Anda di halaman 1dari 10

ISU-ISU FILOSOFI STUDI KOMUNIKASI:

AKSIOLOGI

Dosen:
Srie Rosmilawati, M.IKom

Mata Kuliah :
Etika dan Filsafat Komunikasi

Disusun Oleh :
Candra Puspa Dewi 20.12.022405
Ella Febriani 20.12.022632
Muhammad Rizky Hidayat 20.12.023555
Bello Nathalio Fransisco 20.12.023892

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FALKUTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, telah memberikan
rahmat dan karunia yang dilimpahkan-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu.
Tujuan kami menyusun makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari dosen ibu Srie
Rosmilawati, M.IKom, dalam mata kuliah Etika dan Filsafat Komunikasi.
Adapun yang menjadi judul makalah yaitu “Isu-Isu Filosofi Studi Komunikasi:
Aksiologi” yang di dalamnya memuat tentang pengertian aksiologi, aspek aksiologi, isu
aksiologi beserta contohnya.
Selama proses penyusunan, kami belajar banyak wawasan lebih dalam mengenai
materi ‘Isu-Isu Filosofi Studi Komunikasi: Aksiologi’ ini, banyak hal yang sebelumnya tidak
kami ketahui, namun akhirnya bisa kami pelajari. Ditambah lagi penyusunan makalah dengan
sistem kelompok membantu kami melatih kerjasama tim baik.
Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik dari
penyusunan hingga tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Terlebih lagi pembahasan
tentang ‘Isu-Isu Filosofi Studi Komunikasi: Aksiologi’ sebenarnya sangat luas, sehingga
mungkin masih banyak hal yang tertinggal. Oleh karena itu, kami dengan rendah hati
menerima masukan kritik dan saran dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini
serta menjadi pelajaran dalam penyusunan lainya di kemudian hari.
Dengan disusunnya makalah ini, kami berharap dapat memberikan manfaat berupa
ilmu pengetahuan yang baik bagi penyusun maupun bagi para pembaca.

Palangkaraya, Oktober 2021

Tim
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I....................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................4
1.3 Tujuan..................................................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
2.1 Definisi Aksiologi.................................................................................................................5
2.2 Aspek – Aspek Dalam Aksiologi.........................................................................................5
2.3 Isu – Isu aksiologi................................................................................................................7
BAB III.................................................................................................................................................9
PENUTUP............................................................................................................................................9
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stephen W. Littlejohn dalam bukunya yang berjudul Theories of Human
Communication (1999: 31), menjelaskan bahwa terdapat sejumlah isu filosofis tentang
studi komunikasi, yang disebut sebagai "metateori". Sesuai dengan namanya, imbuhan
"meta" merujuk pada spekulasi yang menyertai sebuah teori. Metateori mengajukan
sejumlah pertanyaan menyangkut sebuah teori, yakni apa yang dibahas, bagaimana
pengamatan dilakukan dan bagaimana suatu teori terbentuk. Dengan kata lain,
metateori adalah teori dari sebuah teori. Selanjutnya, Littlejohn membagi isu-isu
filosofis studi komunikasi menjadi tiga tema, yakni epistemologi, ontologi, dan
aksiologi.
Ontologi atau metafisika merupakan studi tentang sifat dan fungsi teori dalam
sebuah realitas. Ontologi membicarakan tentang hakikat dan struktur sains.
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode dan
gagasan pengetahuan manusia. Epistemologi pada dasarnya adalah cara bagaimana
pengetahuan disusun dari bahan yang diperoleh yang dalam prosesnya menggunakan
metode ilmiah. Aksiologi merupakan teori nilai penyelidikan mengenai kodrat, kriteria
dan status metafisika dari nilai-nilai dalam pemikiran filsafat Yunani.
Dalam filsafat ada pandangan yang mengatakan nilai sangatlah penting itu karena
filsafat sebagai philosophy of life mengajarkan nilai-nilai yang ada dalam kehidupan
yang berfungsi sebagai pengontrol sifat keilmuan manusia. Teori nilai ini sama halnya
dengan agama yang menjadi pedoman kehidupan manusia.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas, maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa definisi aksiologi?
2. Apa saja aspek-aspek yang terlibat dalam aksiologi?
3. Apa saja isu-isu yang terdapat dalam aksiologi?

