Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH AGAMA

BUDAYA AKADEMIK, ETOS KERJA, SIKAP


TERBUKA DAN ADIL

Dosen Pembimbing:
Dr. Yan Fajri,M.Ag

Anggota Kelompok
1.Lucyana Juli Fernandes (233110363)
2.Mia Ramadhani (233110365)
3.Muhamad Reski (233110366)

PRODI D3 KEPERAWATAN PADANG


POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
2023/2024
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT, dimana atas segala rahmat dan
izin-nya, kami dapat menyelesaikan makalah tentang Budaya akademik,
etos, etos kerja, sikap terbuka dan adil.
Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada junjungan kita
Nabi semesta alam Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para
pengikutnya hingga akhir zaman.
AIhamdulillah, kami dapat menyelesaikan makalah ini, walaupun penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan didalam
makalah ini. Untuk itu kami berharap adanya kritik dan saran yang
membangun guna keberhasilan penulisan yang akan datang.
Akhir kata, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu hingga terselesainya makalah ini semoga segala
upaya yang telah dicurahkan mendapat berkah dari Allah SWT. Aamiin.

Padang, 10 September 2023


Penyusun

Penulis
DAFTAR ISI

Contents
BAB I......................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..................................................................................................................4
1.1 Latar belakang................................................................................................................4
1.2.RUMUSAN MASALAH...............................................................................................5
1.3.TUJUAN........................................................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.....................................................................................................................6
2.1 BUDAYA AKADEMIK DALAM PANDANGAN AGAMA ISLAM............................6
2.1.1 Pengertian Budaya Akademik................................................................................6
2.1.2 Pembahasan Tentang Budaya Akademik................................................................8
2.2 PENGERTIAN ETOS KERJA, SIKAP TERBUKA DAN KEADILAN DALAM
PANDANGAN AGAMA ISLAM......................................................................................10
2.2.1 Pengertian Etos Kerja............................................................................................11
2.2.2 Pengertian Sikap Terbuka......................................................................................14
2.2.3 Pengertian Bersikap Adil......................................................................................15
2.3. Fungsi dan Tujuan Etos Kerja, Sikap Terbuka, Keadilan dalam Islam........................20
2.3.1 Fungsi dan Tujuan Etos Kerja...............................................................................20
2.3.2 Fungsi dan tujuan Sikap Terbuka...........................................................................20
2.3.3 Fungsi dan tujuan Adil..........................................................................................20
BAB III.................................................................................................................................22
PENUTUP............................................................................................................................22
3.1 KESIMPULAN............................................................................................................22
3.2 SARAN........................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Islam adalah agama yang universal, karena itu masalah-masalah yang ada
dalam masyarakat sudah barang tentu diatur di dalam ajaran Islam.
Kajian tentang Al Quran serta kandungan ajarannya tampaknya tidak
akan pernah selesai dan akan berlanjut sepanjang zaman. Keajaibannya
akan senantiasa muncul kepermukaan bagaikan mata air yang tidak
pernah kering dan akan selalu menjadi inspirasi kehidupan ummat Islam.
Al Quran akan selalu hadir dalam kehidupan yang sarat dengan berbagai
persoalan hidup yang dialami oleh umat Islam. Di sinilah letak salah satu
keunikan Al Quran itu dan dari sini kita dapat memahami mengapa orang
yang mempercayainya tidak akan pernah meragukan validitas ajarannya
dan menganggapnya sebagai kebenaran mutlak dan final meski dipihak
lain orang yang meragukan dan tidak mempercayainya selalu berupaya
untuk meruntuhkan kebenaran Al Quran baik dengan cara halus atau
kasar, dibungkus dengan metode ilmiah yang mengandung distorsi atau
bahkan hanya dengan hujatan, tanpa mengandung ilmiah yang layak
dalam kajian akademis.
Islam sebagai agama rahmatan lil alamin sudah representatif untuk
mewujudkan pendidikan multikultural(beragam budaya). Budaya
merupakan Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat.
Dalam makalah ini, penulis akan membahas lebih jauh tentang Budaya
Akademik menurut Islam, Budaya Etos Kerja menurut Islam, Budaya
Sikap Terbuka dan Adil menurut Islam.
1.2.RUMUSAN MASALAH
a) Apa makna budaya akademik dalam sudut pandang Islam?
b) Apa yang dimaksud etos kerja, sikap terbuka dan keadilan menurut
pandangan Islam?
c) Apa fungsi dan tujuan etos kerja, sikap terbuka, keadilan dalam islam

1.3.TUJUAN
a) Memahami makna budaya akademik dalam pandangan islam
b) Memahami maksud dengan etos kerja, sikap terbuka dan keadilan
dalam pandangan agama islam
c) Memahami fungsi dan tujuan etos kerja, sikap terbuka, keadilan dalam
islam
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 BUDAYA AKADEMIK DALAM PANDANGAN AGAMA


