Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

MEMBUMIKAN ISLAM DI INDONESIA


Dosen pengampuh : Abdul Salam, S.H.I, M.H

Disusun Oleh :
● SUDIRMAN
● MUHAMMAD YUSUF

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SEKOLAH TINGGI ILMU


EKONOMI MAKASSAR MAJU
Tahun Akademik 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang teah memberikan rahmat serta hidayah-Nya
kepada penulis sehingga Makalah Pendidikan Agama Islam yang berjudul
“Membumikan Islam di Indonesia” ini dapat diselesaikan dengan baik.
Adapun tujuan dari pembuatan Makalah Agama ini adalah untuk menambah wawasan
Mahasiswa mengenai kepribadian muslim yang sesuai dengan ajaran islam. Dan kita
semua berharap semoga makalah ini mampu menambah pengalaman serta ilmu bagi
para pembaca. Sehigga untuk kedepannya sanggup memperbaiki bentuk maupun
meningkatkan makalah sehingga menjadi makalah yang memiliki wawasan yang luas
dan lebih baik lagi.
Karena keterbatasan ilmu maupun pengalaman kami, kami percaya tetap banyak
kekurangan dalam malakah ini, olehkarena itu kami sangat berharap saran dan kritik
yang membangun berasal dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar 27 Desember 2022

Kelompok 12
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ......................................................................................................... i

Daftar Isi ....................................................................................................................ii

BAB I
A. Pendahuluan......................................................................................................1

B. Latar Belakang...................................................................................................1

C. Rumusan Masalah............................................................................................1

D.Tujuan.................................................................................................................1

E. Manfaat ..................................................................................... .......................1

BAB II

Pembahasan .........................................................................................................2

A.Pengertian Islam................................................................................................2

B.kewajiban setiap umat Islam .... ......................................................................3

C.Bagaimana Membumilkan Islam di Indonesia............................................... 8

BAB III

Penutup ............................................................................................................... 10

Kesimpulan .......................................................................................................... 10
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada Rasul-rasul nya untuk di
ajarkan kepada manusia. Dibawah secara berantai dari satu generasi 1adalah rahmat,
hidayah, dan petunjuk bagi manusia dan merupakan manifestasi dari sifat rahmat
dan Rahim Allah swt. Mayoritas manusia di bumi ini memelum agama islam.
Banyak juga yang memilih mualaf setelah mengetahui semua kebenaran ajaran nabi
Muhammad SAW. Ini yang tercantum dalam Al-Quran.
Namun di masa kejayaan islam di masa sekarang, semakin banyak pula
orang-orang yang beragama islam, tapi tidak mengerti islam itu sendiri. Merekah
hanya menjalankan syari’ah atau ajaran-ajaran islam tanpa mengerti makna islam.
Ada juga orang yang islam KTP atau islam hanya sebagai menyempurnakan KTP
dari pada tak tercantum agamanya.

Oleh karena itu di makalah ini akan dibahas bagai mana membumikan
islam di Indonesia

B. Rumusan masalah
Dari latar belakang di atas rumusan masalah dari makalah ini adalah :
1. Apa arti dari agama islam?
2. Bagai mana membumikan islam di Indonesia?

C. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk :
1. Memahami islam yang sebenarnya
2. Kewajiban setiap umat
3. Memahami bagaimana membumikan islam di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Islam
Islam pada suatusisi dapat disebut sebagai high tradition, dan pada
sisilain disebut sebagai low tradition. Dalam sebutan pertama islam adalah
firmanTuhan yang menjelaskan syariat-syariat-Nya yang dimaksudkan sebagai
petunjuk bagi manusia
untuk mencapai kebahagiaandi dunia dan akhirat, termasuk dalamnash (teks
suci) kemudia dihimpun dalam shuhuf dan kitap suci (Al-QuranulKarim).
Secara tegas dapat dikatakan hanya Tuhanlah yang paling mengetahuiseluruh
maksud, arti, dan maknasetiap Firman-Nya. Oleh karena itu, kebenaranislam
dalam dataran high tradition ini adalah mutlak. Bandingakn dengan islam pada
sebutan kedua: Low tradition. Pada dataran ini islam yang mengandungdalam
nash ata teks teks suci bergumul dengan realitas sosial pada
berbagaimasyarakat yang dibaca, dimengerti, dipahami, kemudian ditafsirkan
dandipraktikan dalam masyarakat yang situasi dan kondisinya berbeda-beda.
Katarang, islam kahirnya tidak hanya melulu ajaran yang tercatum dalam teks-
tekssuci melainkan juga telah mewujud dalam historisitas kemanusiaan.