1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Definisi aksiologi
2. Aspek-aspek dalam aksiologi
3. Isu-isu aksiologi
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Aksiologi


Dalam etimologis, aksiologi berasal dari berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu
“aksios” yang berarti nilai dan kata “logos” berarti teori. Dapat disimpulkan bahwa
aksiologi merupakan cabang filsafat yang mana mempelajari mengenai nilai dan dapa
dikatan aksiologi merupakan teori nilai. Dalam Kamus Bahasa Indonesia (1995) adalah
kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai
khususnya etika.
Menurut Wibisono seperti yang dikutip Surajiyo (2007), aksiologi adalah nilai-
nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normatif penelitian
dan penggalian, serta penerapan ilmu. Bramel, membagi aksiologi dalam tiga bagian,
yakni moral conduct, estetic expression, dan socio-political life. Moral Conduct, yaitu
tindakan moral. Bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu etika. Estetic expression,
yaitu ekspresi keindahan yang mana bidang ini melahirkan keindahan. Dan terakhir
yang mebidani lahirnya filsafat kehidupan sosial politik (Abadi, 2016).
Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan
objektif jika nilai-niali tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai.
Tolok ukut suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan
penelitian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu
melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif apabila subjek
berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi tolok ukur penilaian.
Dengan demikian nilai subjektif selalu memerhatikan berbagai pandangan yang
dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah kepada suka atau
tidak suka, senang atau tidak senang.

2.2 Aspek – Aspek Dalam Aksiologi


Aspek dalam aksiologi filsafat membahas nilai-nilai atau persoalan moral yang
berlaku dalam kehidupan manusia. Secara garis besar aksiologi memiliki dua cabang
filsafat yang membahas berbagai aspek kualitas hidup manusia, yaitu etika dan estetika.
a) Etika
Etika termasuk dalam filsafat moral yang berasal dari kata ethos (Yunani) yang
berarti watak, Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) menjelaskan etika dalam tiga
arti. Pertama, etika merupakan ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan
tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Kedua, etika adalah kumpulan asas atau
nilai yang berkenaan dengan akhlak. Ketiga, etika ialah nilai mengenai benar dan
salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Beberapa orang mendefinisikan
etika dan moralitas sebagai teori tentang perilaku manusia mengenai baik atau
buruk, tetapi tetap dapat dicapai oleh akal. Objek material etika adalah tingkah laku
atau perbuatan manusia, sedang objek formal etika adalah kebaikan atau keburukan,
bermoral atau tidak bermoral. Beberapa ahli membagi etika ke dalam dua bagian
yaitu etika deskriptif dan etika normatif.
 Etika deskriptif, menguraikan dan menjelaskan kesadaran dan pengalaman
moral (suara batin) dari norma-norma dan konsep-konsep etis secara deskriptif.
Pengalaman moral di sini memiliki arti luas, misalnya adat istiadat, anggapan
tentang baik dan buruk, tindakan yang diperbolehkan ataupun tidak. Semuanya
dideskripsikan secara ilmiah dan ia tidak memberikan penilaian. Karenanya,
etika deskriptif ini tergolong dalam bidang ilmu pengetahuan empiris serta
terlepas dari filsafat. etika deskriptif ini tidak memberikan penilaian apapun, ia
hanya memaparkan. Etika deskriptif lebih bersifat netral.
 Etika normatif, kerap kali juga disebut filsafat moral sebab pendiriannya atas
