Anda di halaman 1dari 12

KAJIAN AKSIOLOGIS ILMU DAKWAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Ilmu Dakwah
Dosen Pengampu NUR AHMAD , S.Sos.I., M.S.I

Disusun Oleh :
1. Ahmad Faisal Khamdani (2040310001)
2. Kurnia Afrida (2040310010)
3. Fatika Febrianti (2040310031)

A5 Manajemen Dakwah

PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMIKASI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN 2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Kajian Asiologis Ilmu Dakwah" dengan tepat
waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata KuliahIlmu Dakwah. Selain itu, makalah ini
bertujuan menambah wawasan tentang apa saja kajian aksiologis itu bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Nur Ahmad , S.Sos.I., M.S.I. selaku dosen
Mata Ilmu Dakwah. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu diselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Kudus, 08 Oktober 2022

Penul

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................4
A. Latar Belakang Masalah..........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................4
C. Tujuan......................................................................................................................................5
BAB II.............................................................................................................................................6
PEMBAHASAN..............................................................................................................................6
A. Pengertian Aksiologi...............................................................................................................6
B. Nilai – nilai yang terkandung dalam ilmu dakwah yang berkaitan dengan aksiologi.............7
C. Upaya menelusuri ilmu dakwah..............................................................................................9
BAB III..........................................................................................................................................11
PENUTUP.....................................................................................................................................11
A. KESIMPULAN.....................................................................................................................11
B. SARAN.................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................12

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perkembangan ilmu Dakwah memang belum begitu kuat dibandingkan dengan
ilmu-ilmu lain yang sudah berkembang cukup lama. Saat ini usia ilmu dakwah masih
sangat muda dan masih dipedebatkan oleh sebagian ilmuan, terutama pada aspek
epistemologisnya. Ini adalah hal yang wajar, karena setiap ilmu baru yang diperkenalkan
kepada publik pasti menimbulkan prokontra di kalangan ilmuan. Terlepas dari sikap pro
dan kontra tersebut, bahwa wacana ilmiah tentang ilmu dakwah sebagai suatu cabang
ilmu pengetahuan baru sudah mulai berkembang dengan baik. Untuk melanjutkan ke
depan, ilmu ini masih memerlukan pemikiran para ilmuan agar ia bisa berkembang
sebagaimana ilmu lainnya, bukan justeru menyerang dengan hanya melihat sisi-sisi
kekurangan yang membebani. Lebih jauh, kajian ini ingin menelusuri aksiologi ilmu
dakwah. Kajian tentang kebermanfaatan ilmu (aksiologis) ini salah satunya bertujuan
untuk memberikan dukungan terhadap proses kemajuan ilmu dakwah di antara ilmu-ilmu
lainnya. Memang tidak mudah untuk menentukan Kriteria/ ukuran suatu ilmu itu
bermanfaat atau tidak. Namun demikian, tulisan ini mencoba memberikan kriteria
kebermanfaatan itu secara sederhana dalam perspektif ilmu dakwah.
Perkembangan ilmu Dakwah memang belum begitu kuat dibandingkan dengan
ilmu-ilmu lain yang sudah berkembang cukup lama. Saat ini usia ilmu dakwah masih
sangat muda dan masih dipedebatkan oleh sebagian ilmuan, terutama pada aspek
epistemologisnya. Ini adalah hal yang wajar, karena setiap ilmu baru yang diperkenalkan
kepada publik pasti menimbulkan pro-kontra di kalangan ilmuan. Terlepas dari sikap pro
dan kontra tersebut, bahwa wacana ilmiah tentang ilmu dakwah sebagai suatu cabang
ilmu pengetahuan baru sudah mulai berkembang dengan baik. Untuk penguatan ke
depan, ilmu ini masih memerlukan sentuhan pemikiran para ilmuan agar ia bisa
berkembang sebagaimana ilmu lainnya, bukan justeru menyerang dengan hanya melihat
sisisisi kekurangan yang dimilikinya. Lebih jauh, kajian ini ingin menelusuri axiologi
ilmu dakwah. Kajian tentang kebermanfaatan ilmu (aksiologis) ini salah satunya
bertujuan ingin memberikan dukungan terhadap proses kemajuan ilmu dakwah di antara
ilmu-ilmu lainnya. Memang tidak mudah untuk menentukan kriteria/ ukuran suatu ilmu
itu bermanfaat atau tidak. Namun demikian, tulisan ini mencoba memberikan kriteria
kebermanfaatan itu secara sederhana dalam perspektif ilmu dakwah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Aksiologi?
2. Apa nilai yang terkandung dalam dakwah yang berkaitan dengan aksiologi?
3. Bagaimana upaya menlusuri ilmu dakwah?