ISLAM
2.1.1 Pengertian Budaya Akademik
Budaya akademik dalam pandangan Islam adalah suatu tradisi atau
kebiasaan yang berkembang dalam dunia Islam menyangkut persoalan
keilmuan. Atau dalam bahasa yang lebih sederhana adalah tradisi ilmiah
yang dikembangkan Islam. Di antara poin-poin pentingnya adalah
pertama, tentang penghargaan Al-quran terhadap orang-orang yang
berilmu, di antaranya adalah:
1. Wahyu Al-quran yang turun pada masa awal mendorong manusia
untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Dalam ayat-ayat yang pertama kali
turun Al-'Alaq 96: l-5 tergambar dengan jelas betapa kitab suci Al-quran
memberi perhatian yang sangat serius kepada perkembangan ilmu
pengetahuan. Sehingga Allah SW'T menurunkan petunjuk pertama kali
adalah terkait dengan salah satu cara untuk memperoleh ilmu
pengetahuan yang dalam redaksi ayat tersebut menggunakan redaksi
"iqra" . Makna perintah tersebut bukanlah hanya sebatas membaca dalam
arti membaca teks, tetapi makna iqra' adalah membaca dengan
melibatkan pemikiran dan pemahaman dan itulah kunci perkembangan
ilmu pengetahuan dalam sepanjang sejarah kemanusiaan. Dalam kontek
modern sekarang makna iqra' dekat dengan makna reading with
understanding (membaca disertai dengan pemahaman).
2. Tugas Manusia sebagai khalifah Allah di Bumi akan sukses kalau
memiliki ilmu pengetahuan. Penggalan ayat 3l dari Surat Al-Baqarah
yang berbunyi "Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-
benda) seluruhnya", juga mengandung arti bahwa salah satu
keistimewaan manusia adalah kemampuannya mengekspresikam apa
yang terlintas dalam benaknya serta kemampuannya menangkap bahasa
sehingga ini mengantarnya mengetahui. Di sisi lain kemampuan manusia
merumuskan ide dan memberikan nama bagi segala sesuatu merupakan
langkah menuju terciptanya manusia yang berpengetahuan dan lahirnya
ilmu pengetahuan.
3. Muslim yang baik tidak pernah berhenti untuk menambah ilmu. Etos
untuk terus menambah ilmu pengetahuan dapat diterjemahkan bahwa
yang disebut belajar atau menuntut ilmu bukan hanya pada musim
tertentu atau dalam formalitas satuan pendidikan tertentu, melainkan
sepanjang hayat masih dikandung badan maka kewajiban untuk terus
menuntut ilmu tetap melekat dalam diri setiap muslim. Salah satu
hikmahnya adalah bahwa kehidupan terus mengalami perubahan dan
perkembangan menuju kemajuan, maka kalau seorang muslim tidak terus
menambah pengetahuannya jelas akan tertinggal oleh perkembangan
zaman yang pada gilirannya tidak dapat memberikan kontribusi bagi
kehidupan. Al-quran jelas membedakan antara orang yang
berpengetahuan dengan orang-orang yang tidak berpengetahuan.
4. Orang yang berilmu akan dimuliakan oleh Allah SWT. Secara garis
besar manusia dapat dibedakan ke dalam dua kelompok besar; pertama,
orang yang sekedar beriman dan beramal, dan yang kedua adalah orang
yang beriman dan beramal shalih serta memiliki pengetahuan. Posisi atau
derajat kelompok kedua ini lebih tinggi bukan saja karena nilai ilmu yang
dimiliki, tetapi juga amal dan usahanya untuk mengajarkan ilmu yang
dimiliki tersebut, baik melalui lisan, tulisan atau bahkan tindakan. Ilmu
yang dimaksud tentu saja bukan hanya ilmu agama tetapi ilmu apapun
yang rnembawa maslahat bagi kehidupan manusia.
Di samping memberikan apresiasi terhadap orang yang berilmu poin
penting lain yang dijelaskan Al-quran adalah bahwa:
1.Iman seorang muslim tidak akan kokoh kalau tidak ditopang dengan
ilmu, demikian juga dengan amal shalih.
2.Tugas kekhalifahan manusia tidak akan dapat sukses kalau tidak
dilandasi dengan ilmu.
3.Karakter seorang muslim yang berbudaya akademik adalah; orang yang
selalu mengingat Allah yang disertai dengan ikhtiar untuk selalu
menggunakan akalnya untuk memikirkan ciptaan Allah SWT. Serta
selalu berusaha menambah ilmu dengan membuka diri terhadap setiap
informasi yang baik dan kemudian memilih yang terbaik untuk dijadikan
pegangan dan diikutinya.