norma sehingga dapat mempersoalkan norma yang diterima seseorang atau
masyarakat secara lebih kritis dan juga mempersoalkan apakah norma itu benar
atau tidak. Etika normatif berarti sistem-sistem yang dimaksudkan untuk
memberikan petunjuk atau penuntun dalam mengambil keputusan yang
menyangkut baik atau buruk.
b) Estetika
Estetika berasal dari kata Yunani yaitu aisthetika atau aisthesis disebutkan juga
sebagai filsafat keindahan (philosophy of beauty). Estetika sebagai bagian dari
aksiologi selalu membicarakan permasalahan, pertanyaan, dan isu-isu tentang
keindahan, ruang lingkupnya, nilai, pengalaman, perilaku pemikiran seniman, seni,
serta persoalan estetika dan seni dalam kehidupan manusia. Secara ilmiahnya,
didefinisikan sebagai studi tentang nilai-nilai yang dihasilkan dari emosi-sensorik
yang kadang dinamakan nilai sentimentalitas atau cita rasa atau selera.
2.3 Isu – Isu aksiologi
Terdapat tiga isu aksiologi untuk disiplin ilmu komunikasi yaitu :
1. Dapatkah teori bersifat bebas nilai atau tidak?
Ilmu pengetahuan klasik mengklaim bahwa teori dan penelitian bersifat bebas
nilai (value free), netral, dan ber usaha menampilkan fakta apa adanya. Bila nilai
yang dimiliki ilmuwan turut serta dalam pekerjaan ilmiah yang ia lakukan, maka
yang dihasilkan adalah apa yang dise but Littlejohn sebagai "sains yang buruk (bad
science)".
Namun demikian, terdapat pandangan lain atas pertanyaan ini yang
mengatakan bahwa ilmu pengetahuan memang secara substantif bisa bebas nilai,
namun secara teknis terdapat nilai-nilai yang turut memengaruhi perkembangan
suatu ilmu. Misalnya, pada saat seorang ilmuwan menentukan metode penelitian
yang digunakan, maka pada hakikatnya pemilihan metode tersebut didasarkan pada
sejumlah kepentingan, yang pada gilirannya menyebabkan suatu teori atau ilmu
pengetahuan tidak lagi bebas nilai.
Littlejohn memberi contoh lain yakni tentang pendanaan. Pemberian sponsor
pendanaan merupakan bentuk lain intervensi yang terdapat dalam suatu teori, karena
pemberian pendanaan tentu juga didasarkan atas pertimbangan faktor politis,
ekonomis, dan ideologis.
Istilah netralitas dalam ilmu komunikasi diartikan sebagai keadaan ilmu yang
tidak dalam keberpihakan pada nilai-nilai dan atau otoritas manapun, baik yang
berasal dari otoritas politik, agama dan tradisi masyarakat. Dalam perkembangannya
selanjutnya topik ini telah menyebabkan perdebatan panjang. Disatu pihak
menganggap ilmu netral atau bebas nilai, di pihak lain muncul anggapan sebaliknya,
yaitu ilmu yang tidak bebas nilai. Perdebatan ini muncul sejak penemuan teori
heliocentric yang dicetuskan oleh Nicolaus Copernicus dan berlanjut sampai massa
Einstein dan filsafat positivism.
Golongan yang mengatakan bahwa ilmu pengetahuan bersifat bebas nilai
didasari oleh anggapan bahwa ilmu bertujuan untuk menghasilkan penjelasan
berbagai peristiwa secara objektif. Kelompok ini ingin meneruskan tradisi penemuan
ilmu sebagaimana pada masa Galileo Galilei. Pada masa ini ilmu tidak terikat pada
doktrin dan otoritas agama. Dilain pihak kelompok yang menginginkan bahwa ilmu
tidak bebas nilai berdasarkan pada anggapan bahwa ilmu harus dikembangkan untuk
kebaikan manusia. Fakta destruktif ilmu selama ini juga menjadi alasan perlunya
ilmu yang tidak bebas nilai.
Perdebatan yang berlangsung lama ini, akhirnya menemukan sintesisnya.
Netralitas ilmu terletak pada aspek jastifikasi. Konteks jastifikasi bermakna bahwa
suatu hasil penelitian harus diuji kebenarannya. Pada level ini, produk keilmuan
harus diungkapkan apa adanya, dan hasil riset tidak boleh ditutup-tutupi atas nama
apapun. Sedangkan pada level penemuan, metodologi dan pemilihan objek
penelaahannya, ilmu tidak bebas nilai.

