Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH AKSIOLOGI ILMU PENEGTAHUAN

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS


MATA KULIAH

FILSAFAT ILMU

Dosen Pengampu: Ahmad Fauzan, S.Th.I, M.Ag

Disusun Oleh:
1. MUHAMAD SYUKUR
2. ABDUL ROSYD
3. ARIF NUR RISMA
4. IMAM GHOZALI

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ISLAMIC CENTRE DEMAK
TAHUN 2023/2024
1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segala
limpahan rahmat, bimbingan dan petunjuk serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul ‘Aksiologi Ilmu Penetahuan’ dengan lancar.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas filsafat ilmu. Selain itu, makalah ini bertujuan
menambah wawasan lebih dalam tentang aksiologidalam ilmu pengetahuan bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan dan penyusunan makalah Aksiologi Ilmu
Penetahuan’ ini tidak mungkin terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dan dukungan dari
semua pihak.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik
yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii .......2

C. Tujuan Penulisan...................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................ 1 ......5

A. Pengertian Aksiologi dan Ilmu Pengetahuan........................................................5

B. Pembagian Aksiologi............................................................................................6

C. Aksiologi Ilmu Pengetahuan.................................................................................8

BAB III PENUTUP .................................................................................................... 9 ....12

A. Kesimpulan.........................................................................................................12

DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah.............................................................................. 1

B. Rumusan Masalah. ...................................................................................... 1

B. Kritik dan Saran .......................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................10

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Aksiologi merupakan bagian dari filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana


manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani
yaitu axios yang artinya nilai dan logos artinya teori atau ilmu. Jadi aksiologi adalah teori
tentang nilai dalam berbagai bentuk.

Dalam kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi
kehidupan manusia tentang nilai-nilai khususnya etika.

Pada bagian ini akan dibahas beberapa hal terkait dengan aksiologi sebagai langkah awal
dalam mempelajari persoalan ini. Beberapa poin yang akan dibahas dalam konteks ini adalah:
pengertian aksiologi dan ilmu, pembagian, dan aksiologi ilmu.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Aksiologi dan Ilmu Pengetahuan?


2. Apa saja Pembagian Aksiologi?
3. Apa itu Aksiologi Ilmu Pengetahuan?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk Mengetahui Pengertian Aksiologi dan Ilmu Pengetahuan?


2. Untuk Mengetahui Pembagian Aksiologi?
3. Untuk Mengetahui Aksiologi Ilmu Pengetahuan?

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Aksiologi dan Ilmu Pengetahuan

Secara etimologi, Aksiologi berasal dari bahasa Yunani, Axios artinya nilai, dan logos
artinya teori. Jadi aksiologi berarti teori tentang nilai. 1Sedangkan secara terminologi,
Aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari ilmu pengetahuan yang
diperoleh.2

Aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang
nilai-nilai, khususnya etika. Nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral
sebagai dasar normatif penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu. 3

Aksiologi merupakan bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan
buruk, benar dan salah, serta tentang cara dan tujuan.Dari definisi tersebut, permasalahan
yang utama adalah mengenai nilai. 4

Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai
pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu
pada permasalahan etika dan estetika.

Dalam bahasa Inggris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata science, sedang
pengetahuan dengan knowledge yang secara sederhana diartikan dengan hasil tahu manusia
terhadap sesuatu, atau sesuatu yang di dapat dari pengalaman, atau segala perbuatan
manusia untuk memahami suatu obyek yang dihadapinya, atau hasil usaha manusia untuk
memahami suatu obyek tertentu.