2.1.2 Pembahasan Tentang Budaya Akademik


Dari berbagai Forum terbuka tentang pembahasan Budaya
Akademik yang berkembang d Indonesia, menegaskan berbagai macam
pendapat di antaranya :
1)Konsep dan Ciri-Ciri Perkembangan Budaya Akademik
Dalam situasi yang sarat idealisme, rumusan konsep dan pengertian
tentang Budaya Akademik yang disepakati oleh sebagian besar
(167/76,2%) responden adalah “Budaya atau sikap hidup yang selalu
mencari kebenaran ilmiah melalui kegiatan akademik dalam masyarakat
akademik, yang mengembangkan kebebasan berpikir, keterbukaan,
pikiran kritis-analitis; rasional dan obyektif oleh warga masyarakat
akademik” Konsep dan pengertian tentang Budaya Akademik tersebut
didukung perumusan karakteristik perkembangannya yang disebut “Ciri-
ciri Perkembangan Budaya Akademik” yang meliputi berkembangnya :
1) Penghargaan terhadap pendapat orang lain secara obyektif.
2) Pemikiran rasional dan kritis-analitis dengan tanggungjawab
moral.
3) Kebiasaan membaca.
4) Penambahan ilmu dan wawasan.
5) Kebiasaan meneliti dan mengabdi kepada masyarakat.
6) Penulisan artikel, makalah, buku.
7) Diskusi ilmiah.
8) Proses belajar-mengajar.
9) Manajemen perguruan tinggi yang baik.

2. Tradisi Akademik
Pemahaman mayoritas responden (163/74,4%) mengenai Tradisi
Akademik adalah, “tradisi yang menjadi ciri khas kehidupan masyarakat
akademik dengan menjalankan proses belajar-mengajar antara dosen dan
mahasiswa seperti menyelenggarakan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, serta mengembangkan cara-cara berpikir kritis-analitis,
rasional dan inovatif di lingkungan akademik”
Tradisi menyelenggarakan proses belajar-mengajar antara guru dan
murid, antara pandito dan cantrik, antara kiai dan santri sudah mengakar
sejak ratusan tahun yang lalu, melalui lembaga-lembaga pendidikan
seperti padepokan dan pesantren. Akan tetapi tradisi-tradisi lain seperti
menyelenggarakan penelitian adalah tradisi baru. Demikian pula, tradisi
berpikir kritis-analitis, rasional dan inovatif adalah kemewahan yang
tidak terjangkau tanpa terjadinya perubahan dan pembaharuan sikap
mental dan tingkah laku yang harus terus-menerus diinternalisasikan dan
disosialisasikan dengan menggerus sikap mental paternalistik dan ewuh-
pakewuh yang berlebih-lebihan pada sebagian masyarakat akademik
yang mengidap tradisi lapuk, terutama dalam paradigma patron-client
relationship yang mendarah-daging.

3. Kebebasan Akademik
Pengertian tentang “Kebebasan Akademik” yang dipilih oleh 144 orang
(65,7%) responden adalah kebebasan yang dimiliki oleh pribadi-pribadi
anggota sivitas akademika (mahasiswa dan dosen) untuk bertanggung
jawab dan mandiri yang berkaitan dengan upaya penguasaan dan
pengembangan Iptek dan seni yang mendukung pembangunan nasional.
Kebebasan akademik meliputi kebebasan menulis, meneliti,
menghasilkan karya keilmuan, menyampaikan pendapat, pikiran, gagasan
sesuai dengan bidang ilmu yang ditekuni, dalam kerangka akademis
(Kistanto, et. al., 2000: 86).
“Kebebasan Akademik” berurat-berakar mengiringi tradisi intelektual
masyarakat akademik – tetapi kehidupan dan kebijakan politik acapkali
mempengaruhi dinamika dan perkembangannya. Dalam rezim
pemerintahan yang otoriter, kiranya kebebasan akademik akan sulit
berkembang. Dalam kepustakaan internasional kebebasan akademik
dipandang sebagai inti dari budaya akademik dan berkaitan dengan
kebebasan berpendapat (lihat CODESRIA 1996, Forum 1994, Daedalus
Winter 1997, Poch 1993, Watch 1998, Worgul 1992).
Dalam masyarakat akademik di Indonesia, kebebasan akademik yang
berkaitan dengan kebebasan berpendapat telah mengalami penderitaan
yang panjang, selama puluhan tahun diwarnai oleh pelarangan dan
pembatasan kegiatan akademik di era pemerintahan Suharto (lihat Watch
1998). Kini kebebasan akademik telah berkembang seiring terjadinya
pergeseran pemerintahan dari Suharto kepada Habibie, dan makin
berkembang begitu bebas pada pemerintahan Abdurrahman Wahid,
bahkan hampir tak terbatas dan “tak bertanggungjawab,” sampai pada
pemerintahan Megawati, yang makin sulit mengendalikan perkembangan
kebebasan berpendapat.
Selain itu, kebebasan akademik kadangkala juga berkaitan dengan sikap-
sikap dalam kehidupan beragama yang pada era dan pandangan
keagamaan tertentu menimbulkan hambatan dalam perkembangan
kebebasan akademik, khususnya kebebasan berpendapat.
Dapat dikatakan bahwa kebebasan akademik suatu masyarakat-bangsa
sangat tergantung dan berkaitan dengan situasi politik dan pemerintahan
yang dikembangkan oleh para penguasa. Pelarangan dan pembatasan
kehidupan dan kegiatan akademik yang menghambat perkembangan
kebebasan akademik pada lazimnya meliputi :
1. Penerbitan buku tertentu.
2. Pengembangan studi tentang ideologi tertentu.
3. Pengembangan kegiatan kampus, terutama demonstrasi dan
diskusi yang bertentangan dengan ideologi dan kebijakan
pemerintah atau negara.
2.2 PENGERTIAN ETOS KERJA, SIKAP TERBUKA DAN
KEADILAN DALAM PANDANGAN AGAMA ISLAM
2.2.1 Pengertian Etos Kerja
Pengertian etos kerja dalam Islam adalah seseorang yang
menanamkan pemikiran bahwa bekerja bukan hanya untuk dirinya,
tetapi juga sebagai bentuk dari amal saleh. Alhasil, orang tersebut
akan memperhatikan segala bentuk kehalalan dalam pekerjaannya.
Telah disebutkan terdahulu hakikat manusia terletak pada
eksistensinya. “Eksistensinya” berarti berpikir untuk mencipta yang
menghasilkan produk atau ciptaan. Dengan kata lain hakikat manusia
adalah kerja. Konsekuensi logisnya adalah berhenti bekerja hilang
hakikatnya sebagai manusia. Telah disebutkan pula bahwa Islam lebih
mementingkan amal dari pada gagasan atau terminal terakhir adalah
amal. Amal identik dengan kerja dan sekali lagi hakikat manusia
adalah kerja.
Alquran sendiri memandang amal itu begitu penting. Kata amal dan
berbagai kata yang seakar kata dengannya seperti ya’malun, ta’malun,
‘amila, i’malu dan yang sejenisnya disebut dalam Al-Quran sebanyak
192 kali. Kata amal shalih yang dirangkai dengan kata iman sebanyak
46 kali. Ini berarti hakikat manusia atas dasar pendekatan kebudayaan
maupun agama adalah sama yaitu terletak pada kerja atau amal.
Kesimpulan ini didukung oleh pepatah:
‫ا لعلم بال عمل كا لنخل بال عسل‬
(ilmu tanpa amal bagaikan lebah tanpa madu) atau
‫ا لعلم بال عمل كا لشجر بال ثمر‬
(ilmu tanpa amal bagaikan pohon tanpa buah).
Dengan demikian manusia yang tidak beramal atau tidak bekerja
hakikat kemanusiaannya tidak utuh, atau bahkan hilang hakikat
kemanusiaannya.
Supaya manusia tidak hilang hakikat kemanusiaannya, Rasulullah
mengajarkan kepada umatnya supaya terjauh dari sifat pemalas.
Demikian doa Rasul:
)‫للهم ا نى اعو ذ بك من الكسل والعجز والبخل (روا ه التر مذى عن زيد بن ارقم‬
(ya Allah sesungguhnya aku mohon perlindungan Engakau dari
kemalasan, kelemahan, dan kebakhilan. H.R at-Turmuzi dari ibn
Arqam (at-Turmuzi, V:226)).
Malas, lemah kepribadian dan bakhil adalah penghalang utama dalam
menumbuhkan etos apapun termasuk etos kerja. Sebaliknya Islam
memotifasi demikian bersemangat supaya setiap pemeluknya rajin
beramal atau bekerja. Allah berfirman:

