Anda di halaman 1dari 11

NASIKH DAN MANSUKH DALAM AL-QUR’AN

Untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah ‘Ulumul Qur’an

Dosen Pengampu :Dr. H. Badrudin, M.Ag.

Novi Rojiyyatul Munawaroh (191370012)

PROGRAM STUDI ILMU HADITS A SEMESTER III

FAKULTAS USHULUDIN DAN ADAB

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN

TAHUN 2020

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.,

i
Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan kenikmatnya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu yang ditentukan. Shalawat dan
salam semoga elalu dilimpahkan kepada junjungan alam Nabi Muhammad SAW.

Makalah yang berjudul “NASIKH DAN MANSUKH DALAM AL-QUR’AN” ini disusun guna
memenuhi tugas Dr. H. Badrudin, M.Ag dari mata kuliah ‘Ulumul Qur’an. Tak lupa ucapan
terimakasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu kami sehingga makalah
kami dapat terselesaikan dengan baik.Kami selaku penulis menyadari bahwa makalah ini jauh
dari kata sempurna baik dalam segi bahasa,penyusunan, maupun pengetikannya, untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran untuk kami terkait makalah ini agar kami bisa menyusun makalah
lebih baik lagi.

Sekali lagi kami selaku penulis mengucapkan maaf dan terimakasi dan memohon maaf
sebesarbesarnya kepada para pembaca makalah ini.

Wassalamu’alaikum Wr, Wb,.

Serang, 31 Oktober 2020

Penyusun,

A.

Daftar Isi
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................ii
BAB I............................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN............................................................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................................................1
Al-Qur’an merupakan kitab suci umat islam yang diturunkan kepada Rasul Allah (Nabi Muhammad
SAW). Al-quran dijadikan sebagai pedoman hidup umat islam dalam menata dan melaksanakan
kehidupan dunia dan akhirat. Prinsip kita menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup bukan hanya
pada tahu dan paham tentang isi dari kandungan namun juga pada pengetahuan dan pemahaman
cara mengkaji Al-Qur’an tersebut. Dalam pembahsan Al-Qur’an ini banyak sekali yang harus dikupas
secara mendalam salah satunya yaitu Nasikh dan Mansukh dalam Al-Qur’an.Nasikh ini merupakan
mengangkat hukum syara’ dengan dalil hukum syara’. Yang memberikan kesan Nasikh hanya terjadi

ii
pada hukum-hukum yang berhubungan dengan furu’ ibadah yang muamalat dengan orang-orang yang
megakui Nasikh. Lanatas mengapa yang berkaitan dengan akidah, dasar-dasar akhlak dana etika,
pokok-pokok ibadah dan muamalah dan berita mahdoh tidak mengalami Nasikh?. Untuk mengetahui
jawaban dari pertanyaan tersebut maka dalam makalah ini kita akan mengkaji lebih dalam mengenai
Nasikh dan Mansukh dalam Al-Qur’an tersebut......................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................................1
C. Tujuan..................................................................................................................................................1
BAB II...........................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................3
A. Nasikh dan Mansukh dalam Al-Qur’an................................................................................................3
1. Makna Nasikh dan ruang lingkupnya...............................................................................................3
Naskh secara bahasa mempunyai beberapa arti diantaranya berarti “Izalatu al-syay’I waa’damuhu”
(menghilangkan sesuatu dan mentiadakannya), yang berarti “Naqlu al syay’I” (memindahkan dan
menyalin sesuatu), berarti “Tabdil” (penggantian), berarti “Tahwil” (pengalihan)..............................3
Sedangkan Naskh secara istilah : mengangkat (mengahapus) hukum syara’ dengan dalil/khithab
syara’ yang lain”. Maksud mengangkat hukum syara’ adalah terutusnya kaitab hukum yang
Mansukh dengan perbuatan mukallaf.Definisi di atas apabila dijelaskan lagi dapat kita tarik
beberapa kesimpulan yakni :...............................................................................................................3
2. Pembagian dan macam-macam naskh dalam Al-Qur’an..................................................................5
3. Ayat-ayat yang masyur naskhnya.....................................................................................................6
Adapun ayat-ayat yang masyur naskhnya dapat kita lihat di bawah ini, diantara ayat yang masyur
naskhnya terdapat dalam surah al-baqarah ayat 180 dinaskhan dengan hadits; “Sesungguhnya Allah
telah memberikan kepda setiap orang yang mempunyai hak akan haknya maka tidak ada wasiat
bagi waris”. Ayat 240 dalam surah al-baqarah dinaskhan dengan ayat 234 terdapat dalam surah
yang sama. Dan ayat 224 dalam surah al-baqarah dinaskhan dengan ayat 286 dalam surah yang
sama....................................................................................................................................................6
kemudahan dan keringanan bagi hambanya.......................................................................................6
BAB III..........................................................................................................................................................7
PENUTUP.....................................................................................................................................................7
B. KESIMPULAN........................................................................................................................................7
Dari pembahasan di atas dapat kita ketahui bahwa naskh adalah mengangkat (menghapus) hukum
syara’ dengan dalil atau khitab syara’ yang lain. Dalam Naskh diperlukan syarat, yaitu hukum yang
Mansukh adalah syara’ dalil penghapusan hukum tersebut adalah khitab syar’I yang datang lebih
kemudian dari khitab yang di Mansukh, dam khitab yang dihapus dan diangakat hukumnya tidak
terikat atau dibatasi dengan waktu tertentu. Dalam hal ini naskh dalam alqur’an dapat dbagi tiga
bagian, nash Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, Naskh Al-Qur’an dengan sunnah dan naskh alqur,an
dengansunnah.........................................................................................................................................7