Pudjawinata menjelaskan, pengetahuan berkaitan dengan hal-hal yang berlaku umum


dan pasti yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari atau pegetahuan yang diperoleh
secara tidak sadar.5

Dalam bahasa Indonesia ilmu disamakan artinya dengan pengetahuan. Pengetahuan


berasal dari knowledge, ilmu dari Science dan merupakan peralihan dari bahasa Arab, 'ilm. 6

1 Burhanuddin Salam, Logika Materil; Filsafat Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), 168.
2 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998), 235
3 Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), 4
4 Muhammad Hatta, Pengantar ke Jalan Ilmu Pengetahuan (Jakarta: t.p. 1954), 5
5 Pudjawinata, Pembimbing ke Arah Filsafat (Jakarta: Balai Pustaka, 1963), 5
6 Kamus Besar Bahasa Indonsia (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), 19
5
Kata science berasal dari bahasa latin, Scio, Scire yang berarti tahu, yang umumnya
diartikan Ilmu, tapi sering juga diartikan dengan ilmu pengetahuan, meskipun secara
konseptual mengacu pada makna yang sama.7

Ilmu, pada prinsipnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan


7
mensistematisasikan suatu pengetahuan yang berasal dari pengalaman, dan pengamatan
dalam kehidupan sehari-hari. Kemudain dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat
dan teliti dengan menggunakan berbagai metode.

Dari pengertian diatas dapat didefinisikan, bahwa Ilmu pengetahuan adalah suatu
sistem pengetahuan dari berbagai pengetahuan, mengenai suatu lapangan pengalaman
tertentu, yang disusun sedemikian rupa menurut asas-asas tertentu, hingga menjadi
kesatuan atau sistem dari berbagai pengetahuan.

Masing-masing ilmu pengtahuan didapatkan sebagai hasil pemeriksaanpemeriksaan


yang dilakukan secara teliti dengan memakai metode-metode tertentu/induksi, deduksi.

Dengan begitu, pengetahuan tidak bisa lansung menempati ilmu, karena Ilmu yang
kemudian disebut dengan Ilmu pengetahuan harus terstruktur, sistematik, bermetode
berdasarkan obyek tertentu yang diperoleh dari hasil pengamatan, penelitian dan
pembuktian secara ilmiah untuk memperoleh teori.

Namun, tidak menutup kemungkinan penyebutan pengetahuan dengan maksud ilmu,


jika yang dimaksud pengetahuan adalah mengacu pada makna yang sama dengan ilmu,
sebagaimana yang telah dijelaskan diatas.

Dengan demikian aksiologi ilmu pengetahuan didefinisikan sebagai seperangkat


tinjauan dari sudut pandang nilai, tujuan-tujuan, norma-norma, aturan-aturan dan prinsip
etis tentang ilmu pengetahuan.

B. Pembagian Aksiologi

Gagasan aksiologi dipelopori oleh Lotze Brentano, Husserl Scheller, dan Nocolai
Hatmann. Scheller mengontraskan aksiologi dengan praeksologi, yaitu pengertian umum
mengenai hakikat tindakan, secara khusus bersangkutan dengan dientologi, yaitu teori
moralitas mengenai tindakan yang benar.

Aksiologi dalam pembahasannya di bagi menjadi dua jenis, yaitu etika dan
8
estetika.

7 Miska Muhammad Amin, Epistemologi Islam (Jakarta: UI Press, 1983), 3


8 Sutardjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafat (Bandung: Refika Aditama, 2009), 42
6
1. Etika

Etika secara etimologi berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang berarti watak
kesusilaan atau adat. Secara terminologi etika adalah cabang filsafat yang membicarakan
tingkah laku atau perbuatan manusia dalam hubungannya dengan baik atau buruk.9

Penggunaan Etika dari sudut maknanya terbagi menadi dua bentuk arti. Arti
pertama, dipakai untuk suatu kumpulan pengetahuan, dengan obyek penilaian terfokus
terhadap perbuatan manusia. Penggunaan arti dalam hal ini dapat diilustrasikan
sebagaimana orang telah melakukan aktivitas belajar. Kemudian ia menyampaikan “saya
pernah belajar etika”.