Artinya :
“ Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya (pahala)
sepuluh kali lipat amalnya; dan Barangsiapa yang membawa
perbuatan jahat Maka Dia tidak diberi pembalasan melainkan
seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak
dianiaya (dirugikan) “.( QS Al An’am : 160 ).
Dalam ayat tersebut menunjukkan bahwa siapa yang beramal baik
pahalanya dilipatgandakan 10 kali lipat. Sebelas kali Allah berfirman
bahwa orang yang beramal baik itu berakhir dengan keberuntungan
(Abd al-Baqi, [t.th.]:668). Satu diantara

Artinya :
“ Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu,
sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu
mendapat kemenangan “. ( QS Al Hajj : 77 ).
Kata kemenangan dalam ayat itu sama dengan keberuntungan, dapat
diperhatikan dalam ayat berikut:

Artinya :
“ Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman “.(QS. Al
Mu’minun: 1)
Keberuntungan atau kemenangan dalam ayat tersebut dan ke 11 yang lain
dalam Al-Quran selalu berarti sebagai akibat dari amal baik.
Keberuntungan sebagai amal atau kerja bisa berupa pahala yang
dinikmati besok di hari akhirat kelak, bisa di kehidupan dunia sekarang.
Bahkan sesungguhnya, karena Islam tidak mengenal paham sekularisme,
yaitu pemisahan urusan dunia dan urusan akhirat (agama), justru setiap
urusan apapun dalam Islam selalu mengandung dimensi dunia dan
akhirat. Karena itu di dalam Islam dianjurkan mencari kebahagiaan dunia
dan kehidupan akhirat sekaligus. Allah berfirman:

Artinya :
“Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah
Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami
dari siksa neraka“. ( QS. Al Baqarah : 201 ).
Kebahagiaan (hasanah) tidak pernah datang begitu saja kepada seseorang
yang berpangku tangan. Hanya kerja keras kebahagiaan juga takkan
didapat. Tetapi kebahagiaan selalu merupakan perpaduan antara kerja
keras dan anugerah Allah. Karena itu Allah juga memerintahkan supaya
di dalam mencari kehidupan itu tidak setengah-setengah, dunia saja atau
akhirat saja, melainkan keduannya.