B. Kewajiban Setiap Umat Islam Untuk Berdakwah


(MEMBUMIKAN ISLAM)
Berikut ini Dasar Dalil Kewajiban Setiap Umat Islam Untuk
Berdakwah(Membumikan Islam ) dari hadits.
‘’Dari ‘Abdullah bin ‘Umar ra dituturkan, bahwasanya Rasulullah saw
bersabda,“Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat.” [HR. Bukhari]

‘’Siapa saja yang melihat kemungkaran hendaknya ia mengubah dengan


tangannya. Jika dengan tangan tidak mampu, hendaklah ia ubah dengan
lisannya;dan jika dengan lisan tidak mampu maka ubahlah dengan hatinya; dan
ini adalah selemah-lemah iman.” [HR. Muslim]

Beberapa faidah penting yang terkandung dalam hadits ini:


–  Orang yang mengajarkan ilmu agama kepada manusia berarti
telahmenyebarkan petunjuk Allah Ta’ala  yang merupakan sebab utama
terwujudnyakemakmuran dan kesejahteraan alam semesta beserta semua isinya,
oleh karenaitu semua makhluk di alam semesta berterima kasih kepadanya dan
mendoakankebaikan baginya, sebagai balasan kebaikan yang sesuai dengan
perbuatannya.
 – Sebagian dari para ulama ada yang menjelaskan makna hadits ini bahwa Allah
Ta’ala akan menetapkan bagi orang yang mengajarkan ilmu
agama pengabulan bagi semua permohonan ampun yang disampaikan oleh selur
uh makhluk untuknya.
C. Bagaimana Membumikan Islam di Indonesia

1. Menelusuri Transformasi Wahyu dan Implikasinya terhadap


CorakKeberagamaan

Wahyu difirmankan untuk memperpendek proses pembacaan terhadap


alam.Apabila manusia diberi kesempatan untuk membaca dan memahami alam
dengansegenap potensi nalar, rasa, dan jiwa yang dimilikinya, ia akan
membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai jawaban final. Namun berkat
Wahyu, prosesyang panjang dan berliku tersebut dapat disingkat sedemikian
rupa sehinggamanusia tidak perlu bersusah payah untuk mendapatkan jawaban
final kehidupan.
Wahyu Allah yang terbentang dalam alam geografis dan sosial budaya
Arab,akan ditangkap oleh nabi berkebangsaan Arab dan dibesarkan dalam
tradisiintelektual Arab, otomatis akan menjadi Wahyu yang berbahasa Arab
lengkapdengan kultur Arab pada masa wahyu difirmankan. Contohnya AlQuran
sangatdipengaruhi oleh kultur Arab Nabi Muhammad karena ia diturunkan
kepada NabiMuhammad yang berkebangsaan Arab. Namun seiring berjalannya
waktu danruang, Wahyu akan menyesuaikan dengan keadaan budaya pada suatu
tempat danwaktu tertentu sehingga munculnya keberagaman corak pemahaman
agama.
Dalam ajaran islam, wahyu Allah selain berbentuk tanda-tanda (ayat)
yangnirbahasa, juga bermanifestasi dalam bentuk tanda-tanda (ayat) yang
difirmankan.Untuk memudahkan pemahaman, kita bedakan antara istilah wahyu
(dengan“w”kecil) dan Wahyu (dengan “W” besar ). Wahyu dengan w kecil
menyaran padatanda-tanda, instruksi, arahan, nasihat, pelajaran, dan ketentuan
Tuhan yangnirbahasa, dan mewujudkan dalam alam semesta dan isinya,
termasuk dinamikasosial budaya yang terjadi didalamnya. Adapun Wahyu
dengan W besar menyaran pada tanda-tanda, instruksi, arahan, nasihat,
pelajaran, dan ketentuan Tuhan yangdifirmankan melalui utusan-Nya (malaikat)
dan diakses secara khusus oleh orang-orang pilihan yang disebut sebagai nabi
atau rasul (meskipun kedua istilah inisebenarnya berbeda, namun sementara ini
dianggap sama).

