Anda di halaman 1dari 12

ARISTOTELES: REALISME ARISTOTELES

(REALITAS, KATEGORI, ETIKA EUDAIMONISME)

Dosen Pembimbing : Dr. Jamhir, M.Ag.

Disusun Oleh :
Muhammad Djardjis (220106098)
Rafli Akilla (220106125)
Rajaie Akyas Bahreisy (220101110)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
PRODI ILMU HUKUM
TA.2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat
tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan
dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.

Banda Aceh, 15 Mar. 23

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................................................... ii
BAB I ........................................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG........................................................................................................................ 1
B. RUMUSAN MASALAH .................................................................................................................. 1
BAB II ....................................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 2
A. REALISME ARISTOTELES .............................................................................................................. 2
B. KATEGORI .................................................................................................................................... 6
C. ETIKA EUDAIMONISME ............................................................................................................... 6
BAB III ...................................................................................................................................................... 8
PENUTUP ................................................................................................................................................. 8
A. KESIMPULAN ............................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................... 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sejarah tentang filsafat ini membawa kita untuk mengetahui lebih banyak lagi
tentang pemikiran-pemikiran para filosof terdahulu. Dengan hasrat ingin
mengetahui pemikiran tersebut, membawa kita untuk lebih dalam lagi mengkaji
tentang pemikiran filosof-filosof itu.
Perlunya mengkaji pemikiran tersebut adalah sebagai sarana untuk merangsang
pikiran kita untuk bisa lebih berkembang lagi, dan lebih luas lagi. Dari sekian
banyak pemikiran tersebut pemakalah akan mengangkat tentang pemikiran filosof
Plato dan Aristoteles. Pemikiran Plato dan Aristoteles ini sangat menarik untuk
di bahas, karena sebagaimana kita ketahui bahwa Plato dan Aristoteles dikenal sebagai
bapak Filsafat.
Atas dasar pemikiran Plato dan Aristoteles inilah yang menjadi latar belakang
pembuatan makalah ini, Sejarah filosof dari thales sampai socrates belum pernah
terdengar bahwa mereka menuangkan pemikiran mereka ke dalam sebuah tulisan,
karena mereka lebih bersifat dialektika. Namun, setelah masuk zamannya Plato,
kemudian pemikiran-pemikiran filsafat itu pun dibukukan, sehingga ada sebuah
pedoman atau bahan untuk generasi berikutnya yang ingin mengkaji tentang
pemikiran para filosof terdahulu.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah pengertian realisme Aristoteles?


2. Apa itu realitas?
3. Apa itu kategori?
4. Apa itu etika eudaimonisme?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. REALISME ARISTOTELES

Plato menggagaskan dua rumusan dalam pemikirannya, yaitu hubungan antara


yang umum dan yang khusus serta bahan dan bentuk. 1Bagi Plato yang umum
adalah yang tetap, tidak berubah-ubah. Sedangkan yang khusus adalah yang berubah-
ubah, yang biasanya diserap oleh indera, yang biasa dikaitkan dengan bahan. Pada
pemikirannya Plato hanya meraih yang bersifat umum yang dapat dipikirkan oleh ide.
Karena itu Plato menganggap bahwa pengetahuan yang diberikan oleh indera adalah
pengetahuan yang menyesatkan, tetapi Plato juga menganggap data indera itu penting
sebagai jalan menuju pengetahuan yang benar.
Bagi Plato yang diserap oleh inderanya berguna sejauh ia menghasilkan bentuk
yang bisa mengingatkan kita pada pola di dunia idea. Jadi yang ada adalah yang
konkret, yang dapat diamati oleh indera. Aristoteles, salah seorang murid Plato,
membelokkan kecenderungan ini. Bagi dia, yang nyata itu bukan yang bersifat
umum (universal), namun yang bersifat khusus (particular). Hidup bagaimanapun
juga berada dan bercampur dengan yang khusus itu (ayam nyata, bunga mawar
nyata, dst.) dan kita tak pernah menemukan yang umum (ayam ide, mawar ide,
dan seterusnya).2
Di luar benda-benda konkret atau selain benda konkret dianggap tidak ada.
Aristoteles menjelaskan bahwa pengertian umum terdapat dan bersama-sama di
dalam benda konkret. Yang khusus dikaitkan dengan istilah substansi, yaitu benda
yang dapat ada tanpa tergantung pada yang lain. Benda ini adalah gabungan antara
bahan dan bentuk. Untuk mengetahui perbedaan bahan dan bentuk dapat diketahui
dengan cara berpikir Plato. Bagi Plato yang dapat dilihat dengan indera adalah
bahan dari benda-benda yang hanya ilusi, sedangkan yang nyata adalah bentuk yang
bisa ditangkap oleh pikiran. Bagi Aristoteles bahan bukan ilusi atau pelengkap
yang mengiringi bentuk. Bahan justru memberikan nilai khas bagi keberadaan suatu
benda dalam kenyataan.

