Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

AKSIOLOGI
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu

Dosen: Dr. Ishak Gerard Bachtiar, M.Pd.

Disusun Oleh :

Kelas : NR- Pendidikan Dasar (S-2 )

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Filsafat Ilmu
tentang Aksiologi ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami
berterima kasih pada Bapak Dr. Ishak Gerard Bachtiar, M.Pd. selaku Dosen mata kuliah
Filsafat Ilmu yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Metodelogi Penelitian. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami
buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya dalam menyusun tesis. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang
membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Jakarta, Mei 2017

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................ i

DAFTAR ISI............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah...................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah................................................................................................ 1
C. Tujuan Masalah.................................................................................................... 2
D. Manfaat Masalah.................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Aksiologi ........................................................................................... 3


B. Nilai Kegunaan Ilmu dan Etika Keilmuan........................................................... 7
C. Teori Nilai dalam Ilmu Pengetahuan.................................................................. . 12
D. Kegunaan Aksiologi.......................................................................................... . 14
E. Teori tentang Nilai............................................................................................. 15
F. Teori Etika................................................................................................. 18
G. Tanggung Jawab Sosial Ilmuwan...................................................................... 19

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan......................................................................................................... 24

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Aksiologi merupakan bagian dari filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana


manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani
yaitu axios yang artinya nilai dan logos artinya teori atau ilmu. Jadi aksiologi adalah teori
tentang nilai dalam berbagai bentuk.

Dalam kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi
kehidupan manusia tentang nilai-nilai khususnya etika.

Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas
dari nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya
meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya menimbulkan bencana.

Dalam perkembangan sejarah etika ada empat teori etika sebagai sistem filsafat moral
yaitu hedonisme, eudemonisme, utiliterisme dan dentologi. Hedonisme adalah pandangan
moral yang menyamakan baik menurut pandangan moral dengan kesenangan. Eudemonisme
menegaskan setiap kegiatan manusia mengejar tujuan, tujuan manusia adalah mendapatkan
kebahagiaan.

Jika mempelajari aksiologi maka kita telah mempelajari sebagian cara berfilsafat,
dimana berfilsafat itu sangat penting dan jika kita tidak berfilsafat kita tidak akan maju.
Dalam artian berfilsafat adalah berfikir secara abstrak.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan diatas, maka didapat beberapa rumusan permasalahan, diantaranya :

1. Apa pengertian Aksiologi?


2. Apa dasar dari aksiologi ilmu?
3. Bagaimanakah perkembangan metode ilmu?
4. Bagaimnankah evolusi ilmu dan konsep ilmu filsafat?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penyusunan makalah ini diantaranya:


1. Untuk mengetahui pengertian aksiologi.
2. Dapat mengetahui dasar dari aksiologi ilmu
3. Dapat menjelaskan perkembangan metode ilmu
4. Dapat menjelaskan evolusi ilmu dan konsep ilmu filsafat

D. Manfaat penulisan

Manfaat penyusunan makalah ini adalah:

1. Mengetahui dimensi aksiologi dalam perkembangan ilmu


2. Menganalisis etika dan estetika keilmuan dalam aksiologi
3. Mengetahui kaitan aksiologi dengan filsafat ilmu

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Aksiologi

Menurut bahasa Yunani,aksiologi berasal dari perkataan axios yang berarti nilai dan
logos berarti teori(ilmu).Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai.Aksiologi adalah istilah
yang berasal dari kata Yunani,yaitu axios yang berarti sesuai atau wajar.Sedangkan logos
berarti ilmu.Aksiologi dipahami sebagai teori nilai.Menurut John Sinclair dalam lingkup
kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu system seperti politik,social dan
agama.Sistem mempunyai rancangan bagaimana tatanan,rancangan dan aturan sebagai
satu bentuk pengendalian terhadap suatu institusi dapat terwujud.

Nilai sebuah ilmu berkaitan dengan kegunaan.Guna suatu ilmu bagi kehidupan
manusia,akan mengantarkan hidup semakin tahu tentang resep-resep
kehidupan.Kehidupan itu ada dan berproses membutuhkan tata aturan.Hal ini sejalan
dengan gagasan Suria Sumantri(1985-234)aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan
dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.

Aksiologi atau etika adalah studi tentang prinsip-prinsip dan konsep yang mendasari
penilaian terhadap perilaku manusia.Contohnya tindakan yang membedakan benar atau
salah menurut moral,apakah kesenangan merupakan ukuran dapat dikatakan sebagai
ukuran yang baik,apakah putusan moral bertindak sewenang-wenang atau bertindak
sekehendak hati.Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan
bagaimana manusia menggunakan ilmunya.Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata
Yunani yaitu;axios yang berrati sesuai atau wajar.Sedangkan Logos yang berarti
ilmu.Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Suriasumantri (1985) mengartikan aksiologi
sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaandari pengetahuan yang diperoleh.

Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu
sendiri.Jadi aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang
sebenarnya dari pengetahuan,dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia
kalau kita bisa memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya serta
dijalan yang baik pula.

Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai, yang umumnya ditinjau
dari sudut pandang kefilsafatan. Di dunia ini terdapat cangan pengetahuan yang bersangkutan
dengan masalah-masalah nilai yang khusus, seperti ekonomi, estetika, etika, filsafat agama dan
epistemologi. Epistemologi bersangkutan dengan masalah kebenaran. Etis bersangkut dengan
masalah kebaikan (dalam arti kesusilaan), dan estetika bersangkutan dengan masalah keindahan.

Sesungguhnya nilai merupakan pengertian yang lebih luas lingkupnya dibandingkan dengan
pengertian yang baik, dan pengertian tersebut menyangkut perangkat hal yang disetujui dan yang
tidak di setujui.

