Anda di halaman 1dari 18

INTEGRASI ILMU ISLAM DAN KONSEP BERFIKIR

Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Islam Dalam
Disiplin Ilmu

Dosen Pengampu: Dr. Heni Ani Nuraeni, M.A

Kelompok 6
Nur Hasanah Bustami (1801025457)
Dea Putri Khairunnisa (1801025470)
Najwa Rini Hastari (1801025525)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS


KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2021

0
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan banyak nikmat,
taufik, dan hidayah, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Islam Dalam Disiplin
Ilmu yang berjudul Integrasi Ilmu Islam dan Konsep Berfikir dengan baik tanpa ada
halangan yang berarti.

Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal berkat kerjasama dan bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada
segenap pihak yang telah berkontribusi secara maksimal dalam penyelesaian makalah ini.

Meski telah disusun secara maksimal, namun penulis sebagai manusia biasa
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Karena kesempurnaan
hanya milik Allah SWT.

Demikian apa yang dapat penulis sampaikan. Harapan penulis semoga makalah
ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.

Jakarta, 10 Juli 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................... ii
BAB I................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................ 1
A. Latar Belakang....................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 2
C. Tujuan .................................................................................................................... 2
BAB II .............................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN............................................................................................................... 3
A. Konsep dan Metode Berpikir................................................................................. 3
B. Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Ilmu ......................................................... 7
C. Integrasi Tauhid dalam Konsep Berpikir .............................................................. 9
BAB III ........................................................................................................................... 13
PENUTUP ...................................................................................................................... 13
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 13
A. Saran .................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qurán dan Hadits Nabi memerintahkan mengembangkan ilmu pengetahuan
dengan cara memikirkan ciptaan langit dan bumi, menyuruh untuk berpikir, mengamati,
dan meneliti alam semesta. Al-Qurán menantang manusia untuk meneliti alam semesta
hingga sekecil- kecilnya. Misalnya, QS. Al-Ghasiyah, (88): 17-30: “Tidakkah mereka
perhatikan bagaimana unta diciptakan, langit ditinggikan, gunung ditegakkan dan bumi
dihamparkan”. Ayat-ayat tersebut jika diresapi maknanya secara mendalam, sebenarnya
merupakan perintah dan anjuran mengggali ilmu pengetahuan seluas-luasnya dengan
melakukan riset terhadap alam semesta. Persoalannya adalah, bahwa selama ini para
ilmuan seperti; ahli biologi, kimia, fisika, sosiologi, psikologi dan seterusnya, dalam
mengembangkan dan meneliti alam semesta belum mengacu kepada ayat-ayat al-Qur’an.

Sementara kebanyakan para ulama yang menekuni al-Qurán dan Hadits berhenti
pada kajian teks saja, belum sampai melahirkan semangat untuk meneliti alam semesta
ciptaan Allah secara ilmiah sebagaimana yang dipesan al-Qurán. Masih akrab di telinga
kita istilah dikotomi ilmu agama dan sains (ilmu umum). Ilmu agama Islam adalah ilmu
yang berbasiskan wahyu, hadits Nabi dan ijtihad para Ulama. Misalnya; ilmu fiqh, ilmu
tauhid, ilmu tasawuf, Ilmu tafsir, ilmu hadits, sejarah peradaban Islam dan lain
sebagainya. Sedang sains (ilmu umum) adalah ilmu yang berbasiskan penalaran manusia
berdasarkan data yang empiris melalui penelitian. Seperti; matematika, astronomi,
biologi, kimia, kedokteran, antropologi, ekonomi, sosiologi, psikologi dan lain
sebagainya. Keduanya mempunyai wilayah masing-masing, terpisah antara satu dengan
lainnya, baik dari segi objek formal-material, metode penelitian, kriteria kebenaran, dan
juga peran yang dimainkan.1

(Fathul Mufid, 2013)

1
Fathul Mufid. (2013). Integrasi Ilmu-Ilmu Islam. Equilibrium, 1(1), 55–71.
http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/equilibrium/article/view/200

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep berfikir sebagai mother of science dan metode berfikir
rasional, sistematis, kritis dan radikal?
2. Apa perbedaan ontolog, epistemologi dan aksiologi ilmu?
3. Bagaimana cara penerapan berfikir yang rasional, sistematis, analitis dan
terintegrasi tauhid?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep berfikir sebagai mother of science dan mode berfikir
rasional, sistematis, kritis dan radikal,
2. Untuk mengetahui perbedaan ontologi, epistemologi dan aksiologi ilmu,
3. Untuk mengetahui cara penerapan berfikir yang rasional, sistematis, analitis dan
terintegrasi tauhid.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep dan Metode Berpikir


a. Definisi dan Ciri Sains

Pengetahuan semakna dengan kata knowledge yang berarti sejumlah informasi yang diperoleh
manusia melalui pengamatan, pengalaman dan penalaran. Sedang ilmu (science) lebih menitik
beratkan pada aspek teoritisasi dan verifikasi dari sejumlah pengetahuan yang diperoleh dan dimiliki
manusia, sementara pengetahuan tidak mensyaratkan teoritisasi dan pengujian tersebut. Meskipun
begitu, pengetahuan adalah menjadi landasan awal bagi lahirnya ilmu. Tanpa didahului oleh
pengetahuan, ilmu tidak akan ada dan tidak mungkin ada. Dengan demikian, ilmu dalam arti science
dapat dibedakan dengan ilmu dalam arti knowledge.2 (Murtiningsih, 2015)