Sementara arti kedua, digunakan sebagai suatu predikat untuk menilai perbuatan
seseorang atau membedakan hal-hal, atau tindakan manusia lain. Pada pengertian ini,
etika digunakan untuk menilai atau mengukur standar sesuatu hal, apakah sopan dan
etis, seperti perilaku bohong atau pemerkosaan sebagai tindakan yang tidak bermoral.10

Etika dapat dibagi menjadi etika deskriptif dan etika normatif. Etika deskriptif
hanya berkonsentrasi pada melukiskan, menggambarkan, menceritakan apa adanya.
Selain itu, etika normatif juga tidak memberikan penilaian, tidak memilih mana yang
baik dan mana yang buruk, dan tidak mengajarkan bagaimana seharusnya berbuat,
seperti sejarah. Adapun etika normatif sudah memberikan penilaian mana baik dan mana
yang buruk, mana yang harus dikerjakan dan mana yang tidak.

Etika dan moral sama artinya, tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit
perbedaan. Moral dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, atau apa yang
seharusnya dilakukan atau tidak dilakukan yang bersangkutan dengan agama. Adapun
etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai, yang ada atau landasan sistem nilai dalam
kehidupan kemasyarakatan datu budaya.11

Obyek etika, menurut Franz Magnis Suseno (1987) adalah pernyataan moral
apabila diperiksa dengan segala jenis moral, yang pada dasarnya hanya dua macam,
yaitu pernyataan tentang tindakan manusia, dan pernyataan tentang manusia sendiri atau
tentang unsur-unsur kepribadian manusia, seperti motif-motif, maksud atau watak

2. Estetika

Estetika dari bahasa yunani aesthesis, adalah cabang filsafat yang berbicara
tentang keindahan. Estetika dengan objek pengalaman akan keindahan secara substansi
mencari hakikat dari keindahan, bentuk-bentuk pengalaman keindahan, menyelidiki
emosi manusia sebagai reaksi terhadap yang indah, agung, tragis, bagus, mengharukan
dan sebagainya.
9 ibid
10 Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta; PT. RajaGrafindo Persada, 2004), 165
11 Sutardjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafat …, 171-172
7
Beberapa persoalan yang berkaitan dengan nilai estetika meliputi hakikat nilai,
tipe nilai, criteria nilai dan status metafisika nilai. Secara subtantif, nilai estetika adalah
suatu pemuasan terhadap keinginan atau kemauan yang disebut peasure atau
kesenangan.

Nilai itu dianggap baik, apabila memenuhi kebutuhan dan memiliki nilai
instrumental, sebagian alat untuk mencapai tujuan. Sedangkan tipe nilai dapat dibedakan
antara nilai instinsik dan nilai instrumental. Nilai instrinsik merupakan nilai akhir yang
menjadi tujuan sedangkan nilai instrumental merupakan alat untuk mencapai nilai
instinsik.

Sebagai contoh nilai instrinsik adalah nilai yang dipancarkan oleh suatu lukisan,
dan shalat lima waktu sebagai perbuatan yang sangat luhur. Nilai instrumentalnya bahwa
dengan melaksanakan shalat, akan mencegah perbuatan keji/jahat, yang dilarang oleh
Allah dan tujuan akhirnya mendapat kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.

Kemudian yang dimaksud dengan kriteria nilai adalah sesuatu yang menjadi
ukuran nilai, bagaimana nilai yang baik, dan bagaimana nilai yang tidak baik. Kaum
hedisme menemukan, nilai merupakan sejumlah peasure yang dicapai oleh individu atau
masyarakat. Bagi kaum pragmatis, kriteria nilai adalah kegunaannya dalam kehidupan,
bagi individu atau masyarakat.

Menurut objektivisme, nilai itu berdiri sendiri namun bergantung dan berhubungan
dengan pengalaman manusia. Sedangkan pertimbangan tentang nilai, berbeda antara
manusia yang satu dengan yang lainnya.