Wahyu (dengan W besar) difirmankan untuk menjawab beberapa


permasalahan yang tidak ditemukan jawabannya dalam tanda-tanda Tuhan yang
terbentang, untuk memotivasi manusia agar makin detil dalam membaca dan
memahami alam yang terbentang, sehingga ia bisa memperoleh makna dari
setiap fenomena yang dialaminya. Tidak hanya itu, Wahyu difirmankan juga
untukmemperpendek proses pembacaan terhadap alam (wahyu yang terbentang).
Apabila manusia dieri kesempatan untuk membaca dan memahami alam dengan
segenap potensi nalar, rasa, dan jiwa yang dimilikinya, ia akan membutuhkan
waktu yang lama untuk mencapai jawaban final. Namun berkat Wahyu, proses
yang panjang dan yang berliku tersebut dapat disingkat sedemikian rupa
sehingga manusia tidak perlu bersusah payah untuk mendapatkan jawaban final
kehidupan.
Islam telah membeli kontribusi yang amat signifikan bagi keindonesiaa
dan perabadan, baik dalam bentuk nilai-nilai maupun bengunan fisik. Islam
Indonesia ternyata tidak kalah penting dibandingkan dengan islam di Timur
Tengah. Fazhlurrahman bahkan mengatakan bahwa islam indonesia merupakan
corak islam masa depan. Sepak masa Wali Songo, silam di indonesia memiliki
dua model diatas. Kelompok formalis lebih mengutamakan aspek fisik dan
poltik kenegaraan, sedangkan kelompok esensialis memprioritaskan aspek nilai
dan kultur dalam berdakwah. Di era kemerdekaan sampai dengan era
pascareformasi, polemik antara kedua model keberagaman ini masih tetap ada.
Coba anda telusurilebih lanjut kedua model diatas sejak masa kemerdekaan
sampai pascareformasi, lalu kenali karakteristik masing-masing model diatas.
Tuntutan modernitas dan globalisasi menuntut model pemahaman agama
yangsaintifik, yang secara serius memperlihatkan berbagai pendekatan.
Pendekatan islam monodisiplin tidak lagi memadai untuk menjawab tantangan
zaman yangdihadapi umat islam di berbagai tempat. Agar diperoleh pemahaman
islam yangsaintifik diatas diperlukan pembacaan teks-teks agama (baca:Al
Quran, Al Hadist,dan turats) meminta maaf dan memaafkan adalah ajaran islam
yang universal,diJawa pemohonan maaf si anak kepada orang tua diekspresikan
dengan ‘sungkem’ sedangkan komunitas Betawi tentunya tradisi tersebut tidak
dikenal. Uraian diatas menunjukkan bahwa ekspresi tentang islam tidak bisa
tunggal. Halitu dikarenakan islam tidak lahir diruang hampa sejarah. Tabiat,
karakter, tradisi, budaya, lingkungan, dan lain lain menjadi penentu dan
pembeda corak berfikir,cara bersikap, dan bentuk ekspresi seseorang, bahkan
masyarakat. Islammengajarkan untuk bertutur kata halus dan penuh makna. Ini
tidak berarti orang Batak atau orang Arab harus berbicara dengan nada lembut
seperti orang Jawa.

