bahwa tujuan syariah
Islam memiliki makna lain yaitu bagi kemaslahatan hidup manusia, baik rohani ataupun
jasmani, individual dan sosial. Seorang tokoh Islam yang bernama Abu Ishaq Al Shatibi telah
merumuskan kelima pokok tujuan syariah islam yaitu (hifz al-din; hifz al-nafs; hifz al- ‘aql;
hifz al-nasl; dan hifz al-mal) didasarkan atas dalil-dalil Al-Qur’an dan hadis.

Dalam kepentingan menetapkan hukum, kelima unsur di atas dibedakan menjadi tiga
peringkat, daruriyyat, hajiyyat, dan tahsiniyyat. Pengelompokan ini didasarkan pada tingkat
kebutuhan dan skala prioritasnya. Urutan peringkat ini akan terlihat kepentingannya,
manakala kemaslahatan yang ada pada masing-masing peringkat satu sama lain bertentangan.
Dalam hal ini peringkat daruriyyat menempati urutan pertama, disusul oleh hajiyyat,
kemudian disusul oleh tahsiniyyat. Namun di sisi lain dapat dilihat bahwa peringkat ketiga
melengkapi peringkat kedua, dan peringkat kedua melengkapi peringkat pertama. Untuk

8
memperoleh gambaran yang utuh tentang teori maqasid al-syari’at, berikut ini akan
dijelaskan kelima pokok kemaslahatan dengan peringkatnya masing-masing.

1. Memelihara Agama (Hifz al-Din)


Menjaga dan memelihara agama, berdasarkan kepentingannya, dapat dibedakan menjadi tiga
peringkat:

a. Memelihara agama dalam peringkat daruriyyat, yaitu memelihara dan melaksanakan


kewajiban keagamaan yang masuk peringkat primer. Contoh: melaksanakan salat lima
waktu adalah kewajiban. Kalau salat itu diabaikan, maka akan terancamlah eksistensi
agama.
b. Memelihara agama dalam peringkat hajiyyat, yaitu melaksanakan ketentuan agama,
dengan maksud menghindari kesulitan, contoh: salat jama’ dan shalat qasr bagi orang
yang sedang bepergian. Kalau ketentuan ini tidak dilaksanakan maka tidak akan
mengancam eksistensi agama, melainkan hanya akan mempersulit bagi orang yang
melakukannya
c. Memelihara agama dalam peringkat tahsiniyyat, yaitu mengikuti petunjuk agama
guna menjunjung tinggi martabat manusia, sekaligus melengkapi pelaksanaan
kewajiban terhadap Tuhan, contoh: menutup aurat, baik di dalam maupun di luar
salat, membersihkan badan, pakaian, dan tempat. Kegiatan ini erat kaitannya dengan
akhlaq yang terpuji. Kalau hal ini tidak mungkin untuk dilakukan, maka hal ini tidak
akan mengancam eksistensi agama dan tidak pula mempersulit bagi orang yang
melakukannya. Artinya, bila tidak ada penutup aurat, seseorang boleh salat, jangan
sampai meninggalkan salat yang termasuk kelompok daruriyyat. Kelihatannya
menutup aurat ini tidak dapat dikategorikan sebagai pelengkap (tahsiniyyat), karena
keberadaannya sangat diperlukan bagi kepentingan manusia. Setidaknya kepentingan
ini dimasukkan dalam kategori hajiyyat atau daruriyyat. Namun, kalau megikuti
pengelompokan di atas, tidak berarti sesuatu yang termasuk tahsiniyyat itu dianggap
tidak penting, karena kelompok ini akan menguatkan kelompok hajiyyat dan
daruriyyat.