1
Bambang Q-Anees dan Raden Juli, Filsafat untuk Umum,(Jakarta: Kencana, 2003), hlm. 191.
2
Ibid, hlm. 192.

2
Kecenderungan berpikir saintifik tampak dari pandangan-pandangan filsafat
Aristoteles yang sistematis dan banyak menggunakan metode empiris. Jika
dibandingkan dengan Plato yang pandangan filsafatnya bersifat abstrak dan idealisme,
maka orientasi yang di kemukakan Aristoteles lebih pada hal-hal yang kongkret
(empiris).3 Berbeda dengan Plato tentang persoalan kontradiktif antara tetap dan
menjadi, ia menerima yang berubah dan menjadi, yang bermacam-macam bentuknya,
yang semua itu berada di dunia pengalaman sebagai realitas yang sesungguhnya.
Itulah sebabnya filsafat Aristoteles disebut sebagai realisme.
Realisme Aristoteles didasarkan pada prinsip bahwa ide-ide (atau bentuk) bisa ada
tanpa masalah, tapi tidak peduli bisa eksis tanpa bentuk. Aristoteles menyatakan bahwa
setiap bagian materi memiliki sifat universal dan khusus. Sebagai contoh, semua orang
berbeda dalam sifat-sifat mereka. Kita semua memiliki berbagai bentuk dan ukuran dan
tidak ada dua yang sama. Kami melakukan semua berbagi sesuatu yang universal yang
disebut “kemanusiaan”. Kualitas universal ini tentunya nyata karena itu ada secara
mandiri dan terlepas dari satu orang. Aristoteles menyebut kualitas bentuk
universal (gagasan atau esensi), yang merupakan aspek non material dari setiap
objek materi tunggal yang berhubungan dengan semua benda lain dari grup tersebut.4

Berikut ini terdapat beberapa pemikiran-pemikiran Aristoteles, diantaranya adalah:5


1. Ajarannya Tentang Logika
Logika tidak dipakai oleh Aristoteles, ia memakai istilah analitika. Istilah logika
pertama kali muncul pada abad pertama Masehi oleh Cicero, artinya seni berdebat.
Kemudian, Alexander Aphrodisias (Abad III Masehi) orang pertama yang memakai
kata logika yang artinya ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita.
Menurut Aristoteles, berpikir harus dilakukan dengan bertitik tolak pada
pengertian-pengertian sesuatu benda. Suatu pengertian memuat dua golongan, yaitu
substansi (sebagai sifat yang umum) dan aksidensia (sebagai sifat yang secara tidak
kebetulan). Dari dua golongan tersebut terurai menjadi sepuluh macam kategori,
yaitu:
a. Substansi (Manusia, binatang)
b. Kuantitas (dua, tiga)

3
Ali Maksum, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hlm. 81.
4
Nisa Aisyah, Realisme Aristoteles,http://nisaaisyah05.blogspot.com/2012/11/realisme-aristoteles.html,
5
Asmoro Achmadi, Filsafat Umum,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 56-59.

3
c. Kualitas (merah, baik)
d. Relasi (rangkap, separuh)
e. Tempat (di rumah, di pasar)
f. Waktu (sekarang, besok)
g. Keadaan (duduk, berjalan)
h. Mempunyai (berpakaian, bersuami)
i. Berbuat (membaca, menulis)
j. Menderita (terpotong, tergilas). Sampai sekarang, Aristoteles dianggap sebagai
bapak logika tradisional.

2. Ajarannya Tentang Silogisme


Menurut Aristoteles, pengetahuan manusia hanya dapat dimunculkan dengan dua
cara, yaitu induksi dan deduksi. Induksi adalah suatu proses berpikir yang bertolak
pada hal-hal yang khusus untuk mencapai kesimpulan yang sifatnya umum.
Sementara itu, deduksi adalah proses berpikir yang bertolak padat dua kebenaran
yang tidak diragukan lagi untuk mencapai kesimpulan sebagai kebenaran yang
ketiga. Menurut pendapatnya, deduksi ini merupakan jalan yang baik untuk
melahirkan pengetahuan baru. Berpikir dedukasi6 yaitu silogisme, yang terdiri dari
premis mayor dan premis minor, dan kesimpulan. Perhatikan contoh berikut.
a. Manusia adalah makhluk hidup (premis maror)
b. Si Fulan adalah manusia (premis minor)
c. Si Fulan adalah makhluk hidup (kesimpulan)

3. Ajarannya Tentang Pengelompokan Ilmu Pengetahuan


Aristoteles mengelompokkan ilmu pengetahuan menjadi tiga golongan, yaitu:
a. Ilmu pengetahuan praktis (etika dan politik)
b. Ilmu pengetahuan produktif (teknik dan kesenian)
c. Ilmu pengetahuan teoritis (fisika, matematika, metafisika)

6
Deduksi berarti penarikan kesimpulan dari keadaan yang umum atau penemuan yang khusus dari yang
umum. Dengan demikian, metode deduksi adalah proses penalaran dari satu atau lebih pernyataan umum
untuk mencapai kesimpulan logis tertentu.