The Liang Gie mendefinisikan ilmu adalah rangkaian aktivitas penelaahan untuk mencari
penjelasan, atau suatu metode untuk memperoleh pemahaman secara rasional-empiris mengenai
dunia ini dalam berbagai seginya, dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan
berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia. Pengetahuan ilmiah mempunyai 5 ciri pokok yaitu:

a) Empiris (berdasarkan pengamatan dan percobaan).


b) Sistematis (mempunyai hubungan ketergantungan dan teratur).
c) Obyektif (bebas dari prasangka perseorangan).
d) Analitis (berusaha membedakan pokok soalnya ke dalam bagian-bagian yang terperinci).
e) Verifikatif (dapat diperiksa kebenarannya oleh siapapun juga).3

(Wardani, 2019)

b. Sumber Sains Islam

M. Amin Abdullah (2006: 191-192) mempunyai pandangan, bahwa semua ilmu yang disusun,
dikonsep, ditulis secara sistematis, kemudian dikomunikasikan, diajarkan dan disebarluaskan baik
lewat lisan maupun tulisan adalah ilmu Islam. Ilmu Islam adalah bangunan keilmuan biasa, karena
ia disusun dan dirumuskan oleh ilmuan agama, ulama, fuqaha, mutakallimin, mutasawwifin,
mufassirin, muhadditsin, dan cerdik pandai pada era yang lalu untuk menjawab tantangan

2
Murtiningsih, R. S. (2015). Islam and Modernity: a Construction According To Bellah’S and Rahman’S Thought.
Dharmasmrti: Jurnal Ilmu Agama Dan Kebudayaan, 14(27), 11–16. https://doi.org/10.32795/ds.v14i27.40
3
Wardani, W. (2019). Integrasi Ilmu Keislaman Dan Filsafat: Perspektif Filsafat Ilmu. Jurnal Ilmiah Ilmu Ushuluddin,
18(1), 1. https://doi.org/10.18592/jiiu.v18i1.3014

3
kemanusiaan dan keagamaan saat itu, seperti halnya ilmu-ilmu yang lain. Ilmu Islam memiliki empat
sumber yang jika digali secara ilmiah, semuanya akan melahirkan ilmu Islam, yaitu:

a) Al-Qur’an dan Sunnah

Al-Qur’an dan sunnah merupakan sumber ilmu-ilmu Islam yang di dalamnya ditemukan unsur-
unsur yang dapat dikembangkan untuk membentuk keberagamaan, konsep, bahkan teori yang dapat
difungsikan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi umat. Mengingat sifatnya
sebagai unsur esensial, maka di dalam Al-Qur’an dan sunnah beberapa ilmu sosial maupun ilmu
alam hanya ditemukan unsur-unsur dasar baik dalam bentuk konsep besar atau teori besar (grand
concept or grand theory). Memposisikan Al-Qur’an dan sunnah sebagai grand concept or grand
theory mengandung arti bahwa keduanya berkedudukan sebagai sumber ajaran, baik sebagai sumber
teologis maupun etis. Sebagai sumber, Al-Qur’an dan sunnah berisi konsep dasar yang melalui suatu
proses sangat potensial bagi pengembangan dan pemberdayaan ilmu-ilmu Islam.

Al-Qur’an sesungguhnya menyediakan kemungkinan yang sangat besar untuk dijadikan sebagai
cara berfikir atau metode memperoleh ilmu yang dinamakan paradigma Al-Qur’an. Paradigma Al-
Qur’an untuk perumusan teori adalah pandangan untuk munjadikan postulat normatif agama (al-
Qur’an dan as-Sunnah) menjadi teori untuk mendapatkan ilmu. Seperti diketahui, ilmu didapatkan
melalui konstruksi pengalaman sehari-hari secara terorganisir dan sistematik. Oleh sebab itu, norma
agama sebagai pengalaman manusia juga logis dapat dikonstruksikan menjadi metode memperoleh
ilmu. Pengembangan eksperimen-eksperimen ilmu pengetahuan yang berdasar pada paradigma Al-
Qur’an jelas akan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan umat manusia. Kegiatan itu mungkin
akan menjadi tambahan baru bagi munculnya ilmu- ilmu alternative. Jelaslah bahwa premis-premis
normative Al-Qur’an dapat dirumuskan menjadi teori-teori empiris dan rasional. Sebab proses
semacam ini pula yang ditempuh dalam perkembangan ilmuilmu modern yang kita kenal sekarang
ini. Berangkat dari ide-ide normatif, perumusan ilmu-ilmu dibentuk sampai kepada tingkat yang
empiris.