Dengan demikian pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu


secara transparan.Ilmu tidak bebas nilai.Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu
harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat,sehingga nilai
kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya meningkatkan
kesejahteraan bersama,bukan sebaliknya malahan menimbulkan bencana.Dasar aksiologi
berarti sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang
diperoleh,seberapa besar sumbangan ilmu bagi kebutuhan umat manusia.Dasar aksiologi
ini merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia karena dengan ilmu segala
keperluan dan kebutuhan manusia menjadi terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah.

Yang bernilai dan yang diuberi nilai. Marilah kita kembali kepada pernyataan Kesehatan
merupakan suatu yang baik, dan mengubah bentuknya menjadi Kesehatan merupakan sesuatu
yang bernilai. Dimisialkan setelah mendengarkan ucapan semacam itu seorang pesimis bernilai,
karena sekedar memperpanjang kehidupan yang tidak berharga. Pendapat pesimis tersebut
merupakan orang yang memberi nilai negatif, atau lebih tepatnya memberi nilai rendah baik
kepada kesehatan maupun kepada kehidupan. Tetapi berbeda dengan pendapat pesimis tadi, Anda
mungkin mengatakan Tidak, kesehatan merupakan suatu yang bernilai, bukan karena saya
menyukainya atau memberi nilai kepadanya, melainkan karena sejak semula sudah mengandung
nilai di dalam diriny. Dan seorang pesimis, seperti orang butatidak dapat melihat kenyataan.

Dalam hal ini orang yang pesimis tersebut sesungguhnya berpendapat bahwa kesehatan hanya
bernilai jika orang memberi nilai kepadanya, sedangkan anda mengatakan kesehatan mempunyai
hakekat yang demikian rupa sehingga dirinya sendiri sejak semula sudah bernilai, dan sesuatu
yang bernilai karena dapat dipakai sebagai sarana untuk mencapai tujuan tertentu.

Nilai intrinsik dan nilai instrumental. Ada hal-hal yang diinginkan orang meskipun secara
intrinsik tidak bernilai atau kadang-kadang bersifat merugikan. Tetapi adakah hal-hal yang berilai,
meskipun tidak ada orang yang memberi nilai kepadanya ? apakah nilai itu terkandung didalam
objeknya ? artinya apakah nilai itu suatu kualitas yang dapat dekenal pada objek? Apakan nilai ini
merupakan suatu sikap subjek terhdadap objek-objek yang berjenis tertentu? Ataukah nilai itu
sekedar meupakan hubungan antara subjek dengan objek dalam suatu keadaan tertentu?

Untuk lebih jelasnya pertanyaan yang sama kita terapkan pada objek tertentu, misalnya pisau.
Apakah suatu pisau dikatakan baik karena mengandung kualitas-kualitas pengirisan di dalam
dirinya ? atau apakah merupakan pisau yang baik karena dapat saya gunakan untuk mengiris?
Ataukah akhirnya merupakan pisau yang baik karena hubungannya dengan saya, yaitu suatu saat
kebetulan dapat saya gunakan untuk mengiris sesuatu? Dalam hal pertama orang yang berbicara
mengenai nilai intrinsik. Dalam hal yang kedua orang berbicara mengenai nilai instrumental.
Perbedaan tersebut hendaknya jangan diambil terlalu dini untuk mendahului jawaban atas
pertanyaan apakah segenap nilai itu bersifat intrinsik, instrumental, bersifat keduanya, atau tidak
bersifat keduanya.

Jika saya mengatakan Kesehatan merupakan sesuatu yang bernilai, apakah ucapan
semacam ini harus ditulis dalam bentuk pernyataan subjek-predikat A ialah B yang dalam hal ini
orang dapat melakukan verifikasi terhadap pernyataan semacam it.

Salah satu masalah yang paling sulit dalam aksiologi ialah menentukan apakah didalam suatu
situasi-nilai terdapat tiga atau empat faktor. Masalah ini dapat didekati dari berbagai sudut. Kita
dapat menanyakan apakah perbuatan penilaian itu merupakan perbuatan akali yang khusus atau
merupakan perbuatan pengenalan belaka ?dengan kata lain apakah kita mempunyai kemampuan
melakukan penilaian yang khas tiada duanya atau apakah kita sekedar secara akali mengenal
kualitas nilai suatu objek ? atau, dapat juga kita ajukan pertanyaan, apakah ditinjau dari sudut
ontologi nilai itu merupakan kenyataan ataukah bersifat pragmatis ? dengan ungkapan lain apakah
niali digunakan sebagai kata benda, kata kerja, atau sebagai kedua-duanya.

Keharusan dan kenyataan. Masalah keharusan dan kenyataan merupakan masalah yang
penting. Ilmu pengetahuan mengatakan bahwa dirinya bebas dari tanggapan-tanggapan penilaian
dan yang demikian ini secara mutlak terutama dalam ilmu pengetahuan kealaman.

Berdasarkan aksiologi,ilmu terlihat jelas bahwa permasalahan yang utama adalah


mengenai nilai.Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk
melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.Nilai yang dimaksud adalah
sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang
dinilai.
Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.Etika
mengandung dua arti yaitu:

1. Kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia.


2. Merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal,perbuatan-
perbuatan atau manusia-manusia lainnya.

Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang


dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena disekelilingnya.Indah dan tidak
indah sering juga berkaitan dengan etika.Begitu pula etik dan tidak etiksering
berhubungan dengan filsafat keindahan.

Menurut Bramel,aksiologi terbagi tiga bagian,yaitu;

1. Moral Conduct,yaitu tindakan moral,bidang ini melahirkan disiplin khusus,yaitu


etika
2. Estetic expression,yaitu ekspresi keindahan.Bidang ini melahirkan keindahan.
3. Sosio-political life,yaitu kehidupan sosial potilik,yang akan melahirkan filsafat
sosial politik.