2. Memelihara Jiwa (Hifz al-Nafs)


Memelihara jiwa, berdasarkan tingkat kepentingannya dapat dibedakan menjadi tiga
peringkat:

9
a. Memelihara jiwa dalam peringkat daruriyyat, contoh: memenuhi kebutuhan pokok
berupa makanan untuk mempertahankan hidup. Kalau kebutuhan pokok ini diabaikan,
maka akan berakibat terancamnya eksistensi jiwa manusia.
b. Memelihara jiwa dalam peringkat hajiyyat, contoh: diperbolehkan berburu binatang
untuk menikmati makanan yang lezat dan halal. Kalau kegiatan ini diabaikan, maka
tidak akan mengancam eksistensi manusia,melainkan akan mempersulit hidupnya.
c. Memelihara jiwa dalam peringkat tahsiniyyat, contoh: diterapkannya tata cara makan
dan minum. Kegiatan ini hanya berhubungan dengan kesopanan dan etika, sama
sekali tidak akan mengancam eksistensi jiwa manusia, ataupun mempersulit
kehidupan sesorang.

3. Memelihara Akal (Hifz al- ‘Aql)


Memelihara akal dilihat dari segi kepentingannya, dapat dibedakan menjadi tiga peringkat:

a. Memelihara akal dalam peringkat dlaruriyyat, contoh: diharamkan meminum


minuman keras. Jika ketentuan ini tidak diindahkan, maka akan berakibat
terancamnya eksistensi akal.
b. Memelihara akal dalam peringkat hajiyyat, contoh: dianjurkannya menuntut ilmu
pengetahuan. Sekiranya hal itu dilakukan, maka tidak akan merusak akal, tetapi akan
mempersulit diri seseorang, dalam kaitannya dengan pengembangan ilmu
pengetahuan.
c. Memelihara akal dalam peringkat tahsiniyyat, contoh: menghindarkan diri dari
menghayal atau mendengarkan sesuatu yang tidak berfaedah. Hal ini erat kaitannya
dengan etiket, tidak akan mengancam eksistensi akal secara langsung.

4. Memelihara Keturunan (Hifz al-Nasl)


Memelihara keturunan, ditinjau dari segi kebutuhannya, dapat dibedakan menjadi tiga
peringkat:

a. Memelihara keturunan dalam peringkat dlaruriyyat, contoh: disyari’atkannya nikah


dan dilarangnya berzina. Kalau kegiatan ini diabaikan, maka eksistensi keturunan
akan terancam.
b. Memelihara keturunan dalam perringkat hajiyyat, contoh: ditetapkannya ketentuan
menyebutkan mahar bagi suami pada waktu akad nikah dan diberikan hak talaq
padanya. Jika mahar itu tidak disebutkan pada waktu akad, maka suami akan
mengalami kesulitan, karena ia harus membayar mahar misl. Sedangkan dalam kasus

10
talaq, suami akan mengalami kesulitan, jika ia tidak menggunakan hak talaqnya,
padahal situasi rumah tangganya tidak harmonis.
c. Memelihara keturunan dalam peringkat tahsiniyyat, contoh: disyari’atkan khitbah atau
walimah dalam perkawinan. Hal ini dilakukan dalam rangka melengkapi kegiatan
perkawinan. Jika ini diabaikan, maka tidak akan mengancam eksistensi keturunan,
dan tidak pula mempersulit orang yang melakukan perkawinan.

5. Memelihara Harta (Hifz al-Mal)


Dilihat dari segi kepentingannya, memelihara harta dapat dibedakan menjadi tiga peringkat:

a. Memelihara harta dalam peringkat dlaruriyyat, contoh: syari’at tentang tata cara
pemilikan harta dan larangan mengambil harta orang lain dengan cara yang tidak sah.
Apabila aturan itu dilanggar, maka berakibat terancamnya eksistensi harta.
b. Memelihara harta dalam peringkat hajiyyat, contoh: syari’at tentang jual beli dengan
cara salam. Apabila cara ini tidak dipakai, maka tidak akan mengancam eksistensi
harta, melainkan akan mempersulit orang yang memerlukan modal.
c. Memelihara harta dalam peringkat tahsiniyyat, contoh: ketentuan tentang
menghindarkan diri dari pengecohan atau penipuan. Hal ini erat kaitannya dengan
etika bermu’ammalah atau etika bisnis. Hal ini juga akan berpengaruh kepada kepada
sah tidaknya jual beli itu, sebab peringkat yang ketiga ini juga merupakan syarat
adanya peringkat yang kedua dan pertama.