4
4. Ajarannya Tentang Potensi Dan Dinamika
Mengenai realitas atau yang ada, Aristoteles tidak sependapat dengan gurunya Plato
yang mengatakan bahwa realitas itu ada pada dunia ide. Menurut Aristoteles, yang
ada itu berada pada hal-hal yang khusus dan konkret. Dengan kata lain, titik tolak
ajaran atau pemikiran filsafatnya adalah ajaran Plato tentang ide. Realitas yang
sungguh-sungguh ada bukanlah yang umum dan yang tetap seperti yang
dikemukakan Plato, tetapi realitas terdapat pada yang khusus dan yang individual.
Keberadaan manusia bukan di dunia ide, tetapi manusia berada yang satu per satu.
Dengan demikian, realitas itu terdapat pada yang konkret, yang bermacam-macam,
yang berubah-ubah. Itulah realitas yang sesungguhnya.
Mengenai hule dan morfe, bahwa yang disebut sebagai hule adalah suatu unsur yang
menjadi dasar kesatuan. Setiap benda yang konkret, terdiri hule dan morfe.
Misalnya, es batu dapat dijadikan es the, es sirop, es jeruk dan es the tentu akan lain
dengan es jeruk karena morfenya. Jadi, hule dan morfe tidak terpisahkan.

5. Ajarannya Tentang Pengenalan


Menurut Aristoteles, terdapat dua macam pengenalan, yaitu pengenalan indrawi
dan pengenalan rasional. Dengan pengenalan indrawi kita hanya dapat memperoleh
pengetahuan tentang bentuk benda (bukan materinya) dan hanya mengenal hal-hal
yang konkret. Sementara itu, pengenalan rasional kita akan dapat memperoleh
pengetahuan tentang hakikat dari suatu benda. Dengan pengenalan rasional ini
dapat menuju satu-satunya untuk ke ilmu pengetahuan. Cara untuk menuju ke ilmu
pengetahuan adalah dengan teknik abstraksi. Abstraksi artinya melepaskan sifat-
sifat atau keadaan yang secara kebetulan, sehingga tinggal sifat atau keadaan yang
secara kebetulan yaitu intisari atau hakikat suatu benda.

6. Ajarannya Tentang Etika


Aristoteles mempunyai perhatian yang khusus terhadap masalah etika. Karena etika
bukan diperuntukkan sebagai cita-cita, akan tetapi dipakai sebagai hukum
kesusilaan. Menurut pendapatnya, tujuan tertinggi hidup manusia adalah
kebahagiaan (eudaimonia). Kebahagiaan adalah suatu keadaan di mana segala
sesuatu yang termasuk dalam keadaan bahagia telah berada dalam diri manusia.
Jadi, bukan sebagai kebahagiaan subjektif. Kebahagiaan harus sebagai suatu

5
aktivitas yang nyata dan dengan perbuatannya itu dirinya semakin disempurnakan.
Kebahagiaan manusia yang tertinggi adalah berpikir murni.

7. Ajarannya Tentang Negara


Menurut Aristoteles, negara akan damai apabila rakyatnya juga damai. Negara yang
paling baik adalah negara dengan sistem demokrasi moderat, artinya sistem
demokrasi yang berdasarkan Undang-undang Dasar.

B. KATEGORI

Aristoteles berpendapat bahwa secara umum terdapat sepuluh cara untuk memaknai
ada. Kesepuluh cara memaknai ada disebut Aristoteles dengan kategori. Kategori-
kategori ini memberikan makna pertama dan hakiki ada dan memantulkan pembedaan
tertinggi ada atau dalam bahasa Aristoteles sebagai genus supreme ada. Berikut ini
merupakan bagian atau susunan dari kategori.
a. Substansi (ousia): manusia, hewan, tumbuhan, air
b. Kwalitas (polon): merah, dingin, buruk, baik, pintar, bijaksana.
c. Kwantitas (poson): sepuluh tahun, sekilo, dua meter.
d. Relasi (prosti): Suharto adalah ayah Mbak Tutut.
e. Aksi/tindakan (poiein): makan, minum, menulis.
f. Menderita (paschein): lapar, ngantuk, letih.
g. Tempat (pou): di Malang, di dusun, di kota.
h. Waktu (pote): tahun 2009
i. Milik (echein): rambut, kuku, panca indera.
j. Posisi/keadaan (keisthai): duduk, berbaring, berdiri.

