Disusun Oleh :
KEMENTERIAN AGAMA
Segala puji bagi Allah SWT, atas rahmat, berkah, dan hidayahNya kami dapat
menyelesaikan tugas makalah Filsafat Ilmu yang membahas tentang Ilmu dan Problem
Nilai ini. Sholawat dan salam tak lupa juga kami haturkan kepada baginda nabi
Muhammad SAW.
Dalam penulisan makalah kali ini kami jadi mengetahui tentang Ilmu dan Problem
Nilai. Meski hambatan dan cobaan dalam pembuatan makalah ini kami rasakan juga, tapi
berkat semangat dari teman-teman dan orang-orang terdekat, Alhamdulillah kami dapat
menyelesaikan. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih banyak kepada:
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Etika merupakan salah satu bagian dari teori tentang nilai atau yang dikenal
dengan aksiologi. Selain etika yang termasuk dalam kajian aksiologis adalah estetika
atau teori tentang keindahan. Etika sering disamakan dengan moralitas, padahal
keduanya berbeda. Moralitas adalah nilai-nilai perilaku orang atau masyarakat
sebagaimana bisa ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, yang belum disistematisasi
sebagai suatu teori. Ketika perilaku-perilaku moral dirumuskan menjadi teori-teori
maka disebut etika. Etika mencakup persoalan-persoalan tentang hakikat kewajiban
moral, prinsip-prinsip moral dasar apa yang harus manusia ikuti dan apa yang baik
bagi manusia. Dalam etika yang lebih ditekankan adalah masalah baik dan buruknya
suatu tindakan manusia, bukan masalah kebenaran suatu perbuatan manusia.
Pada masa sekarang ini ilmu sudah mengalami kemajuan yang sangat pesat
sampai mempengaruhi reproduksi dan penciptaan manusia itu sendiri. Ilmu bukan lagi
merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya tetapi dapat
juga menciptakan tujuan hidupnya.Menghadapi kenyataan seperti ini, ilmu yang pada
hakikatnya digunakan untuk mempelajari alam sebagaimana adanya, pada saat ini
mulai dipertanyakan untuk apa sebenarnya ilmu itu dipergunakan? Dimana batas
wewenang penjelajahan keilmuan dan ke arah mana perkembangan ilmu yang
seharusnya? Pertanyaan yang semacam ini jelas tidak merupakan urgensi bagi
keilmuan. Namun pada abad ke-20 para ilmuwan mencoba menjawab pertanyaan ini
dengan berpaling pada hakikat moral.
Sejak saat itu, ilmu sudah terkait dengan masalah-masalah moral dalam perspektif
yang berbeda. Contoh: Ketika Copernicus (1473-1543) mengajukan teorinya tentang
kesemestaan alam dan menemukan bahwa bumi yang berputar mengelilingi matahari.
Dari kasus Copernicus tersebut, pada dasarnya mencerminkan suatu pertentangan
antara ilmu yang ingin terbebas dari nilai-nilai di luar bidang keilmuan dengan ilmu
yang berlandaskan pada nilai-nilai di luar bidang keilmuan. Pada makalah ini, akan
dijelaskan mengenai paradigma tentang ilmu.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan ilmu?
2. Apa yang dimaksud dengan nilai?
3. Bagaimana paradigma ilmu?
4. Bagaimana keterkaitan ilmu dengan nilai?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian ilmu.
2. Mengetahui pengertian nilai.
3. Mengetahui tentang paradigma ilmu.
4. Mengetahui keterkaitan ilmu dengan nilai.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu
Ilmu adalah pengetahuan yang pasti, sistematis, metodik, ilmiah dan mencakup
kebenaran umum mengenai objek studi. Ilmu membentuk daya intelegensi yang
melahirkan ketrampilan (skill). Ilmu artinya pengetahuan yang ilmiah.Istilah ilmu dalam
pengertian klasik diartikan sebagai pengetahuan tentang sebabakibat atau asal usul.
Daoed Joesoef menunjukkan bahwa pengertian ilmu mengacu pada tiga hal, yakni
produk-produk, proses dan masyarakat. Ilmu sebagai produk, artinya pengetahuan yang
telah diketahui serta diakui kebenarannya oleh masyarakat ilmuwan. Ilmu sebagai proses,
artinya kegiatan kemasyarakatan yang dilakukan demi penemuan dan pemahaman dunia
alami sebagaimana adanya bukan sebagaimana yang dikehendaki.Ilmu sebagai masyarakat,
artinya dunia pergaulan yang tindak tanduknya, perilaku dan sikap serta tutur katanya
diatur oleh empat ketentuan yaitu: universalisme, komunalisme, tanpa pamrih dan
skeptisisme yang teratur.