4
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari aksiologi.
2. Untuk mengetahui apa saja nilai yang terkandung dalam dakwah yang berkaitan
dengan aksiologi.
3. Untuk mengetahui upaya menelusuri ilmu dakwah.

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Aksiologi
Aksiologi adalah asal kata yang bersumber dari bahasa Yunani yaitu “axios” yang
memiliki makna patut atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi
dipahami sebagai teori nilai. Menurut John Sinclair, adalah berkaitan erat berbagai kajian
yang ada didalam keilmuan sosial, politik, keagamaan berbagai bidang ilmu lainnya yang
ada di pelajari oleh para ilmuan. Menurut bahrum dalam bahwa aksilogi harus berkaitan
erat dengan ilmu itu sendiri sebagai manfaat. Sedangkan pendapat lain ilmu itu bebas dari
nilai, menurut penulis hal itu harus didasari pada azas manfaat, sehingga ilmu memiliki
kedudukan penting dalam penambahan ilmu pengetahuan pada masa-masa selanjutnya.
(Bahrum : 2013)
Menurut Richard Bender berdasarkan analisa penulis bahwa setiap penelitian
bertalian dan juga ada nilai tambah dalam mengkaji suatu kelimuan. Aksiologi adalah
sesuatu yang berkaitan dengan estetika, estetika adalah sesuatu yang bernilai keindahan.
Dan seseorang bisa merasakan bahwa dia mendapatkan sesuatu dari ilmu tersebut. Bisa
kita mengatakan dengan ilmu hidup lebih muda, dengan seni hidup lebih indah.
Secara etimologi, istilah aksiologi berasal dari bahasa Yunani Kuno, terdiri dari kata
“axios” yang berarti nilai dan kata “logos” yang berarti teori. Jadi aksiologi merupakan
cabang filsafat yang mempelajari nilai. Aksiologi adalah cabang filsafat yang
mempelajari cara-cara yang berbeda dimana sesuatu hal dapat baik atau buruk dan
hubungan nilai dengan menilai di satu pihak dan dengan fakta-fakta eksistensi obyektif
dipihak lain. Aksiologi adalah teori tentang nilai dalam berbagai makna yang
dikandungnya. Totok abadi, menjekaskan bahwa ilmu tanpa agama buta, agama tanpa
ilmu adalah kelumpuhan sehingga diperlukan suatau kajian tentang aksilogi harus
berkaitan erat dengan nilai, moral dan estetika (totok Abadi : 2016)
Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari cara-cara yang berbeda di mana
sesuatu hal dapat baik atau buruk (baca: mempunyai akibat positif atau negatif) dan
hubungan nilai dengan menilai di satu pihak dan dengan fakta-fakta eksistensi objektif di
pihak lain. Aksiologi adalah perluasan dari bidang etika tradisional. Etika memusatkan
perhatiannya pada nilai-nilai normal, Aksiologi memperluas diri dengan memusatkan
perhatiannya pada semua jenis nilai. Nilai dalam etika tradisional diartikan sama dengan
baik dan jahat, sedangkan dalam aksiologi, nilai memiliki arti lebih luas lagi meliputi
baik dan buruk/jahat (dalam pengertian etika), indah dan jelek (dalam pengertian
estetika), serta benar dan salah (dalam pengertian logika). Menurut Richard Bender
berdasarkan analisa penulis bahwa setiap penelitian bertalian dan juga ada nilai tambah
dalam mengkaji suatu kelimuan. Aksiologi adalah sesuatu yang berkaitan dengan
estetika, estetika adalah sesuatu yang bernilai keindahan. Dan seseorang bisa merasakan
bahwa dia mendapatkan sesuatu dari ilmu tersebut. Bisa kita mengatakan dengan ilmu