C. ETIKA EUDAIMONISME

Etika eudaimonisme disebut juga etika kebahagiaan. Aristoteles berpendapat bahwa


tujuan akhir manusia adalah kebahagiaan. Dengan mencapai kebahagiaan, manusia
tidak memerlukan apa-apa lagi. Apa itu kebahagiaan? Banyak orang beranggapan
bahwa kebahagiaan terletak dalam kesenangan dan kenikmatan atau kehormatan
dan kekayaan. Namun Aristoteles menolak semua pendapat demikian, kesenangan dan

6
kenikmatan membuat manusia sama dengan para budak dan binatang, sementara yang
kedua lebih merupakan hal yang luaran, sementara kekayaan merupakan sarana dan
bukan tujuan. Kebahagiaan manusia menurut Aristoteles bukan pula berada di luar atau
transenden, tetapi imanen, yakni kebaikan yang dapat diwujudkan dan dipenuhi
oleh manusia dan untuk manusia. Kebaikan terletak dalam karya; karya mata adalah
melihat, kerja telinga adalah mendengar, kegiatan hidung adalah melihat. Lalu karya
manusia adalah hal yang khas baginya, bukan sekedar hidup dan merasa melainkan
terutama aktivitas berpikir, bernalar. Kebaikan sejati atau kebahagiaan bagi
manusia adalah aktivitas jiwa seturut nalar, kebaikan rohani. Itulah keutamaan
manusia sebagai subyek berpikir.

7
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Aristoteles adalah seorang filsuf yunani yang lahir di Stageira, Yunani Utara pada tahun
384 SM. murid dari Plato dan guru dari Alexander yang agung. Ayahnya seorang
dokter pribadi di raja Macedonia Amyntas. Karena hidupnya dilingkungan istana, ia
mewarisi keahliannya dalam pengetahuan empiris dari ayahnya. Pada usia 17 tahun ia
dikirim ke Athena untuk belajar di Akademia Plato selama kira-kira 20 tahun hingga
plato meninggal.
Ia menulis berbagai subjek yang berbeda termasuk fisika, metafisika, puisi, logika,
retorika, politik, pemerintahan, etnis, biologi dan zoology. Aristoteles dianggap sebagai
filsuf yang paling berpengaruh di pemikiran barat. Realisme Aristoteles didasarkan
pada prinsip bahwa ide-ide (atau bentuk) bisa ada tanpa masalah, tapi tidak peduli bisa
eksis tanpa bentuk. Aristoteles menyatakan bahwa setiap bagian materi memiliki sifat
universal dan khusus.
Aristoteles berpendapat bahwa secara umum terdapat sepuluh cara untuk memaknai
ada. Kesepuluh cara memaknai ada disebut Aristoteles dengan kategori. Kategori-
kategori ini memberikan makna pertama dan hakiki ada dan memantulkan pembedaan
tertinggi ada atau dalam bahasa aristoteles sebagai genus supreme ada. Berikut ini
merupakan bagian atau susunan dari kategori : Substansi, Kwalitas, Kwalitas, Relasi,
Aksi/tindakan, Menderita, Tempat, Waktu, Milik, dan Posisi/keadaan.
Aristoteles juga berpendapat bahwa tujuan akhir manusia adalah kebahagiaan. Dengan
mencapai kebahagiaan, manusia tidak memerlukan apa-apa lagi.

8
DAFTAR PUSTAKA

Studocu.com (2021, 29 Maret). Document Institut Agama Islam Negeri Pekalongan. Diakses
pada 15 Maret 2023 dari https://www.studocu.com/id/document/institut-agama-islam-negeri-
pekalongan/sharia-economy-21/5-realisme-aristoteles/45415233

Ali Maksum, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hlm. 81.

Bambang Q-Anees dan Raden Juli, Filsafat untuk Umum,(Jakarta: Kencana, 2003), hlm. 191.
Ibid, hlm. 192.

Ibid, hlm. 55-56

Nisa Aisyah, Realisme Aristoteles,http://nisaaisyah05.blogspot.com/2012/11/realisme-


aristoteles.html

Asmoro Achmadi, Filsafat Umum,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 56-59.

Praja S. Juhaya. Aliran-aliran filsafat dan etika. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2003

Anda mungkin juga menyukai