Para filosof muslim membedakan ilmu kepada ilmu yang berguna dan yang tak
berguna. Kategori ilmu yang berguna mereka memasukkan ilmu-ilmu duniawi, seperti
kedokteran, fisika, kiia, geografi, logika, etika, bersama disiplin-disiplin yang khusus
mengenai ilmu keagamaan. Ilmu sihir, alkemi dan numerologi (ilmu nujum yang
menggunakan perbilangan) dimasukkan ke dalam golongan cabang-cabang ilmu yang
tidak berguna.
Dalam pembahasan tentang ilmu seringkali kita dihadapkan dengan paradigma bebas
nilai dalam ilmu. Dalam bahasa Inggris paradigma bebas nilai disebut dengan value free,
mengatakan bahwa ilmu dan juga tekhnologi bersifat otonom. Ilmu secara otonom tidak
memiliki keterkaitan sama sekali denga nilai. Pembatasan-pembatasan etis hanya akan
menghalangi eksplorasi pengembangan ilmu. Bebas nilai berarti semua kegiatan yang
terkait dengan penyelidikan ilmiah harus disandarkan pada hakikat ilmu itu sendiri. Ilmu
dikatakan bernilai karena menghasilkan pengetahuan yang dapat dipercaya kebenarannya,
yang obyektif, yang terkaji secara kritik.
B. Pengertian Nilai
Nilai atau etika memiliki banyak arti, secara etimologi istilah etika berasal dari
bahasa Yunani Kuno yaitu etos atau ethikos, yang mempunyai arti tempat yang biasa,
padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, dan cara berfikir.
Dalam pemahaman lain, etos diartikan sifat, watak, kebiasaan, atau tempat yang biasa,
sedangkan ethikos berarti susila, keadaban, atau kelakuan atau perbuatan baik.
Nilai juga diartikan sebagai standar tingkah laku, keindahan, keadilan, dan efisiensi
yang mengikat manusia dan sepatutnya dijalankan serta dipertahankan. Nilai adalah bagian
dari potensi manusiawi seseorang, yang berada dalam dunia rohaniah (batiniah, spiritual),
tidak berwujud, tidak dapat dilihat, tidak dapat diraba, dan sebagainya. Namun sangat kuat
pengaruhnya serta penting peranannya dalam setiap perbuatan dan penampilan seseorang.
Nilai adalah suatu pola normatif, yang menentukan tingkah laku yang diinginkan bagi
suatu sistem yang ada kaitannya dengan lingkungan sekitar tanpa membedakan fungsi
sekitar bagian-bagiannya. Nilai tersebut lebih mengutamakan berfungsinya pemeliharaan
pola dari sistem sosial.
Pengertian nilai dalam agama adalah prinsip, standart atau kualitas yang dipandang
bermanfaat dan sangat diperlukan. Nilai adalah suatu keyakinan dan kepercayaan yang
menjadi dasar bagi seseorang atau sekelompok orang untuk memilih tindakannya, atau
menilai suatu yang bermakna bagi kehidupannya.
Dari beberapa definisi tersebut dapat dirumuskan bahwasanya nilai adalah suatu tipe
kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan, dimana seseorang
harus bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau mengenai suatu yang tidak pantas
atau yang pantas dikerjakan, dimiliki dan dipercayai.
C. Paradigma Ilmu
Ilmu terbagi menjadi dua pandangan yaitu ilmu bebas nilai (value free) dan ilmu
terikat nilai/ ilmu tak bebas nilai (value bound). Berikut penjelasannya,
Orang yang mendukung bebas nilai dalam ilmu akan melakukanya berdasarkan
nilai khusus yang diwujudkan ilmu pengetahuan. Karena kebenaran dijunjung tinggi
sebagai nilai, dan fakta merupakan suatu yang independen terhadap pengamat,
sehinga pengamat yang lain bisa mengamati dalam posisi dan prosedur yang sama.
Kemudian fakta-fakta dikelompokan satu dengan yang lain dan keterhubungan ini
menjadi sesuatu yang mengikat secara prinsip yang disebut hukum dan kaidah. Untuk
bisa menjelaskan suatu hukum di balik fakta diperlukan metode dan pendekatan.