Dalam aksiologi, estetika dibedakan menjadi estetika deskriptif dan estetika


normatif. Estetika deskriptif menggambarkan gejala-gejala pengalaman keindahan,
sedangkan estetika normatif mecari dasar pengalaman itu.

C. Aksiologi Ilmu Pengetahuan

Peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu pengetahuan dan teknologi. Berkat
kemajuan dalam bidang ini, pemenuhan kebutuhan manusia bisa dilakukan secara cepat dan
lebih mudah disamping menciptakan berbagai kemudahan dalam berbagai bidang.

Lahirnya dan berkembangnya Ilmu Pengetahuan telah banyak membawa perubahan


dalam kehidupan manusia, terlebih lagi dengan makin intensnya penerapan Ilmu dalam
bentuk teknologi yang telah menjadikan manusia lebih mampu memahami berbagai gejala,
serta mengatur kehidupan secara lebih efektif dan efisien. Hal itu berarti, bahwa ilmu
mempunyai dampak yang besar bagi kehidupan manusia, dan ini tidak terlepas dari fungsi
dan tujuan ilmu itu sendiri.

Dari sisi fungsi ilmu lebih bersifat praktis, yakni sebagai disiplin atau aktivitas untuk
memperbaiki sesuatu, membuat kemajuan, mempelajari fakta serta memajukan
8
pengetahuan untuk memperbaiki bidang-bidang kehidupan. Ilmu dapat membantu untuk
memahami, menjelaskan, mengatur dan memprediksi berbagai kejadian baik yang bersifat
kealaman maupun sosial yang terjadi dalam kehidupan manusia. Setiap masalah yang
dihadapi manusia selalu diupayakan untuk dipecahkan agar dapat dipahami, dan setelah itu
manusia menjadi mampu untuk mengaturnya serta dapat memprediksi kemungkinan-
kemungkinan yang akan terjadi berdasarkan pemahaman yang dimilikinya. Dengan
kemampuan prediksi tersebut, perkiraan masa depan dapat didesain dengan baik meskipun
hal itu bersifat probabilistik, mengingat dalam kenyataannya sering terjadi hal-hal yang
bersifat unpredictable.

Dengan dasar fungsi tersebut, maka dapatlah difahami tentang tujuan dari ilmu adalah
untuk memahami, memprediksi, dan mengatur berbagai aspek kejadian di dunia, disamping
untuk menemukan atau memformulasikan teori. Kemudian, teori itu menjadi penjelasan
tentang sesuatu, sehingga dapat diperoleh kefahaman, dan dengan kepahaman maka
prediksi kejadian dapat dilakukan dengan probabilitas yang cukup tinggi, asalkan teori
tersebut telah teruji kebenarannya

Namun, dalam kemungkinannya, ilmu pengetahuan dapat juga berdampak negatif.


Penemuan-penemuan dalam ilmu pengetahuan yang pada awalnya dimaksudkan untuk
membantu manusia untuk membantu mempermudah dalam mencapai tujuannya, justru
digunakan dalam hal-hal yang tidak bertanggung jawab. Akibantya, penemuan dan hasil
ilmu pengetahuan menjadi menghancurkan dan merusak idealisme dari tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan itu sendiri.

Menyingkapi fenomena fungsi dan dampak Ilmu pengetahuan, para ilmuwan terbagi
dalam dua kelompok.

Kelompok pertama menyatakan, ilmu harus bersifat netral terhadap nilai-nilai baik.
Dalam hal ini, ilmuwan bertugas untuk melakukan aktivitas mengkaji dan menemukan
pengetahuan, kemudian dalam penggunaanya, kearah positif-negatif atau baik-buruk
bergantung kepada orang lain.

Selanjutnya Kelompok lain mengemukakan, netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanya


terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya harus berlandaskan
nilai-nilai moral.

Kelompok kedua mendasarkan pendapatnya pada tiga hal, yakni pertama ilmu secara
riil telah dipergunakan dan telah dibuktikan oleh manusia dalam perang dunia yang
mempergunakan teknologi keilmuan.