b) Alam dan Semesta (Afaq)

Al-Qur’an menganjurkan manusia untuk memperhatikan alam raya, langit, bumi, lautan dan
sebagainya, agar manusia mendapat manfaat ganda, yakni:

 Menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan, dengan ini manusia akan lebih beriman dan
mempunyai pedoman hidup dalam menjalankan segala aktifitasnya.
 Memanfaatkan segala sesuatu untuk membangun dan memakmurkan bumi di mana dia hidup.
Tuhan telah memilih manusia sebagai khalifah di bumi dengan dibekali indra, akal, hati dan

4
pedoman wahyu (Al-Qur’an) dan penjelasannya (as-Sunnah). Manusia dengan indra dan akalnya
dapat memperhatikan fenomena alam yang dapat diteliti dan diobservasi, sehingga didapati
bermacam-macam informasi ilmu. Manusia dengan akal dan hatinya juga dapat mengkaji
rahasia-rahasia Al-Qur’an yang telah banyak menyinggung berbagai ilmu yang akan hadir di
masa yang akan datang demi kemakmuran manusia. Al-Qur’an mengisyaratkan ilmu-ilmu
kealaman yang kini telah bermunculan dan berkembang, antara lain :
a. Kosmologi, Al-Qur’an mengisyaratkan antara lain tentang proses dasar pembentukan alam
semesta dan komposisi planet dan jagad raya (QS. Fushshilat, (41): 11-12), orbit matahari dan
bulan (QS. Al-Anbiya’, (21): 33 dan QS. Yasin, (36): 40), isyarat manusia dapat menembus
langit (QS. Al-Rahman, (55): 33).
b. Astronomi, ayat al-Qur’an yang meyinggung antara lain tentang: langit dan bumi tak bertiang
(QS. Al-Ra’d, (13): 2-3, QS. Al-Nazi’at, (79): 28), keteraturan dan keseimbangan (QS.
Ibrahim, (14): 33, QS. Al-Rahman, (55): 5), gerakan benda-benda samawi yang ada dalam
garis edarnya (QS. Yasin, (36): 38-40, QS. Yunus, (10): 5-6).
c. Fisika, al-Qur’an menyinggung tentang sifat cahaya bulan dan matahari (QS. Al-Furqan, (25):
61, QS. Yunus, (10): 5-6), fungsi cahaya dalam berbagai medan (QS. Al-Hadid, (57): 13, QS.
Al-Tahrim, (66): 8, QS. Al-Taubah, (9): 32), tenaga panas atau kalor (QS. Al-Kahfi, (18): 96,
QS. Al-Ra’ad, (13): 17, QS. Al-Rahman, (55): 35), tenaga listrik (QS. Al-Baqarah, (2): 19-
20, QS. Al-Ra’d, (13): 12-13).
d. Matematika, al-Qur’an menyinggung tentang pengetahuan angka-angka (QS. Al-Kahfi, (18):
11-12, QS. Al-Kahfi, (18): 9), perkalian dan perhitungan bilangan (QS. Maryam, (19): 84, QS
Maryam, (19): 94-95).
e. Geografi, al-Qur’an menyinggung tentang fungsi gunung yang mengokohkan gerakan bumi
dan mempertahankan dalam posisi mantap (QS. Al-Naml, (27): 61, QS. Al-Nahl, (16): 15),
kegunaan hutan dan tumbuhan (QS. Al-Naml, (27): 60, QS. Al-Nahl, (16): 10), pergantian
musim (QS. Yunus, (10): 5–6), air tawar dan asin menjadi satu dan tetap berpisah di lautan
lepas (QS. Al- Furqan, (25): 53).
f. Zoologi, al-Qur’an menyinggung tentang proses pembiakan binatang (QS. Al Najm, (53): 45-
46, QS. Al-Zukhruf, (43): 12, QS. Al-An’am, (6): 142- 144), masyarakat binatang (QS. Al-
An’am, (6): 38), perilaku binatang lebah, laba-laba, semut dan burung (QS. Al-Nahl, (16): 68-
69, QS. Al-Ankabut, (29): 41, QS. Al-Naml, (27): 18) (Baiquni, 1996: 29-40).

Tidak ada satu ayat pun dalam A-Qur’an yang bertentangan dengan hasil penemuan ilmiah yang
telah mapan. Kemajuan ilmu tidak hanya dinilai dengan apa yang dipersembahkan kepada
masyarakat, tetapi juga diukur dengan terciptanya suatu iklim yang dapat mendorong kemajuan ilmu.