2.2.2 Pengertian Sikap Terbuka


Sikap terbuka dalam Islam berarti menerima perbedaan dan tidak
memandang rendah orang lain karena perbedaan yang mereka miliki.
Islam mengajarkan umatnya untuk bersikap terbuka terhadap semua
orang tanpa terkecuali. Rasulullah SAW sendiri sangat mementingkan
sikap terbuka dalam berinteraksi dengan semua orang. Beliau selalu
menghargai setiap orang tanpa memandang latar belakang mereka. Inti
sikap terbuka adalah jujur, dan ini merupakan ajaran akhlak yang penting
di dalam Islam. Lawan dari jujur adalah tidak jujur. Bentuk-bentuk tidak
jujur antara lain adalah korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Sebagai
bangsa, kita amat prihatin, di satu sisi, kita (bangsa Indonesia)
merupakan pemeluk Islam terbesar di dunia, dan di sisi lain sebagai
bangsa amat korup. Dengan demikian terjadi fenomena antiklimak.
Mestinya yang haq itu menghancurkan yang bathil, justru dalam tataran
praktis seolah-olah yang haq bercampur dengan yang bathil. Tampilan
praktisnya, salat ya, korupsi ya. Ini adalah cara beragama yang salah.
Cara beragama yang benar harus ada koherensi antara ajaran, keimanan
terhadap ajaran, dan pelaksanaan atas ajaran. Dapat dicontohkan di sini,
ajaran berbunyi:
Artinya :
“ ….Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji
dan mungkar…..” ( QS. Al ‘Ankabut : 45 ).
Manusia merespon terhadap ajaran (wahyu) itu dengan iman. Setelah itu
ia mewujudkan keimanannya dengan melakukan salat dan di luar
pelaksanaan salat mencegah diri untuk berbuat keji dan munkar.
Termasuk koherensi antara ajaran, iman, dan pelaksanaan ajaran adalah
jika terlanjur berbuat salah segera mengakui kesalahan dan memohon
ampunan kepada siapa ia bersalah (Allah atau sesama manusia). Jika
berbuat salah kepada Allah segera ingat kepada Allah dan bertaubat
kepada-Nya.
Artinya :
“ dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau
menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun
terhadap dosa-dosa mereka…. “ ( QS. Ali Imron : 135 ).
Jika berbuat salah kepada manusia segera meminta maaf kepadanya tidak
usah menunggu lebaran tiba. Pengakuan kesalahan baik terhadap Allah
maupun kepada selain-Nya ini merupakan sikap jujur dan terbuka.
Menurut Islam sikap jujur dan terbuka termasuk baik. Nabi bersabda:
‫ا ن ا لصد ق يهدى ا لى ا لبر وا ن ا لبر يهدى ا لى ا لجنة وا ن ا لرجل يصد ق حتى يكتب عند‬
‫ وا ن الرجل ليكذ ب‬.‫ وا ن ا لفجور يهدى ا لنا ر‬.‫ وا ن ا لكذ ب يهد ا لى ا لفجور‬.‫هللا صد يقا‬
)‫حتى يكتب عند هلل كذا با( متفق عليه‬
(Sesungguhnya jujur itu menggiring ke arah kebajikan dan kebajikan itu
mengarah ke surga. Sesungguhnya lelaki yang senantiasa jujur, ia
ditetapkan sebagai orang yang jujur. Sesungguhnya bohong itu
menggiring ke arah dusta. Dusta itu menggiring ke neraka. sesungguhnya
lelaki yang senantiasa berbuat bohong itu akan ditetapkan sebagai
pembohong. Muttafaq ‘alaih (an-Nawawi, [t.th.]:42)).

2.2.3 Pengertian Bersikap Adil


Adil adalah prinsip yang harus dimiliki oleh setiap insan, adil
merupakan sikap yang menempatkan sesuatu sesuai dengan kapasitas,
keperluan, dan kelayakan serta bebas dari sebuah diskriminasi.