Dari defenisi-defenisi aksiologi tersebut,terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama


mengenai nilai suatu pengetahuan memang sering problematic.Nilai yang dimaksud adalah sesuatu
yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagaipertimbangan tentang apa yang dinilai.Teori
tentang nilai yang dalam filsafat ilmu mengacu pada permasalahan etika dan estetika.Etika menilai
perbuatan manusia,maka akan lebih tepat dikatakan bahwa objek formal etika adalah norma-norma
kesusilaan manusia,dan dapat dikatakan pula bahwa etika mempelajaritingkah laku manusia
ditinjau darisegi baik dan tidak baik didalam suatu kondisi yang melibatkan norma-
norma.Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki
oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena disekelilingnya.Pengalaman keindahan ini juga
memiliki kaidah-kaidah yang sifatnya relatif.

B. Nilai Kegunaan Ilmu dan Etika Keilmuan

Ilmu adalah istilah yang berasal dari kata Yunani,yaitu scientia yang berarti Ilmu.Atau dalam
kaidah bahasa arab berasal dari kata ilmyang berarti pengetahuan.Ilmu atau sains adalah
pengkajian sejumlah penyataan-pernyataan yang terbukti dengan fakta-fakta dan ditinjau yang
disusun secara sistematis dan terbentuk menjadi hukum-hukum umum.Ilmu akan melahirkan
kaidah-kaidah umum,yang dapat diterima oleh semua pihak.

Dari defenisi diatas setidaknya kita bisa menariksatu kesimpulan bahwa ilmu adalah
pengetahuan yang dirumuskan secara sistematis,dapat diterima oleh akal melalui pembuktian-
pembuktian empiris.Istilah empiris memang sering memunculkan persoalan,yaitu harus
didasarkan fakta yang dapat dilihat.Secara garis besar pseudo ilmu adalah pengetahuan atau
praktik-praktik metodologis yang diklaim sebagai pengetahuan.Namun berbeda dengan
ilmu,pseudo ilmu tidak memenuhi persyaratan-persyaratan yang diisyaratkan oleh ilmu.

Keberadaan ilmu timbul karena adanya penelitian-penelitian pada objek-objek yang sifatnya
empiris.Berbeda halnya dengan pseudo ilmu yang lahir atau timbul dari penelaahanobjek-objek
yang abstrak.Landasan dasar yang dipakai dalam pseudo ilmu adalah keyakinan atau
kepercayaan.Hal semacam inisering memunculkan pandangan metafisika dalam filsafat
ilmu.Perbedaan keduanya dapat kita ketahui dari penampakan yang menjadi objek penelitian
masing-masing bidang.

Ilmu sudah berada di ambang kemajuan yang mempengaruhi reproduksi dan penciptaan
manusia itu sendiri. Jadi ilmu bukan saja menimbulkan gejala dehumanisasi namun bahkan
kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri, atau dengan perkataan lain, ilmu bukan
lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, namun bahkan
kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan itu sendiri, atau dengan perkataan lain ilmu bukan
lagi merupakam sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, namun juga
menciptakan tujuan hidup sendiri.

Konsep ilmiah yang bersifat abstrak menjelma dalam bentuk konkret yang berupa teknologi.
Teknologi disini diartikan sebagai penerapan konsep ilmiah dalam memecahkan masalah-masalah
praktis. Dalam tahapan ini ilmu tidak saja bertujuan menjelaskan gejala-gejala alam untuk tujuan
pengertian dan pemahaman, namun lebih jauh lagi, bertujuan memanipulasi faktor-fakyor yang
terkait dalam gejala tersebut untuk mengontol dan mengarahkan proses yang terjadi.

Secara filsafat dalam tahap pengembangan konsep terdapat masalah moral yang ditinjau dari
segi masalah moral ditinjau dari segi aksiologi keilmuan. Ontologi diartikan sebagai pengkajian
mengenai hakikat realitas dari obyek yang di telaah dalam membuahkan pengetahuan. Aksiologi
diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
Epistimologis membahas cara untuk mendapatkan pengetahuan yang dalam kegiatan keilmuan
disebut metode ilmiah.
Masalah teknologi yang mengakibatkan proses dehumanisai sebenarnya lebih merupakan
masalah kebudayaan daripada masalah moral. Artinya, dihadapkan dengan akses teknologi yang
bersifat negatif ini, maka masyarakat harus menetukanteknologi mana saja yang akan
dipergunakan dan teknologi mana yang tidak. Secara konseptual maka hal ini berarti bahwa suatu
masyarakat harus menetapkan strategi pengembangan teknolohinya agar sesuai dengan nilai-nilai
budaya yang dijunjung.

Golongan yang pertama menginginkan bahwa ilmu harus bersifat nertal terhadap nilai-nilai
baik itu secara ontologis maipun aksiologis. Dalam hal ini tugas ilmuan adalah menemukan
pengetahuan dan terserah kepada orang lain untuk mempergunakannya.

Golongan kedua sebaliknya berpendapat bahwa netralitas ilmu terhadap nilai-nilai hanyalah
terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihanobyek
penelitian, maka kegiatan keilmuan harus berlandaskan asas-asas moral. Tahap tertinggi dalam
kebudayaan moral manusia, adalah ketika kita menyadari bahwa kita seyogyanya mengontrol
pikiran kita. Ilmu secara moral harus ditunjukkan untuk kebaikan manusia tanpa merendahkan
martabat atau mengubah hakikat kemanusiaan.

Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Magnis-Suseno(1985)diartikan
sebagai pemikiran kritis,sistematis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-
pandangan moral.Isi dari pandangan-pandangan moral ini sebagaimana telah
dijelaskandiatas adalah norma-norma,adat,wejangan dan adat istiadat manusia.Berbeda
dengan norma itu sendiri,etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan
larangan,melainkan sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar.Tujuan dari etika adalah
agar manusia mengetahui dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan.

