Filsafat Ilmu
Dosen Pengampu:
Disusun oleh :
Sri Ida Nur Aini (21105038)
M. Muzakky Al Murtadlo (21105039)
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................
DAFTAR ISI ................................................................................................
BAB I ..........................................................................................................
PENDAHULUAN ........................................................................................
A. Latar Belakang .........................................................................................
B. Rumusan Masalah ....................................................................................
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................
BAB II .........................................................................................................
PEMBAHASAN ...........................................................................................
A. Konsep ilmu .............................................................................................
B. Pengertian integrasi keilmuan...................................................................
C. Model integrasi keilmuan .........................................................................
BAB III
12 PENUTUP ...............................................................................................
A. Kesimpulan ..............................................................................................
B. Saran ........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Integrasi ilmu antara agama dan sains bukan sesuatu yang tidak dapat dilakukan. Namun,
mengingat bahwa semua keilmuan lahir dari basis ontologis, epistemologisdan aksiologis, dan
ternyata basis keilmuan Islam dan sains berbeda, maka diperlukan langkah langkah tertentu
sehingga tercapai tujuan-tujuan tersebut. Untuk mencapai hal tersebut tidak cukup dengan
memberi gambaran ayat al-Qur‘an pada setiap penemuan dan keilmuan, memberikan label Arab
atau Islam pada istilah-istilah keilmuan dan sejenisnya, tetapi perlu ada perubahan paradigma pada
basis-basis keilmuan, agar sesuai dengan basis-basis yang ditetapkan keilmuan Islam yang
berkaitan dengan realitas,metafisik dan religious Bangunan integrasi antara ilmu agama dan umum
harus mempertimbangkan basis-basis tersebut. Secara ontologis harus mempertimbangkan adanya
realitas lain di samping realitas empirik. Secara epistemologis harus memperhatikan posisi wahyu
dan intuisi serta hubungan keduanya dengan rasio. Secara aksiologis harus mengarah pada tujuan-
tujuan tertentu yang tidak sekedar duniawi. Oleh sebab itu, dalam membangun integrasi ilmu
agama dan umum, hendaknya mempertimbangkan basis-basis keilmuan di atas: ontologis,
epistemologis dan aksiologis. Tidak hanya memberikan justifikasi ayat atau hadis. Sebab, semua
itu hanya bersifat semu bukan yang sesungguhnya, sehingga hanya berupa labelisasi ayat dan
bukan integrasi keilmuan.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana definisi dari integrasi ilmu ?
2. Bagaimana model dari integrasi ilmu ?
3. Bagaimana langkah langkah integrasi ilmu ?
C. Tujuan
1. Mengetahui tentang definisi dari integrasi ilmu.
2. Mengetahui tentang model model dari integrasi ilmu.
3. Mengetahui apa saja langkah langka dari integrasi ilmu.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian Integrasi Ilmu
Menurut Mulyadhi, integrasi ilmu pengetahuan adalah proses mengaitkan dirinya pada
prinsip tauhid. Sasaran integrasi ilmu adalah pencari ilmu, bukan ilmu itu sendiri. Karena yang
menentukan adalah manusia, maka manusialah yang akan menghayati ilmu. Penghayatan para
pencari ilmu itulah yang menentukan, apakah ilmunya berorientasi pada nilai-nilai Islam ataukah
tidak. Upaya integrasi ilmu berarti pembebasan ilmu dari penafsiran-penafsiran yang didasarkan
pada ideologi sekular. Yaitu menggeser dan menggantinya dengan pemahaman-pemahaman yang
mengacu pada pesan-pesan Islam ketika menelaah dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Kata
kunci konseps integrasi ilmu adalah semua pengetahuan yang benar berasal dari Allah. Untuk
membangun format keilmuan yang bersifat penggabungan yang tidak membedakan ilmu umum
dan ilmu agama dapat dilakukan dengan cara menempatkan al-Quran dan al-Hadist bukan sebagai
petunjuk ritual dan spiritual belaka, melainkan memuat aspek-aspek kehidupan yang bersifat
global.
