Anda di halaman 1dari 12

LANDASAN AKSIOLOGI ILMU

Disusun untuk memenuhi penugasan Mata Kuliah Filsafat Ilmu


Dosen Pengampu: Prof. Dr.Phil. Widiyanto, M.A.

Disusun oleh:

Farhan Nur Ramdhan       23020220055


Fathati Saida Rahma         23020220056
Meisya Noor Velissia        23020220057

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITA ISLAM NEGERI SALATIGA
2022
1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam, karena berkat rahmat dan hidayah-NYA kami
kelompok 7 telah berhasil menyelesaikan makalah dengan judul “Landasan Aksiologi Ilmu”.
Shalawat serta salam tak lupa  selalu kami panjatkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam beserta keluarganya, para sahabat, para tabi’ut tabi’in, serta kita
semua umatnya hingga akhir zaman. 
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, kami menyadari bahwa penulisan makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan. Pada kesempatan ini kami  mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun untuk memperbaiki dan meningkatkan agar penulisan makalah ini bisa
menjadi lebih baik lagi. Akhir kata kami kelompok 7 hanya bisa berdo’a semoga makalah ini
bisa bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Salatiga, 1 November 2022 

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………….. 2


DAFTAR ISI …………………………………………………………. 3
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………… … 4
A. Latar Belakang ………………………………………………… 4
B. Rumusan Masalah …………………………………………….. 4
C. Tujuan Penulisan ……………………………………………… 4
BAB II PEMBAHASAN …………………………………………… 5
A. Pengertian Aksiologi ………………………………………….. 5
B. Landasan Aksiologi …………………………………………… 6
C. Komponen Aksiologi ………………………………………….. 7
D. Kegunaan Aksiologi …………………………………………… 8
BAB III PENUTUP …………………………………………………. 10
Kesimpulan …………………………………………………………… 10
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………….. 11

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perbedaan manusia dengan makhluk lainnya adalah bahwa manusia memiliki


akal. Dengan akal itu kemudian manusia memiliki kecenderungan untuk berpikir.
Dan kekhasan manusia berada pada adanya hasrat untuk berpikir, begitu
setidaknya kata Aristoteles. Berpikir tentang kenyataan semesta, sosial, dan
kealaman, yang kompleks untuk dapat terlepas dari belenggu kebodohan. Itu pula
yang membngun eksistensi manusia sebagai khalifah Allah dibumi.
Filsafat dapat didefinisikan sebagai refleksi rasional, kritis dan radikal
mengenai hal-hal mendasar dalam kehidupan. Refleksi rasional merupakan
perenungan ilmiyah  yang berdasarkan pada rasio atau akal dan penalaran. Filsafat
merupakan seni bertanya, mempertanyakan apapun tanpa tabu, mempertanyakan
tentang apa yang ada maupun mungkin yang ada, sehingga filsafat kerap juga
disebut berfikir spekulatif. Pertanyaan yang diajukan filsafat memiliki ciri khas
yang mendalam. Kedalaman pertanyaan inilah yang menjadi distingsi antara
filsafat dengan ilmu pengetahuan.
Ilmu merupakan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, dengan jelas
menentukan dan merumuskan hal yang hendak dikaji, bagaimana cara
memperolehnya dan juga bagaimana nilai kegunaannya. Tiga elemen ini
merupakan hal yang mendasari bangunan ilmu pengetahuan. Apa yang hendak
dikaji disebut dengan istilah ontologi, bagaimana cara memperolehnya disebut
dengan epistimologi dan bagaimana nilai gunanya disebut aksiologi. Oleh
karenanya, pengetahuan ilmiah bertujuan untuk menemukan kerangka konseptual
berbagai aspek yang dapat mempermudah manusia menyelesaikan masalah
kehidupan. 