Didalam etika,nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi sentral


persoalan.Etika itu sejajar artinya dengan moral (Hadiatmaja,2011;9).Dalam etiak ada
etiket (Perancis;etiquette) berarti norma.Etiket adalah aturan sopan santun dalam
pergaulan.Etika adalah filsafat yang memuat pendapat,norma,dan istilah moral.Dalam
bidang akademik yang muncul adalah etika akademik.Bahkan etika akademik ini sering di
eksplisitkan secara tertulis,yang mengikat komunitas tertentu.Maksudnya insane akademik
yang bertingkah laku sesuai etika,akan penuh dengan tanggung jawab,baik tanggung
jawab terhadap diri sendiri,masyarakat,alam maupun terhadap Tuhan sebagai sang
pencipta.Dalam perkembangan sejarah etika ada empat teori etika sebagai system filsafat
moral,yaitu hedonism,eudemonisme,utiliterisme dan deontology.
Hedonisme adalah pandangan moral yang menyamakan baik menurut pandangan
moral dengan kesenangan.
Eudemonisme menegaskan setiap kegiatan manusia mengejar tujuan.
Utilitarisme adalah memajukan kepentingan para warga Negara dan bukan
memaksakan perintah-perintahilahi atau melindungi apa yang disebut hak-hak
kodrati.
Deontologi adalah pemikiran tentang moral yang diciptakan oleh Immanuel
Kant.Menurut Immanuel Kant yang bisa disebut baik dalam arti sesungguhnya
hanyalah kehendak baik.Semua hal lain disebutbaik secara terbatas atau dengan
syarat.Misalnya kekayaan manusia apabila digunakan dengan baik oleh kehendak
manusia.

Sementar itu,cabang lain dari aksiologi,yakni estetika.Estetika merupakanbidang studi


manusia yang mempersoalkan tentang nilai keindahan.Keindahan mengandung arti bahwa didalam
diri segala sesuatu terdapat unsure-unsur yang tertata secara tertib dan harmonis dalam satu
kesatuan hubungan yang utuh menyeluruh.Maksudnya adalah suatu objek yang indah bukan
semata-mata bersifat selaras serta berpola baik melainkan harus juga mempunyai
kepribadian.Berkaitan dengan ini menurut Francis Bacon seperti yang dikutip oleh
Suriasumantri(1992) yaitu bahwa pengetahuan adalah kekuasaanapakah kekuasaan itu
merupakan berkat atau justru malapetaka bagi umat manusia.Memang kalaupun terjadi
malapetaka yang disebabkan oleh ilmu,bahwa kita tidak bisa mengatakan bahwa itu merupakan
kesalahan ilmu,karena ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan
hidupnya,lagi pula ilmu memiliki sifat netral,ilmu tidak mengenal baik ataupun buruk melainkan
tergantung pada pemilik dalam menggunakannya.

Jika nilai merupakan suatu kualitas objek atau perubahan tertentu, maka objek dan perubahan
tertentu dapat didefinisikan berdasarkan atas nilai-nilai, tetapi tidak mungkin sebaliknya.

Sebuah pengertian semesta hanya dapat dialami secara akali. Paham yang mengatakan bahwa
nilai merupakan kualitas empiris berarti kita dapat mengalami dan memahami secara langsung
kualitas yang bersangkutan yang terdapat pada suatu objek tertentu: atau dapat juga kita dapat
mengalami dan memahami secara langsung kualitas yang bersangkutan yang terdapat pada suatu
objek tertentu; atau dapat juga berarti bahwa akal kita secara langsung mengetahui kualitas
tersebut sebagai pengertian semesta. Dengan demikian suatu objek ialah terlihat indah; atau
keindahan secara akali langsung dipahami sebagai kualitas suatu objek. Suatu perbuatan yang baik,
misalnya menolong orang buta, memiliki kualitas kebaikan yang tampak secara langsung.
Kebaikan perbuatan tersebut tidak dapat dipulangkan kepada rasa nikmat yang dialami orang yang
melakukannya maupun oleh orang buta yang memperoleh kabaikan tersebut.
Dengan cara yang sama kita dapat memahami, misalnya, orang mengatakan bahwa nilai
terdapat pada rasa nikmat, kemudian ada yang bertanya Apakah rasa nikmat itu baik? Atau lebih
tepat Apakah baik jika orang memberikan rasa nikmat kepada orang lain ? jika yang baik dapat
dipulangkan kepada rasa nikmat, maka pertanyaan yang pertama tidak mengandung makna, atrau
setidak-tidaknya merupakan tautologi, dan kalimat tanya yang terakhir harus dibaca Apakah baik
jika orang memberikan kebaikan kepada orang lain?

Nilai Sebagai Obyek Suatu Kepentingan

Ada yang mengatakan bahwa masalah Nilai sesungguhnya merupakan masalah


pengutamaan. Contoh ungkapan perang merupakan suatu keburukan kiranya diiringi
oleh tanggapan saya menentang perang.

Pandangan orang Amerika dalam bukunya bahwa jika saya mengatakan x berNilai
maka dalam arti yang sama saya dapat mengatakan saya mempunyai kepentingan pada
x. Sikap setuju atau menentang tersebut oleh Perry ditunjuk dengan istilah kepentingan.

Dewey menyatakan bahwa nilai bukanlah sesuatu yang dicari untuk ditemukan. Nilai
bukanlah suatu kata benda atau kata sifat. Masalah nilai berpusat pada perbuatan memberi
nilai. Dalam Theory of Valuation, Dewey mengatakan bahwa pemberian nilai menyangkut
perasaan dan keinginan. Pemberian nilai juga menyangkut tindakan akal untuk
menghubungkan sarana dan tujuan.

Menurut perry jika seorang mempunyai kepentingan pada suatu apapun, maka hal tersebut
mempunyai Nilai.

Teori Pragmatis Mengenai Nilai

Sejumlah hal yang telah saya perbincangkan yang bersifat penolakan terhadap teori
Nilai yang didasarkan atas kepentingan kiranya menyebabkan tampilnya teori lain, yaitu
Teori Pragmatis. Pragmatisme mendasarkan diri atas akibat-akibat, dan begitu pula halnya
dengan teori pragmatisme mengenai Nilai. Jadi penulis dapat menyimpulkan bahwa Teori
Pragmatis mengenai Nilai adalah akibat-akibat dari sesuatu menjadi kita anggap bernilai.