6
hidup lebih muda, dengan seni hidup lebih indah. Aksiologi adalah teori tentang nilai
dalam berbagai makna yang dikandungnya.1
Dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan, aksiologi dapat dipahami sebagai
bidang telaah terhadap ilmu yang mempertanyakan tujuan ilmu: apakah teori ilmu itu
hanya merupakan penjelasan objektif terhadap realitas, atau teori ilmu merupakan
pengetahuan untuk mengatasi berbagai masalah yang relevan dengan bidang kajian ilmu
yang bersangkutan.2 Tujuan dasar ilmu menurut beberapa ahli tidak selalu sama. Seperti
dikutip Muslim A. Kadir (1996), Fred Kerlinger berpendapat bahwa tujuan dasar ilmu
hanyalah menjelaskan realitas (gejala yang ada), bagi Bronowsky, tujuan ilmu adalah
menemukan yang benar sedangkan menurut Mario Bunge, tujuan ilmu lebih dari sekedar
menemukan kebenaran. Akan tetapi, juga mendapatkan kesejahteraan dan kekuasaan.3

B. Nilai – nilai yang terkandung dalam ilmu dakwah yang berkaitan dengan aksiologi
Nilai (value) merupakan suatu konsep yang sangat bermakna ganda. Nilai adalah
pandangan tertentu yang berkaitan dengan apa yang penting dan yang tidak penting. 4
Terma nilai dapat dipakai dalam pengertian psikologis seperti kepuasan dan kenikmatan.
Dalam ilmu sosial persoalan nilai dapat dimaknai dalam pengertiannya yang terdiri: dari
dua subkelas: yaitu nilai sebagai objek dari tujuan-tujuan yang disetujui secara sosial dan
nilai sebagai sumbangan untuk mencapai kemakmuran masyarakat, nilai juga dapat
dipahami sebagai suatu kata benda abstrak yaitu mengacu pada sifat dari nilai atau sifat
bernilai. Sebagai kata konkret, terma nilai menunjuk pada suatu benda yang mempunyai
sifat daripada nilai atau suatu benda yang dinilai. Sebagai kata kerja, nilai berarti
tindakan mental tertentu dalam menilai atau penilaian. Istilah nilai terkadang dilawankan
dengan “fakta” dan juga dianggap sebanding dengan kebaikan untuk dilawankan dengan
ketepatan.
Al-Qur’an dipercaya memuat nilai-nilai tertinggi yang ditetapkan oleh Allah Swt.
dan merupakan nilai-nilai resmi dari-Nya. Nilai-nilai yang termuat dalam Al-Qur’an
selamanya “ada di langit” kecuali setelah melalui proses dakwah. Dakwah adalah upaya
“menurunkan” dan menjadikan nilai-nilai Al-Qur’an agar membudaya dalam kehidupan
masyarakat. Dakwah adalah suatu rekayasa sosial guna membentuk suatu persekutuan
budaya yang para anggotanya menaati kerangka ide dan nilai-nilai yang bersumber dari
Al-Qur’an untuk menjaga kehidupan yang harmonis dan menghindari terjadinya anarki.
Dalam persekutuan budaya itu terdapat nilai-nilai Al-Qur’an yang hidup dan
mengejawantah dalam satu set ketentuan hukum, berbagai kebiasaan, aturan-aturan yang
dapat mengontrol konflik dan kompetisi serta konsep-konsep yang disepakati bersama