Dalam setiap peringkat, seperti telah dijelaskan di atas, terdapat hal-hal atau kegiatan
yang bersifat penyempurnaan terhadap pelaksanaan tujuan syari’at Islam. Dalam peringkat
daruriyyat, misalnya ditentukan batas minimal minimum yang memabukkan dalam rangka
memelihara akal, atau ditetapkan adanya perimbangan (tamasul) dalam hukum qisas, untuk
memelihara jiwa. Dalam peringkat hajiyyat, misalnya ditetapkan khiyar dalam dalam jual-
beli untuk memelihara harta, atau ditetapkan kafa’ah dalam perkawinan, untuk memelihara
keturanan. Sedangkan dalam peringkat tahsiniyyat, misalnya ditetapkan tatacara taharah
dalam rangka pelaksanaan salat, unutuk memelihara agama.

11
D. SUMBER SYARIAH ISLAM
Sumber Syariah Islam adalah:
1. Al-Qur'an
Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam adalah firman Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia hingga
penghabisan zaman. Selain sebagai sumber segala sesuatu yang diajarkan Islam, Al Qur'an
disebut juga sebagai sumber pertama atau asas pertama syara'. Karena Al Qur'an merupakan
kitab suci terakhir yang turun dari serangkaian kitab suci yang lain yang pernah diturunkan ke
dunia. Dalam upaya faham pokok Al Qur'an dari waktu ke waktu telah berkembang tafsiran
tentang isi-isi Al Qur'an namun tidak mempunyai yang saling bertentangan.

2. Al-Hadist
Hadits terbagi dalam sebagian derajat keasliannya, diantaranya adalah hadist Shaheh,
Hasan, Dhaif (lemah), dan Maudu' (palsu). Hadits yang menjadi acuan hanya hadits dengan
derajat shaheh dan hasan, selanjutnya hadits dhaif dan maudu wajib dibiarkan bebas oleh
umat Muslim.

Perbedaan al-Qur'an dan al-Hadist adalah al-Qur'an, merupakan kitab suci yang berisikan
kebenaran, hukum hukum dan firman Allah, yang selanjutnya dibukukan menjadi satu
bundel, untuk seluruh umat manusia. Sedangkan al-hadist, merupakan gugusan yang khusus
memuat sumber hukum Islam setelah al-Qur'an berisikan aturan pelaksanaan, kelola cara
adab, ucapan yang dinisbatkan kepada Rasulullah. Walaupun mempunyai sebagian
pertentangan di dalamnya tapi merupakan kebenaran yang hanya orang orang yang diberikan
izin oleh Allah untuk bisa fahamnya dan seluruh ini atas kehendak Allah.

3. Ijtihad
Ijtihad adalah sebuah usaha para ulama, untuk menetapkan sesuatu putusan hukum Islam,
berdasarkan al Qur'an dan al Hadist. Ijtihad dilakukan setelah Nabi Muhammad wafat
sehingga tidak bisa langsung menanyakan pada dia tentang sesuatu hukum. Namun,
mempunyai hal-hal ibadah tidak bisa di ijtihadkan. Sebagian jenis ijtihad, antara lain:

a. Ijma', kesepakatan para-para ulama


b. Qiyas, diumpamakan dengan suatu hal yang menyerupai dan sudah jelas hukumnya
c. Maslahah Mursalah, untuk kemaslahatan umat
d. 'Urf, budaya

12
Terkait dengan bangunan tertib syariat, al Qur'an dalam surat Al Ahzab ayat 36
mengajarkan bahwa seandainya Allah dan rasul-Nya sudah memutuskan suatu perkara, maka
umat Islam tidak diperkenankan mengambil ketentuan lainnya. Oleh sebab itu, secara implisit
dapat dipahami bahwa jika terdapat suatu perkara yang Allah dan rasul-Nya belum
menetapkan ketentuannya, maka umat Islam dapat menentukan sendiri ketentuannya itu.
Pemahaman definisi ini didukung oleh ayat al Qur'an dalam Surat Al Maidah yang
menyatakan bahwa hal-hal yang tidak dinyatakan ketentuannya sudah dimaafkan Allah.