Integrasi ilmu adalah penggabungan struktur ilmu. Struktur keilmuan keseluruhan
seharusnya diubah. Struktur ilmu tidak memisahkan cabang ilmu agama dengan cabang ilmu hasil
observasi, eksperimen dan penalaran logis. Struktur bangunan keilmuan yang integratif adalah
antara kajian yang bersumber dari ayat-ayat qauliyah,Al-Quran hadist, dan ayat-ayat kauniyah,
hasil observasi, eksperimen dan penalaran logis. Untuk dapat memahami nilai-nilai kewahyuan,
umat Islam harus memanfaatkan ilmu pengetahuan. Tanpa ilmu pengetahuan dalam upaya
memahami wahyu, umat Islam akan terus tertinggal oleh umat lainnya Realitasnya saat ini, ilmu
pengetahuanlah yang amat berperan dalam menentukan tingkat kemajuan umat manusia. Menurut
Mahdi Ghulsyani, integrasi ilmu adalah menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dalam kaitannya dengan
ilmu pengetahuan modern. Tujuan utamanya adalah untuk menunjukkan mukjizat al-Qur’an
sebagai sumber segala ilmu, dan untuk menumbuhkan rasa bangga kaum muslimin karena telah
memiliki kitab yang sempurna ini. Pandangan yang menganggap bahwa al-Qur’an sebagai sebuah
sumber seluruh ilmu pengetahuan ini bukanlah sesuatu yang baru, sebab kita mendapati banyak
ulama besar kaum muslim terdahulu pun berpandangan demikian. Di antaranya adalah Imam al-
Ghazali, dalam bukunya Ihya ‘Ulum al-Din, mengutip kata-kata Ibnu Mas’ud yang berarti jika
seseorang ingin memiliki pengetahuan masa lampau dan pengetahuan modern, selayaknya dia
merenungkan alQur’an. Selanjutnya beliau menambahkan bahwa seluruh ilmu tercakup di dalam
karya-karya dan sifat-sifat Allah, dan al-Qur’an adalah penjelasan esensi, sifat-sifat, dan
perbuatan-Nya. Tidak ada batasan terhadap ilmu-ilmu ini, dan di dalam al-Qur’an terdapat indikasi
pertemuan antara al-Qur’an dan ilmu-ilmu. Selain masalah ketertinggalan dalam ilmu
pengetahuan, hal terbesar yang dihadapi oleh umat Islam dewasa ini ialah berkaitan dengan
paradigma berpikir. Umat Islam masih berpikir secara tidak logis. Misalnya, dalam memahami al-
Qur’an, umat Islam masih mencari sisi mistik dari surat tertentu dan bukan untuk mengembangkan
wacana-wacana keimanan, kemanusiaan dan pengetahuan. Padahal Al Qur’an sangat akurat
dengan nilai-nilai keimanan, kemanusiaan, peradaban dan ilmu pengetahuan. Ulama dulu hampir
tidak mengenal istilah dikotomi atau penggabungan ilmu sehingga mereka banyak menguasai
ilmu-ilmu selain ilmu agama. Sebab, bagi mereka semua jenis ilmu berada dalam satu bangunan
pemikiran yang bersumber dari Allah SWT. Semuanya mengarah pada satu tujuan, yaitu mengenal
dan menyembah Allah SWT sesuai dengan kodrat diciptakannya manusia. Pemahaman seperti
itulah yang dimiliki oleh para ulama terdahulu, di masa-masa kejayaan Islam. Mereka tidak pernah
menggabungkankan antara ilmu agama dan ilmu umum.
Pengertian integrasi ilmu dapat dikatakan sebagai sikap profesionalisme atau kompetensi
dalam satu keilmuan yang bersifat duniawi di bidang tertentu dibarengi atau dibangun dengan
pondasi kesadaran ketuhanan. Kesadaran ketuhanan tersebut akan muncul dengan adanya
pengetahuan dasar tentang ilmu-ilmu Islam. Oleh sebab itu, ilmu-ilmu Islam dan kepribadian
merupakan dua aspek yang saling menopang satu sama lain dan secara bersama-sama menjadi
sebuah struktur bagi pengembangan sains dan teknologi. Bisa disimpulkan, integrasi ilmu berarti
adanya penguasaan sains dan teknologi dipadukan dengan ilmu-ilmu Islam dan kepribadian Islam.