5
Al-Qur’an telah menciptakan iklim tersebut dengan menjadikan ilmu sebagai bentuk kesadaran
muslim yang amat sentral, yang menengahi antara iman dan amal. Para ulama dalam hal ini, sering
mengemukakan perintah Allah SWT, langsung maupun tidak langsung kepada manusia untuk
berpikir, merenung, menalar dan sebagainya. Pada masa sekarang kita temukan banyak orang yang
mencoba menafsirkan beberapa ayat-ayat alQur’an dalam sorotan pengetahuan ilmiah modern.
Tujuan utamanya adalah untuk menunjukkan mu’jizat dalam lapangan keilmuan, untuk menyakinkan
orang-orang non muslim akan keagungan dan keunikan Al-Qur’an, serta untuk menjadikan kaum
muslim bangga memiliki kitab agung seperti itu. Namun perlu dipahami, bahwa pengembangan ilmu-
ilmu kealaman tidak mungkin dilakukan hanya dengan mengkaji teks Al- Qur’an maupun Hadits
dengan metode “Ijtihad”, tetapi harus dilakukan dengan cara observasi, riset dan eksperimen secra
terus menerus terhadap obyek-obyek tertentu, sehingga ditemukan apa yang disebut hukum alam (law
of nature).4

(Mufid, 2014)

c) Diri Manusia (Anfus)

Manusia ditakdirkan dan disetting oleh Allah agar mampu menemukan pengetahuan. Berbagai
perangkat kasar dan perangkat lunak telah Allah siapkan untuk tujuan itu. Dalam Islam, akal
merupakan kunci penugasan manusia sebagai khalifah di muka bumi, tanpa akal, manusia tidak dapat
dibebani dengan hukum-hukum syariat. Dari diri manusia (anfus) sebagai alam mikro, akan
melahirkan berbagai ilmu sosial maupun humaniora setelah dilakukan penelitian, observasi dan
ekperimen baik dari aspek fisik, psikis maupun sosiologis, seperti; ilmu kedokteran, ilmu kesehatan,
ilmu kebidanan, ilmu ekonomi, ilmu hayat, psikologi, sosiologi, sejarah, dan lain sebagainya. Al-
Qur’an telah menginformasikan bahwa, di antara tandatanda kebesaran Allah SWT, yang akan
ditampakkan kepada manusia adalah konstruksi alam semesta (afaq) dan diri manusia itu sendiri
(anfus). Firman Allah yang artinya: “Kami akan memperlhatkan kepada mereka tanda-tanda
(kebesaran) Kami di segenap penjuru alam dan diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka
bahwa al- Qur’an adalah benar.” (QS. Fusshilat, (41): 53).5

(Murtiningsih, 2015)

d) Sejarah (Qashash)

Sejarah sebagai sumber ilmu pengetahuan mengungkapkan peristiwa masa silam, baik peristiwa
politik, sosial, maupun ekonomi pada suatu negara, bangsa, benua, atau dunia. Peristiwa atau kejadiam

4
Mufid, F. (2014). Islamic Sciences Integration. QIJIS (Qudus International Journal of Islamic Studies), 2(2), 144–160.
5
Murtiningsih, R. S. (2015). Islam and Modernity: a Construction According To Bellah’S and Rahman’S Thought.
Dharmasmrti: Jurnal Ilmu Agama Dan Kebudayaan, 14(27), 11–16. https://doi.org/10.32795/ds.v14i27.40.
6
masa silam tersebut merupakan catatan yang diabadikan dalam laporan-laporan tertulis dan dalam
lingkup yang luas.

Sejarah dalam sisi luarnya tidak lebih dari rekaman peristiwa atau kejadian masa lampau pada riil
individu dan masyarakat, baik dalam aspek politik, sosial, ekonomi, budaya, agama dan sebagainya.
Sedangkan dari sisi dalamnya, sejarah merupakan suatu penalaran kritis dan cermat untuk mencari
kebanaran dengan suatu penjelasan yang cerdas tentang sebabsebab dan asal-usul segala sesuatu.
Suatu pengetahuan yang mendalam tentang bagaimana dan mengapa peristiwa- peristiwa itu terjadi.
Sejarah mengandung arti penafsiran dari peristiwa-peristiwa setelah menguji berbagai fakta dan
menyelidiki kronologi fakta tersebut. Seperti pada kritik tentang hadis, dalam pengelompokan
tingkatan hadis dan metodologi pengutipannya dari kitab-kitab hadis dikembangkan untuk memeriksa
kebenaran dan keaslian hadits. Hal tersebut (tatacara) sama dalam penelitian dan penilaian fakta-fakta
secara objektif dan sistematis yang diterapkan dalam studi sejarah.6

(Mufid, 2014)

Ada dua unsur pokok yang dihasilkan oleh analisis sejarah. Pertama, kegunaan dari konsep
periodesasi. Kedua, rekontruksi proses genesis, perubahan dan perkembangan. Dengan cara
demikian, manusia dapat dipahami secara kesejarahan. Melalui analisis sejarah pula diketahui bahwa
seorang tokoh dalam berbuat atau berpikir sesungguhnya dipaksa oleh keinginankeinginan dan
tekanan-tekanan yang bukan muncul dari drinya sendiri. Kita dapat melihat bagaimana tindakan-
tindakannya dipengaruhi, tidak cuma oleh dorongan internal yang berupa ide, keyakinan, konsepsi-
konsepsi awal yang tertanam dalam dirinya, tetapi juga dalam keadaan eksternal.

B. Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Ilmu


Filsafat ilmu dalam arti sempit, yang membicarakan kategori-kategori serta metode-metode
yang digunakan dalam ilmu-ilmu tertentu atau dalam kelompok ilmu-ilmu tertentu, seperti kelompok
ilmu-ilmu alam (natural science), kelompok ilmu teknis dan sebagainya. Filsafat ilmu-ilmu sosial
sendiri berkembang dalam tiga ragam, yaitu: metaideologi, metafistik dan metodologi disiplin ilmu.
Arti meta telah mengalami perkembang dari yang transenden (spekulatif) ke teorinya teori
(positivistik) dan sekarang berkembang ke etik (metafistik). Dalam arti normatif-moral (spekulatis),
filsafat ilmu berkembang ke etik obyektif universal (realisme). Filsafat ilmu berkembang dengan dua
fungsi, yaitu sebagai teori konfirmatif (confirmatory theories) dan teori penjelasan (theories of

6
Mufid, F. (2014). Islamic Sciences Integration. QIJIS (Qudus International Journal of Islamic Studies), 2(2), 144–160.

7
explanation). Yang pertama berupaya mendeskripsikan relasi normatif antara hepotesis dan bukti
(evidensi). Yang kedua berupaya menjelaskan berbagai fenomena kecil atau besar secara sederhana.7

(Filsafat & Kurikulum, 2021)

Filsafat yang mengkaji aspek epistemologi (filsafat pengetahuan) secara spesifik mengkaji
hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Wilayah yang menjadi telaah filosofis tentang ilmu menyentuh
tiga domain:

a. Ontologis

Ontologi seringkali diidentifikasikan dengan metafisika, yang juga disebut dengan proto-filsafat
atau filsafat yang pertama. Persoalan tentang ontologi menjadi pembahasan yang utama dalam
bidang filsafat, yang membahas tentang realitas. Ontologi ilmu yang mengajukan
pertanyaanpertanyaan filosofis berikut: obyek apa yang telah ditelaah ilmu? Bagaimana wujud hakiki
dari obyek tersebut? Bagaimana relasi obyek dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa
dan mengindera) yang menghasilkan ilmu pengetahuan?

b. Epistemologis

Epistemologi adalah nama lain dari logika material atau logika mayor yang membahas dari isi
pikiran manusia, yaitu pengetahuan. Epistemologi merupakan studi tentang pengetahuan, bagaimana
mengetahui benda-benda. Pengetahuan ini berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: cara
manusia memperoleh dan menangkap pengetahuan dan jenis-jenis pengetahuan.

Epistemologi sebagai cabang filsafat yang concern dengan hakikat dan skop pengetahuan,
asumsi dan dasarnya, serta reliabilitas pengetahuan. Epistemologi mencoba mengavaluasi secara
kritis ide common sense bahwa kita sering (atau selalu) memperoleh pengetahuan secara rasional
dengan dijustifikasi oleh dasar keyakinan yang dimiliki. Beberapa filsuf berupaya mempertahankan
ide common sense tersebut dengan argumen-argumen filosofis. Filsuf yang lain justru menempatkan
posisi penolakan tegas terhadap ide commen sense. Filsuf yang mengklaim tentang tidak mungkinnya
memperoleh pengetahuan, atau bahwa keyakinan kita tak dapat dibenarkan secara rasional,
mempertahankan sikap philosophical scepticism (skeptisisme filosofis). Etiene Gilson, misalnya,
beranggapan bahwa tidak ada masalah mengenai pengetahuan, sebab pertanyaan kritis tidak dapat
diakukan secara konsisten. Bagi kalangan skeptis epistemologi, ralisme adalah suatu pengandaian
pemikiran yang bersifat absolut dan setiap usaha untuk membenarkan realisme telah memberikan
konsesi atau menyerah. Epistemologi dalam filsafat ilmu mengajukan pertanyaan-pertanyaan

7
Filsafat, H., & Kurikulum, D. A. N. (2021). By. May. https://doi.org/10.13140/RG.2.2.20825.44641
Mufid, F. (2014). Islamic Sciences Integration. QIJIS (Qudus International Journal of Islamic Studies), 2(2), 144–160.
8
fundamental berikut: Bagaimana proses yang memungkinkan diperolehnya pengetahuan berupa
ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan
pengetahuan yang valid? Apa yang disebut dengan kebenaran itu? Apa kriterianya? Cara, teknik,
atau sarana apa yang membantu kita dalam pengetahuan berupa ilmu?