B. Rumusan masalah
1. Menjelaskan pengertian aksiologi
2. Menjelaskan landasan aksiologi
3. Menjelaskan komponen aksiologi
4. Menjelaskan kegunaannya

C. Tujuan penulisan 
1. memahami apa itu aksiologi
2. memahami landasan aksiologi
3. memahami komponen aksiologi
4. memahami kegunaannya

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Aksiologi
Menurut Kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah (1) kegunaan ilmu pengetahuan bagi
kehidupan manusia, (2) kajian tentang nilai khususnya etika. Nilai digunakan sebagai kata benda
abstrak, dalam pengertian yang lebih sempit seperti baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam
pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan
kesucian. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-
nilai. Ia sering dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya atau nilai
dia. Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai atau dinilai.
Beberapa definisi tentang aksiologi menurut para ahli:

1. Suriasumantri, aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari
pengetahuan yang diperoleh.
2. Wibisono, aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral
sebagai dasar normatif penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.
3. Scheleer mengontraskan aksiologi dengan praxeology, yaitu suatu teori dasar tentang
tindakan tetapi lebih sering dikontraskan dengan deontology, yaitu suatu teori mengenai
tindakan baik secara moral.
4. Langeveld memberikan pendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua utama, yaitu etika dan
estetika. Etika merupakan bagian filsafat nilai dan penilaian yang membicarakan perilaku
orang, sedangkan estetika adalah bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang
memandang karya manusia dari sudut indah dan jelek.
5. Kattsoff mendefinisikan aksiologi sebagai ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat
nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Dari definisi aksiologi di
atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang
dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan
tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada masalah
etika dan estetika. Aksiologi ilmu terdiri dari nilai-nilai yang bersifat normatif dalam
pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana dijumpai dalam
kehidupan, yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik

5
ataupun fisik material.nilai-nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu yang
wajib dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam
menerapkan ilmu. Jadi, aksiologi adalah teori tentang nilai.

B, Landasan Aksiologi

Aksiologi pada dasarnya bersifat ide dan karena itu ia abstrak dan tidak dapat disentuh
oleh panca indra. Yang dapat ditangkap dari aspek aksiologis adalah materi atau tingkah laku
yang mengandung nilai. Karena itu nilai bukan soal benar atau salah karena ia tidak dapat diuji.
Ukurannya sangat subjektif dan objek, kajiannya adalah soal apakah suatu nilai dikehendaki atau
tidak. Berbeda dengan fakta yang juga abstrak namun dapat diuji dan argumentasi rasional dapat
memaksa orang untuk menerima kebenarannya. Pengukuran benar dan salah dari suatu fakta
dapat dilakukan secara objektif dan empiris. Landasan aksiologis ilmu berkaitan dengan dampak
ilmu bagi umat manusia.
Pertanyaan aksiologis ini bukan merupakan pertanyaan yang dijawab oleh ilmu itu
sendiri, melainkan harus dijawab oleh manusia di balik ilmu itu. Jawabannya adalah bahwa
pengetahuan
ilmiah harus dibatasi penggunaannya, yakni sejauh ditentukan oleh kesadaran moral manusia.
Para hedonis menemukan pedoman mengenai jumlah atau besarnya kenikmatan yang dirasakan
seseorang atau masyarakat sebagai barometer dari sistem nilai. Kaum Idealis menjadikan sistem
objektif mengenai norma-norma rasional atau yang paling ideal sebagai kriteria. Dari berbagai
corak aliran ini maka hubungan antara nilai dan fakta dapat diselidiki melalui tiga hal:

1. aliran naturalis potsitivisme: Aliran yangmenyatakan tidak ada kaitan antara


pengalaman manusia dengan system nilai.
2. objektifisme logis: Aliran yang menyatakan bahwa nilai merupakan esensi logis
dan substantif yang tidak ada kaitannya dengan status atau tindakan eksistensi
dalam realitas.
3. objektif metafisis: Aliran yang menyatakan nilai adalah norma ideal yang
mengandung unsur integral objektif dan aktif dari kenyataan metafisik.