Nilai Sebagai Esensi


Sesungguhnya Nilai-Nilai merupakan hasil ciptaan yang-tahu (subyek yang
mengetahui). Jika Nilai merupakan Nilai karena kita yang menciptakannya, maka tentu
kita akan dapat membuat baik menjadi buruk dan sebaliknya.

Esensi adalah inti, sesuatu yang menjadi pokok utama, hakikat. Contoh Perdamaian
merupakan sesuatu yang bernilai, maka ia memahami bahwa di dalam hakekat
perdamaian itu sendiri terdapat Nilai yang mendasarinya. Jadi penulis menyimpulkan Nilai
sebagi esensi ialah Nilai tentang sesuatu yang pasti ada dalam setiap sesuatu tersebut.

Esensi tidak dapat di tangkap secara inderawi. Ini berarti bahwa nilai tidak dapat di
lakukan sebagaimana kita memahami warna.

C. Teori Nilai dalam ilmu Pengetahuan

Nilai-nilai kehidupan menjadi wilayah garap aksiologi.Nilai akademik selalu


membingkai perilaku keilmuan.Menurut Hadiatmaja(2011:5),nilai adalah konsep abstrak
mengenai masalah dasar baik yang merupakan sifat-sifat maupun sikap,perilaku perbuatan
seseorang atau kelompok yang sangat penting dan berguna bagi kehidupan manusia dan
masyarakattertentu baik berguna untuk kehidupan lahir dan batin.

Ilmu selalu berkaitan dengan nilai dasar keilmuan.Pengembangan ilmu terus


dilakukan,tanpa meninggalkan nilai-nilai akademik.Hal mendasar dari ilmu adalah
metodenya.Ilmu dalam pengertian teori dapat saja berubah-ubah,tetapi ada yang tidak
berubah dari ilmu dan Bahm mengatakan bahwa hal itu adalah metode.Yang menjadi
pembahasan utama adalah apakah metode ilmiah itu satu atau banyak.Menurut
Bahm,metode ilmiah itu satu sekaligus banyak.Metode ilmiah itu banyak dapat dipahami
dalam banyak jalan.

Tiap ilmu memiliki metode terbaiknya yang cocok untuk memecahkan masalah-
masalah yang dihadapi.
Setiap masalah yang berbeda membutuhkan metode yang khas untuk
memcahkannya
Para Ilmuan dalam bidang yang sama tetapi di era yang berbeda menggunakan
metode yang berbeda karena perbedaan bangunan teoretik dan hasil penemuan
tekhnologi
Dengan kenyataan pembangunan saat ini secara metodologis muncul pendekatan-
pendekatan multidisipliner untuk mengkaji masalah-masalah yang kompleks dan
dibutuhkan metode yang interdisipliner.
Metode sendiri memiliki tingkatan-tingkatan yang berbeda dengan metode yang lain
dalam tiap tingkatannya.

Nilai keilmuan selalu dilandasi objektivitas.Objektivitas merupakan nilai yang selalu dipersoalkan
pada setiap temuan penelitian.Bahm menyatakan bahwa kesediaan untuk menjadi objektif sebuah
ilmu meliputi beberapa hal,yaitu:

1. Kesediaan untuk mengikuti rasa ingin tahu ilmiah kemana saja rasa itu membimbing.
2. Kesediaan untuk dituntun oleh pengalaman dan rasional
3. Kesediaan untuk mau menerima
4. Kesediaan untuk diubah oleh objek
5. Kesediaan untuk melakukan kesalahan
6. Kesediaan untuk bertahan
7. Pikirn yang terbuka
8. Kesediaan untuk menangguhkan keputusan
9. Tentativitas

Perkembangan yang terjadi dalam pengetahuan ternyata melahirkan sebuah polemik baru
karena kebebasan pengetahuan terhadap nilai atau yang bisa kita sebut sebagai netralita
pengetahuan(value free).Sebaliknya ada jenis pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan
nilai atau yang lebih dikenal sebagai value baound.Nilai dalam kehidupan semakin
kompleks,mengikuti seluruh kebutuhan hidup manusia.Maka muncul beragam asal usul
nilai,yaitu:

Nilai berasal dari kehendak,Voluntarisme


Nilai berasal dari kesenangan,Hedonisme
Nilai berasal dari kepentingan
Nilai berasal dari hal yang lebih disukai(preference)
Nilai berasal dari kehendak rasio murni

Aksiologi merupakan bagian dari filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia
menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani yaitu axios yang
artinya nilai dan logos artinya teori atau ilmu. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai dalam berbagai
bentuk.
Dalam kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan
manusia tentang nilai-nilai khususnya etika.

Menurut Bramel Aksiologi terbagi tiga bagian :

1. Moral Conduct yaitu tindakan moral, Bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu
etika. Estetic expression yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan keindahan
Socio-politcal life yaitu kehidupan social politik, yangakan melahirkan filsafat social
politik.
2. Menurut pandangan Kattsoff aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki

tentang hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.

3. Dan Barneld juga

aksiologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki tentang nilai-nilai, menjelaskan


berdasarkan kriteria atau prinsip tertentu yang dianggap baik di dalam tingkah laku manusia

D. Kegunaan Aksiologi Terhadap Tujuan Ilmu Pengetahuan

Menurut Francis Bacon seperti yang dikutip oleh Jujun.S.Suriasumatri yaitu bahwa pengetahuan
adalah kekuasaan. Ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan
hidupnya dan ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal baik ataupun buruk melainkan
tergantung pada pemilik dalam menggunakannya. .

Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu
digunakan dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu:

1. Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran.
Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenaranya dan
dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah
untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.
2. Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah. Dalam hidup ini kita
menghadapi banyak masalah. Bila ada batui didepan pintu, setiap keluar dari pintu itu
kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih enak bila
masalah masalah itu dapat diselesaikan

E. Teori Teori Tentang Nilai

Permula adanya teori umum dari terjadinya perdebatan antara Alexius Meinong dengan Christian
von Ehrenfels pada tahun 1890-an berkaitan dengan sumber nilai. Alexius Meinong berpendapat
sumber nilai adalah perasaan (feeling) atau perkiraan adanya kesenangan terhadap suatu objek.
Christian von Ehrenfels berpendapat sumber nilai adalah hasrat atau keinginan (desire). Menurut
pendapat keduanya nilai adalah milik objek itu sendiri .

Objektivisme atau Realisme Aksiologi

Penetapan nilai merupakan suatu yang dianggap objektif. Alexander mengatakan nilai, norma,
ideal, dan sebagainya merupakan unsure atau berada dalam objek atau berada pada realitas objek .
Penetapan suatu nilai memiliki arti benar atau salah, meskipun penilaian itu tidak dapat diverifikasi,
yaitu yang tidak dapat dijelaskan melalui suatu istilah tertentu.

Pendukung dari objektivisme aksiologi mencangkup Plato, Aristoteles , St. Thomas Aquinas,
Maritain, Rotce, Alexander , dan lain- lainnya.

Beberapa bentuk Ekspresi Objektivisme Aksiologi:

1. Bosanquet ( idealisme )

Nilai adalah kualitas tertentu dari suatu objek, kejujujuran apa adanya, tetapi
manifestasinya diilhamkan kedalam sikap pikiran manusia.

2. Scheler (fenomenologi)

Nilai adalah esensi yaitu entitas yang ada dengan sendirinya yang diintuisikan secara
emosional.

3. C.I. Lewis (Pragmatisme konseptual)

Penetapan nilai tunduk pada standar yang sama pada pengetahuan dan validitas seperti
halnya penilaian empiris kognitif lainnya.

Subjektivisme Aksiologi
Subjektivisme aksiologi cenderung mengabsahkan teori etika yang disebut hedonism, sebuah
teori yang mengatakan kebahagian sebagai criteria nilai dan naturalism yang meyakini bahwa suatu
nilai dapat direduksi ke dalam psikologis.

Pendukung subjektivisme aksiologi adalah Hume , Perry, Prall, Parker, Santayana, dan
lainnya.

Beberapa bentuk Ekspresi Subjektivisme Aksiologi :

1. Hume ( skeptisime ) A memiliki nilai berarti orang menyukai A


2. Sarte (eksistensialisme) Nilai adalah kualitas empiris yang tidak dapat dijelaskan
menyatu dengan kebahagian perasaan daripada berpikir bagaimana kita ingin
merasakannya.
3. D. H. Parker (humanisme) Nilai merupakan pengalaman , tidak berwujud objek.
4. Perry (naturalisme) Semua objek dari kepentingan sebagai suatu hubungan yang
saling terkait antara kepentingan dengan objek.

Nominalisme Aksiologis atau Skeptisime (Emotivisme) Aksiologi.

Pandangan ini mengatakan bahwa penentuan nilai adalah ekspresi emosi atau usaha untuk
membujuk yang semua itu tidak faktual.

Emotivisme : Nilai adalah suatu nilai yang tidak dapat dijelaskan dan bersifat emotif walaupun
memiliki makna secara faktual.

Asal mula emotivisme yaitu dengan adanya G. E. Moore mengajarkan tentang kebahagian
yang tidak dapat dijelaskan tetapi kebaikan secara factual dletakkan pada suatu tindakan atau objek,
dengan I.A.Richard membedakan antara makna factual dan makna emotif.

Pendukung emotivisme aksiologi adalah Nietzsche,Ayer, Stevenson, Carnap, dan lainnya.

Beberapa bentuk Ekspresi Subjektivisme Aksiologi :

1. Nietzsche ( relativisme aksiologi) Nilai adalah sebuah ekspresi perasaan dan


kebiasaan daripada sebuah pernyataan terhadap suatu fakta.
2. Ayer ( logika positivism) Nilai adalah fungis ekspresif , member cela bagi perasaan ,
dan statemen yang bersifat emotif atau nonkognitif.

F. Teori Etika
Perbedaan Normatif dengan Metaetik Dalam teori etika yang normative dan metaetik harus
dibedakan dan dapat dilakukan :

1. Etika normative yaitu mengidentifikasikan satu atau lebih dari prinsip moral secara
luas yang setiap orang menggunakannya sebagai petunjuk, kode moralitas yang
bersifat ideal atau benar.
2. Etika Metaetik yaitu menganalisis satu atau lebih cara untuk penentuan moral yang
diterapkan secara actual.
3. Etika normatif dibedakan menjadi teleological atau deontologikal atau varian dari
kombinasi keduannya (masalah yang berkaitan dengan nilai). Sedangkan metaetika
dibagi menjadi kognitifis atau nonkognitifis.

Perbedaan Teleologis dengan Deontologis

Fakta fakta yang harus dipertimbangkan dalam pembedaan teori etika yang bersifat teleologis
dengan deontologis yaitu:

Memperhatikan tingkat penegasan daripada dasar pengeluaran timbal balik. Menurut


Bentham

1. Teleologis adalah kebaikan konsekuensi dan nilai moral adalah hasilnya.


2. Deontologis adalah member jawaban yang berbeda berdasarkan cabang keduanya
yaitu formal atau intuisionistik.

Teori Etika Teleologis

Teori etika berkaitan dengan hasil akhir atau kebaikan ketimbang sebagai kewajiban moral.
Teori teleologis lebih cenderung mengembangkan satu kebaikan intrinsic a priorir sebagai sebuah
moral standar seperti kebahagian.

Pada saat teori teleologis bersifat naturalistik maka :

Penentuan etis dapat direduksi atau dianalisis ke dalam nonetis atau istilah deskriptif.

Penentuan etis dalam arti hasil akhir yang bersifat duniawi sebagai kebalikan dari spiritual atau
kebaikan yang lain.

