Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KAJIAN FILSAFAT ILMU


AKSIOLOGI

DOSEN PENGAMPU :

Dr. H. Moch. Khoirul Anwar, S.Ag., MEI.

DISUSUN OLEH :
Yulianah (18081324016)
Alvina Damayanti (18081324023)
Muhammad Iftitahu Khoiron (18081324035)
Mayang Dwi Pitaloka (18081324045)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


SURABAYA
2019
KATA PENGANTAR

i
Alhamdulillah dengan mengucapkan syukur kepada Allah SWT akhirnya
makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan deadline yang sudah ditentukan.
Makalah ini berisi mengenai: Kajian Filsafat Ilmu : Aksiologi.
Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. H. Moch.
Khoirul Anwar, S.Ag., MEI. selaku dosen mata kuliah Filsafat Ilmu yang telah
memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada kami untuk membuat dan
menyelesaikan makalah ini. Sehingga kami memperoleh banyak ilmu, informasi
dan pengetahuan selama kami membuat dan menyelesaikan makalah ini. Tidak
lupa kepada seluruh rekan kami yang membantu penyelesaian makalah ini baik
berupa moril maupun materil.
Setelah itu kami berharap semoga makalah ini berguna bagi pembaca
meskipun terdapat banyak kekurangan didalamnya. Akhir kata kami meminta
maaf sebesar-besarnya kepada pihak pembaca maupun pengoreksi, karena hingga
saat ini kami masih dalam proses belajar. Oleh karena itu kami memohon kritik
dan sarannya demi kemajuan bersama.

Surabaya, 01 April 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN UTAMA .............................................................................................. i


KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
1.3 Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
2.1 Ontologi ....................................................................................................... 3
2.2 Objek Kajian Ontologi ................................................................................. 4
BAB III PENUTUP ................................................................................................ 9
3.1 KESIMPULAN ............................................................................................ 9
3.2 SARAN ........................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Filsafat itu meliputi berbagai macam permasalahan. Adapun masalah


utama yang harus kita bahas adalah masalah kenyataan, tentang realitas,
tentang yang nyata dari sesuatu. Yang menjadi titik persoalan ialah kita
harus memecahkan permasalahan realitas secara tepat, karena konsepsi kita
tentang realitas mengontrol pertanyaan kita tentang dunia ini. Dan tanpa
adanya pertanyaan, kita jelas tidak akan memperoleh jawaban dari mana kita
nantinya akan membina kumpulan ilmu pengetahuan yang kita miliki dan
menetapkan disiplin tentang masalah – masalah pokoknya.
Dengan semakin meluasnya filsafat dan tepecah menjadi ilmu-ilmu
yang baru maka dirasa perlu untuk mengetahui pembagian filsafat dalam
cabang-cabang filsafat serta aliran-alian yang ada dalam filsafat sehingga
kita bisa mengetahui arah pikir dalam mempelajari suatu ilmu pengetahuan
serta penggolongannya dalam filsafat. Secara singkat dapat
dikatakan Filsafat adalah refleksi kritis yang radikal. Refleksi adalah upaya
memperoleh pengetahuan yang mendasar atau unsur-unsur yang hakiki atau
inti.
Aksiologi merupakan salah satu kajian filsafat. Aksiologi membahas
kegunaan atau suatu nilai. Pembahasan mengenai ontologi berarti membahas
fungsi dari suatu ilmu. Untuk mendapatkan nilai itu, aksiologi memerlukan
proses bagaimana nilai tersebut dapat diterapkan. Untuk itu proses tersebut
memerlukan pola berfikir, dan pola berfikir didasarkan pada bagaimana ilmu
pengetahuan digunakan sebagai semestinya dengan condong dalam hal
positif.

Di sinilah ilmu harus diletakkan secara proporsional dan memihak pada


nilai-nilai kebaikan dan kemanusiaan. Sebab, jika ilmu tidak berpihak kepada
nilai-nilai, maka yang terjadi adalah bencana dan malapetaka.

1
Sehingga dengan latar belakang tersebut kami akan membahas tentang
“Kajian Ilmu Filsafat Aksiologi” yang meliputi pembahasan pengertian
Aksiologi dan objek dari kajian Aksiologi,
1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian Aksiologi?