Dengan demikian, perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani hidup
beribadahnya kepada Allah itu dapat disederhanakan dalam dua kategori, yaitu apa yang
disebut sebagai perkara yang termasuk dalam kategori Asas Syara' dan perkara yang masuk
dalam kategori Furu' Syara'.

4. Asas Syara'
Yaitu perkara yang sudah mempunyai dan jelas ketentuannya dalam al Qur'an atau al
Hadits. Kedudukannya sebagai Pokok Syari'at Islam dimana al Qur'an itu asas pertama Syara`
dan al Hadits itu asas kedua syara'. Sifatnya, pada landasannya mengikat umat Islam seluruh
dunia dimanapun mempunyai, sejak kerasulan Nabi Muhammad hingga penghabisan zaman,
kecuali dalam kondisi darurat.

Kondisi darurat dalam istilah agama Islam didefinisikan sebagai suatu kondisi yang
memungkinkan umat Islam tidak mentaati Syariat Islam, ialah kondisi yang terpaksa atau
dalam kondisi yang membahayakan diri secara lahir dan batin, dan kondisi tersebut tidak
diduga sebelumnya atau tidak dipersilakan sebelumnya, demikian pula dalam memanfaatkan
kondisi tersebut tidak amat sangat. Jika kondisi darurat itu selesai maka segera kembali
kepada ketentuan syariat yang berlangsung.

5. Furu' Syara'
Yaitu perkara yang tidak mempunyai atau tidak jelas ketentuannya dalam al Quran dan al
Hadist. Kedudukannya sebagai cabang Syariat Islam. Sifatnya pada landasannya tidak
mengikat seluruh umat Islam di dunia kecuali diterima Ulil Amri setempat menerima sebagai
peraturan / perundangan yang berlangsung dalam daerah kekuasaannya. Perkara atau
persoalan yang masuk dalam furu' syara' ini juga disebut sebagai perkara ijtihadiyah.

13
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kehidupan manusia didunia merupakan anugerah dari Allah SWt. Dengan segala
pemberian Nya manusia dapat merasakan segala kenikmatan yang bisa dirasakan oleh
dirinya. Tapi dengan anugerah tersebut kadang kala manusia lupa akan Dzat Allah SWt yang
telah memberikannya. Maka dapat disimpulkan bahwa syariat islam merupakan keseluruhan
peraturan atau hokum yang mengatur tata hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan
manusia, manusia dengan alam (lingkungannya), baik yang diterapkan dalam Al - Qur’an
maupun hadis dengan tujuan terciptanya kemashlahatan, kebaikan hidup umat manusia di
dunia dan di akhirat. Dan hidup yang dibimbing syariah akan melahirkan kesadaran untuk
berprilaku yang sesuai dengan tuntutan dan tuntunan Allah dan Rasulnya yang tergambar
dalam hukum Allah yang normatif dan deskriptif yang akan kita sebut sesuai dengan
Quraniyah dan Kauniyah

B. SARAN
Dari materi yang sudah di sampaikan ini ada baiknya jika kita menerapkan dalam
kehidupan sehari-hari bukan sekedar materi yang cukup jika hanya di baca saja, dan saya
berharap banyak masyarakat yang mengerti dasar dan beberapa pengaplikasiannya. Karena di
zaman modern ini semua mudah di akses melalui apa saja.

14
DAFTAR PUSTAKA
Lodyatama Herdi, HAKIKAT DAN RUANG LINGKUP SYARI’AH. Bogor: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu
Budaya Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Pakuan, 2018

Sumarna Elan, SYARIAH ISLAM DALAM KONTEKS PERGULIRAN SOSIAL, POLITIK, DAN BUDAYA.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia. JURNAL SOSIORELIGI Volume 14 Nomor 2, Edisi
September 2016

https://papua.kemenag.go.id/#!/detail/39a8b9c2-405d-4420-8c95-ce90c63ba192#topPage

https://wiki.edunitas.com/ind/114-10/Ensiklopedi-Dunia-Berbahasa-
Indonesia_2317__eduNitas.html#Menu-Wiki

15

Anda mungkin juga menyukai