Integrasi sinergis antara Agama dan ilmu pengetahuan secara konsisten akan menghasilkan sumber
daya yang handal dalam mengaplikasikan ilmu yang dimiliki dengan diperkuat oleh spiritualitas
yang kokoh dalam menghadapi kehidupan. Islam tidak lagi dianggap sebagai Agama yang kuno,
melainkan sebuah kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri di berbagai bidang kehidupan, dan
sebagai fasilitas untuk perkembangan ilmu dan teknologi.
Menurut Imam Munandar, konsep integralisme ilmu adalah sebuah paradigma unifikasi atau
menyatukan bagi ilmu-ilmu kealaman dan keagamaan, tidak hanya menyatukan ilmu ilmu tersebut
tetapi juga menjadi paradigma ilmu-ilmu kemasyarakatan dan kemanusiaan. Islam tidak hanya
menjadi sudut pandang atau pelengkap tetapi menjadi pengawal dari setiap perbuatan atau kerja
sains.
M. Amir Ali kemudian memberikan pengertian integrasi keilmuan:” Integrasi ilmu berarti
pengakuan bahwa semua pengetahuan yang benar berasal dari Allah dan semua ilmu harus
diperlakukan dengan rasa hormat yang sama apakah itu ilmiah atau wahyu. Kata kunci konsepsi
integrasi keilmuan berangkat dari premis bahwa semua pengetahuan yang benar berasal dari Allah
(semua ilmu yang benar adalah dari Allah). Dalam pengertian yang lain, M. Amir Ali juga
menggunakan istilah semua teori yang benar berasal dari Allah dan teori yang salah berasal dari
manusia sendiri atau diilhami oleh Setan. Dengan pengertian yang hampir sama Usman Hassan
menggunakan istilah “Ilmu adalah cahaya yang datangnya dari Allah“.
Konsep integrasi keilmuan juga berangkat dari doktrin keesaan Allah (tauhîd), sebagaimana
dikemukakan oleh Seyyed Hossein Nasr, seni dan ilmu pengetahuan dalam Islam didasarkan pada
gagasan persatuan, yang merupakan inti dari petunjuk muslim.
Doktrin keesaan Tuhan, atau iman dalam pandangan Isma’il Razi al Faruqi, bukanlah
semata-mata suatu kategori etika. Ia adalah suatu kategori kognitif yang berhubungan dengan
pengetahuan, dengan kebenaran proposisi-proposisinya. Karena sifat dari kandungan proposisinya
sama dengan sifat dari prinsip pertama logika dan pengetahuan, metafisika, etika, dan estetika,
maka dengan sendirinya dalam diri subjek ia bertindak sebagai cahaya yang menyinari segala
sesuatu.
Bagi al-Faruqi, mengakui Ketuhanan Tuhan dan keesaan berati mengakui kebenaran dan
kesatupaduan. Pandangan al-Faruqi ini memperkuat asumsi bahwa sumber kebenaran yang satu
berarti tidak mungkin terjadi adanya dua atau lebih sumber kebanaran. Ini sekaligus menjadi bukti
bahwa integrasi keilmuan memiliki kesesuaian dengan prinsip al tauhîd. Mengatakan bahwa
kebenaran itu satu, karenanya tidak hanya sama dengan menegaskan bahwa Tuhan itu satu,
melainkan juga sama dengan menegaskan bahwa tidak ada Tuhan lain kecuali Tuhan, yang
merupakan gabungan dari penafian dan penegasan yang dinyatakan oleh syahadah.
Al-Ghazali dan Ibn Khaldun menggunakan konsep ilmu yang integral dan holistik dalam
fondasi tauhid yang menurut Ismail al-Faruqi sebagai esensi peradaban Islam yang menjadi
pemersatu segala keragaman apapun yang pernah diterima Islam dari luar. Dikhotomi yang mereka
lakukan hanyalah sekedar penjenisan bukan pemisahan apalagi penolakan validitas yang satu
terhadap yang lain sebagai bidang disiplin ilmu. Akibatnya pada zaman klasik Islam tidak terdapat
dualisme. Demikianlah pengertian integrasi ilmu pengetahuan yang harus kita pahami dan
kemudian dapat dikembangkan dalam menatap era globalisasi. Ini merupakan tanggung jawab
moral ilmuwan dalam rangka menyelamatkan peradaban bangsa.