Karena hakikatnya manusia itu memiliki keadilan dalam dirinya sendiri


yang harus dipahami, adil ini merupakan nilai-nilai yang dibawa oleh
islam untuk dijadikan sebagai pilar dalam kehidupan seorang pemimpin.
Adil dalam islam yaitu memutuskan sesuatu sesuai dengan hukum Allah,
senantiasa berpihak pada kebenaran dan tidak berat sebelah. Salah satu
sifat yang harus dimiliki seorang muslim dalam menegakkan sebuah
kebenaran, dalam Al-Qur'an sendiri banyak ayat yang Allah turunkan
untuk memerintahkan manusia untuk berbuat adil dalam segala hal.
Secara leksikal adil dapat diaritikan tidak berat sebelah, tidak memihak,
berpegang kepada kebenaran, sepatutnya, dan tidak sewenang-wenang
(Kamus Besar, l990 :6-7) Dari masing-masing arti dapat dicontohkan
sebagai berikut: (1) Cinta kasih seorang ibu terhadap putra-putrinya tidak
berat sebelah. (2) Dalam memutuskan perkara, seorang hakim tidak
memihak kepada salah satu yang bersengketa.(3) Di dalam menjalankan
tugasnya sebagai hakim, Hamid selalu berpegang kepada kebenaran. (4)
Sudah sepatutnya jika akhlaqul-karimah guru diteladani oleh murid.(5)
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang tidak berbuat sewenang-
wenang terhadap yang dipimpin. Dari masing-masing contoh ini dapat
disimpulkan bahwa sikap adil amat positif secara moral.
Karena sifat yang positif, tentu sikap adil didambakan oleh banyak orang.
Dalam contoh-contoh di atas, sikap adil bersikap positif atau
menguntungkan orang lain. Adil juga dapat dartikan tingkah laku dan
kekuatan jiwa yang mendorong seseorang untuk mengendalikan amarah
dan syahwat dan menyalurkannya ke tujuan yang baik
(al-Hufiy, 2000: 24). Dalam definisi ini dapat dipahami bahwa adil
adalah kondisi batiniah seseorang yang berbentuk energi. Energi ini
mendesak keluar untuk mengendalikan amarah dan kemauan-kemauan
hawa nafsu sehingga perbuatan yang keluar menjadi baik. Yang mestinya
orang itu menuruti hawa nafsu, karena kendali sikaprbuatannya menjadi
terarah, tidak merugikan diri sendiri dan orng lain.
Adil dapat diartikan menempatkan berbagai kekuatan batiniah secara
tertib dan seimbang (al-Hufiy, 2000 :26). Kekuatan yang dimaksud
adalah al-hikmah, asy-syaja’ah, dan al-‘iffa.al-Hikmah berarti
kecerdasan. Orang cerdas dapat membedakan antara yang benar dan
salah, baik dan buruk, haq dan batal secara tepat, tetapi belum tentu ia
selalu memilih yang benar, yang baik, dan yang haq. Asy-syaja’ah berarti
berani tanpa rasa takut. Al-‘ffah berarti suci. Ketiga sifat utma ini jika
tidak seimbang menjadi tidak baik. Orang amat cerdas atau genius tetapi
kecerdasannya dapat dijadikan alat untuk mengelabuhi orang lain karena
tidak ada ‘iffah di dalam dirinya. Orang selalu berani menangani setiap
masalah yang dihadapi, tentu akan menampakkan profil preman karena
tidak ada al-hikmah dan ‘iffah di dalam dirinya. Orang cerdas dan berani
lalu digunakan untuk mengeruk kekayaan negara secara tidak syah
adalah tidak baik karena tidak ‘iffah di dalam dirinya. Orang selalu hanya
memilih kesucian dalam semua suasana secara terang-terangan tentu
dapat membahayakan diri sendiri.
Jika antara al-hikmah, asy-syaja’ah, dan al-‘iffah berpadu secara
seimbang dalam diri seseorang, maka orang itu akan bersikap adil. Orang
berani melakukan sesuatu setelah ditimbang-timbang bahwa sesuatu itu
baik menurut akal dan menurut pertimbangan syariat juga baik . inilah
gambaran perbuatan adil. Berarti, ia berani berbuat karena benar. Orang
tidak berani berbuat juga karena benar, adalah bersikap adil, bukan
karena takut. Dengan dimikian adil adalah puncak dari ketiga sifat utama
tersebut.
Islam memandang sikap adil amat fundamental dalam struktur ajaran.
Kata adil dan berbagai turunannya seperti : ya’dilun, i’dilu, ‘adlun, dan
ta’dili diulang sebanyak 28 kali di dalam Alquran. Karena itu Allah
memerintah kepada kita supaya berlaku adil dalam semua hal. Allah
berfirman:
Artinya :
“...Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa...” (QS. Al
Maidah: 8).
Kata adil sinonim dengan al-qish. Kata ini dan berbagai derivasinya,
umpama: iqshitu, al-muqshitun, dan al-qashitun terulaqng sebanyak 25
kali dalam Alquran (‘Abd al-Baqiy, [t.th.] :P690). Kadang-kadang kata