Beberapa contoh teori etika teleologis :


1. Plato dan Aristoteles (eudnemonisme Yunani) Baik adalah kesenangan sebagai
sesuatu yang baik atau pemenuhan tujuan seseorang.
2. Epicurus ( hendonisme egoistic) Baik adalah kesenangan atau tidak ada yang sakit
(kesenangan dalam pikiran).
3. Bentham dan Mill (Ultilarianisme hedonistik atau hedonisme universalistic). Baik
adalah kebahagian tertinggi dalam jumlah besar.
4. Perry (naturalisme) Baik adalah objek dari semua kepentingan sebagai sebuah sikap
rasional.
5. Paley ( utilitarianisme ) Baik adalah apa yang dikehendaki oleh Tuhan untuk
kebahagian manusia.

Teori Etika Deontologis

Etika deontologis menekankan sifat pembuktian dari yang benar menjadi sesuatu yang lahir
sari penalaran, intuisi, dan rasa moral.

Justifikasi Moralitas

1. Etika Egoisme Setiap orang harus melakukan kepentingan pribadinya dan


mengabaikan kepentingan orang lain kecuali jika ada kaitannya dengan kepentingan
pribadi. Kepentingan sesorang seharusnya memaksimalkan kesenangan sendiri dan
secara umum. Dan penganut etika egoisme lainnya adalah protogoras dan filosoft
yunani.
2. Egoisme Psikologis Egoisme psikologi adalah sebuah teori etika tidak memiliki
makna , karena tidak seorang pun dapat melakukan sesuatu yang bertentangan dengan
keyakinannya.

Teori Teori Analitik Atau Mataetik

Mataetik adalah sebuah kajian tentang moral atau penilaian moral sebagai kebaikan dari etika
normative deskriptif dan analisis daripada preskriptif dan substantive.

Teori teori Kognitivis dan Nonkongnitif.

1. Teori kognitivis yaitu menyatakan term atau pernyataan etis itu bersifat informatif.
2. Teori nonkronganitif yaitu menolak term atau pernyataan etis itu bersifat informatif.
Fallasi Naturalistik. Fallasi naturalistic adalah nama dari sebuah usaha dalam teori metaetika yang
mendefinisikan etis (nonnatural) ke dalam istilah nonetis (natural) mendefinisikan baik sebagai
kesenangan.

Etika Relativisme

Dalam teori etika relativisme menolak keberadaan standar moral secara luas.

1. Relativisme Sosiologis.Relativisme sosialogis menyatakan bahwa fakta merupakan


keyakinan moral yaitu berbeda antara budaya satu dengan lainnya.
2. Relativisme Etik Menyatakan keyakinan moral adalah benar.
3. Relativisme Metaetik Mengatakan bahwa jika ada ketidaksepakatan moral, mungkin
itu benar.

G. Tanggung Jawab Sosial Ilmuan

Ilmu merupakan hasil karya perseorangan yang dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh
masyarakat. Sekiranya hasil karya itu memenuhi syarat-syarat keilmuan maka dia diterima sebagai
sebagian bagian dari kumpulan ilmu pengetahuan dan digunakan oleh masyarakat tersebut. Sikap
sosial seorang ilmuan adalah konsisten dengan proses penelaahan keilmuan yang dilakukan.

Masalah itu baru akan timbul yang disebabkan oleh proses yang sekarang sedang berjalan. Ilmuan
berdasarkan pengetahuannya memiliki kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi. Yang
disebabkan proses yang sekarang sedang berjalan. Contohnya saja apakah yang akan terjadi dengan
ilmu dan teknologi kita di masa depan berdasarkan proses pendidikan keilmuan sekarang. Apakah
sistem pendidikan kita memungkinkan negara kita mengejar keterbelakangan di bidang ilmu dan
teknologi dimasa yang akan datang?.

Permasalahan yang sedang menjadi pusat perhatian adalah betapa uang yang dipakai untuk
persenjataan dapat dipergunakan untuk meningkatkan dan mendistribusikan bahan makanan serta
mengurangi ledakan penduduk. Dengan kemampuan pengetahuannya seseorang ilmuwan harus dapat
mempengaruhi opini masyarakat terhadap masalah-masalah yang sebenarnya mereka sadari.

Karakteristik lain dari ilmu terletak dalam cara berpikir untuk menemukan kebenaran. Manusia
dalam usaha untuk menemukan kebenaran itu ternyata menempuh cara yang bermacam-macam
sehingga menimbulkan pemeo.
Memang kita harus bangga dengan julukan kita selaku manusia: Homo sapiens, makhluk yang
berpikir. Manusia bukan saja pandai membuat rasional namun juga cerdas membuat rasionalisasi.
Pikiran manusia bukan saja dapat dipergunakan untuk menemukan dan mempertahankankebenaran
namun sekaligus juga dapat dipergunakan untuk menemukan dan mempertahankan hal-hal yang tidak
benar. Seorang manusia biasa berdalih untuk menutup-nutupi kesalahannya baik terhadap dirinya
sendiri maupun terhadap orang lain. Peristiwa seperti ini dapat lenih memukau bila di dukung oleh
sarana seperti kekuasaan.

Seoarang ilmuwan pada hakikatnya adalah manusia biasa berpikir dengan teratur dan teliti. Bukan
saja jalan pikirannya mengalir melalui pola-pola yang teratur namun juga segenap materi yang
menjadi menolak atau menerim asesuatu secara begitu saja tanpa suatu pemikiran yang cepat.

Nuklir dan Pilihan Moral

Salah satu sendi masyarakat modern adalah ilmu dan teknologi. Kaum ilmuwan tidak boleh
picik dan menganggap ilmu dan teknologi itu alpha dan omega dari segala-galanya. Masih terdapat
banyak lagi sendi-sendi lain yang menyangga peradaban manusia yang baik.