2. Menanyakan Alasan Perbedaan Ekspresi dan Praktik Keberagaman

Terdapat dua hal yang secara dominan mempengaruhi dinamika dan


struktursosial masyarakat, yaitu agama dan budaya lokal. Dalam masyarakat
Indonesia,dua hal tersebut memiliki peranan penting dalam membentuk karakter
dan
perilaku sosial yang kemudian sering disebut sebagai”jati diri” orang Indonesia.
Karakter tersebut mewarnai hampir semua aspek sosial masyarakat Indonesia
baiksecara politik, ekonomi maupun sosial budaya.Agama diyakini memiliki
nilai-nilai transenden sehingga sering dipahami sebagai satu dogma yang kaku.
Namun, nilai-nilai budaya relatif dipandang lebihfleksibel sesuai kesepakatan-
kesepakatan komunitas untuk dijadikan sebagaistandar normatif. Karena adanya
perbedaan karakter agama dan budaya itulahmaka sering kali nilai-nilai agama
dipertentangkan dengan nilai-nilai budaya local yang sebenarnya teah
mempengaruhi perilaku sosial seseorang. Waktu masuknya Islam ke Indonesia
(Nusantara) masih diperdebatkan. Ada yang berpendapat bahwa sejak sebelum
hijrah telah ada orang Arab yang tinggal di kepulaua ini. Lalu pada abad ke-13
muncullah untuk pertama kali sebuah komunitas Islam, angselanjutnya
mengalami perkembangan pesat pada abad ke-15. Pada abad ke-17/ke-18
bahkan mayoritas penduduk Jawa da Sumatera telah memeluk Islam. Mulanya
Islam masuk ke Indonesia melalui pedagang dari Gujarat dan MalabarIndia.
Lalu belakangan masuk pula pedagang dan dai-dai Islam dari
Hadramaut,disamping saudagar-saudagar Islam dari Cina. Islam disebarkan
dengan cara-cara damai dengan aliansi politik dan pembiaran terhadap budaya-
budaya lokal yangsudah ada sebelumnya, selama sejalan dengan prinsip-prinsip
Islam. Unsur-unsur budaya lokal non islam (Arab) bahkan melekat dalam
karakter, pemikiran, dan praktik keagamaan umat Islam sufistik yang memang
memiliki karakteristikterbuka, damai, dan ramah terhadap perbedaan.
Model akulturasi budaya lokal dengan Islam ini sering dianggap sebagai
penyebab munculnya karakter Islam abngan di kalangan mayarakat Jawa.
Sebagai orang bahkan menilai bahwa para Wali Songo sebagai ikon dai-dai awal
islam diIndonesia dianggap belum berhasil sepenhnya untuk mengislamkan
Jawa. Beberapa bukti disodorkan untuk memperkuat tesis tersebut , diantarana
pahamsinkretisme yang tampak masi dominan dikalangan masyarakat Jawa.
Walaupun bagi pihal yang mendukung metde dakwah Wali Songo di atas,
praktik yang sering dituduh sebagai sinkretisme tersebut bukan sepenuhnya
amalan yang bertentangan dengan Islam dan dapat siperjelaskan melalui
perspektif mistiisme Islam.

3. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Teologis, dan Filosofis tentang


Pribumisasi Islam

1. Menggali Sumber Historis


 A. Indonesia Sebagai Modal Dasar
Indonesia sebenarnya merupakan bangsa yang pada dasarnya
telah berhasil menahan gejolak kekerasan yang terjadi atas nama agama tersebut.
Indonesia memiliki kebudayaan adiluhung, di mana itu merupakan sebuah ruang
dialog bagi adanya hal-hal keberbedaan. Ini dapat dilihat, dari falsasah
keberbangsaan yang berbunyi, bhineka tunggal ika. Bukankah slogan itu
merupakan hasil galian para  founding father bangsa Indonesia dari khazanah
kebudayaan yang ada. Artinya, secara historis, Indonesia merupakan bangsa
yang mempu menyeleseikan keberbedaan itu secara harmonis. Jadi, kekuatan
harmonisasi keberagaman di Indonesia itu melalui ruang budaya.

Dapat pula dijumpai dalam sejarah perkembangan Islam di Nusantara ini


melalui jalur kebudayaan. Hasilnya, Islam menyebar tidak lewat konflik. Malah,
padagiliran ya Islam dijalankan dengan formulasi baru yang khas Indonesia.
Inilah yang disebut dengan gagasan pribumisasi Islam. Di mana islam
didialogkandengan konteks kebudayaan Indonesia. Maka, jadilah format Islam-
Indonesia.