Pertanyaan umum yang sering muncul berkenaan dengan hal tersebut adalah : apakah itu
bebas dari sistem nilai ? Ataukah sebaliknya, apakah itu terikat pada sistem nilai? Ada dua
kelompok yang masing-masing mempunyai landasan terhadap masalah tersebut
Kelompok pertama: menghendai ilmu harus bersifat netral terhadap sistem nilai. Menurut
mereka tugas ilmuwan adalah menemukan pengetahuan ilmiah. Ilmu ini selanjutnya
dipergunakan untuk apa, terserah pada yang menggunakannya, ilmuwan tidak ikut campur
Kelompok kedua: sebaliknya berpendapat bahwa netralitas ilmu hanya terbatas padametafisik
keilmuwan, sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihan objek penelitian, maka kegiatan
keilmuwan harus berlandaskan asas-asas moral.
Hubungan antara ilmu dengan moral oleh Jujun S. dikaji secara hati-

6
hati dengan mempertimbangkan tiga dimensi filosofis ilmu. Pandangan
Jujun S mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendapatkan pengertian yang benar mengenai kaitan antara ilmu dan
moral maka pembahasan masalah ini harus didekati dari segi-segi yang lebih
terperinci yaitu segi ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

2. Menafsirkan hakikat ilmu dan moral sebaiknya memperhitungkan faktor sejarah,


baik sejarah perkembangan ilmu itu sendiri, maupun penggunaan ilmu dalam
lingkup perjalanan sejarah kemanusiaan.

3. Secara ontologis dalam pemilihan wujud yang akan dijadikan objek


penelaahannya (objek ontologis/objek formal) ilmu dibimbing oleh kaidah moral
yang berazaskan tidak mengubah kodrat manusia, tidak merendahkan martabat
manusia, dan tidak mencampuri masalah kehidupan.

C. Komponen Aksiologi

1.Etika

Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahui dan mampu


mempertanggungjawabkan apa yang ia lakukan. Di dalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku
manusia menjadi sentral persoalan. Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan
tanggung jawab, bertanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap
Tuhan sebagai sang pencipta. Dalam perkembangan sejarah etika, ada 4 teori etika sebagai
sistem filsafat moral Etika:

1. Hedonisme adalah suatu pandangan yang menganggap bahwa sesuatu yang baik jika
mengandung kenikmatan bagi manusia.
2. Eudemonisme menegaskan setiap kegiatan manusia mengejar tujuan, tujuannya yaitu
kebahagiaan.
3. Utilitarisme yang berpendapat bahwa tujuan hukum adalah memajukan kepentingan
warga negara dan bukan dan melindungi apa yang disebut hak-hak kodrati.
4. pragmatisme adalah suatu pemikiran yang menganggap bahwa sesuatu yang baik
adalah yang berguna secara praktis dalam kehidupan. Ukuran kebenaran suatu
teori adalah kegunaan praktis teori itu, bukan dilihat secara teoritis

Andersen mengatakan bahwa etika adalah sebuah situasi yang


mempelajari nilai dan landasan bagi penerapannya. Hal ini pantas atau
tidak pantas, baik atau buruk. Sebuah etika tidak akan lagi mempersoalkan kondisi manusia
tetapi sudah pada bagaimana seharusnya manusia bertidak namun kemudian kita tidak dapat
mengatakan bahwa sebuah etika akan menyelesaikan persoalan praktis. Sebuah etika tidak
mengatakan pada seseorang apa yang harus dilakukannya pada situasi tertentu. Teori etika akan
membantu menusia untuk memutuskan apa yang harus ia lakukan. Sehingga dapat dikatakan
bahwa fungsi praktis etika adalah memberikan pertimbangan dalam perilaku.