1
The Liang Gie, Suatu Konsepsi Ke Arah Penertiban Bidang Filsafat, terj. Ali Mudhofir, (Yogyakarta : Karya Kencana,
1977), hlm. 144-145.
2
Bustanuddin Agus, The Liang Gie, Suatu Konsepsi Ke Arah Penertiban Bidang Filafat. terj. Ali Mudhofir,
(Yogyakarta: Karya Kencana, 1977 ), hlm. 144-145. Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial, (Jakarta: Gema Insani Press,
1999), hlm.109.
3
Muslim A Kadir, “Filsafat Ilmu dan Nilai dalam Islam” dalam Chabib Thoha ed.), Reformulasi Filsafat Pendidikan
Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 40.
4
Paul B. Horton dan Chaster L Hunt, op.cit., hlm.258

7
tentang apa yang disebut “jujur”, “baik”, dan “buruk” dan lain sebagainya yang memiliki
kaitan satu dengan lainnya.
Bagi umat Islam, tata nilai yang Islami dianggap sebagai nilai yang telah jelas
karena sumber dan rujukannya jelas, yaitu Al-Qur’an dan Hadis. Namun, ada sebagian
yang berpandangan bahwa nilai-nilai Islami yang termuat dari sumber Islam itu produk
jadi yang sudah siap pakai untuk segala kasus. Implikasi dari pandangan itu, jika
ditemukan tingkah laku yang tidak sesuai dengan sumber Islam itu maka dianggap
menyimpang, dan penyelesaian yang diambil untuk perilaku itu adalah
“menghakiminya”, tapa diawali dengan upaya sungguh-sungguh untuk memahami cara
yang paling tepat untuk itu.Cara demikian, menafikan dan cenderung mengabaikan
proses penanaman nilai-nilai Islami yang sebenarnya memerlukan proses dialog yang
panjang, pendalaman materi yang serius serta kajian yang mendalam dan
berkesinambungan terhadapa kondisi nyata di masyarakat. Penafian dan pengabdian itu
dalam dirinya berlawanan dengan watak dasar Islam sendiri.5
Penanaman nilai-nilai Islami ke dalam realitas kehidupan menusia pada dasarnya
adalah suatu rekayasa budaya dan strategi kebudaayaan yang berlandaskan pada konsep-
konsep yang matang sesuai dengan arus perubahan zaman yang tidak pernah berhenti.
Tata nilai berkait erat dengan pola pikir yang hidup di dalam masyarakat dan merupakan
landasan gerak kegiatan individu dalam masyarakat. Dalam pengertian itu, tata nilai
berhubungan dengan literatur, pola pendidikan, wejangan-wejangan, buku-buku
keagamaan, wasiat-wasita leluhur, dan lain sebagaina yang dipergunakan oleh
masyarakat sebagai rujukan pola berpikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Koentowidjojo (1993), proses penanaman nilai-nilai Islam dimulai dari
perumusan nilai-nilai Al-Qur’an yang pada dasarnya bersifat normatif, menjadi konsep-
konsep yang bersifat operasional dalam kehidupan sehari-hari . Untuk itu ada dua cara
yang dinyatakan :
1. Nilai-nilai normatif yang terambil dari sumber ajaran Islam itu diaktualkan langsung
menjadi perilaku. Jenis aktualisasi semacam ini misalnya berupa seruan moral praktis
agar kita menghormati orang tua, jangan berbuat zalim kepada harta anak yatim dan
lain-lain. Seruan itu langsung dapat diterjemahkan kedalam pratik atau perilaku
seperti telah dikembangkan dalam disiplin ilmu fikih. Dengan pola itu, maka dapat
segera diketahui bagaimana cara legal sesuatu perilaku harus sesuai dengan sistem
normatif.
2. Mentransformasikan nilai-nilai normatif itu menjadi teori ilmu sebelum
diaktualisasikan kedalam perilaku. Disamping itu, perlu pula dilakukan transformasi
nilai-nilai Islam yang subjektif kedalam kategori-kategori yang objektif.
Menurut penilaiannya, cara pertama sudah kurang relevan lagi karena dengan cara
itu, penanaman nilai-nilai Islam cenderung menggunakan pendekatan legal-formal. Yang
dinilai relevan adalah cara yang kedua, hanya saja untuk itu diperlukan pendekatan yang