Pada sisi yang lain, para pelaku tindak kekerasan atas nama agama tidak
terlihatsebagai kelompok yang mengakomodir budaya lokal asli Indonesia. Alih-
alih,dalam pandangannya, berbagai budaya asal Indonesia dinilainya sebagai
sesuatuyang tahayul, khur  afat, bid’ah, klenik, dsb.  Maka dari itu, tulisan ini
dapat dipahami sebagai upaya menengok kembali relasiagama dan kebudayaan
dalam menciptakan format keberagamaan di Indonesiayang tanpa kekerasan,
sebagimana halnya kerap terjadi pada fenomenakeberagamaan di masyarakat
modern.
B. Menawarkan Gagasan Pribumisasi Islam

 KH. Abdurrahman Wahid, atau yang lebih dikenal dengan sebutan


GusDur, telah berupaya menjawab tantangan itu sejak tahun 1980 yang lalu,
lewat konsepsi pemikirannya mengenai “Pribumisasi Islam”. Melalui
gagasannya ini, Gus Dur merespon secara intens dengan mengajukan alternatif
antitesa sebagai penyelesaian atau mungkin juga ‘wacana counter  ’ terhadap
gejala keagamaan masyarakat modern yang kering, paradoks, ahistoris,
eksklusif, dlsb. sebagaimanayang telah diuraikan di atas.

Ia masih melirik akan pentingnya tradisi, kebudayaan lokal Indonesia.


Karena itu, yang ditawarkan adalah lokalisasi Islam, bukannya artikulasi
darikeislaman yang harus serba seragam, apalagi serba arab. Dia seolah yakin
bahwaIslam akan lebih mudah dihayati oleh masyarakat mad’u (objek dakwah),
apabila para da’I atau muballigh (penyebar agama) terlebih dahulu
memperhatikan kebudayaan setempat pada saat Islam disebar dan ditafsirkan
ulang. Keberislaman yang disampaikan dengan cara seperti ini akan lebih
mampu mengakomodir cipta,rasa, dan karsa para pemeluknya, sesuai dengan
penghayatan budayanya yangsudah terjadi selama berabad-abad.