7
2.Estetika

Estetika akan dikaitkan dengan seni karena estetika lahir dari penilaian manusia tentang
keindahan. Kattsof mengatakan bahwa estetika akan menyangkut perasaan, dan perasaan ini
adalah perasaan indah. Nilai keindahan tidak semata-mata pada bentuk atau kualitas objeknya,
tetapi juga isi atau makna yang dikandungnya. Dengan demikian sebuah estetika akan ditemukan
dalam sisi lahirnya maupun  batinnya, bukan hanya sepihak. Sebagai ilustrasi bahwa wanita
cantik belum tentu indah, karena cantik disini belum tentu menimbulkan kesenangan pada
perasaan orang lain. Dalam hal ini orang cenderung mengalihkan perasaan tadi menjadi sifat
objek itu, artinya memandang keindahan sebagai sifat objek yang kita serap, padahal sebenarnya
tetap merupakan perasaan.

D. Kegunaan Aksiologi
1. Nilai, Ilmu dan Tanggung Jawab Ilmuan

Dalam tahap awal perkembangannya, ilmu sudah dikaitkan dengan tujuan tertentu. Ilmu
tidak saja digunakan untuk menguasai alam melainkan juga untuk memerangi sesama manusia,
atau menguasai manusia. Tidak jarang manusia diperbudak oleh ilmu. Dengan ilmu, kadang-
kadang manusia mengorbankan nilai-nilai
kemanusiannya. Akhirnya hanya karena ilmu terjadi gejala dehumanisasi, sehingga tidak salah
jika banyak orang mengatakan bahwa ilmu sudah tidak berpihak kepada manusia, tetapi ilmu
sudah mempunyai tujuannya sendiri.Dalam zaman globalisasi saat ini, di mana proses
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak lagi menunjukkan perkembangan sedikit
demi sedikit, setapak demi setapak, melainkan melalui lompatan-lompatan atau terobosan-
terobosan yang besar. Pengaruh menyeluruh yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi ini antara lain dapat digambarkan dengan terjadinya revolusi industri pada akhir
abad 19, yang bermula di Inggris. Dalam filsafat, ilmu juga dikaitkan dengan nilai. Nilai ilmu
terletak pada manfaat yang diberikannya sehingga manusia dapat mencapai kemudahan dalam
hidup. Ilmu dikatakan bernilai karena menghasilkan pengetahuan yang dapat dipercaya
kebenarannya yang objektif, yang terkaji secara kritik. Dengan demikian ilmu sebagai sebuah
nilai adalah sesuatu yang bernilai dan masih bebas nilai. Akan tetapi setelah ilmu digunakan oleh
ilmuwan, ia menjadi tidak bebas nilai, hal ini disebabkan sejauh mana moral yang ada pada
ilmuwan untuk bertanggung jawab terhadap ilmu yang dimilikinya akan menyebabkan ilmu itu
menjadi baik atau menjadi buruk. Namun, sebagai seorang ilmuwan, tidak akan dapat lepas dari
hakikat ilmu. Banyak peran yang menjadi tanggung jawab social terhadap ilmu yang dimiliki.
Sikap sosial ilmuwan harus selalu konsisten dengan proses penelaahan ilmu yang dilakukan.
Beberapa sikap sosial yang mungkin dilakukan ilmuwan sebagai cermin tanggung  jawab sosial
antara lain:
a. Menjelaskan semua permasalahan yang tidak diketahui masyarakat dengan bahasa
yang mudah dicerna.
b. Mempengaruhi opini dalam rangka memunculkan masalah yang penting untuk
segera dipecahkan.
c. Meramalkan apa yang terjadi dengan sebuah fenomena.

8
d. Menemukan alternatif dari objek permasalahan yang menjadi pusat perhatian. Di
bidang etika, ilmuwan tidak hanya memberikan informasi tetapi  juga
memberikan contoh.