iii
Setelah sedikit membahas seluk beluk tentang naskh tentu terjadi naskh dalam syariat tidak
terlepas dari hikmah, karena jika tanpa hikmahnya bisa saja dikatakan Allah bermain-main dengan
hukum yang diturunkannya. Adapun hikmah adanya naskh adalah untuk menjaga kemaslahatan
hamba, perkembangan tasyri menuju tingkat sempurna sesuai dengan perkembangan dakwah dan
perkembangan kondisi manusia, cobaan dan ujian bagi mukalaf, apakah ia mengikuti atau tidak dan
menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat. Sebab jika naskh itu beralih kepada yang lebih
berat maka terdapat tambahan pahala, jika beralih ke yang lebih ringan maka ia mengandung

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan kitab suci umat islam yang diturunkan kepada Rasul Allah
(Nabi Muhammad SAW). Al-quran dijadikan sebagai pedoman hidup umat islam dalam
menata dan melaksanakan kehidupan dunia dan akhirat. Prinsip kita menjadikan
AlQur’an sebagai pedoman hidup bukan hanya pada tahu dan paham tentang isi dari
kandungan namun juga pada pengetahuan dan pemahaman cara mengkaji Al-Qur’an
tersebut. Dalam pembahsan Al-Qur’an ini banyak sekali yang harus dikupas secara
mendalam salah satunya yaitu Nasikh dan Mansukh dalam Al-Qur’an.Nasikh ini
merupakan mengangkat hukum syara’ dengan dalil hukum syara’. Yang memberikan
kesan Nasikh hanya terjadi pada hukum-hukum yang berhubungan dengan furu’ ibadah
yang muamalat dengan orang-orang yang megakui Nasikh. Lanatas mengapa yang
berkaitan dengan akidah, dasar-dasar akhlak dana etika, pokok-pokok ibadah dan
muamalah dan berita mahdoh tidak mengalami Nasikh?. Untuk mengetahui jawaban dari
pertanyaan tersebut maka dalam makalah ini kita akan mengkaji lebih dalam mengenai
Nasikh dan Mansukh dalam Al-Qur’an tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Naskh?
2. Apakah yang dimaksud dengan Mansukh?
3. Bagaimana pendapat para ulama megenai Naskh dan Mansukh?
4. Apasaja pembagian dalam Naskh?
5. Bagaimanakah pedoman untuk mengetahui Naskh?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan Naskh
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Mansukh

1
3. Untuk Mengetahui pendapat para ulama megenai Naskh dan Mansukh
4. Untuk mengetahui pembagian yang terdapat didalam Naskh
5. Untuk mengetahui pedoman untuk menetahui Naskh

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Nasikh dan Mansukh dalam Al-Qur’an