Kedua, Ilmu telah berkembang dengan pesat, sehingga kemungkin terjadinya efek-
efek negatif dan penyalahgunaan ilmu pengetahuan lebih bisa diketahui oleh para ilmuwan.

Ketiga, perkembangan pesat ilmu pengetahuan sangat mungkin dapat mengubah


manusia dan kemanusiaan yang paling hakiki, seperti kasus rekayasa proses kejadian
9
manusia dalam kloning. Berangkat dari sini, secara moral sudah semestinya, bahkan
merupakan suatu keharusan ilmu ditujukan untuk kebaikan manusia, tanpa mengubah
hakikat kemanusiaan dan merendahkan martabatnya.12

Melihat analisa diatas, secara epistemologis tampak, bahwa ilmu bersifat netral.
Artinya. asal muasal terciptannya atau hasil ilmu pengetahuan tidak berpihak pada
siapapun, selain kepada kebenaran yang nyata. Namun secara aksiologis, ilmuwan harus
mampu menilai mana yang baik dan buruk, yang pada hakikatnya mengharuskan seorang
ilmuwan mempunyai landasan moral yang kuat.

Dari sini dapat diambil kesimpulan, bahwa seorang ilmuwan tanpa


mempertimbangkan pada wilayah aksiologis, lebih merupakan seorang yang menakutkan
dan mengkhawatirkan bagi kehidupan. Pada tataran ini, etika keilmuan merupakan etika
yang normative, yang merumuskan prinsip-prinsip etis untuk dapat dipertanggungjawabkan
secara rasional, dan dapat diterapkan dalam ilmu pengetahuan.

Tujuan etika keilmuan adalah agar seorang ilmuwan dapat menerapkan prinsipprinsip
moral yang baik dan menghindarkan dari yang buruk ke dalam prilaku keilmuannya,
sehingga menjadi ilmuwan yang mempertanggungjawabkan prilaku ilmiahnya.

Dengan etika yang menetapkan kaidah-kaidah ini, akan mampu mendasari pemberian
penilaian terhadap perbuatan-perbuatan apa yang seharusnya dikerjakan dan apa yang
seharusnya terjadi. Selain itu, etika tersebut akan dapat menetapkan apa yang bertentangan
dengan yang seharusnya terjadi.

Konsekwensi ini merupakan suatu kewajiban bagi ilmu pengetahuan untuk harus dan
dapat berpedoman, serta bersikap penuh tanggung jawab, baik tanggungjawab ilmiah
maupun tanggungjawab moral. Tanggung jawab ilmiah melihat, sejauhmana ilmu
pengetahuan melalui pendekatan metode dan sistem yang dipergunakan untuk memperoleh
kebenaran obyektif, baik secara korehen-idealistik, koresponden-realistis maupun secara
pragmatis-empirik.

Jadi dari tanggungjawab ini, ilmu pengetahuan tidak dibenarkan untuk mengerjakan
kebohongan, dan hal-hal negatif lainnya. Sementara tanggungjawab moral, akan dapat
dilihat dan diprediksi, penggunaan hasil dari ilmu pengetahuan tersebut tidak bertentangan
nilai kebaikan dan nilai kemanusiaan.

Berdasar dari apa yang telah diuraikan, dipahami ilmu pengetahuan mengandung
nilai. Kebenaran nilai ilmu pengetahuan yang dikandungnya, bukan untuk kebesaran ilmu
pengetahuan semata, yang berdiri hanya mengejar kebenaran obyektif yang bebas nilai,
melainkan selalu terikat dengan kemungkinan terwujudnya kesejahteraan dan kebahagiaan
umat manusia.

12 Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu…, 169


10
Pada gilirannya, ilmuan sampai pada beberapa pilihan, apakah ilmu pengetahuan dan
teknologi netral dari segala nilai atau justru batas petualangan dan prospek pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi tidak boleh mengingkari suatu nilai, seperti nilai moral,
religius, dan ideologi.