adil dan kata al-qisht disebut secara besama-sama dan satu sama lain
berarti sama. Contohnya adalah:
Artinya :
“ dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang
hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu
melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar
Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah.
kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan,
dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-
orang yang Berlaku adil “. ( QS. Al Hujurat : 9 ).
Karena baik secara rasional maupun syariah bahwa sikap adil itu adalah
baik dan positif, tetapi di sisi lain kita merupakan pemeluk agama Islam
terbesar dunia dan di saat yang sama dikenal sebagai bangsa dengan
aneka predikat yang tidak baik seperti KKN (korupsi, kolusi, dan
nepotisme), maka untuk merubah citra buruk itu salah satu cara strategis
adalah membudayakan sikap adil dalam semua lapangan kehidupan.
Untuk mewujudkan sikap adil harus dilatih terus menerus secara
berkesinambungan, yang bererti pembiasaan berlaku adil. “Mulai
sekarang, mulai yang sederhana, dan mulai dari diri sendiri”,Inilah
komitmen untuk mulai pembiasaan berlaku adil. Jika langkah awal ini
dapat dilalui dengan baik, tentu mudah menjalar kepada orang lain,
apalagi kalau yang memulai komitmen itu adalah orang yang memiliki
pengaruh di masyarakat di mana ia berada karena salah satu naluri
manusia adalah meniru idola. Jika idola tidak bersikap adil, tentu para
fansnya akan meniru tidak adil pula.
Dalam Islam orang yang paling pantas untuk di dudukkan sebagai idola
untuk ditiru dan diteladani adalah Rasulullah SAW. Allah berfirman yang
artinya :
“ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah “. ( QS. Al
Ahzab : 21 ).
Selain itu ‘Aisyah, istri Rasulullah, menyebutkan bahwa akhlak beliau
adalah Al-Quran “kana khuluqulm Al-Quran” (H.R Muslim dari
‘Aisyah). Kiranya terlalu pantas jika idola pertama seluruh umat Islam
adalah Rasulullah. Hingga sekarang Rasulullah adalah orang yang paling
berpengaruh di dunia (rangking pertama) dari seratus orang yang paling
berpengaruh di dunia (Hart, 1982:4). Cukup banyak contoh-contoh sikap
adil yang ditampakkan oleh Rasulullah, antara lain:
An-Nu’man bin Basyir mengatakan, “Ayahku memberi sesuatu
pemberian kepadaku. Lalu ibuku Amrah bin Rawahah berkata, “Aku
tidak rela sebelum engkau persaksikan hadiah itu di hadapan Rasulullah
SAW”.
Ayahku lalu menghadap Rasulullah SAW dan berkata, “Ya Rasulullah,
sesungguhnya aku telah membarikan suatu pemberian kepada anakku
dari Amrah bin Rawahah. Kemudian aku diperintahkannya supaya
bersaksi kepada Tuan!”
Rasulullah SAW lalu berkata, “Apakah engkau juga telah memberi
kepada semua anakmu pemberian seperti ini?”
An-Nu’man menjawab, “Tidak”.
Beliau lalu bersabda, “bertaqwalah kepada Allah dan berlaku adillah
terhadap anak-anakmu!”
Kemudian ayahku pulang dan menarik kembali pemberiannya.
Dan ada orang perempuan Makhdzumiyyah mencuri. Mereka berkata,
“Siapakah yang akan membicarakan hal ini kepada Rasulullah SAW?”
Tidak ada seorangpun yang berani kecuali (kekasih wanita itu) Usman
bin Zaid r.a. Lalu ia membicarakan hal tersebut dengan Rasulullah SAW.
Beliau berkata, “Apakah kamu akan bertindak sebagai pembela dalam
pelanggarana hukum Allah?” Kemudian Rasulullah SAW berdiri serta
berkhotbah. Di antara isi khotbahnya beliau bersabda, “Sesungguhnya
yang membinasakan orang-orang sebelum kamu adalah apabila ada
seorang dari golongan bangsawan mencuri, mereka biarkan saja, tetapi
bila yang mencuri itu dari golongan bawah (lemah), dia dijatuhi
hukuman. Demi Allah andaikata Fatimah putri Muhammad mencuri,
pasti akan kupotong tangannya.” (Al-hufiy, 2000:189)
Dan masih banyak contoh lain tentang keadilan Rasulullah.
2.3. Fungsi dan Tujuan Etos Kerja, Sikap Terbuka, Keadilan
dalam Islam
2.3.1 Fungsi dan Tujuan Etos Kerja
Fungsi Etos Kerja lainnya adalah:
1. Menghasilkan pekerjaan yang baik dan memuaskan
2. Meningkatkan produktivitas serta efisiensi dalam bekerja
3. Menciptakan suasana dan lingkungan kerja yang kondusif
4. Menumbuhkan kerja sama tim yang solid.
Sedangkan dari sudut pandang Islam, ada beberapa tujuan dari etos kerja
adalah:
1. Mardhatillah sebagai tujuan luhur
2. Mencari nafkah
3. Menjamin masa depan anak cucu