c. Aksiologis

Aksiologi adalah bidang yang menyelidiki nilai-nilai (value). Nilai dan implikasi aksiologi di
dalam pendidikan ialah pendidikan yang menguji dan mengintegrasikan semua nilai (nilai tindakan
moral, nilai ekspresi keindahan dan nilai kehidupan sosio-politik) di dalam kehidupan manusia dan
membinanya ke dalam kepribadian anak. Aksiologis yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan
berikut secara kritis: Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu tersebut digunakan? Bagaimana kaitan
antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah moral? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural
yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/ profesional? Aksiologi
dalam filsafat ilmu merupakan wacana filosofis tentang persoalan dilematis ilmu dan nilai (value)
tentang apakah ilmu merupakan entitas otonom dan tertutup (science is for the sake of science olny)
atau haruskah ia lebur dalam konteks.8

(Ontologi & Dan, 2016)

C. Integrasi Tauhid dalam Konsep Berpikir


Kemampuan berpikir rasional ini dianggap sangat penting oleh para ahli karena berhubungan
erat dengan kehidupan sehari-hari. Kemampuan berpikir rasional sangat dibutuhkan dalam
pemecahan masalah, terutama untuk masalah sehari-hari yang tidak terlalu sulit. Dalam pembelajaran
berpikir rasional dimaknai sebagai pemrosesan informasi secara sadar dan logis, pemikiran seperti ini
dibutuhkan untuk menganalisis dan mempertimbangkan informasi yang diperoleh untuk
menghasilkan sebuah pengetahuan utuh.9 (Pratiwi & Januardi, 2019)

Berpikir sistematis adalah kemampuan berpikir siswa untuk mengerjakan atau menyelesaikan
tugas sesuai dengan urutan, tahapan, langkah-langkah, atau perencanaan yang tepat, efektif, dan
efisien. Ketiga jenis berpikir tersebut sangat berkaitan. Seseorang dapat dikatakan berpikir sistematis,
maka ia harus berpikir secara analitis untuk memahami informasi yang digunakan. Kemudian, untuk

8
Ontologi, T. F., & Dan, E. (2016). Tinjauan Filsafati (Ontologi, Epistemologi Dan Aksiologi Manajemen Pembelajaran
Berbasis Teori Sibernetik. Edukasi, 1(2).
9
Pratiwi, N., & Januardi, J. (2019). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Rasional Mahasiswa Melalui Pembelajaran
Blended Learning Dengan Variabel Moderator Kemandirian Belajar. Jurnal Neraca: Jurnal Pendidikan Dan Ilmu
Ekonomi Akuntansi, 2(2), 23–39. https://doi.org/10.31851/neraca.v2i2.2686

9
dapat berpikir analitis diperlukan kemampuan berpikir logis dalam mengambil kesimpulan terhadap
suatu situasi.

Berpikir analitis adalah kemampuan berpikir siswa untuk menguraikan, memerinci, dan
menganalisis informasi-informasi yang digunakan untuk memahami suatu pengetahuan dengan
menggunakan akal dan pikiran yang logis, bukan berdasar perasaan atau tebakan. 10

(Pelajaran et al., 2006)

Kata tauhid berasal dari kata-kata wahhada, yuwahhidu, tauhidan, yang artinya mengesakan,
menyatukan. Jadi, tauhid adalah suatu agama yang mengesakan Allah. Arti kata tauhid adalah
mengesakan, yang dimaksud dengan mengesakan Allah Swt adalah dzat- Nya, sifat-Nya, asma‟-Nya
dan af‟al-Nya. Definisi tauhid secara bahasa arab merupakan bentuk masdar yang artinya menjadikan
sesuatu satu saja. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin mengatakan makna tauhid adalah
menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya.
Selama berabad abad Ulama telah terus menerus membahas ilmu secara intensif dan ekstentif.

Beragam definisi ilmu telah dikemukakan oleh para teolog dan fuqaha, filusuf dan para ahli
bahasa.18 Dalam karya Kamus Istilah Qur’an al-Raghib al-Isfahani mendefinisikan ilmu sebagai
“persepsi suatu hal dalam hakikatnya”. Ada juga yang dikemukakan oleh seorang ahli logika Athir
al-Din al-Abhari, baginya ilmu adalah menghampirnya “gambar” suatu benda dalam pikiran.
Sedangkan menurut al-Syarif al- Jurjani dalam bukunya “Ta’rifāt” mendefinisikan ilmu sebagai
tibanya minda pada makna sesuatu. Definisi ini dipertimbangkan oleh Ali Celebi Qinalizadeh sebagai
yang terbaik yang ia ketahui. Beragam definisi ilmu telah dikemukakan oleh para teolog dan fuqaha,
filusuf dan para ahli bahasa.18 Dalam karya Kamus Istilah Qur’an al-Raghib al-Isfahani
mendefinisikan ilmu sebagai “persepsi suatu hal dalam hakikatnya”.Ada juga yang dikemukakan oleh
seorang ahli logika Athir al-Din al-Abhari, baginya ilmu adalah menghampirnya “gambar” suatu
benda dalam pikiran. Sedangkan menurut al-Syarif al- Jurjani dalam bukunya “Ta’rifāt”
mendefinisikan ilmu sebagai tibanya minda pada makna sesuatu. Definisi ini dipertimbangkan oleh
Ali Celebi Qinalizadeh sebagai yang terbaik yang ia ketahui.