1. Makna Nasikh dan ruang lingkupnya
Naskh secara bahasa mempunyai beberapa arti diantaranya berarti “Izalatu
alsyay’I waa’damuhu” (menghilangkan sesuatu dan mentiadakannya), yang berarti
“Naqlu al syay’I” (memindahkan dan menyalin sesuatu), berarti “Tabdil” (penggantian),
berarti “Tahwil” (pengalihan).1
Sedangkan Naskh secara istilah : mengangkat (mengahapus) hukum syara’ dengan
dalil/khithab syara’ yang lain”. Maksud mengangkat hukum syara’ adalah terutusnya
kaitab hukum yang Mansukh dengan perbuatan mukallaf2.Definisi di atas apabila
dijelaskan lagi dapat kita tarik beberapa kesimpulan yakni :
a. Dipastikan Naskh apabila ada 2 (dua) hal yaitu Naskh dan Mansukh
b. Naskh harus turun belakangan dari Mansukh
c. Menilai suatu ayat sebagai penaskh dan yang dinaskhkan apabilan ayat-ayat
kontradiktif itu tidak dapat dikompromikan dan diamalkan secara
bersama3sedangkan syarat kontradiksi;adanya persamaan subjek, objek, waktu dan
lainlain.4
d. Al-Nasikh pada hakikatnya adalah Allah, kadang-kadang dimaksud juga dengan
ayat yang menasikh Mansukh. Sedangkan Mansukh hukum yang diangkat atau
dihapus5

Dari definisi di atas dijelaskan bahwa komponen Naskh terdiri dari; adanya
pernyataan yang menunjukan terjadi pembatalan hukum yang telah ada, harus ada
naskh harus ada Mansukh dan harus ada yang dibebani hukum atasnya. Dalam naskh

1 Imam Muhammad Abd Al-‘Azhim Al-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulumi al-Qur’an (Beirut : Dar al Fikri, tth.), jilid II,
hlm. 175.
2 Al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an hlm. 224
3 Al-Zarqani, Manahil al-irfan fi Ulum al-Qur’an , hlm. 177
4 Quraish Shihab, membumikan Al-Qur’an (Bandung : Mizan, 1994), hlm. 143.
5
Al-Zarqani, Manahil al-irfan fi Ulum al-Qur’an , hlm. 179

3
diperlukan syarat yaitu hukum yang Mansukh adalah hukum syara’, dalil
pengahpusan hukum tersebut adalah kitab syar’i yang datang kemudian dari kitab
yang dimansukh, dan kitab yang dihapus atau diangkat hukumnya tidak terikat atau
dibatasi dengan waktu tertentu5.

Beranjak dari keterangan di atas, tentu syarat-syarat tersebut akan dihubungkan


langsung dengan hal-hal mengalami Naskh maka dalam hal ini akan dijelaskan halhal
yang mengalami Naskh. Naskh hanya terjadi pada perintah (amr) dan larangan
(nahy), baik yang diungkapkan dengan tegas dan jelas maupun yang diungkapkan
dengan kalimat berita yang bermaksud perintah atau larangan, selama tidak terhubung
dengan akidah zat Allah dan sifat-sifat Allah, kitab-kitab Allah, pada rasul, hari
kiamat, dan juga tidak terkait dengan etika atau akhlak atau dengan pokok-pokok
ibadah dan muamalat7. Sebagaimana pendapat al-Zarqani tentang hal ini “Definisi
Naskh adalah mengangkat hukum syara’ dengan dalil hukum syara’. Yang memberi
kesan bahwa Naskh hanya terjadi pada hukum-hukum yang berhubungan dengan
furu’ ibadah dan muamalat menurut orang-orang yang mengakui Naskh. Adapun yang
berkaitan dengan akidah, dasar-dasar akhlak dan etika, pokok-pokok ibadah dan
muamalat dan berita-berita mahdhah, maka menurut jumhur ulama tidak terjadi
naskh padanya”.

Pedoman untuk mengetahui naskh dan Mansukh ada beberapa cara berikut :

1. Ada keterangan pegas pentransimisian yang jelas dari Nabi SAW;


2. Konsensus (Ijma) umat bahwa ayat ini naskh dan ayat Mansukh;
3. Mengetahui mana yang lebih dahulu dan mana yang belakangan berdasarkan
histori.

Naskh tidak dapat ditetapkan berdasarkan pada ijtihad para mujtahid tanpa penukilan
yang shahih, tidak juga penadapat para ahli tafsir atau karena ayat-ayat kontrakdiktif
secara lahirin, terlambatnya keislaman salah seorang dari dua periwayat. Yang di
pegang dalam masalah ini adalah penukilan yang meyakinkan dan sejarah.