2.3.2 Fungsi dan tujuan Sikap Terbuka


1. Dapat menerima perbedaan pada setiap orang baik itu dari
agama,suku, ras,warna kulit dll
2. Menghargai semua orang tanpa terkecuali
3. Bersikap adil dalam segala hal

2.3.3 Fungsi dan tujuan Adil


Tujuan Berperilaku Adil
Tujuan berbuat adil adalah untuk menciptakan keharmonisan dan
kesinergian hidup dalam menjalankan kehidupan. Berbuat adil harus
dilakukan kepada siapapun, baik terhadap diri sendiri, orang lain, seluruh
ciptaan Allah, dan Allah SWT sendiri.

Fungsi berperilaku adil


1. Mencegah Perpecahan. Jika bersikap tidak adil maka akan terjadi
perselisihan. Mereka yang merasa dirugikan pasti akan tentu akan
berusaha melawan dan akhirnya, keduanya akan saling
menjatuhkan dan tidak harmonis.
2. Mempermudah Segala Urusan. Mereka yang adil akan
menempatkan segala hal sesuai porsinya tanpa ada penyimpangan
sehingga tidak memiliki beban yang harus dipikul.
3. Meminimalisir Kecemburuan Sosial. Dengan berperilaku adil
maka akan mengurangi kecemburuan sosial di masyarakat, mereka
secara mudah akan menyadari hak dan kewajibannya. Kehidupan
bermasyarakat juga menjadi lebih rukun dan sejahtera. Bahkan
rasa saling percaya juga akan mudah ditumbuhkan selama bersikap
adil.
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Budaya akademik dalam pandangan Islam adalah suatu tradisi atau
kebiasaan yang berkembang dalam dunia Islam menyangkut persoalan
keilmuan. Atau dalam bahasa yang lebih sederhana adalah tradisi ilmiah
yang dikembangkan Islam. Di antara poin-poin pentingnya adalah
pertama, tentang penghargaan Al-quran terhadap orang-orang yang
berilmu, di antaranya adalah:
1. 1.Wahyu Al-quran yang turun pada masa awal mendorong manusia
untuk memperoleh ilmu pengetahuan.
2. Tugas Manusia sebagai khalifah Allah di Bumi akan sukses kalau
memiliki ilmu pengetahuan.
3. Muslim yang baik tidak pernah berhenti untuk menambah ilmu.
4. 4.Orang yang berilmu akan dimuliakan oleh Allah SWT.

Di samping memberikan apresiasi terhadap orang yang berilmu poin


penting lain yang dijelaskan Al-quran adalah bahwa:
1. Iman seorang muslim tidak akan kokoh kalau tidak ditopang
dengan ilmu, demikian juga dengan amal shalih.
2. Tugas kekhalifahan manusia tidak akan dapat sukses kalau tidak
dilandasi dengan ilmu.
3. Karakter seorang muslim yang berbudaya akademik adalah; orang
yang selalu mengingat Allah yang disertai dengan ikhtiar untuk
selalu menggunakan akalnya untuk memikirkan ciptaan Allah
SWT. Serta selalu berusaha menambah ilmu dengan membuka diri
terhadap setiap informasi yang baik dan kemudian memilih yang
terbaik untuk dijadikan pegangan dan diikutinya.
Budaya akademik akan dapat terwujud dengan syarat sikap-sikap positif
juga dimiliki. Di antara sikap positif yang harus dimiliki adalah etos kerja
yang tinggi, sikap terbuka dan berlaku adil. Arti penting dari ketiga sikap
tersebut dapat diringkas sebagai berikut:
Untuk dapat meningkatkan etos kerja seorang muslim harus terlebih
dahulu memahami tugasnya sebagai manusia yaitu sebagai khalifah Allah
SWT di muka dan juga sebagai hamba yang berkewajiban untuk
beribadah kepada Allah SWT. Beberapa petunjuk Al-quran agar dapat
meningkatkan etos kerja antara lain;
1. Mengatur waktu dengan sebaik-baiknya.
2. Bekerja harus sesuai dengan bidangnya dan ini harus diberi catatan
bahwa etos kerja yang tinggi tidak boleh menjadikan orang
tersebut lupa kepada Allah SWT.

Sikap positif selanjutnya adalah sikap terbuka atau jujur; Seseorang tidak
mungkin akan dapat meraih keberhasilan dengan cara mempunyai etos
kerja yang tinggi kalau tidak memiliki sikap terbuka dan jujur. Karena
orang yang tidak terbuka maka akan cenderung menutup diri sehingga
tidak dapat bekerja sama dengan yang lain. Apalagi kalau tidak jujur
maka energinya akan tersita untuk menutupi ketidakjujuran yang
dilakukan. Maka Al-quran dan Hadis memberi apresiasi yang tinggi
terhadap orang yang terbuka dan jujur.
Buah dari keterbukaan seseorang maka akan melahirkan sikap adil.
Makna adil yang diperkenalkan Al-quran bukan hanya dalam aspek
hukum melainkan dalam spektrum yang luas. Dari segi kepada siapa
sikap adil itu harus ditujukan Al-quran memberi petunjuk bahwa sikap
adil di samping kepada Allah SWT dan orang lain atau sesama makhluk
juga kepada diri sendiri.
3.2 SARAN
Untuk menuntut dan mengamalkan budaya akademis, sikap etos kerja,
sikap terbuka, dan keadilan harus kita dasar dengan keimanan dan
ketakwaan kepada Allah swt agar dapat memberikan jaminan
kemaslahatan bagi kehidupan serta lingkungan sekitar kita.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Fattah, "Memaknai Jihad dalam Al-Qur'an dan Tinjauan

Abi Daud, Sunan Abi Daud, Jilid. ke-2, Beirut: Dar al-Fikr, 1996. Abi
Ummu Salmiyah, Etika kerja dalam Islam, (dalam www.spesialis-

Al-Bukhari, al Jami'ah al-Shahih al-Mukhtashar, Jilid 1.

Historis Penggunaan Istilah Jihad dalam Islam," Jurnal Pendidikan


Agama Islam, Volume 3. No. 1 Juli- Desember, 2016.

torch.com. 2008), diakses pada tanggal 10 November 2021. Abu Abdillah


Muhammad bin Ismail, Shahih Bukhari, Juz 3, Kairo: Dar al-Turuq
al- Najah, 1313 H.

Anda mungkin juga menyukai