Definisi inilah yang lebih awal oleh Ibnu Sina dan al-Abhari dimana Professor Syed
Muhammad Naquib al-Attas telah sintesiskan dalam monografnya berjudul “The Concept of
Education in Islam”. Menurutnya, ilmu paling tepat didefinisikan sebagai tibanya makna dalam jiwa
sekaligus tibanya jiwa pada makna. Satu hal yang menjadi jelas dalam definisi gabungan ini; ilmu

10
Pelajaran, M., Sekolah, M., & Aliyah, M. (2006). 1 Depdiknas,. 1–10.

10
adalah tentang makna. Benda, fakta atau peristiwa apapun dikatakan diketahui oleh seseorang jika ia
bermakna baginya.

Dari beberapa definisi tersebut terdapat variasi pandangan yang menandakan luasnya makna
ilmu dalam Islam. Sedangkan ilmu menurut al-Faruqi adalah Islam itu sendiri. Karena ilmu
pengetahuan Islam tidaklah sama dengan ilmu pengetahuan Upanisad yang didapat dari seorang guru.
Juga bukan cahaya tiba-tiba dalam kesadaran Islam orang yang mengalami pengalaman mistis, meski
beberapa Sufi mendefinisikan demikian. Ilmu pengetahuan Islam menurutnya adalah pemahaman
rasional, sistematis dan analitis tentang setiap bidang realitas. Inilah pengetahuan praktis yang teruji,
yang membawa hasil dan membimbing kepada kebajikan, tujuan do’a Muslim, “Ya Allah, anugerahi
kami pengetahuan yang bermanfaat!”.

Definisi inila yang lebih awal oleh Ibnu Sina dan al-Abhari dimana Professor Syed
Muhammad Naquib al-Attas telah sintesiskan dalam monografnya berjudul “The Concept of
Education in Islam”. Menurutnya, ilmu paling tepat didefinisikan sebagai tibanya makna dalam jiwa
sekaligus tibanya jiwa pada makna. Satu hal yang menjadi jelas dalam definisi gabungan ini; ilmu
adalah tentang mana. Benda, fakta atau peristiwa apapun dikatakan diketahui oleh seseorang jika ia
bermakna baginya.

Dari beberapa definisi tersebut terdapat variasi pandangan yang menandakan luasnya makna
ilmu dalam Islam. Sedangkan ilmu menurut al-Faruqi adalah Islam itu sendiri. Karena ilmu
pengetahuan Islam tidaklah sama dengan ilmu pengetahuan Upanisad yang didapat dari seorang guru.
Juga bukan cahaya tiba-tiba dalam kesadaran Islam orang yang mengalami pengalaman mistis, meski
beberapa Sufi mendefinisikan demikian. Ilmu pengetahuan Islam menurutnya adalah pemahaman
rasional, sistematis dan analitis tentang setiap bidang realitas. Inilah pengetahuan praktis yang teruji,
yang membawa hasil dan membimbing kepada kebajikan, tujuan do’a Muslim, “Ya Allah, anugerahi
kami pengetahuan yang bermanfaat!”.11

(Ajar, 2005).

Surat An-Naba Ayat 6

َ ‫اَلَ ْم نَجْ َعل ْاْلَ ْر‬


‫ض مهٰ دًا‬

“Bukankah Kami telah menjadikan bumi sebagai hamparan

11
Ajar, N. B. (2005). Diterbitkan Oleh : Pokja Akademik UIN Sunan Yogyakarta 2005.

11
Surat An-Naba ayat 7

‫َّو ْالجبَا َل اَ ْوت َادًا‬

“dan gunung-gunung sebagai pasak?“


Surat Al-Baqarah ayat 164
ٍ‫س َم ۤاء م ْن َّم ۤاء‬ َّ ‫ّللاُ منَ ال‬ ٰ ‫اس َو َما ٓ اَ ْنزَ َل‬َ َّ‫ي فى ْالبَحْ ر ب َما يَ ْنفَ ُع الن‬ ْ ‫اخت ََلف الَّيْل َوالنَّ َهار َو ْالفُ ْلك الَّت ْي تَجْ ر‬ْ ‫ا َّن ف ْي خ َْلق السَّمٰ ٰوت َو ْاْلَ ْرض َو‬
ٍ ‫س َماء َو ْاْلَ ْرض َ ْٰل ٰي‬
َ‫ت لقَ ْو ٍم يَّ ْعقلُ ْون‬ ۤ َّ ‫س َّخر َبيْنَ ال‬ َ ‫س َحاب ْال ُم‬
َّ ‫صريْف الر ٰيح َوال‬ ۤ
ْ َ ‫ث ف ْي َها م ْن ُكل دَابَّ ٍة َّوت‬ َ ‫فَاَحْ َيا به ْاْلَ ْر‬
َّ ‫ض َب ْعدَ َم ْوت َها َو َب‬

“Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, kapal yang berlayar
di laut dengan (muatan) yang bermanfaat bagi manusia, apa yang diturunkan Allah dari langit berupa
air, lalu dengan itu dihidupkan-Nya bumi setelah mati (kering), dan Dia tebarkan di dalamnya
bermacam-macam binatang, dan perkisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan
bumi, (semua itu) sungguh, merupakan tanda- tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang
mengerti."