2. Apa saja objek kajian Aksiologi?

1.3 Tujuan

1. Untuk memahami pengertian ontologi.


2. Untuk mengetahui objek kajian ontologi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Aksiologi


Menurut bahasa Yunani, aksiologi berasal dari kata axios artinya nilai dan
logos artinya teori atau ilmu. Menurut Kamus Bahasa Indonesia aksiologi
adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang
nilai-nilai khususnya etika. Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak,
Dalam pengertian yang lebih sempit seperti baik, menarik dan bagus.
Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan
segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian. Nilai sebagai kata benda
konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai. Ia sering
dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya atau
nilai dia. Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai,
memberi nilai atau dinilai. Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang
mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi
adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai
atau wajar.
Sedangkan logos yang berarti ilmu. Menurut John Sinclair, dalam lingkup
kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik,
sosial dan agama. sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga,
yang diidamkan oleh setiap insan.
Dari definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan
utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang
dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang
dinilai.
Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada masalah etika dan
estetika. Aksiologi ilmu terdiri dari nilai-nilai yang bersifat normatif dalam
pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana dijumpai
dalam kehidupan, yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial,
kawasan simbolik atau pun fisik material. Jadi, aksiologi adalah teori tentang
nilai. Berikut ini dijelaskan beberapa definisi aksiologi :

3
1. Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan
dengan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh.
2. Menurut Wibisono dalam Surajiyo (2009), aksiologi adalah nilai-nilai
sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative
penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.
3. Scheleer dan Langeveld memberikan definisi tentang aksiologi sebagai
berikut. Scheleer mengontraskan aksiologi dengan praxeology, yaitu
suatu teori dasar tentang tindakan tetapi lebih sering dikontraskan
dengan deontology, yaitu suatu teori mengenai tindakan baik secara
moral.
4. Langeveld memberikan pendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal
utama, yaitu etika dan estetika. Etika merupakan bagian filsafat nilai
dan penilaian yang membicarakan perilaku orang, sedangkan estetika
adalah bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang
karya manusia dari sudut indah dan jelek.
5. Kattsoff mendefinisikan aksiologi sebagai ilmu pengetahuan yang
menyelediki hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang
kefilsafatan.

2.2 Objek Kajian Filsafat Aksiologis


Dalam aksiologis dibicarakan tentang kegunaan ilmu pengetahuan
bagi kehidupan manusia dan juga nilai-nilai yang harus dilembagakan pada
setiap dominannya. Aksiologi pada dasarnya bersifat ide dan karena itu ia
abstrak dan tidak dapat disentuh oleh panca indra. Yang dapat ditangkap
dari aspek aksiologis adalah materi atau tingkah laku yang mengandung
nilai. Karena itu nilai bukan soal benar atau salah karena ia tidak dapat diuji.
Ukurannya sangat subjektif dan objek kajiannya adalah soal apakah suatu
nilai dekehendaki atau tidak. Berbeda dengan fakta yang juga abstrak
namun dapat diuji dan argumentasi rasionaldapat memaksa orang untuk
menerima kebenarannya. Pengukuran benar dan salah dari suatu fakta dapat
dilakukan secara objektif dan empiris.

4
Landasan aksiologis ilmu berkaitan dengan dampak ilmu bagi umat
manusia. Persoalan utama yang mengedepan di sini adalah: ”Apa manfaat
(untuk apa) ilmu bagi manusia?” (dalam psikologi, lihat juga ”The New
Science of Axiological Psychology” oleh Leon Pomeory). Dalam konteks
ini, dapat ditambahkan pertanyaan: ”Sejauh mana pengetahuan ilmiah dapat
digunakan?”. Dalam hal ini, persoalannya bukan lagi kebenaran, melainkan
kebaikan. Secara epistemologis, persoalan ini berada di luar batas
pengetahuan sains. Menurut Bertens, pertanyaan ini menyangkut etika:
”Apakah yang bisa dilakukan berkat perkembangan ilmu pengetahuan, pada
kenyataannya boleh dipraktikkan juga?”. Pertanyaan aksiologis ini bukan
merupakan pertanyaan yang dijawab oleh ilmu itu sendiri, melainkan harus
dijawab oleh manusia di balik ilmu itu. Jawabnya adalah bahwa
pengetahuan ilmiah harus dibatasi penggunaannya, yakni sejauh ditentukan
oleh kesadaran moral manusia. Namun, jadi, sejauh mana hak kebebasan
untuk meneliti? Hal ini merupakan permasalahan yang pelik.
Pedoman untuk menguji nilai dipengaruhi oleh psikologi maupun
teori logika. Para hedonis menemukan pedoman mengenai jumlah atu
besarnya kenikmatan yang dirasakan seseorang atau masyarakat sebagai
barometer dari sistem nilai. Kaum Idealis menjadikan sistem objektif
mengenai norma-norma rasional atau yang paling ideal sebagai kriteria.
Dari berbagai corak aliran ini maka hubungan antara nilai dan fakta dapat
diselidiki melalui tiga hal. Pertama, aliran naturalis potsitivisme yang
menyatakan tidak ada kaitan antara pengalaman manusia dengan sistem
nilai. Kedua, objektifisme logis yang menyatakan bahwa nilai merupakan
esensi logis dan substnatif yang tidak ada kaitannya dengan status atau
tindakan eksistensi dalam realitas. Ketiga, aliran objektif metafisis yang
menyatakan nilai adalah norma ideal yang mengandung unsur integral
objektif dan aktif dari kenyataan metafisik.
Dengan demikian dalam filsafat aksiologis pembicaraan utama
terkait erat dengan kaitan ilmu dan moral. Hal ini telah lama menjadi bahan
pembahasan para pemikir antara lain Merton, Popper, Russel, dan pemikira
lainnya. Pertanyaan umum yang sering muncul berkenaan dengan hal