Dengan demikian, implikasi dan nilai-nilai atau aksiologi dalam ilmu pengetahuan
harus diintegrasikan secara utuh dalam kehidupan secara praktis dan tidak dapat
dipisahkan dengan nilai-nilai yang meliputi kecerdasan, nilai-nilai ilmiah, nilai moral, dan
nilai agama. Hal ini tersimpul di dalam tujuan perolehan ilmu pengetahuan yakni membawa
kepribadian secara sempurna. Artinya sempurna yang ditentukan oleh masing-masing
pribadi, masyarakat, bangsa sesuai situasi dan kondisi.

Oleh karena itu, pada tingkat aksiologis, pembicaraan tentang nilai-nilai adalah hal
yang mutlak. Nilai ini menyangkut etika, moral, dan tanggungjawab manusia dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi
kemaslahatan manusia itu sendiri.

Karena dalam penerapannya, ilmu pengetahuan juga punya bias negatif dan
destruktif, maka diperlukan teladan nilai dan norma untuk mengendalikan potensi nafsu
angkara murka manusia ketika hendak bergelut dengan pemanfaatan ilmu pengetahuan.
Disinilah etika menjadi ketentuan mutlak, yang akan menjadi wellsupporting bagi
pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi guna meningkatkan derajat hidup serta
kesejahteraan dan kebahagiaan manusia.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang
nilai-nilai, khususnya etika. Nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai
dasar normatif penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu. Lebih spesifik, aksiologi
merupakan bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk, benar dan
salah, serta tentang cara dan tujuan.

Sementara ilmu pengetahuan berfungsi untuk membantu dan mempermudah manusia


dalam mencapai tujuannya. Penerapan Ilmu dalam bentuk teknologi yang telah menjadikan
manusia lebih mampu memahami berbagai gejala, serta mengatur kehidupan secara lebih
efektif dan efisien. Namun, dalam kemungkinannya, ilmu pengetahuan dapat juga
berdampak negatif, bila digunakan dalam hal-hal yang tidak bertanggung jawab. Akibatnya,
penemuan dan hasil ilmu pengetahuan menjadi menghancurkan dan merusak idealisme dari
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan itu sendiri.

Kemungkinan itu terjadi, karena dalam penerapannya, ilmu pengetahuan juga punya
efek negatif dan destruktif. Maka dari itu, diperlukan teladan nilai dan norma untuk
mengendalikan potensi nafsu angkara murka manusia ketika hendak bergelut dengan
pemanfaatan ilmu pengetahuan. Disinilah etika menjadi ketentuan mutlak, yang akan
menjadi pengontrol bagi pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi agar dapat
mengarahkan fungsinya demi meningkatkan derajat hidup serta kesejahteraan dan
kebahagiaan manusia.

B. Kritik dan Saran

Disadari makalah ini menurut penulis pribadi masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karenanya, kami juga sangat mengharapkan saran dan kritik atas jerih payah makalah yang
kami buat.

12
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Miska Muhammad, Epistemologi Islam (Jakarta: UI Press, 1983)

Gazalba, Sidi, Sistematika Filsafat (Jakarta: Bulan Bintang, 1992)

Hatta, Muhammad, Pengantar ke Jalan Ilmu Pengetahuan (Jakarta: t.p. 1954)

Kamus Besar Bahasa Indonsia (Jakarta: Balai Pustaka, 2002)

Salam, Burhanuddin, Logika Materil; Filsafat Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Rineka Cipta, 1997)

Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1998)

Pudjawinata, Pembimbing ke Arah Filsafat (Jakarta: Balai Pustaka, 1963)

Wiramihar
dja, Sutardjo A., Pengantar Filsafat (Bandung: Refika Aditama, 200

13

Anda mungkin juga menyukai