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengetahuan semakna dengan kata knowledge yang berarti sejumlah informasi yang diperoleh
manusia melalui pengamatan, pengalaman dan penalaran. Sedang ilmu (science) lebih menitik
beratkan pada aspek teoritisasi dan verifikasi dari sejumlah pengetahuan yang diperoleh dan dimiliki
manusia, sementara pengetahuan tidak mensyaratkan teoritisasi dan pengujian tersebut. Meskipun
begitu, pengetahuan adalah menjadi landasan awal bagi lahirnya ilmu. Tanpa didahului oleh
pengetahuan, ilmu tidak akan ada dan tidak mungkin ada. Dengan demikian, ilmu dalam arti science
dapat dibedakan dengan ilmu dalam arti knowledge.

Filsafat pengetahuan (Epistimologi) merupakan salah satu cabang filsafat yang mempersoalkan
masalah hakikat pengetahuan. Epistomogi merupakan bagian dari filsafat yang membicarakan
tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan asal mula pengetahuan, batas - batas, sifat sifat
dan kesahihan pengetahuan. Objeck material epistimologi adalah pengetahuan . Objek formal
epistemologi adalah hakekat pengetahuan. Dalam integrasi tauhid dalam konsep berfikir Arti kata
tauhid adalah mengesakan, yang dimaksud dengan mengesakan Allah Swt adalah dzat-Nya, sifat-
Nya, asma‟-Nya dan af‟al-Nya. Dalam konsep berfikir ada 3 macam yaitu :

1. Kemampuan berpikir rasionalnya sangat dibutuhkan dalam pemecahan masalah, terutama untuk
masalah sehari-hari yang tidak terlalu sulit.
2. Berpikir sistematis adalah kemampuan berpikir siswa untuk mengerjakan atau menyelesaikan
tugas sesuai dengan urutan, tahapan, langkah-langkah, atau perencanaan yang tepat, efektif, dan
efisien. Ketiga jenis berpikir tersebut sangat berkaitan.
3. Berpikir analitis adalah kemampuan berpikir siswa untuk menguraikan, memerinci, dan
menganalisis informasi-informasi yang digunakan untuk memahami suatu pengetahuan dengan
menggunakan akal dan pikiran yang logis.

A. Saran
Kami sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan sangat jauh
dari kesempurnaan. Tentunya kami akan terus memperbaiki makalah dengan mengacu pada sumber
yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan
saran tentang pembahasan makalah diatas.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ajar, N. B. (2005). Diterbitkan Oleh : Pokja Akademik UIN Sunan Yogyakarta 2005.

Fathul Mufid. (2013). Integrasi Ilmu-Ilmu Islam. Equilibrium, 1(1), 55–71.


http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/equilibrium/article/view/200

Filsafat, H., & Kurikulum, D. A. N. (2021). By. May. https://doi.org/10.13140/RG.2.2.20825.44641

Mufid, F. (2014). Islamic Sciences Integration. QIJIS (Qudus International Journal of Islamic
Studies), 2(2), 144–160.

Murtiningsih, R. S. (2015). Islam and Modernity: a Construction According To Bellah’S and


Rahman’S Thought. Dharmasmrti: Jurnal Ilmu Agama Dan Kebudayaan, 14(27), 11–16.
https://doi.org/10.32795/ds.v14i27.40

Ontologi, T. F., & Dan, E. (2016). Tinjauan Filsafati (Ontologi, Epistemologi Dan Aksiologi
Manajemen Pembelajaran Berbasis Teori Sibernetik. Edukasi, 1(2).

Pelajaran, M., Sekolah, M., & Aliyah, M. (2006). 1 Depdiknas,. 1–10.

Pratiwi, N., & Januardi, J. (2019). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Rasional Mahasiswa
Melalui Pembelajaran Blended Learning Dengan Variabel Moderator Kemandirian Belajar.
Jurnal Neraca: Jurnal Pendidikan Dan Ilmu Ekonomi Akuntansi, 2(2), 23–39.
https://doi.org/10.31851/neraca.v2i2.2686

Wardani, W. (2019). Integrasi Ilmu Keislaman Dan Filsafat: Perspektif Filsafat Ilmu. Jurnal Ilmiah
Ilmu Ushuluddin, 18(1), 1. https://doi.org/10.18592/jiiu.v18i1.3014

iii
0

Anda mungkin juga menyukai