5
Amin Abdullah, Studi Agama, Normativitas atau Historisitas, 4 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm.216- 226

8
lebih komprehensif empiris dan dialogis. Cara kedua membawa implikasi pada perlunya
penciptaan ilmu-ilmu sosial Islami.6
Menurut Yunan Yusuf, penanaman nilai-nilai Islam dimulai dari upaya intelektual
mengungkap nilai-nilai yang menjadi dasar pembentukan masyarakat Madinah pada
zaman Nabi, yang dilanjutkan dengan upaya penyusunan nilai-nilai tersebut menjadi
rumusan-rumusan yang konkret, jelas dan dapat dilaksanakan. Hal itu, menurutnya hanya
dapat dilaksanakan melalui upaya rethinking atau reconstruction secara akademik, tugas
tersebut menjadi tanggung jawab pemikir dan intelektual Muslim dibidang dakwah dalam
memanfaatkan bidang kajian Pemikiran Islam. Dengan merujuk pada bidang-bidang yang
dikembangkan dalam disiplin Pemikiran Islam, rethinking atau reconstruction pun harus
dikembangkan dalam kaitannya dengan pengintegrasian antara akal dan kalbu. Dengan
demikian, maka tidak terjadi kesenjangan antara nilai yang dihidup di masyarakat dengan
nilai yang diidam-idamkan.Nilai-nilai Islam benar-benar ada dan hidup di masyarakat
dalam arti yang sesungguhnya, tidak hanya dalam dataran verbal semata.7
C. Upaya menelusuri ilmu dakwah
Nilai-nilai dakwah bukanlah suatu “barang yang mati”, melainkan nilai dinamis
yang disesuaikan dengan semangat zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan yang ada
di masyarakat. Menurut Muhammad Sulthon, tata nilai Islami yang terdapat di dalam Al-
Qur’an bersifat historis, dinamis, dialektis dan transformatif.
Istilah dakwah mengandung penolakan esensial terhadap ide determinisme mutlak
dari sejarah dan teologi. Maka ilmuwan dakwah tertentu sepakat bahwa arah peubahan
sosial dapat diramalkan, diarahkan, dan direncanakan. Perubahan sosial yang bergerak
melalui rekayasa sosial terutama dapat dimulai dari perubahan individual, baik dalam
cara berfikir maupun bersikap. Dalam konteks dakwah, arah perubahan yang dituju
adalah pembentukan Khairul al-Ummah. Hal itu diawali dengan pembentukan Khairul al-
bariyah, yaitu dengan mentranformasikan iman ke dalam amal saleh, kemudian
mengembangkan amal saleh individual ke dalam amal saleh sosial
Upaya dalam menelusuri nilai dakwah diantaranya:
1. Jika dilihat dari sudut ilmunya, maka yang muncul adalah nilai kebenaran dari
pengetahuan dakwah yang tentunya harus ada tolok ukur yang baku, yaitu:
a. Koherensi antar konsep dalam pengetahuan.
b. Korespondensi, sesuatu itu bernilai jika sesuai dengan kenyataan.
c. Empiris, sesuatu dikatakan bernilai jika dapat dibuktikan dengan cara
empirik/didapat dari penelitian.
d. Unsur pragmatis, bernilai jika ada manfaatnya.
2. Sudut empirik keberadaan dakwah (dakwah sebagai proses). Nilai dakwah dilihat
dalam kenyataan hidup masyarakat, yakni adanya interaksi antara da’i, ajaran, umat
manusia dan segala hal yang mendukung proses dakwah. Ada dua hal penting yang
sebaiknya diyakini dalam nilai dakwah, yaitu:
6
Koentowidjojo, op.cit., hlm.170.
7
M. Yunan Yusuf ,”Internalisasi Etika Islam ke dalam Etika Nasional: Agenda Dakwah Dalam Perspektif Pemikiran
Islam” Dalam Dkwah;Jurnal Kajian Dakwah dan Kemasyarakatan,vol.I,No.3,1999, hlm.3-5.