Salah satu musuh kemanusiaan yang besar adalah peperangan. Perang menyebabkan
kehancuran, pembunuhan, dan kesengsaraan. Tugas ilmuwanlah untuk menghilangkan atau
mengecilkan terjandinya peperangan ini meskipun hal ini merupakan sesuatu yang hampir mustahil
terjadi. Perang ini merupakan fakta dari sejarah kemanusiaan yang sukar untuk dihilangkan. Mungkin
hal ini sudah merupakan fitrah dari manusia dan masyarakat kemanusiaan yang sudah mendarah
daging. Pengetahuan merupakan kekuasaan, kekuasaan yang dapat dipakai untuk kemaslahatan
kemanusiaan atau sebaliknya dapat pula disalahgunakan.

Ilmu pengetahuan merupakan rangkaian penemuan yang mengarah kepada penemuan


selanjutnya. Kemajuan ilmu pengetahuan tidak melalui loncatab-loncatan yang tidak berketentuan
melainkan melalui proses kumulatif secara teratur. Menyembunyikan kebenaran dalam proses
kegiatan ilmiah merupakan kerugian bagi kemajuan ilmu pengetahuan seterusnya.

Seorang ilmuwan tidak boleh memutarbalikkan penemuannya bila hipotesisnya yang


dijunjung tinggi yang disusun diatas kerangka pemikiran yang terpengaruh prefensu moral ternyata
hancur berantakan karena bertentangan dengan fakta-fakta pengujian. Seorang ilmuawan yang di atas
landasan moral memilih untuk membuktikan bahwa generasi muda kita berkesadaran tinggi atau
membuktikan bahwa hasil pembangunan itu efektif. Kemanusiaan bagi seorang ilmuwan tidak terikat
oleh ruang dan bahkan tidak oleh waktu. Penemuan ilmiah tidaklah diperuntukkan bagi suatu
golongan tertentu namun bagi kemanusiaan secara keseluruhan. Penemuan yang mungkin hari ini
kurang relevan dan tidak ada gunanya bukan mustahil akan merupakan akan merupakan batu loncatan
ke arah kemanjuan di depan.

Kenetralan dalam proses penemuan kebenaran inilah yang mengharusakan ilmuwan untuk
bersikap dalam menghadapi bagaimana penemuan itu dihunakan. Pengetahuan bisa merupakan berkah
dan mungkin merupakan kutukan tergantung bagaimana manusia memanfaatkan pengetahuan
tersebut. Tidak cukup bagi kita hanya memahami ilmu agar hasil pekerjaan kami membawa berkah
bagi manusia.

Revolusi Genetika

Ilmu dalam perspektif sejarah kemanusiaan mempunyai puncak kecemerlangan masing-


masing, namun seperti kotak pandora yang terbuka, kecemeralangan itu sekaligus membawa
malapetaka. Tak dapat dipungkiri bahwa kemajuan dalam kedua bidang kimia dan fisika membawa
manfaat yang banyak bagi kehidupan manusia. Namun disamping berkah ini kemajuan ilmu sekaligus
membawa malapetaka. Perang Dunia ke I mengahadirkan bom kuman sebagai kutukan ilmu kimia
dan Perang Dunia ke II memunculkan bom atom sebagai produk fisika.

Revolusi genetika merupakan hal baru dalam sejarah keilmuwan manusia sebab sebelum ilmu
ini tidak pernah menyentuh manusia sebagai objek penelaahan itu sendiri. Jika kita mengadakan
penelaahan mengenai jantung manusia, maka hal ini dimaksudkan untuk mengembangkan ilmu dan
teknologi yang berkaitan dengan penyakit jantung.

Ilmu yang berfungsi sebagai pengetahuan yang membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Tujuan hidup ini, yang berkaitan erat dengan hakikat kemanusiaan itu sendiri bersifat otonom dan
terlepas dari kajian dan pengaruh ilmiah.

Ilmu tidak akan bisa membirikan jawaban yang bersifat apriori (sebelumnya) sebab
kesimpulan ilmiah baru bisa ditarik setelah proses pembuktian yang bersipat aposteriori (sesudahnya).
Jadi bila kita secara moral bersedia meluluskan penciptaan manusia yang mempunyai IQ 160 maka
dengan ilmu pun tidak bisa memberikan jaminan bahwa dia akan bahagia.

Kesimpulan yang dapat ditarik dari seluruh pembahasan kita tersebut di atas menyatakan
sikap yang menolak terhadap dijadikannya manusia sebagai obyek penelitian genetika. Secara moral
kita lakukan evaluasi etis terhadap suatu obyek yang tercakup dalam obyek formal (ontologis) ilmu.
Menghadapi nuklir yang sudah merupakan kenyataan maka moral hanya mampu memberikan
penilaian yang bersifat aksiologis bagaimanasebaiknya kita mempergunakan tenaga nuklir untuk
keluhuran martabat manusia. Menghadapi revolusi genetika yang baru di ambang pintu, kita belum
terlambat menerapkan pilihan ontologos, jangan petik buah terlarang itu.

Ilmu hanya dapat maju apabila masyarakat berkembang dan berperadaban.

BAB III

PENUTUP
Aksiologi merupakan bagian dari filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia
menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani yaitu axios yang
artinya nilai dan logos artinya teori atau ilmu. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai dalam berbagai
bentuk

Kegunaan aksiologi terhadap ilmu pengetahuan:

1. Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran.

Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang
membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau sistem
ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya. Filsafat
sebagai pandangan hidup.

Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenaranya dan
dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah untuk
petunjuk dalam menjalani kehidupan.

2. Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.

Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batui didepan pintu, setiap keluar
dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih
enak bila masalah masalah itu dapat diselesaikan

DAFTAR PUSTAKA
Sumatriasumatri Jujun S.Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Harapan.
1988.

Hunnex, Milton D . Peta Filsafat. Jakarta: Teraju. 2004.

Habid, H. Mohammad. Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2010 dan 2011

http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2124658-dimensi-aksiologi-dalam filsafat-
pendidikan/

Anda mungkin juga menyukai