5
tersebut adalah : apakah itu itu bebas dari sistem nilai ? Ataukah sebaliknya,
apakah itu itu terikat pada sistem nilai?.
Ternyata pertanyaan tersebut tidak mendapatkan jawaban yang
sama dari para ilmuwan. Ada dua kelompok ilmuwan yang masing-masing
punya pendirian terhadap masalah tersebut. Kelompok pertama menghendai
ilmu harus bersifat netral terhadap sistem nilai. Menurut mereka tugas
ilmuwan adalah menemukan pengetahuan ilmiah. Ilmu ini selanjutnya
dipergunakan untuk apa, terserah pada yang menggunakannya, ilmuwan
tidak ikut campur. Kelompok kedua sebaliknya berpendapat bahwa
netralitas ilmu hanya terbatas pada metafisik keilmuan, sedangkan dalam
penggunaannya, bahkan pemilihan objek penelitian, maka kegiatan
keilmuan harus berlandaskan azas-azas moral.
Hubungan antara ilmu dengan moral oleh Jujun S. dikaji secara
hatihati dengan mempertimbangkan tiga dimensi filosofis ilmu. Pandangan
Jujun S mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendapatkan pengertian yang benar mengenai kaitan antara
ilmu dan moral maka pembahasan masalah ini harus didekati dari segi-
segi yang lebih terperinci yaitu segi ontologi, epistemologi, dan
aksiologi.
2. Menafsirkan hakikat ilmu dan moral sebaiknya memperhitungkan
faktor sejarah, baik sejarah perkembangan ilmu itu sendiri, maupun
penggunaan ilmu dalam lingkup perjalanan sejarah kemanusiaan.
3. Secara ontologis dalam pemilihan wujud yang akan dijadikan objek
penelaahannya (objek ontologis / objek formal) ilmu dibimbing oleh
kaidah moral yang berazaskan tidak mengubah kodrat manusia, tidak
merendahkan martabat manusia, dan tidak mencampuri masalah
kehidupan.
4. Secara epistemologis, upaya ilmiah tercermin dalam metoda keilmuan
yang berporoskan proses logiko-hipotetiko-verifikatif dengan kaidah
moral yang berazaskan menemukan kebenaran, yang dilakukan dengan
penuh kejujuran, tanpa kepentingan langsung tertentu dan berdasarkan
kekuatan argumentasi an sich.

6
5. Secara aksiologis ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk
kemaslahatan manusia dengan jalan meningkatkan taraf hidupnya dan
dengan memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, dan
keseimbangan / kelestarian alam. Upaya ilmiah ini dilakukan dengan
penggunaan dan pemanfaatan pengetahuan ilmiah secara komunal
universal.
Ternyata keterkaitan ilmu dengan sistem nilai khususnya moral tidak
cukup bila hanya dibahas dari tinjauan aksilogi semata. Tinjauan ontologis
dan epistemologi diperlukan juga karena azas moral juga mewarnai perilaku
ilmuwan dalam pemilihan objek telaah ilmu maupun dalam menemukan
kebenaran ilmiah.
Dari awal perkembangan ilmu selalu dikaitkan dengan masalah
moral. Copernicus (1473-1543) yang menyatakan bumi berputar
mengelilingi matahari, yang kemudian diperkuat oleh Galileo (1564- 1642)
yang menyatakan bumi bukan merupakan pusat tata surya yang akhirnya
harus berakhir di pengadilan inkuisisi. Kondisi ini selama 2 abad
mempengaruhi proses perkembangan berpikir di Eropa. Moral reasioning
adalah proses dengan mana tingkah laku manusia, institusi atau kebijakan
dinilai apakah sesuai atau menyalahi standar moral. Kriterianya: Logis,
bukti nyata yang digunakan untuk mendukung penilaian haruslah tepat,
konsisten dengan lainnya.
Moralitas sebagai persoalan penting dalam aksiologi sering juga
dipahami sebagai etika. Dalam bahasa Inggris etika disebut ethic (singular)
yang berarti a system of moral principles or rules of behavior. atau suatu
sistem, prinsip moral, aturan atau cara berperilaku. Akan tetapi, terkadang
ethics (dengan tambahan huruf s) dapat berarti singular. Jika ini yang
dimaksud maka ethics berarti the branch of philosophy that deals with moral
principles, suatu cabang filsafat yang memberikan batasan prinsip-prinsip
moral. Jika ethics dengan maksud plural (jamak) berarti moral principles
that govern or influence a person’s behavior. prinsip-prinsip moral yang
dipengaruhi oleh perilaku pribadi.