Ide “Islam Pribumi” lahir untuk melawan gagasan otentifikasi Islam,


yang tidak jarang mengarah pada fundamentalisme keberagamaan. “Islam
Pribumi” meyakini tiga sifat, yaitu: sifat kontekstual, Islam dipahami sebagai
ajaran mengalami perubahan dan dinamika dalam merespon perubahan zaman.
Kedua,Islam dipahami sebagai agama yang progresif, kemajuan zaman bukan
dipahamisebagai ancaman penyimpangan terhadap ajaran Islam melainkan
sebagai pemicu untuk melakukan respon kreatif secara intens. Ketiga, “Islam
Pribumi” memiliki karakter membebaskan, yaitu ajaran yang mampu menjawab
problem-problemkemanusiaan secara universal tanpa melihat perbedaan agama
dan etnis [14].
Gagasan “Pribumisasi Islam” benar -benar merangsang perlunya
negosiasi danakulturasi antara agama, tradisi, lokalitas, dan kemodernan
sekaligus. Karena itu,keberislaman dipahami bukan hanya ritualisme, tetapi
lebih dari itu. Akomodasi tradisi dan kultur lokal melakukan “penafsiran silang”
 yang saling menghargaidan menyempurnakan. Keberislaman ditafsirkan untuk
kerja kemanusiaan,kemaslahatan, kesetaraan, dan keadaban [15].
Karena itu Gus Dur dengan konsep “Pribumisasi Islam”nya tidak sependapat
kalau proses Islamisasi di Indonesia diarahkan pada proses Arabisasi. Sebab, itu
hanya akan membuat tercerabutnya masyarakat Indonesia dari akar budayanya
sendiri. Namun, “Prubumisasi Islam”, menurut Gus Dur, bukan jawanisasi dan
sinkritisme. Sebab, “Pribumisasi Islam” hanya mempertimbangkan kebutuhan
lokal dalam merumuskan hukum-hukum agama tanpa mengubahhukum itu
sendiri. Juga bukan meninggalkan norma demi budaya. Tetapi agarnorma-norma
itu menampung kebutuhan dari budaya, dengan menggunakan peluang yang
disediakan oleh variasi pemahaman nash (ketentuan) dengan tetapmemberikan
peranan kepada ushul fiqih dan kaidah fiqih.
“Pribumisasi Islam” yang digagas Gus Dur pada akhir tahun 80 -an itu
menggambarkan bagaimana Islam sebagai ajaran yang normatif berasal dari
Tuhan diakomodasikan ke dalam budaya yang berasal dari manusia
tanpakehilangan identitasnya masing- masing. “Pribumi Islam” menjadikan
agama dan budaya tidak saling mengalahkan, melainkan berwujud dalam pola
nalarkeagamaan yang tidak lagi mengambil bentuknya yang otentik dari agama,
serta berusaha mempertemukan jembatan yang selama ini memisahkan antara ag
amadan budaya [16]. Dengan demikian tidak ada lagi pertentangan antara agama
dan budaya. “Pribumisasi Islam” memberikan peluang bagi keanekaragaman
interpretasi dalam kehidupan beragama (Islam) di setiap wilayah yang berbeda-
beda. Dengan demikian, Islam tidak lagi dipandang secara tunggal,
melainkanmajemk. Tidak lagi ada anggapan bahwa Islam yang di Timur-Tengah
sebagai Islam yang murni dan paling benar, karena Islam sebagai agama
mengalami historisitas yang terus berlanjut.
“Pribumisasi Islam” sesunggguhnya mengambil semangat yang telah
diajarkan walisongo dalam dakwahnya ke wilayah Nusantara sekitar abad ke-
15dan ke-16 di pulau Jawa. Dalam hal ini walisongo telah berhasil memasukan
nilai-nilai lokal dalam Islam yang khas indonesia. Kreatifitas walisongo ini
melahirkangagasan baru nalar Islam Indonesia yang tidak harfiah meniru Islam
di Arab. Tidak ada nalar Arabisasi yang melekat dalam penyebaran Islam awal
di Nusantara. Walisongo mengakomodasika slam sebagai ajaran agama yang
mengalami historisasi dengan kebudayaan.
Sejarah terus berulang menjadi kesadaran-kesadaran baru. Pada era
1990-an kritik terhadap model keberagamaan umat yang masih bercorak
puritankembali menguat. Kiri Islam-nya Hassan Hanafi, dan gagasan post-
tradisionalisme Islam yang mengambil jalan pemikiran Muhammad Abed al-
Jabiri, Mohammad Arqoun, Nashr Hamid Abu Zayd, dan Muhammad
Shahrurtelah menjadi rujukan utama dari kelompok Islam tradisional untuk
melakukankritik nalar Islam, sekaligus menjadikan tradisi sebagai jembatan
emas menuju pemikiran Islam yang membebaskan. Pada gilirannya, usaha-usaha
ini melahirkan gagasan “Islam Pribumi” sebagai kelanjutan dari pemikiran -
pemikiran Islam yangtelah berkembang dalam denyut nadi perubahan [17].
Charley H. Dood yang mengungkapkan bahwa komunikasi antar
budayameliputi komunikasi yang melibatkan peserta komunikasi yang mewakili
pribadi,antar pribadi, antar kelompok dengan tekanan pada perbedaan latar
belakangkebudayaan yang mempengaruhi perilaku komunikasi para peserta.
(Liliweri,2003: 12).
Sampai di sini, “Pribumisasi Islam” dipahami menjadi sebuah kebutuhan
praksis (berupa keterampilan pada proses komunikasi/ dakwah/ tabligh antar
budaya), sekaligus sebagai kebutuhan paradigmatic pemikiran
(berupakontekstualisasi paham keislaman untuk historisitas ruang dan waktu
yang berbeda, di mana syariah didialogkan dengan berbagai konteks yang
melingkupinya). Penulis merasa akan pentingnya konsep “Pribumisasi Islam”
ini.Sebab, konsepsi “Pribumisasi Islam” sepertinya akan sangat membantu bagi
berkembangnya pemahaman Islam yang pantas untuk diterapkan dalam konteks
Indonesia maupun keindonesiaan itu sendiri. Dari situ, membangun masyarakat
yang religius juga kultural akan lebih mudah terwujud, tanpa kehilangan
kebinekaannya, tetap harmonis, toleran dan menganut pluralisme yang dewasa.
Islam pribumi yang telah dicetuskan Gus Dur ini sesungguhnya
mengambil semangat yang telah diajarkan oleh Wali Songo dalam dakwahnya
kewilayah Nusantara sekitar abad 15 dan 16 M di pulau Jawa. Dalam hal ini,
Wali Songo telah berhasil memasukkan nilai-nilai lokal dalam Islam yang khas
keindonesiaan. Kreatifitas Wali Songo ini melahirkan gugusan baru bagi nalar
Islam yang tidak harfiyah meniru Islam di Arab. Tidak ada nalar arabisme
yangmelekat dalam penyebaran Islam awal di Nusantara. Para Wali Songo
justrumengakomodir dalam Islam sebagai ajaran agama yang mengalami
historisasidengan kebudayaan. Misalnya ytang dilakukan sunan Bonang dengan
mengubahgamelan Jawa yang saat itu kental dengan estetika Hindu menjadi
bernuansadzikir yang mendorong kecintaan pada kehidupan trascendental.
Tombo Ati salahsatu karya Sunan Bonang dalam pentas perwayangan, Sunan
Bonang mengubahlakon dan memasukkan tafsir-tafsir khas Islam.
Pribumisasi Islam juga bukan pembaharuan, karena pembaharuan berarti
hilangnya sifat asli agama, sementara Gus Dur menginginkan agar islam tetap
pada sifat Islamnya. Misalnya, Al- Qur’an harus tetap dalam berbahasa Arab
terutama dalam hal sholat, sebab hal itu merupakan norma. Adapun
terjemahanAl- Qur’an bukan menggantikan Al-Qur’an, melainkan sekedar untuk
mempermudah pemahaman tehadap sholat.
Kontekstualisasi IslamIslam Pribumi memiliki sifat-sifat berikut:
1. Islam Pribumi bersifat kontekstual, yakni Islam dipahami sebagai
ajaranyang terkait dengan konteks zaman dan tempat.