Kebenaran itu dikejar secara murni dan semua nilai di kesampingkan. Maka itu
tuntutan agar ilmu pengetahuan bebas nilai pada kenyataanya agak dekat dengan
tuntutan yunani agar ilmu pengetahuan itu tanpa pamrih. Hal semacam ini dapat
dikatakan juga dengan tuntutan yang mirip dengan tuntutan agar ilmu pengetahuan
bebas dari perandaian. Tuntutan ini pun tidak mungkin dimaksudkan mutlak, karena
jika demikian berarti ia meniadakan dirinya sendiri. Orang yang menuntut suatu dari
ilmu pengetahuan dengan sendirinya mengandaikan sesuatu. Karena setiap ilmu
berpangkal pada perandaian-perandaian yang tersimpul dalam metode ilmu
pengetahuan itu sendiri. Mengesampingkan perandaian-perandaian itu sama saja
dengan melumpuhkan setiap pendekatan metodis dan dengan demikian
menghilangkan ciri khas segala ilmu pengetahuan. Jadi, tuntutan agar suatu ilmu
jangan bertolak dari perandaian-perandaian, mestinya mempunyai maksud lain.
Dalam pandangan ilmu yang bebas nilai, eksplorasi alam tanpa batas dapat
dibenarkan, karena hal tersebut untuk kepentingan ilmu itu sendiri, yang terkadang
hal tersebut dapat merugikan lingkungan. Contoh untuk hal ini adalah teknologi air
condition, yang ternyata berpengaruh pada pemanasan global dan lubang ozon
semakin melebar, tetapi ilmu pembuatan alat pendingin ruangan ini semata untuk
pengembangan teknologi itu dengan tanpa memperdulikan dampak yang ditimbulkan
pada lingkungan sekitar. Setidaknya, ada problem nilai ekologis dalam ilmu tersebut,
tetapi ilmu bebas nilai menganggap nilai ekologis tersebut menghambat
perkembangan ilmu. Dalam ilmu bebas nilai tujuan dari ilmu itu untuk ilmu.
Ilmu yang tidak bebas nilai ini memandang bahwa ilmu itu selalu terkait dengan
nilai dan harus dikembangkan dengan mempertimbangkan nilai. Ilmu jelas tidak
mungkin bisa terlepas dari nilai-nilai kepentingan-kepentingan baik politik, ekonomi,
sosial, keagamaan, lingkungan dan sebagainya.
Kedua, menurut Gadamer, ilmu hanya bisa bekerja karena ia tertancp dalam
tradis yang telah berlangsung lama sehingga seseorang tidak mungkin netral terhadap
seluruh tradisi. Justru tradisi yang memungkinkan manusia membangun pengetahuan
atau ilmu. Michel Foucault juga menunjukkan bahwa ilmu merupakan kekuasaan.
Ilmu melahirkan kekuasaan, dan kekuasaan melahirkan ilmu. Kuasa adalah kekuatan
untuk mendefinisikan dan mendisiplinkan, normalisasi dan regulasi pihak lain melalui
pertukaran wacana. Ilmu merupakan bangunan kompleks wacana.
Dari pendapat ketiga filsuf tersebut diatas dipahami bahwasanya ilmu itu sebagai
terikat nilai, baik pada ilmu itu sendiri maupun pada ilmuannya. Prosedur ilmu tidak
senetral yang disangka. Didalamnya telah terserap tradisi, kepentingan, dan
kekuasaan. Maka dengan sendirinya keterkaitan ilmu juga berlaku bagi ilmuannya.
A. KESIMPULAN
1. Ilmu adalah pengetahuan yang pasti, sistematis, metodik, ilmiah dan mencakup
kebenaran umum mengenai objek studi. Ilmu membentuk daya intelegensi yang
melahirkan ketrampilan (skill). Ilmu dibagi menjadi dua golongan yaitu ilmu yang
berguna dan yan tak berguna.
2. Nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem
kepercayaan, dimana seseorang harus bertindak atau menghindari suatu tindakan,
atau mengenai suatu yang tidak pantas atau yang pantas dikerjakan, dimiliki dan
dipercayai.
3. Ilmu terbagi menjadi dua pandangan yaitu ilmu bebas nilai (value free) dan ilmu
terikat nilai/ ilmu tak bebas nilai (value bound). Yang ilmu bebas nilai yaitu ilmu
menolak campur tangan faktor eksternal yang tidak secara hakiki menentukan
ilmu itu sendiri, sedangkan ilmu terikat nilai yaitu ilmu itu selalu terikat dengan
nilai dan harus dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek nilai.
Perkembangan nilai tidak lepas dari nilai-nilai ekonomis, sosial, religius, dan
nilai-nilai yang lainnya.
4. Antara ilmu dan etika mempunyai hubungan yang sangat erat karena
sesungguhnya ilmu itu memiliki nilai dalam dirinya sendiri.
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Ghazali, Bachri dkk. 2005. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan
Kalijaga
Mustansyir, Rizal dan Misnal Munir. 2001. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Suriasumantri, Jujun S. 2009. Ilmu Dalam Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Susanto, A. 2011. Filsafat Ilmu: Suatu Kajian Dalam Dimensi Ontologis, Epistimologis,
dan Aksilogis. Jakarta: Bumi Aksara