9
a. Nilai kerisalahan, dakwah dilihat sebagai penerus, penyambung dan menjalankan
fungsi dan tugas Rasul. Rasul, penerima wahyu berakhir dengan meningalnya
Nabi Muhammad, tetapi dalam arti fungsinya maka tugasnya tidak berhenti.
Dalam hal ini, yang menjadi titik sentralnya adalah dai sebagaimana dikatakan Ali
Shariati (1988:29). Meskipun dai bukan nabi ia memainkan peran sebagai nabi
bagi masyarakatnya, ia harus menyerukan kebenaran, kesadaran, kebebasan dan
keselamatan rakyat agar terhindar dari mara bahaya dan mengajak mereka menuju
kehidupan yang beradapan.
b. Nilai rahmat dalam dakwah, ajaran Islam harus memberikan manfaat bagi
kehidupan umat. Sehubungan dengan hal ini maka dakwah harus mampu
menterjemahkan ajran Islam, mengimplementasikan konsep ajaran dalam
kehidupan sehari-hari. Dakwah dalam hal ini lebih menitikberatkan pada tujuan
dakwah secara oprasional entah itu output ataupun input dari kegiatan dakwah
yang dilaksanakan.
3. Dakwah dari aspek keilmuan dapat ditelusuri dari sejauh mana konsep-konsep dan
teori ilmu dakwah memberikan kontribusi bagi kehidupan manusia, baik sebagai
individu, kelompok sosial maupun bangsa.

10
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Aksiologi dakwah secara sederhana adalah menelusuri nilai-nilai yang terkandung
dalam kegiatan dakwah. Nilai-nilai dakwah universal yang dapat diaplikasikan dalam
kehidupan umat diantaranya, kedisiplinan, kejujuran, kerja keras, kebersiha dan
kompetisi. Selain itu, masih banyak lagi nilai-nilai dakwah universal yang terkandung di
dalam dakwah itu sendiri.
Dakwah harus memiliki aspek kajian aksiologi karena memang memerlukan nilai
yang baik dalam penerapannya, sehingga harus ada tindakan dan lahkah penerapannya.
Aksiologi berkaitan erat dengan nilai sehingga dapat dirasakan oleh masyarakat dalam
penerapan ilmu dakwah aksiologi harus menjawab tantangan zaman yang semakin berat
terutama dalam penerapan yang ada di masyarakat, nilai bisa dirasakan melalui
pendekatan da’i sebegai sumber dakwah, dan ma’du objek dakwah dalam memahami
materi dakwah. Aksiologi juga berkaitan dengan masa depan, rancangan tentang sesuatu
yang akan dibuat dimasa yang akan datang perlu diakan penelitian dan perencaaan.

B. SARAN
Demikianlah makalah yang kami paparkan mengenai Manajemen Sarana Prasarana
dalam Pesantren dan Madrsah. Besar harapan kami makalah ini dapat bermanfaat untuk
kalangan banyak. Karena keterbatasan pengetahuan dan referensi kami menyadarai
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun kami harapkan supaya makalah ini dapat disusun lebih baik lagi dimasa
yang akan datang.

11
DAFTAR PUSTAKA

Dimas Widya Putra, jurnal filsafat ilmu terkait dengan perencanaan wilayah dan kota, JPK Vol.
5 No. 2 2017.
Totok abadi, Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol 4 no. 2, Maret 2016
Sulton,Muhammad. Desain ilmu dakwah.2003. Semarang: pustaka pelajar
Saputra, Wahidin. 2011. Pengantar Ilmu Dakwah . Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Aziz, Moh. Ali. 2004. Ilmu Dakwah. Jakarta : Reanada Media.
Effendy, Onong Uch Jana. 1993. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung : Citra Aditya
Bakti

12

Anda mungkin juga menyukai