2. Kegunaan Aksiologis terhadap tujuan ilmu pengetahuan

Kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu digunakan, kita dapat memulainya
dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu:
a. Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan untuk memahami dan mereaksikan
dunia pemikiran. Jika seseorang hendak ikut membantu dunia atau ikut
mendukung suatu ide yang membentuk suatu dunia, atau hendak menentang
suatu sistem kebudayaan, sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya
mempelajari teori-teori filsafatnya.Inilah kegunaan mempelajari teori-teori
filsafat ilmu.
b. Filsafat sebagai pandangan hidup. Dalam hal ini, semua teori ajarannya diterima
kebenarannya dan dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai
pandangan hidup digunakan sebagai petunjuk dalam menjalani kehidupan.
c. Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah. Dalam hidup ini kita
menghadapi banyak masalah. Bila ada batu di depan pintu, setiap keluar dari
pintu itu kaki kita tersandung maka dapat diasumsikan bahwa batu itu masalah.
Kehidupan akan dijalani lebih enak bila masalah masalah itu dapat diselesaikan.
Ada banyak cara menyelesaikan masalah, mulai dari cara yang sederhana sampai
yang paling rumit. Bila cara yang digunakan amat sederhana maka biasanya
masalah tidak terselesaikan secara tuntas. Penyelesaian yang detail itu biasanya
dapat mengungkap semua masalah yang berkembang dalam kehidupan manusia.

9
BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan

Aksiologi ilmu terdiri dari nilai-nilai yang bersifat normatif dalam pemberian makna
terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana dijumpai dalam kehidupan, yang menjelajahi
berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik atau pun fisik material. Lebih dari
itu nilai nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu conditio sine qua non yang wajib
dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan
ilmu. Jadi, aksiologi adalah teori tentang nilai. Dalam filsafat, nilai akan berkaitan dengan logika,
etika, estetika. Logika akan menjawab tentang persoalan nilai kebenaran sehingga dengan logika
akan diperoleh sebuah keruntutan. Etika akan berbicara mengenai nilai kebenaran, yaitu antara
yang pantas dan tidak pantas, antara yang baik dan tidak baik. Adapun estetika akan mengupas
tentang nilai keindahan atau kejelekan. Estetika biasanya erat berkaitan dengan karya seni.

 
 

10
DAFTAR PUSTAKA

Abadi, T. W. (2016, Maret). Aksiologi: Antara Etika, Moral dan Estetika.


 Kanal (Jurnal Ilmu Komunikasi), 4 
(2), 187-204. Retrieved fromhttp://ojs.umsida.ac.id/index.php/kanalAzwar, W., &
Muliono. (2020).
 Filsafat Ilmu: Cara Mudah Memahami Filsafat Ilmu.
 Jakarta: Prenada Media.Bahrum. (2013). Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi.
Sulesana
, 35-45.Bakhtiar, A. (2012).
 Filsafat Ilmu.
 Jakarta: Rajagrafindo Persada.Bertens, K. (2013).
 Etika
 (Revisi ed.). Yogyakarta: Kanisius.Hakim, A. A., & Sabeni, B. A. (2018).
 Filsafat Umum dari Metologi sampaiTeofilosofi.
 Bandung: Pustaka Setia.id.wikipedia.org. (2020, April 27).
 Aksiologi 
. Retrieved April 27, 2020, fromWikipedia Ensiklopedia
Bebas:https://id.wikipedia.org/wiki/Aksiologikbbi.web.id. (2020, April 27).
aksiologi 
. Retrieved April 27, 2020, from KamusBesar Bahasa Indonesia (KBBI) Kamus
Versi Online/Daring:https://kbbi.web.id/aksiologiSanprayogi, M., & Chaer, M. T.
(2017, Juli). Aksiologi Filsafat Ilmu dalamPengembangan Keilmuan.
 Al Murabbi, 4 
(1), 105-120.Suaedi. (2016).
 Pengantar Filsafat Ilmu.
 Bogor: IPB Press.Surajiyo. (2014).
 Ilmu Filsafat Suatu Pengantar.
 Bandung: Bumi Aksara. 
26Suriasumantri, J. S. (2006).
 Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer.
 Jakarta:Yayasan Obor.Wahana, P. (2016).
 Filsafat Ilmu Pengetahuan.
 Yogyakarta: Pustaka Diamond.Wiramihardja, S. A. (2018).
 Pengantar Filsafat 
 (Revisi 2 ed.). Bandung: RefikaAditama

11
12

Anda mungkin juga menyukai