5 Manna Al-Qaththan, Mahabits fi ‘Ulum Al-Qur’an, hlm. 224.


7
Al-Qaththan, Mahabits fi ‘Ulum Al-Qur’an, hlm. 225.

4
2. Pembagian dan macam-macam naskh dalam Al-Qur’an
Naskh terbagi kedalam 3 bagian:
a. Naskh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an. Para ulama yang mengakui adanya naskh
telah sepakat adanya naskh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an dan itupun telah terjadi
menurut mereka. Salah satu contohnya ayat ‘iddah satu tahun di-naskhan dengan
‘iddah 4 bulan 10 hari6
b. Naskh Al-Qur’an dengan Sunnah. Naskh yang macam ini terbagi menjadi dua.
Pertama naskh Al-Qur’an dengan hadits ahad. Jumhur ulama berpendapat, hadits
ahad tidak bisa menaskhan Al-Qur’an karena Al-Qur’an adalah naskh yang
mutawatir, menunjukan keyakinan tanpa ada praduga atau dugaan padanya,
sedangkan hadist ahad adalah naskh yang bersifat zhanni dan tidak sah pula
menghapus suatu yang sudah diketahui dengan suatu yang sifat dugaan/diduga.7
c. Naskh sunnah dengan al-Qur’an. Jumhur ulama membolehkan naskh seperti ini,
salahsatu contohnya adalah menghadap ke Baitul maqdis yang ditetapkan oleh
sunnah, kemudian ketetapan ini di nashkan oleh Al-Qur’an.8
d. Nash sunnah dengan sunnah, sunnah maca mini terbagi pada empat macam,
yaitu : Naskh sunnah mutawatir dengan sunnah mutawatir, Naskh sunnah ahad
dengan sunnah ahad, naskh sunnah ahad dengan sunnah mutawatir, dan Naskh
mutawatir dengan sunnah ahad.9

6 Al-Qaththan, Mahabits fi ‘Ulum Al-Qur’an, hlm. 228.

7 Al-Qaththan, Mahabits fi ‘Ulum Al-Qur’an, hlm. 237.

8 Al-Qaththan, Mahabits fi ‘Ulum Al-Qur’an, hlm. 229

9 Al-Qaththan, Mahabits fi ‘Ulum Al-Qur’an, hlm. 299.

5
3. Ayat-ayat yang masyur naskhnya
Adapun ayat-ayat yang masyur naskhnya dapat kita lihat di bawah ini, diantara ayat
yang masyur naskhnya terdapat dalam surah al-baqarah ayat 180 dinaskhan dengan
hadits; “Sesungguhnya Allah telah memberikan kepda setiap orang yang mempunyai hak
akan haknya maka tidak ada wasiat bagi waris”. Ayat 240 dalam surah al-baqarah
dinaskhan dengan ayat 234 terdapat dalam surah yang sama. Dan ayat 224 dalam surah
al-baqarah dinaskhan dengan ayat 286 dalam surah yang sama.
Setelah sedikit membahas seluk beluk tentang naskh tentu terjadi naskh dalam syariat
tidak terlepas dari hikmah, karena jika tanpa hikmahnya bisa saja dikatakan Allah
bermain-main dengan hukum yang diturunkannya. Adapun hikmah adanya naskh adalah
untuk menjaga kemaslahatan hamba, perkembangan tasyri menuju tingkat sempurna
sesuai dengan perkembangan dakwah dan perkembangan kondisi manusia, cobaan dan
ujian bagi mukalaf, apakah ia mengikuti atau tidak dan menghendaki kebaikan dan
kemudahan bagi umat. Sebab jika naskh itu beralih kepada yang lebih berat maka
terdapat tambahan pahala, jika beralih ke yang lebih ringan maka ia mengandung

kemudahan dan keringanan bagi hambanya.10

BAB III

PENUTUP
B. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat kita ketahui bahwa naskh adalah mengangkat
(menghapus) hukum syara’ dengan dalil atau khitab syara’ yang lain. Dalam Naskh
diperlukan syarat, yaitu hukum yang Mansukh adalah syara’ dalil penghapusan hukum
tersebut adalah khitab syar’I yang datang lebih kemudian dari khitab yang di Mansukh,
dam khitab yang dihapus dan diangakat hukumnya tidak terikat atau dibatasi dengan
waktu tertentu. Dalam hal ini naskh dalam alqur’an dapat dbagi tiga bagian, nash
AlQur’an dengan Al-Qur’an, Naskh Al-Qur’an dengan sunnah dan naskh alqur,an dengan
sunnah.

10 Al-Qaththan, Mahabits fi ‘Ulum Al-Qur’an, hlm. 232.

6
Daftar Pustaka

 Badrudin, ‘Ulumul Qur’an (Serang, A-Empat) tahun 2020

Anda mungkin juga menyukai