2. Islam Pribumi bersifat progresif, yakni kemajuan zaman bukan


dipahamisebagai ancaman terhadap penyimpangan terhadap ajaran dasar
agama(Islam), tetapi didliaht sebagai pemicu untuk melakukan respon
kreatif secaraintens.

3. Islam Pribumi bersifat karakter bebas, yakni Islam menjadi ajaran


yangdapat menjawab problem-problem kemanusiaan secara universal
tanpanmelihat perbedaan agama dan etnik.

Dengan kaidah itu, Gus Dur tidak berarti mengungkapkan bahwa


adatmerubah norma-norma Islam, melainkan memanifestasi agama kedalam
budayasetempat, karena manifestasi norma Islam adalah bagian dari budaya,
sepertimembangun masjid Demak. Mungkin saja, orang berdalil bahwa dalam
tradisiIslam, berpihak-pihak kominikator menggunakan ungkapan salam
berbahasa Arab “Assalamu’alaikum” walaupun mereka bukan orang Arab tetapi
kenyataannya pengertian salam kini mengalami pergesekan makna. Kalau dulu
hanya sebatasantar seseorang Islam, kini mulai melebar terutama jika diucapkan
oleh pejabat didalam sebuah forum terbuka. Karena itu, maka ucapan salam
sudah masuk ke dalam ranah budaya. Dalam konteks budaya, ucapan
“Assalamu’alaikum” sama dengan ucapan Shobakhul Khoir yang biasa
digunakan orang Arab ketika bertemu atau “Selamat Pagi” untuk konteks
Indonesia.
BAB II
PENUTUP
1. Kesimpulan

Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi


Muhammad Saw sebagai nabi dan rasul terakhir untuk menjadi pedoman hidup
seluruh manusia hingga akhir zaman. Kewajiban sebagai umat islam untuk
membumikan Islam sudah tertera dalam berbagai hadist dan Surat di Alquran.
Banyak cara yang dapat ditempuh dalam membumikan Islam di Indonesia.
Kebangkitan ataukemajuan umat Islam, baik sendiri-sendiri maupun bersama-
sama sungguh sangat bergantung pada sejauh mana mereka berpedoman dan
berpegang teguh pada petunjuk-petunjuk, ajaran-ajaran, aturan-aturan, etika
etika dan norma-normayang mencakup segala aspek dan segi kehidupan
manusia di mana pun.

Anda mungkin juga menyukai