2. Apakah ilmuwan memengaruhi teori yang dihasilkan atau tidak?


Mazhab tradisional lagi-lagi menjawab pertanyaan ini dengan mengatakan
bahwa seorang ilmuwan seharusnya berhati-hati dalam melakukan suatu penelitian
ilmiah sehingga aspek akurasi bisa dipertahankan. Kritik terhadap pandangan ini
bersumber pada keniscayaan bahwa suatu penelitian pasti menghasilkan distorsi dari
apa yang hendak diteliti. Distorsi tersebut kadang kala besar dan kadang kala kecil,
namun yang pasti akan selalu ada distorsi dan karenanya teori pasti terdapat "campur
tangan" terhadap teori yang dihasilkan.
Berdasarkan beberapa jurnal penelitian mengenai aksiologi dari studi ilmu lain
seperti ilmu komputer, ilmu agama dan ilmu seni menunjukkan bahwa setiap studi
ilmu tentu memiliki nilai-nilai yang mereka junjung masing-masing. Kami selaku
penulis menyimpulkan bahwa ilmuwan jelas sebenarnya telah berperan dalam
mempengaruhi teori yang dihasilkan, sebab setiap orang memiliki pemikiran dan
pendapatnya masing-masing.

3. Apakah ilmuwan memengaruhi proses sosial atau tidak?


Pertanyaan ini sejalan dengan pertanyaan apakah ilmuwan harus tetap objektif
ataukah harus berperan aktif membantu masyarakat untuk berubah secara positif?
Banyak pakar mengatakan bahwa tugas ilmuwan adalah memproduksi ilmu
pengetahuan, sedangkan urusan perubahan sosial diserahkan pada pihak lain seperti
politikus. Sementara pendapat lain mengatakan bahwa ilmuwan memiliki tanggung
jawab untuk mempromosikan nilai nilai positif dalam masyarakat. Dengan
demikian, ilmu pengetahuan tidak bebas nilai, tetapi sebaliknya sadar nilai (value
conscious).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dengan mengkaji suatu ilmu menggunakan aksiologi, kita dapat mengetahui
bagaimana fungsi dari sebuah ilmu. Dalam hubungan filsafat komunikasi, Laginan
menjelaskan bahwa aksiologi merupakan studi etika dan estetika. Hal ini berkaitan
dengaan betapa pentingnya seorang komunikator dalam mengemas pemikirannya
menjadi suatu isi pesan dengan bahasa sebagai lambang, untuk terlebih dahulu
melakukan pertimbangan nilai apakah pesan itu etis atau tidak dan estetis atau tidak.
1. Apakah ilmu bebas nilai? Ilmuwan klasik menganggap bahwa teori-teori dan
riset adalah bebas nilai, ilmu pengetahuan bersifat netral, berupaya mendapat
fakta sebagaimana tampak dalam dunia nyata. Jika pandangan pribadi
ilmuwan tercampur, maka menghasilkan ilmu yg bias. Posisi lain dalam isu
ini adalah ilmu pengetahuan adalah tidak bebas nilai.
2. Apakah proses penelitian memengaruhi apa yang diteliti? Kaum tradisional
menganggap penelitian harus dilakukan tanpa campur tangan peneliti sehingga
dapat akurat.Tetapi, muncul kritik bahwa tidak ada metode yang benar-benar
bebas dari distorsi.
3. Apakah penelitian dirancang untuk menuju perubahan sosial atau hanya untuk
membangun pengetahuan? Para ilmuwan tradisional menyatakan bahwa
mereka tidak bertanggung jawab terhadap caracara penggunaan pengetahuan
ilmiah. Sementara yang lain menganggap bahwa pengetahuan ilmiah sangat
bersifat instrumentalis atau mempunyai tujuan. Pengetahuan dapat dikendalikan
dan menguatkan penyusunan kekuatan dan kuasa di masyarakat. Karena itu
ilmuwan bertanggung jawab membantu perubahan di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Mufid, Muhammad, “Etika dan Filsafat Komunikasi”, Jakarta: Premadamedia Group, 2009

Abadi, TW. (2016). AKSIOLOGI: ANTARA ETIKA, MORAL, DAN ESTETIKA. Kanal
(Jurnal Ilmu Komunikasi), 4(2), 187-204. https://doi.org/10.21070/kanal

Yunus, M. (2020). ISU AKSIOLOGI DALAM FILSAFAT ILMU KOMUNIKASI. Jurnal


Khabar: Komunikasi Dan Penyiaran Islam, 2(1), 43-56.
https://doi.org/10.37092/khabar.v2i1.211

KARISNA, N. (2019). KOMPONEN FILSAFAT DALAM ILMU KOMUNIKASI.


Indonesian Journal of Islamic Communication, 1(2), 22-35.
https://doi.org/https://doi.org/10.35719/ijic.v1i2.156

Zamroni, Mohammad, “Filsafat komunikasi: pengantar ontologis, epistemologis, aksiologis”,


Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009

Karisna, NN. (2018). KOMPONEN FILSAFAT DALAM ILMU KOMUNIKASI.


Indonesian Journal of Islamic Communication, 1(2), 22-35. https://doi.org/10.21070/kanal

Juhari. (2019). AKSIOLOGI ILMU PENGETAHUAN (TELAAH TENTANG MANFAAT


ILMU PENGETAHUAN DALAM KONTEKS ILMU DAKWAH). Al-Idarah: Jurnal
Manajemen dan Administrasi Islam, 3(1), 95-108. http://dx.doi.org/10.22373/al-
idarah.v3i1.4839

Triandi, Budi. (2019). KEAMANAN INFORMASI SECARA AKSIOLOGI DALAM


MENGHADAPI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0. Jurikom: Jurnal Riset Komputer, 6(5),
477-483. http://dx.doi.org/10.30865/jurikom.v6i5.1556

Firmansyah. (2019). AKSIOLOGI MUSIKAL PADA PERTUNJUKAN TARI


TRADISIONAL LINDA DALAM RITUAL ADAT KEAGAMAAN KARIA DI DAERAH
KABUPATEN MUNA PROVINSI SULAWESI TENGGARA. Resital: Jurnal Seni
Pertunjukan, 20(3), 132-149. https://doi.org/10.24821/resital.v20i3.3817

Anda mungkin juga menyukai