7
Dalam bahasa Yunani Kuno, etika berarti ethos, yang apabila dalam
bentuk tunggal mempunyai arti tempat tinggal yang biasa, padang rumput,
kandang, adat, akhlak, watak perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk
jamak (ta etha) artinya adalah adat kebiasaan. Jadi, jika kita membatasi diri
pada asal-usul kata ini, maka “etika” berarti ilmu tentang apa yang biasa
dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Arti inilah yang menjadi latar
belakang bagi terbentuknya istilah “etika” yang oleh Aristoteles (384-322
SM.) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Etika secara lebih
detail merupakan ilmu yang membahas tentang moralitas atau tentang
manusia sejauh berkaitan dengan moralitas.

8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Menurut bahasa Yunani, aksiologi berasal dari kata axios artinya


nilai dan logos artinya teori atau ilmu. Menurut Kamus Bahasa Indonesia
aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian
tentang nilai-nilai. permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang
dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai
pertimbangan tentang apa yang dinilai.

Dalam aksiologis dibicarakan tentang kegunaan ilmu pengetahuan


bagi kehidupan manusia dan juga nilai-nilai yang harus dilembagakan pada
setiap dominannya. Aksiologi pada dasarnya bersifat ide dan karena itu ia
abstrak dan tidak dapat disentuh oleh panca indra. Yang dapat ditangkap dari
aspek aksiologis adalah materi atau tingkah laku yang mengandung nilai.
Karena itu nilai bukan soal benar atau salah karena ia tidak dapat diuji.
Ukurannya sangat subjektif dan objek kajiannya adalah soal apakah suatu
nilai dekehendaki atau tidak.

Landasan aksiologis ilmu berkaitan dengan dampak ilmu bagi umat


manusia. Dalam hal ini, persoalannya bukan lagi kebenaran, melainkan
kebaikan. Sehingga dalam filsafat aksiologis pembicaraan utama terkait erat
dengan kaitan ilmu dengan moral

3.2 Saran

Belajar hendaknya menjadi salah satu karakter yang selalu melekat di


dalam perilaku suatu bangsa. Dari hal itulah setiap bangsa berusaha
mengunggulakan pendidikan sebagai sebuah fondasi dari pendirian sebuah
bangsa. Proses pendidikan tidak terlepas dari konsep ontology, epistemologi,
dan akasiologi didalam pengkajiaanya dimana pelaksannanya harus

9
mencerminkan aktualisasi dari cita – cita suatu bangsa. Aksiologi dari sebuah
pendidikan adalah mengubah baik perilaku, kognitif, dan psikomotor sebagai
sebuah perubahan yang riil dimana penerapannya kepada peserta didik harus
dilandasi dengan humanisme yang akan merubah dari ketiga aspek tersebut
dari background atau intake yang buruk atau kurang baik menjadi lebih baik.
Fungsi dari sebuah pendidikan haruslah secara proper berniat dan berperilaku
sebagai penerang suatu bangsa dari kegelapan berpikir. Pemerintah sebagai
pemangku kebijakan harus memiliki peran dan tindakan serius di dalam
memecahkan persoalan pendidikan.

10
DAFTAR PUSTAKA

J.S. Suriasumantri, 2017. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:


Pustaka Sinar Harapan.

Ade Armando, dkk, Ensiklopedi Islam Untuk Pelajar-6, Jakarta : P.T.


Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001

Bahrum, 2013. Ontologi, Epistomologi dan Aksiologi. Jurnal Sulesana.


8(2): 35-45.

Rock, 2011. Devinisi Aksiologi, Ontologi dan Epistomologi (online), di


akses dari http://historia-rockgill.blogspot.com/2011/12/definisi-aksiologiontologi-
dan.html pada 22 April 2019

Wibisono. Filsafat Ilmu. 2008. (Online), di akses dari


http://cacau.blogsome.com, pada 5 April 2019.

11

Anda mungkin juga menyukai